Posts tagged ‘Sejarah’

16 Juli 2012

Misteri Maryam

oleh alifbraja

misteri Maryam masih sangat langka dibahas. Kitab-kitab Tafsir pun jarang menyingkap lebih jauh siapa sesungguhnya Maryam.

Padahal, di dalam Alquran, Maryam dijadikan sebagai sebuah nama surah dengan 98 ayat. Maryam lebih banyak dijelaskan sebagai ibunda Nabi Isa AS—nabi yang lahir tanpa bapak.

Peristiwa hamilnya Maryam tanpa pernah disentuh laki-laki cenderung diselesaikan dengan menyerahkan kepada kemahakuasaan Allah SWT, padahal ada sejumlah ayat menyatakan proses dan peran malaikat Jibril, seperti:

“Maka ia mengadakan tabir (yang melindunginya) dari mereka; lalu Kami mengutus roh Kami kepadanya, maka ia menjelma di hadapannya (dalam bentuk) manusia yang sempurna. Maryam berkata, “Sesungguhnya aku berlindung daripadamu kepada Tuhan Yang Mahapemurah, jika kamu seorang yang bertakwa.” (QS. Maryam: 17-19).

Dalam tulisan ini tidak akan dikaji sudut pandang biologis Maryam dengan proses dan peran Jibril yang kemudian melahirkan Nabi Isa, akan tetapi tulisan ini akan mengkaji sudut pandangan esoteris kehadiran Maryam yang kemudian melahirkan Nabi Isa As.

Dalam pandangan esoteris, Maryam merupakan simbol orisinalitas kesucian (the original holiness) kebalikannya Hawa yang merupakan simbol orisinalitas dosa (the original sin). Maryam dan Hawa simbol dari sepasang karakter feminin.

Hawa menjadi simbol kejatuhan anak manusia ke bumi kehinaan dan Maryam menjadi simbol kenaikan anak manusia ke langit kesucian. Karena Hawa menggoda suaminya, Adam, maka anak manusia jatuh ke lembah kehinaan dan karena sang perawan suci Maryam melahirkan Nabi Isa, maka manusia diangkat kembali ke langit, kampung halaman pertama manusia.

Di dalam tradisi Talmud Babilonia, semacam kitab tafsir Taurat (Perjanjian Lama), Hawa dinyatakan sebagai penyebab dari segala sumber kehinaan dan malapetaka kemanusiaan sebagaimana dinyatakan dalam Kitab Eruvin pasal 100 b. Akibat kekeliruan dilakukan Hawa/Maria maka kaum perempuan dinyatakan menanggung 10 macam kutukan, yaitu:

  1. Perempuan mengalami siklus menstruasi, yang sebelumnya Hawa tidak pernah mengalaminya di surga.
  2. Perempuan yang pertama kali melakukan persetubuhan mengalami rasa sakit.
  3. Perempuan mengalami penderitaan dalam mengasuh dan memelihara anak-anaknya. Anak-anak membutuhkan perawatan, pakaian, kebersihan, dan pengasuhan sampai dewasa. Ibu merasa risi manakala pertumbuhan anak-anaknya tidak seperti yang diharapkan.
  4. Perempuan merasa malu terhadap tubuhnya sendiri.
  5. Perempuan merasa tidak leluasa bergerak ketika kandungannya berumur tua.
  6. Perempuan merasa sakit pada waktu melahirkan.
  7. Perempuan tidak boleh mengawini lebih dari satu laki-laki.
  8. Perempuan masih ingin merasakan hubungan seks lebih lama sementara suaminya sudah tidak kuat lagi.
  9. Perempuan sangat berhasrat melakukan hubungan seks terhadap suaminya, tetapi amat berat menyampaikan hasrat itu kepadanya.
  10. Perempuan lebih suka tinggal di rumah.

Bandingkan juga dengan Kitab Kejadian [3]: 15 yang sering dianggap sebagai the protoevangelium:

“Dan Aku akan mengadakan permusuhan antara engkau dan perempuan ini, antara keturunanmu (benihmu) dan keturunannya (benihnya); keturunannya (benihnya) akan meremukkan kepalamu, dan engkau akan meremukkan tumitnya.”

Kalangan teolog Kristen sering mempertentangkan atau memperhadap-hadapkan antara figur Hawa dan Maryam, namun ada juga yang menganggap Hawa dan Maryam adalah sepasang perawan yang saling melengkapi.

Jika Hawa yang muncul dari Adam menjadi simbol kejatuhan manusia, maka Maria perawan suci yang melahirkan Nabi Isa adalah simbol kemenangan dan keterangkatan manusia ke langit atas.

Melalui simbol kesucian dan kasih sayang Maryam, maka manusia akan menguasai dosa yang diwariskan oleh simbol Hawa, sang pembawa bencana dengan kekuatannya sebagai penggoda (tempter).
Dalam literatur kekristenan dijelaskan bahwa perempuan yang dimaksudkan di sini adalah Hawa yang telah tergoda dengan ular atau setan tersebut, dan akhirnya telah melanggar perintah Tuhan.

Ayat-ayat dalam Alkitab di atas cenderung memojokkan agama Kristen di mata kaum feminis, namun kaum feminis juga paham bahwa agama dan produk nilai-nilai kepercayaan luhur tidak selamanya saling menguntungkan dengan tidak mengindahkan sertifikat.

Wacana Hawa-Maryam seperti ini mengingatkan kita pada konsep Maya dalam perspektif agama Hindu yang dilukiskan sebagai “Divine Principle” yang berakar dari ketidakterbatasan Tuhan. Ia adalah “penyebab” Esensi Ilahiyah memancar keluar dari Diri-Nya ke dalam manifestasi. Maya adalah Hawa dan juga sekaligus Maryam.

Ia merupakan simbol perempuan penggoda (seductive) tetapi sekaligus dan perempuan membebaskan (pneumatic). Ia ”descendent” (an-nuzuli) tetapi sekaligus “ascendant” (al-su’udi). Ia mengasingkan (al-fariq) tetapi sekaligus menyatukan kembali (al-jam’).

Ia menghijab agar bisa berjuang memanifestasikan segala potensialitas Kebaikan Agung (the Supreme Good), tetapi juga menyingkapkan-Nya, agar ia memanifestasikan kebaikan yang lebih baik.

Berbagai akibat yang lahir dan muncul dari dosa Hawa, akan tetapi kesucian dan kemuliaan Maryam secara total akan menghapuskan dosa Hawa. Hawa dalam sudut pandang seperti ini, eksistensi dan puncak keilahian, tidak akan ada ambiguitas lagi, dan kejahatan (evil) akan menjadi terhapus“.

Pada puncaknya, apa pun selain dari al-Asl al-Ilahi (the Divine Principle) hanyalah “penampilan”; hanya Al-Haq yang benar-benar riil, dan maka itu Hawa secara tak terbatas telah dimaafkan dan mendapat kemenangan dalam Maryam.

Hubungan antara dua aspek feminin ini tidak hanya sebuah hubungan resiprokal di mana dosa Hawa dalam konteks proyeksi kosmogonis untuk bergerak ke arah ketiadaan yang menyebabkan Maya terlihat ambigu, tetapi ambiguitas ini adalah relatif. Ia sama sekali jauh dari kesimetrisan, keadaan ini tidak akan mengotori Maryam. Bahkan, Maryam akan secara total menghapuskan dosa Hawa.

Dalam Islam tidak dirinci secara eksplisit fungsi dan peran Hawa dan Maryam. Kita hanya menemukan dalam Alquran bahwa Hawa adalah figur personal yang lahir dari badan Adam tanpa ibu. Sedangkan Maryam adalah figur personal yang lahir dari pasangan lengkap ayah dan ibu lalu ia melahirkan seorang putra (Nabi Isa AS) yang hanya punya ibu tanpa bapak. Contoh-contoh ini tentu ada hikmahnya dalam dunia kemanusiaan.

8 Juli 2012

Moksanya Prabu Siliwangi

oleh alifbraja

Moksanya Prabu Siliwangi

PENDAHULUAN

a) Pengertian Mitos

Mitos atau mite (myth) adalah cerita prosa rakyat yang ditokohi oleh para dewa atau makhluk setengah dewa yang terjadi di dunia lain (kahyangan) pada masa lampau dan dianggap benar-benar terjadi oleh yang empunya cerita atau penganutnya. Mitos juga disebut Mitologi, yang kadang diartikan Mitologi adalah cerita rakyat yang dianggap benar-benar terjadi dan bertalian dengan terjadinya tempat, alam semesta, para dewa, adat istiadat, dan konsep dongeng suci. Jadi, mitos adalah cerita tentang asal-usul alam semesta, manusia, atau bangsa yang diungkapkan dengan cara-cara gaib dan mengandung arti yang dalam. Mitos juga mengisahkan petualangan para dewa, kisah percintaan mereka, kisah perang mereka dan sebagainya.

 

b) Pengertian Siluman

Siluman dalam berbagai cerita rakyat adalah makhluk halus yang tinggal dalam komunitas dan menempati suatu tempat. Mereka melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari layaknya manusia biasa. Mereka juga mengenal peradaban. Siluman dapat berasal dari manusia biasa yang kemudian meninggalkan alam kasar atau setelah orang meninggal ruhnya masuk dalam masyarakat itu, atau memang sudah merupakan makhluk halus sejak awalnya. Pertemuan antara manusia dengan siluman seringkali menjadi bagian dari cerita-cerita misteri yang digemari.

 

Siluman dikenal pula sebagai orang bunian dalam tradisi masyarakat Sumatera. Mitos tentang Kanjeng Ratu Kidul merupakan satu mitos tentang masyarakat siluman yang sangat dikenal suku-suku di Jawa, bahkan digunakan sebagai legitimasi kekuasaan raja-raja pewaris Mataram.

Beberapa mitos tentang siluman lain:

    • Siluman Rawa Lakbok

 

    • Nyai Blorong atau Nyai Roro Kidul

 

Moksanya Prabu Siliwangi dan pengikut-pengikutnya di Gunung Gede

 

  • Masyarakat penghuni Gunung Merapi (konon dipimpin oleh Sunan Merapi) dan Gunung Lawu (konon dipimpin oleh Sunan Lawu)
  • Dll.

Para peneliti mitos Moksanya Prabu Siliwangi pada umumnya masih selalu berkutat pada perbandingan antarversi mitos secara filologis, yang muaranya untuk mengklaim ini versi asli dan yang lain sebagai tiruan. Upaya pemahaman mitos secara filologis memang tidak keliru, namun seringkali mengalami jalan buntu, kalau enggan dikatakan gagal pada sisi-sisi tertentu. Dalam kaitan ini, pemahaman mitos dari sudut pandang model linguistik Levi-Strauss atau Analisis Mitos dengan pendekatan Paradigma Struktural dapat menjadi sebuah alternatif untuk menembus jalan buntu tersebut. Kajian mitos yang memanfaatkan model linguistic atau Analisis melalui Paradigma Struktural sulit diragukan lagi, sebab Levi-Strauss banyak bergaul dengan ahli linguistik yang ikut mempengaruhi logika berpikirnya.

Melalui kaidah linguistik, peneliti mencoba menemukan ceritheme-ceritheme (istilah entropologi) yang ada dalam mitos Moksanya Prabu Siliwangi dan selanjutnya menyusun secara sintagmatis dan paradigmatis (istilah linguistik). Ceritheme ini, merupakan satuan-satuan (unit-unit) kelinguistikan yang akan menunjukkan pola tertentu dan makna yang jelas. Melalui perbandingan terhadap ceritheme tersebut, selanjutnya dibangun suatu model yang dapat digunakan untuk memahami versi mitos Moksanya Prabu Siliwangi secara komprehensif.


TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Badcock (1975:52-55), mitos memang merupakan “something with tells a story” . Selanjutnya, ia juga menyatakan bahwa mitos “does not convey common sence information, it is not for political purpose. It serves no utilitarian end whatsoever, and conveys no information about the everyday world. Nor is it necesuriley morally or political pedagogic. Batasan ini mengarahkan bahwa mitos adalah ceritera yang spesifik, artinya tidak semua ceritera tentang kekinian dapat disebut mitos. Mitos adalah bagian dari fenomena budaya yang menarik.

 

Yang perlu dicamkan, menurut Levi-Strauss (Ember dan Ember, 1986:48), fenomena sosial budaya merupakan representasi struktur luar yang mendasarkan diri pada struktur dalam (underlying structure) dan human. Untuk mencermati makna mitos, Levi-Strauss (Paz, 1995:9) menggariskan bahwa sistem linguistik terbangun dari relasi antarfonem sehingga membentuk pertentangan dwitunggal (oposisi biner) yang dapat dijadikan landasan penafsiran. Dalam kaitan itu, Levi-Strauss (1974:232) menjelaskan bahwa dalam mitos terdapat hubungan unit-unit (yang merupakan struktur) yang tidak terisolasi, tetapi merupakan kesatuan relasi hubungan tersebut dapat dikombinasikan dan digunakan untuk mengungkap makna di balik mitos itu.

 

Dalam konteks demikian, analisis mitos seperti halnya mempelajari sinar-sinar terbias ke dalam mitem yang kemudian dipadukan ke dalam struktur tunggal. Kalau demikian tidak keliru jika Kerk (1983:42) berpendapat bahwa mitos memang berhubungan dengan masyarakat pendukungnya dan merupakan satu-kesatuan. Bahkan, Leach (1968:42) juga menegaskan bahwa mitos dan ritual beresensi sama. Maksudnya, jika keduanya ditinjau sudut pandang linguistik, terdapat hubungan secara struktural. Hal semacam ini telah diakui oleh Levi-Strauss (1980:14-15) yang berusaha menganalisis mitos dengan model linguistic atau Paradigma Struktural Dia berpendapat bahwa semua versi mitos memang berhubungan dengan budaya pemilik mitos tersebut.

 

Levi-Strauss (1963:208) menyatakan bahwa penciptaan mitos memang tidak teratur, sebab si empunya ceritera terbiasa menceriterakan kembali dengan mitosnya sekehendak hati. Namun, di balik ketidakteraturan itu sebenarnya ada keruntutan yang tidak disadari oleh pencipta mitos. Keteraturan dalam mitos itu sering disebut struktur. Oleh karena itu, dalam menganalisis mitos diupayakan untuk menemukan struktur. Untuk menemukan struktur mitos, Levi-Strauss (Bertens, 1996:186) menggunakan model linguistik sebagai pemahaman fenomena sosial budaya.

Asumsi dasarnya adalah bahwa linguistik dianggap sebagai suatu sistem, terlepas dari evolusi sejarah, dan dalam sistem itu memuat relasi-relasi yang meyakinkan. Alasan lain yang mengukuhkan Levi-Strauss (Rossi, 1974:89) menggunakan model linguistik, karena ia memandang bahwa fenomena sosial budaya sebagai sistem tanda dan simbol yang dapat ditranformasikan ke dalam linguistik

Bertolak dari sistem linguistik tersebut, Levi-Strauss (dalam Ahimsa-Putra, 1995:5) menggunakan prinsip asosiasi ataupun analog bahwa mitos memiliki struktur yang tidak berbeda dengan linguistik. Jika linguistik digunakan untuk menyampaikan pesan-pesan, demikian pula mitos. Dalam mitos terkandung berbagai macam pesan, yang baru dapat dipahami jika kita telah mengetahui struktur dan makna berbagai elemen yang ada dalam mitos tersebut.

Dalam model linguistik tampak adanya sistem “berpasangan” (oposisi) sehingga pada gilirannya melahirkan struktur “dua”, “tiga”, “empat”, dan seterusnya. Sistem ini dapat diterapkan pada analisis mitos. Model linguistik yang digunakan Levi-Strauss dalam analisis struktural mitos, awalnya diadopsi dari teori linguistik struktural Saussure, Jakobson, dan Troubetzkoy. Model-model yang diadopsi adalah konsep sintagmatig dan paradigmatik, langue dan parole, sinkronis dan diakronis (Pettit, 1977:1). Dari model tersebut, Levi-Strauss (Ahimsa-Putra, 1994:45) berasumsi hahwa mitos pada dasarnya juga mirip dengan gejala linguistik.

Pemakaian model linguistik dalam analisis struktural Levi-Strauss tersebut, telah diakui Greimas (Wagner, 1987:viii) sebagai pisau analisis mitos yang relevan. Dalam analisis mitos, Levi-Strauss (Bertens, 1996:20) perlu menunjukkan adanya oposisi-oposisi, sebab mitos merupakan hasil kreasi jiwa manusia yang sama sekali bebas. Sistem oposisi termaksud menurut Creimers dan Santo (1997:151) disebut sistem oposisi biner. Sistem ini, akan mampu mencerminkan struktur neurobiologis kedua belah otak manusia yang berfungsi secara “digital”. Hal ini berarti bahwa setiap orang dan bangsa memiliki struktur oposisi biner yang sama dan hanya berbeda perwujudannya. Melalui sistem linguistik, Levi-Strauss berupaya menggabungkan garis diagonal itu guna membentuk struktur sintagmatik dan paradigmatik yang dapat dimanfaatkan untuk mengungkap makna mitos secara komprehensif.

METODE PENELITIAN ATAU ANALISIS

Pemilihan teks tersebut karena keduanya manifestasi sastra lisan yang telah dicetak sehingga mudah ditemukan ceritheme-ceritheme di dalamnya.Dari pembacaan secara cermat, ditemukan satuan-satuan (mitem) berupa ceritheme-ceritheme, yaitu kata, frasa, dan kalimat yang mendukung mitos. Ceritheme-ceritheme itu membentuk episode-episode mitos. Ceritheme adalah bangunan kategorisasi dalam kajian Levi-Strauss.

 

Analisis data menggunakan model linguistik Levi-Strauss. Dalam analisis mitos, Levi-Strauss menyarankan bahwa analisis dan interpretasi dilakukan melalui dua langkah yaitu (a) membandingkan mitos satu dengan yang lain dan (b) menghubungkan secara etnografi dari masyarakat di mana mitos itu muncul. Perbandipan mitos “Moksanya Prabu Siliwangi” dengan model linguistik ini berusaha menemukan homologi teks. Homologi adalah unsur-unsur teks yang mirip atau sama (homogin).

Berdasarkan konsep analitis tersebut, tulisan ini mencoba membandingkan mitos “Moksanya Prabu Siliwangi” dengan menemukan relasi-relasi. Untuk memahami makna di balik struktur model yang ditemukan, artikel ini juga menggunakan informasi etnografi masyarakat Jawa sebagai pendukung mitos. Penafsiran semacam ini, juga didasarkan sugesti Lane (1970:15-17) bahwa dalam analisis struktural mitos kita tidak sekedar melihat yang tersurat, namun harus sampai pada yang tersirat (di balik kenyataan empiris.

CERITA PRABU SILIWANGI

Di Jawa Barat pada jaman dahulu kala ada sebuah Kerajaan Hindu yang besar dan cukup kuat, yaitu berpusat di kota Bogor. Kerajaan itu adalah Kerajaan “Pajajaran”, pada saat itu raja yang memerintah yaitu Prabu Siliwangi. Waktu mudanya Sri Baduga terkenal sebagai ksatria pemberani dan tangkas, bahkan satu-satunya yang pernah mengalahkan Ratu Japura (Amuk Murugul) waktu bersaing memperbutkan Subanglarang (istri kedua Prabu Siliwangi yang beragama Islam). Dalam berbagai hal, orang sezamannya teringat kepada kebesaran mendiang buyutnya (Prabu Maharaja Lingga Buana) yang gugur di Bubat yang digelari Prabu Wangi.

Tentang hal itu, Pustaka Rajyarajya i Bhumi Nusantara II/2 mengungkapkan bahwa orang Sunda menganggap Sri Baduga sebagai pengganti Prabu Wangi, sebagai silih yang telah hilang. Naskahnya berisi sebagai berikut (artinya saja):

 

“Di medan perang Bubat, ia banyak membinasakan musuhnya karena Prabu Maharaja sangat menguasai ilmu senjata dan mahir berperang, tidak mau negaranya diperintah dan dijajah orang lain.

 

Ia berani menghadapi pasukan besar Majapahit yang dipimpin oleh sang Patih Gajah Mada yang jumlahnya tidak terhitung. Oleh karena itu, ia bersama semua pengiringnya gugur tidak tersisa.

 

Ia senantiasa mengharapkan kemakmuran dan kesejahteraan hidup rakyatnya di seluruh bumi Jawa Barat. Kemasyurannya sampai kepada beberapa negara di pulau-pulau Dwipantara atau Nusantara namanya yang lain. Kemashuran Sang Prabu Maharaja membangkitkan (rasa bangga kepada) keluarga, menteri-menteri kerajaan, angkatan perang dan rakyat Jawa Barat. Oleh karena itu, nama Prabu Maharaja mewangi. Selanjutnya ia di sebut Prabu Wangi. Dan keturunannya lalu disebut dengan nama Prabu Siliwangi. Demikianlah menurut penuturan orang Sunda”.

 

Saat prabu lanjut usia beliau bermaksud mengangkat Putra Mahkotanya sebagai penggantinya.

Prabu Siliwangi mempunyai tiga orang putra dan satu orang putri dari dua Permaisuri, dari permaisuri yang pertama mempunyai dua orang putra, yaitu Banyak Cotro dan Banyak Ngampar. Namun sewaktu Banyak Cotro dan Banyak Ngampar masih kecil ibunya telah meninggal.

 

Maka Prabu Siliwangi akhirnya kawin lagi dengan permaisuri yang kedua, yaitu Kumudaningsih. Pada waktu Dewi Kumuudangingsih diambil menjadi Permaisuri oleh Prabu Siliwangi, ia mengadakan perjanjian, bahwa jika kelak ia mempunyai putra laki-laki, maka putranyalah yang harus meggantikan menjadi raja di Pajajaran.

 

Dari perkawinannya dengan Dewi Kumudaningsih, Prabu Silliwangi mempunyai seorang putra dan seorang putri, yaitu: Banyak Blabur dan Dewi Pamungkas.

Pada suatu hari Prabu Siliwangi memanggil Putra Mahkotanya, Banyak Cotro dan Banyak Blabur untuk menghadap, maksudnya ialah Prabu Siliwangi akan mengangkat putranya untuk menggantikan menjadi raja di Pajajaran karena beliau sudah lajut usia.

Namun dari kedua Putra Mahkotanya belum ada yang mau diangkat menjadi raja di Pajajaran. Sebagai putra sulungnya Banyak Cokro mengajukan beberapa alasan, antara lain alasannya adalah:

* Untuk memerintahkan Kerajaan dia belum siap, karena belum cukup ilmu.

* Untuk memerintahkan Kerajaan seorang raja harus ada Permaisuri yang mendampinginya, sedangkan Banyak Cotro belum kawin.

Banyak Cotro mengatakan bahwa dia baru kawin kalau sudah bertemu dengan seorang putri yang parasnya mirip dengan ibunya. Oleh sebab itu Banyak Cotro meminta ijin pergi dari Kerajaan Pajajaran untuk mencari putri yang menjadi idamannya.

Prabu Siliwangi dan Maung

Aji suket kalanjana adalah ilmu yang tercipta dari pengaruh islam dan aliran kepercayaan masyarakat jawa-sunda. Ajian ini pernah dikuasi oleh Prabu Kean Santang (putra Prabu Siliwangi) dan Syeh Siti Jenar. Ajian ini merupakan ilmu yang sangat tinggi dan untuk mendapatkannya pun tidak mudah karena harus punya niat yang baik dan tekad yang membaja. Konon ajian ini merupakan ajian yang langka dikuasai orang. Ia termasuk tingkatan paling tinggi diantara ilmu kejawen lainnya. Namun begitu, mereka yang menginginkan ajian ini bisa saja mendapatkannya tentu dengan laku tirakat dan tahu kunci amalan rahasianya.

Ajian ini awalnya merupakan ilmu terawangan alam gaib, dan kemudian berkembang sebagai ilmu yang dapat digunakan untuk meraga sukma dan menggerakan benda tanpa menyentuh (telekinetik). Intinya berfungsi mengaktifkan seluruh panca indera. Bereaksi terhadap gejala alam, baik alam sadar maupun alam mimpi. Versi para guru spiritual yang menguasainya menyebut ajian ini merupakan ilmu yang didasarkan pada gerakan rumput tertiup angin. Ia bisa bergerak kemana saja, tapi tetap pada tempatnya semula. Artinya, orang yang menguasai ilmu ini bisa memasuki dimensi gaib atau berada di alam lain tapi jasadnya tetap pada tempatnya.

 

Adapun legenda ajian suket kalanjana ini terdapat berbagai versi. Diyakini ajian ini sudah adal sebelum islam masuk ke tanah jawa. Sumber kontroversinya mengatakan ajian ini ada ketika islam masuk ke tanah pasundan. Tepatnya pada pemerintahan Prabu Siliwangi, Raja Pajajaran. Dan konon, dari sinilah ajian ini bermula.

 

Pada masa itu memang pengaruh islam di kerajaan pajajaran belum meluas, sehingga ilmu-ilmu kesaktian para pendekan jaman pajajaran merupakan ilmu yang tiada banding dan banyak jenisnya. Ada yang mampu terbang, menghilang dll.

 

Mitos yang berkaitan dengan kegaiban pun terbukti. Misal, sampai kini makam prabu siliwangi tidak pernah ditemukan. Itu sebabnya masyarakat pasundan mempercayai bahwa prabu siliwangi moksa (menghilang) dari bumi dan berubah wujud menjadi harimau. Hal ini bisa dilacak dari cerita rakyat garut. Konon prabu siliwangi tidak mau masuk islam. Ia lebih baik keluar dari keraton daripada mengikuti ajakan prabu kean santang, anaknya untuk masuk agama islam.

 

Prabu siliwangi akhirnya lari menuju hutan sancang. Maka untuk menjaga hal-hal yang akan terjadi prabu kean santang membendung larinya prabu siliwangi beserta pengikutnya yang telah menjadi harimau. Dan harimau jejadian itu kemudian digiring menuju sebuah gua di pantai selatan kawasan hutan sancang, garut selatan. Ketika itulah prabu kean santang mengerahkan aji suket kalanjana dan berhasil mengalahkan ayahnya yang juga terkenal sakti itu. Kemudian prabu siliwangi akhirnya mendapat hidayah dari Allah dan masuk islam.

 

Namun sampai sekarang ilmu sakti ini mengalami perkembangan seiring banyaknya minat kalangan keraton pajajaran menuntut ilmu. Dan prabu kean santang adalah orang yang paling suka mempelajari segala macam ilmu agama, kesatriaan maupun ilmu gaib.

 

Menurut versi lain, aji suket kalanjana juga dimiliki oleh syeh dari tanah jawa. Dari syeh inilah ajian diturunkan kepada murid-muridnya. Syeh ini dikenal dengan sebuatn syeh lemah abang alias syeh siti jenar. Pada masa mudanya, siti jenar juga mendalami ilmu kebatinan. Setelah mendalami bidang agama melalui Syarif Hidayatullah atau sunan gunung jati, semakin bertambah tinggilah ilmu kesaktiannya. Tidak heran jiak banyak pemuda berguru kepada syeh siti jenar.

 

Carita Parahiyangan

 

Dalam sumber sejarah ini, pemerintahan Sri Baduga dilukiskan demikian :

 

Purbatisi purbajati, mana mo kadatangan ku musuh ganal musuh alit. Suka kreta tang lor kidul kulon wetan kena kreta rasa. Tan kreta ja lakibi dina urang reya, ja loba di sanghiyang siksa“.

(Ajaran dari leluhur dijunjung tinggi sehingga tidak akan kedatangan musuh, baik berupa laskar maupun penyakit batin. Senang sejahtera di utara, barat dan timur. Yang tidak merasa sejahtera hanyalah rumah tangga orang banyak yang serakah akan ajaran agama).

 

Dari Naskah ini dapat diketahui, bahwa pada saat itu telah banyak Rakyat Pajajaran yang beralih agama (Islam) dengan meninggalkan agama lama.

 

Wangsit Prabu Siliwangi.

 

Naskah asli Uga Wangsit Siliwangi.

 

Saur Prabu Siliwangi ka balad Pajajaran anu milu mundur dina sateuacana ngahiang : “Lalakon urang ngan nepi ka poé ieu, najan dia kabéhan ka ngaing pada satia! Tapi ngaing henteu meunang mawa dia pipilueun, ngilu hirup jadi balangsak, ngilu rudin bari lapar. Dia mudu marilih, pikeun hirup ka hareupna, supaya engké jagana, jembar senang sugih mukti, bisa ngadegkeun deui Pajajaran! Lain Pajajaran nu kiwari, tapi Pajajaran anu anyar, nu ngadegna digeuingkeun ku obah jaman! Pilih! ngaing moal ngahalang-halang. Sabab pikeun ngaing, hanteu pantes jadi Raja, anu somah sakabéhna, lapar baé jeung balangsak.”

 

Daréngékeun! Nu dék tetep ngilu jeung ngaing, geura misah ka beulah kidul! Anu hayang balik deui ka dayeuh nu ditinggalkeun, geura misah ka beulah kalér! Anu dék kumawula ka nu keur jaya, geura misah ka beulah wétan! Anu moal milu ka saha-saha, geura misah ka beulah kulon!

 

Daréngékeun! Dia nu di beulah wétan, masing nyaraho: Kajayaan milu jeung dia! Nya turunan dia nu engkéna bakal maréntah ka dulur jeung ka batur. Tapi masing nyaraho, arinyana bakal kamalinaan. Engkéna bakal aya babalesna. Jig geura narindak!

 

Dia nu di beulah kulon! Papay ku dia lacak Ki Santang! Sabab engkéna, turunan dia jadi panggeuing ka dulur jeung ka batur. Ka batur urut salembur, ka dulur anu nyorang saayunan ka sakabéh nu rancagé di haténa. Engké jaga, mun tengah peuting, ti gunung Halimun kadéngé sora tutunggulan, tah éta tandana; saturunan dia disambat ku nu dék kawin di Lebak Cawéné. Ulah sina talangké, sabab talaga bakal bedah! Jig geura narindak! Tapi ulah ngalieuk ka tukang!

 

Dia nu marisah ka beulah kalér, daréngékeun! Dayeuh ku dia moal kasampak. Nu ka sampak ngan ukur tegal baladaheun. Turunan dia, lolobana bakal jadi somah. Mun aya nu jadi pangkat, tapi moal boga kakawasaan. Arinyana engké jaga, bakal ka seundeuhan batur. Loba batur ti nu anggang, tapi batur anu nyusahkeun. Sing waspada!

Sakabéh turunan dia ku ngaing bakal dilanglang. Tapi, ngan di waktu anu perelu. Ngaing bakal datang deui, nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan nu hadé laku-lampahna. Mun ngaing datang moal kadeuleu; mun ngaing nyarita moal kadéngé. Mémang ngaing bakal datang. Tapi ngan ka nu rancagé haténa, ka nu weruh di semu anu saéstu, anu ngarti kana wangi anu sajati jeung nu surti lantip pikirna, nu hadé laku lampahna. Mun ngaing datang; teu ngarupa teu nyawara, tapi méré céré ku wawangi. Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup. Leungit dayeuhna, leungit nagarana. Pajajaran moal ninggalkeun tapak, jaba ti ngaran pikeun nu mapay. Sabab bukti anu kari, bakal réa nu malungkir! Tapi engké jaga bakal aya nu nyoba-nyoba, supaya anu laleungit kapanggih deui. Nya bisa, ngan mapayna kudu maké amparan. Tapi anu marapayna loba nu arieu-aing pang pinterna. Mudu arédan heula.

 

Engké bakal réa nu kapanggih, sabagian-sabagian. Sabab kaburu dilarang ku nu disebut Raja Panyelang! Aya nu wani ngoréhan terus terus, teu ngahiding ka panglarang; ngoréhan bari ngalawan, ngalawan sabari seuri. Nyaéta budak angon; imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang. Ari ngangonna? Lain kebo lain embé, lain méong lain banténg, tapi kalakay jeung tutunggul. Inyana jongjon ngorehan, ngumpulkeun anu kapanggih. Sabagian disumputkeun, sabab acan wayah ngalalakonkeun. Engke mun geus wayah jeung mangsana, baris loba nu kabuka jeung raréang ménta dilalakonkeun. Tapi, mudu ngalaman loba lalakon, anggeus nyorang: undur jaman datang jaman, saban jaman mawa lalakon. Lilana saban jaman, sarua jeung waktuna nyukma, ngusumah jeung nitis, laju nitis dipinda sukma.

 

Daréngékeun! Nu kiwari ngamusuhan urang, jaradi rajana ngan bakal nepi mangsa: tanah bugel sisi Cibantaeun dijieun kandang kebo dongkol. Tah di dinya, sanagara bakal jadi sampalan, sampalan kebo barulé, nu diangon ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun. Ti harita, raja-raja dibelenggu. Kebo bulé nyekel bubuntut, turunan urang narik waluku, ngan narikna henteu karasa, sabab murah jaman seubeuh hakan.

 

Ti dinya, waluku ditumpakan kunyuk; laju turunan urang aya nu lilir, tapi lilirna cara nu kara hudang tina ngimpi. Ti nu laleungit, tambah loba nu manggihna. Tapi loba nu pahili, aya kabawa nu lain mudu diala! Turunan urang loba nu hanteu engeuh, yén jaman ganti lalakon ! Ti dinya gehger sanagara. Panto nutup di buburak ku nu ngaranteur pamuka jalan; tapi jalan nu pasingsal!

 

Nu tutunjuk nyumput jauh; alun-alun jadi suwung, kebo bulé kalalabur; laju sampalan nu diranjah monyét! Turunan urang ngareunah seuri, tapi seuri teu anggeus, sabab kaburu: warung béak ku monyét, sawah béak ku monyét, leuit béak ku monyét, kebon béak ku monyét, sawah béak ku monyét, cawéné rareuneuh ku monyét. Sagala-gala diranjah ku monyét. Turunan urang sieun ku nu niru-niru monyét. Panarat dicekel ku monyet bari diuk dina bubuntut. Walukuna ditarik ku turunan urang keneh. Loba nu paraeh kalaparan. ti dinya, turunan urang ngarep-ngarep pelak jagong, sabari nyanyahoanan maresék caturangga. Hanteu arengeuh, yén jaman geus ganti deui lalakon.

 

Laju hawar-hawar, ti tungtung sagara kalér ngaguruh ngagulugur, galudra megarkeun endog. Génjlong saamparan jagat! Ari di urang ? Ramé ku nu mangpring. Pangpring sabuluh-buluh gading. Monyét ngumpul ting rumpuyuk. Laju ngamuk turunan urang; ngamukna teu jeung aturan. loba nu paraéh teu boga dosa. Puguh musuh, dijieun batur; puguh batur disebut musuh. Ngadak-ngadak loba nu pangkat nu maréntah cara nu édan, nu bingung tambah baringung; barudak satepak jaradi bapa. nu ngaramuk tambah rosa; ngamukna teu ngilik bulu. Nu barodas dibuburak, nu harideung disieuh-sieuh. Mani sahéng buana urang, sabab nu ngaramuk, henteu beda tina tawon, dipaléngpéng keuna sayangna. Sanusa dijieun jagal. Tapi, kaburu aya nu nyapih; nu nyapihna urang sabrang.

 

Laju ngadeg deui raja, asalna jalma biasa. Tapi mémang titisan raja. Titisan raja baheula jeung biangna hiji putri pulo Dewata. da puguh titisan raja; raja anyar hésé apes ku rogahala! Ti harita, ganti deui jaman. Ganti jaman ganti lakon! Iraha? Hanteu lila, anggeus témbong bulan ti beurang, disusul kaliwatan ku béntang caang ngagenclang. Di urut nagara urang, ngadeg deui karajaan. Karajaan di jeroeun karajaan jeung rajana lain teureuh Pajajaran.

 

Laju aya deui raja, tapi raja, raja buta nu ngadegkeun lawang teu beunang dibuka, nangtungkeun panto teu beunang ditutup; nyieun pancuran di tengah jalan, miara heulang dina caringin, da raja buta! Lain buta duruwiksa, tapi buta henteu neuleu, buaya eujeung ajag, ucing garong eujeung monyét ngarowotan somah nu susah. Sakalina aya nu wani ngageuing; nu diporog mah lain satona, tapi jelema anu ngélingan. Mingkin hareup mingkin hareup, loba buta nu baruta, naritah deui nyembah berhala. Laju bubuntut salah nu ngatur, panarat pabeulit dina cacadan; da nu ngawalukuna lain jalma tukang tani. Nya karuhan: taraté hépé sawaréh, kembang kapas hapa buahna; buah paré loba nu teu asup kana aseupan……………………….. Da bonganan, nu ngebonna tukang barohong; nu tanina ngan wungkul jangji; nu palinter loba teuing, ngan pinterna kabalinger.

 

Ti dinya datang budak janggotan. Datangna sajamang hideung bari nyorén kanéron butut, ngageuingkeun nu keur sasar, ngélingan nu keur paroho. Tapi henteu diwararo! Da pinterna kabalinger, hayang meunang sorangan. Arinyana teu areungeuh, langit anggeus semu beureum, haseup ngebul tina pirunan. Boro-boro dék ngawaro, malah budak nu janggotan, ku arinyana ditéwak diasupkeun ka pangbérokan. Laju arinyana ngawut-ngawut dapur batur, majarkeun néangan musuh; padahal arinyana nyiar-nyiar pimusuheun.

Sing waspada! Sabab engké arinyana, bakal nyaram Pajajaran didongéngkeun. Sabab sarieuneun kanyahoan, saenyana arinyana anu jadi gara-gara sagala jadi dangdarat. Buta-buta nu baruta; mingkin hareup mingkin bedegong, ngaleuwihan kebo bulé. Arinyana teu nyaraho, jaman manusa dikawasaan ku sato!

 

Jayana buta-buta, hanteu pati lila; tapi, bongan kacarida teuing nyangsara ka somah anu pada ngarep-ngarep caringin reuntas di alun-alun. Buta bakal jaradi wadal, wadal pamolahna sorangan. Iraha mangsana? Engké, mun geus témbong budak angon! Ti dinya loba nu ribut, ti dapur laju salembur, ti lembur jadi sanagara! Nu barodo jaradi gélo marantuan nu garelut, dikokolotan ku budak buncireung! Matakna garelut? Marebutkeun warisan. Nu hawek hayang loba; nu boga hak marénta bagianana. Ngan nu aréling caricing. Arinyana mah ngalalajoan. Tapi kabarérang.

 

Nu garelut laju rareureuh; laju kakara arengeuh; kabéh gé taya nu meunang bagian. Sabab warisan sakabéh béak, béakna ku nu nyarekel gadéan. Buta-buta laju nyarusup, nu garelut jadi kareueung, sarieuneun ditempuhkeun leungitna nagara. Laju naréangan budak angon, nu saungna di birit leuwi nu pantona batu satangtung, nu dihateup ku handeuleum ditihangan ku hanjuang. Naréanganana budak tumbal. sejana dék marénta tumbal. Tapi, budak angon enggeus euweuh, geus narindak babarengan jeung budak anu janggotan; geus mariang pindah ngababakan, parindah ka Lebak Cawéné!

 

Nu kasampak ngan kari gagak, keur ngelak dina tutunggul. Daréngékeun! Jaman bakal ganti deui. tapi engké, lamun Gunung Gedé anggeus bitu, disusul ku tujuh gunung. Génjlong deui sajajagat. Urang Sunda disarambat; urang Sunda ngahampura. Hadé deui sakabéhanana. Sanagara sahiji deui. Nusa Jaya, jaya deui; sabab ngadeg ratu adil; ratu adil nu sajati.

 

Tapi ratu saha? Ti mana asalna éta ratu? Engké ogé dia nyaraho. Ayeuna mah, siar ku dia éta budak angon!

 

Jig geura narindak! Tapi, ulah ngalieuk ka tukang!

 

Terjemahan bebas Uga Wangsit Siliwangi:

 

Prabu Siliwangi berpesan pada warga Pajajaran yang ikut mundur pada waktu beliau sebelum menghilang:

 

“Perjalanan kita hanya sampai disini hari ini, walaupun kalian semua setia padaku! Tapi aku tidak boleh membawa kalian dalam masalah ini, membuat kalian susah, ikut merasakan miskin dan lapar. Kalian boleh memilih untuk hidup kedepan nanti, agar besok lusa, kalian hidup senang kaya raya dan bisa mendirikan lagi Pajajaran! Bukan Pajajaran saat ini tapi Pajajaran yang baru yang berdiri oleh perjalanan waktu! Pilih! aku tidak akan melarang, sebab untukku, tidak pantas jadi raja yang rakyatnya lapar dan miskin”

Dengarkan! Yang ingin tetap ikut denganku, cepat memisahkan diri ke selatan! Yang ingin kembali lagi ke kota yang ditinggalkan, cepat memisahkan diri ke utara! Yang ingin berbakti kepada raja yang sedang berkuasa, cepat memisahkan diri ke timur! Yang tidak ingin ikut siapa-siapa, cepat memisahkan diri ke barat!

 

Dengarkan! Kalian yang di timur harus tahu: Kekuasaan akan turut dengan kalian! dan keturunan kalian nanti yang akan memerintah saudara kalian dan orang lain. Tapi kalian harus ingat, nanti mereka akan memerintah dengan semena-mena. Akan ada pembalasan untuk semua itu. Silahkan pergi!

 

Kalian yang di sebelah barat! Carilah oleh kalian Ki Santang! Sebab nanti, keturunan kalian yang akan mengingatkan saudara kalian dan orang lain. Ke saudara sedaerah, ke saudara yang datang sependirian dan semua yang baik hatinya. Suatu saat nanti, apabila tengah malam, dari gunung Halimun terdengar suara minta tolong, nah itu adalah tandanya. Semua keturunan kalian dipanggil oleh yang mau menikah di Lebak Cawéné. Jangan sampai berlebihan, sebab nanti telaga akan banjir! Silahkan pergi! Ingat! Jangan menoleh kebelakang!

 

Kalian yang di sebelah utara! Dengarkan! Kota takkan pernah kalian datangi, yang kalian temui hanya padang yang perlu diolah. Keturunan kalian, kebanyakan akan menjadi rakyat biasa. Adapun yang menjadi penguasa tetap tidak mempunyai kekuasaan. Suatu hari nanti akan kedatangan tamu, banyak tamu dari jauh, tapi tamu yang menyusahkan. Waspadalah!

 

Semua keturunan kalian akan aku kunjungi, tapi hanya pada waktu tertentu dan saat diperlukan. Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar. Memang aku akan datang tapi hanya untuk mereka yang baik hatinya, mereka yang mengerti dan satu tujuan, yang mengerti tentang harum sejati juga mempunyai jalan pikiran yang lurus dan bagus tingkah lakunya. Ketika aku datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri dengan wewangian. Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata. Hilang kotanya, hilang negaranya. Pajajaran tidak akan meninggalkan jejak, selain nama untuk mereka yang berusaha menelusuri. Sebab bukti yang ada akan banyak yang menolak! Tapi suatu saat akan ada yang mencoba, supaya yang hilang bisa diteemukan kembali. Bisa saja, hanya menelusurinya harus memakai dasar. Tapi yang menelusurinya banyak yang sok pintar dan sombong. dan bahkan berlebihan kalau bicara.

 

Suatu saat nanti akan banyak hal yang ditemui, sebagian-sebagian. Sebab terlanjur dilarang oleh Pemimpin Pengganti! Ada yang berani menelusuri terus menerus, tidak mengindahkan larangan, mencari sambil melawan, melawan sambil tertawa. Dialah Anak Gembala. Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang. Apa yang dia gembalakan? Bukan kerbau bukan domba, bukan pula harimau ataupun banteng. Tetapi ranting daun kering dan sisa potongan pohon. Dia terus mencari, mengumpulkan semua yang dia temui. Tapi akan menemui banyak sejarah/kejadian, selesai jaman yang satu datang lagi satu jaman yang jadi sejarah/kejadian baru, setiap jaman membuat sejarah. setiap waktu akan berulang itu dan itu lagi.

 

Dengarkan! yang saat ini memusuhi kita, akan berkuasa hanya untuk sementara waktu. Tanahnya kering padahal di pinggir sungai Cibantaeun dijadikan kandang kerbau kosong. Nah di situlah, sebuah nagara akan pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digembalakan oleh orang yang tinggi dan memerintah di pusat kota. semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau bule memegang kendali, dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan. Tapi kendali itu tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak pilihan.

 

Semenjak itu, pekerjaan dikuasai monyet. Suatu saat nanti keturunan kita akan ada yang sadar, tapi sadar seperti terbangun dari mimpi. Dari yang hilang dulu semakin banyak yang terbongkar. Tapi banyak yang tertukar sejarahnya, banyak yang dicuri bahkan dijual! Keturunan kita banyak yang tidak tahu, bahwa jaman sudah berganti! Pada saat itu geger di seluruh negara. Pintu dihancurkan oleh mereka para pemimpin, tapi pemimpin yang salah arah!

Yang memerintah bersembunyi, pusat kota kosong, kerbau bule kabur. Negara pecahan diserbu monyet! Keturunan kita enak tertawa, tapi tertawa yang terpotong, sebab ternyata, pasar habis oleh penyakit, sawah habis oleh penyakit, tempat padi habis oleh penyakit, kebun habis oleh penyakit, perempuan hamil oleh penyakit. Semuanya diserbu oleh penyakit. Keturunan kita takut oleh segala yang berbau penyakit. Semua alat digunakan untuk menyembuhkan penyakit sebab sudah semakin parah. Yang mengerjakannya masih bangsa sendiri. Banyak yang mati kelaparan. Semenjak itu keturunan kita banyak yang berharap bisa bercocok tanam sambil sok tahu membuka lahan. mereka tidak sadar bahwa jaman sudah berganti cerita lagi.

 

Lalu sayup-sayup dari ujung laut utara terdengar gemuruh, burung menetaskan telur. Riuh seluruh bumi! Sementara di sini? Ramai oleh perang, saling menindas antar sesama. Penyakit bermunculan di sana-sini. Lalu keturunan kita mengamuk. Mengamuk tanpa aturan. Banyak yang mati tanpa dosa, jelas-jelas musuh dijadikan teman, yang jelas-jelas teman dijadikan musuh. Mendadak banyak pemimpin dengan caranya sendiri. Yang bingung semakin bingung. Banyak anak kecil sudah menjadi bapa. Yang mengamuk tambah berkuasa, mengamuk tanpa pandang bulu. Yang Putih dihancurkan, yang Hitam diusir. Kepulauan ini semakin kacau, sebab banyak yang mengamuk, tidak beda dengan tawon, hanya karena dirusak sarangnya. seluruh nusa dihancurkan dan dikejar. Tetapi…ada yang menghentikan, yang menghentikan adalah orang sebrang.

 

Lalu berdiri lagi penguasa yang berasal dari orang biasa. Tapi memang keturunan penguasa dahulu kala dan ibunya adalah seorang putri Pulau Dewata. Karena jelas keturunan penguasa, penguasa baru susah dianiaya! Semenjak itu berganti lagi jaman. Ganti jaman ganti cerita! Kapan? Tidak lama, setelah bulan muncul di siang hari, disusul oleh lewatnya komet yang terang benderang. Di bekas negara kita, berdiri lagi sebuah negara. Negara di dalam negara dan pemimpinnya bukan keturunan Pajajaran.

 

Lalu akan ada penguasa, tapi penguasa yang mendirikan benteng yang tidak boleh dibuka, yang mendirikan pintu yang tidak boleh ditutup, membuat pancuran ditengah jalan, memelihara elang dipohon beringin. Memang penguasa buta! Bukan buta pemaksa, tetapi buta tidak melihat, segala penyakit dan penderitaan, penjahat juga pencuri menggerogoti rakyat yang sudah susah. Sekalinya ada yang berani mengingatkan, yang diburu bukanlah penderitaan itu semua tetapi orang yang mengingatkannya. Semakin maju semakin banyak penguasa yang buta tuli. memerintah sambil menyembah berhala. Lalu anak-anak muda salah pergaulan, aturan hanya menjadi bahan omongan, karena yang membuatnya bukan orang yang mengerti aturan itu sendiri. Wajar saja bila kolam semuanya mengering, pertanian semuanya puso, bulir padi banyak yang diselewengkan, sebab yang berjanjinya banyak tukang bohong, semua diberangus janji-janji belaka, terlalu banyak orang pintar, tapi pintar kebelinger.

 

Pada saat itu datang pemuda berjanggut, datangnya memakai baju serba hitam sambil menyanding sarung tua. Membangunkan semua yang salah arah, mengingatkan pada yang lupa, tapi tidak dianggap. Karena pintar kebelinger, maunya menang sendiri. Mereka tidak sadar, langit sudah memerah, asap mengepul dari perapian. Alih-alih dianggap, pemuda berjanggut ditangkap dimasukan kepenjara. Lalu mereka mengacak-ngacak tanah orang lain, beralasan mencari musuh tapi sebenarnya mereka sengaja membuat permusuhan.

 

Waspadalah! sebab mereka nanti akan melarang untuk menceritakan Pajajaran. Sebab takut ketahuan, bahwa mereka yang jadi gara-gara selama ini. Penguasa yang buta, semakin hari semakin berkuasa melebihi kerbau bule, mereka tidak sadar jaman manusia sudah dikuasai oleh kelakuan hewan.

 

Kekuasaan penguasa buta tidak berlangsung lama, tapi karena sudah kelewatan menyengsarakan rakyat yang sudah berharap agar ada mukjizat datang untuk mereka. Penguasa itu akan menjadi tumbal, tumbal untuk perbuatannya sendiri, kapan waktunya? Nanti, saat munculnya anak gembala! di situ akan banyak huru-hara, yang bermula di satu daerah semakin lama semakin besar meluas di seluruh negara. yang tidak tahu menjadi gila dan ikut-ikutan menyerobot dan bertengkar. Dipimpin oleh pemuda gendut! Sebabnya bertengkar? Memperebutkan tanah. Yang sudah punya ingin lebih, yang berhak meminta bagiannya. Hanya yang sadar pada diam, mereka hanya menonton tapi tetap terbawa-bawa.

 

Yang bertengkar lalu terdiam dan sadar ternyata mereka memperebutkan pepesan kosong, sebab tanah sudah habis oleh mereka yang punya uang. Para penguasa lalu menyusup, yang bertengkar ketakutan, ketakutan kehilangan negara, lalu mereka mencari anak gembala, yang rumahnya di ujung sungai yang pintunya setinggi batu, yang rimbun oleh pohon handeuleum dan hanjuang. Semua mencari tumbal, tapi pemuda gembala sudah tidak ada, sudah pergi bersama pemuda berjanggut, pergi membuka lahan baru di Lebak Cawéné!

Yang ditemui hanya gagak yang berkoar di dahan mati. Dengarkan! jaman akan berganti lagi, tapi nanti, Setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi. Orang sunda dipanggil-panggil, orang sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri ratu adil, ratu adil yang sejati.

 

Tapi ratu siapa? darimana asalnya sang ratu? Nanti juga kalian akan tahu. Sekarang, cari oleh kalian pemuda gembala.

 

Silahkan pergi, ingat jangan menoleh kebelakang

 

 

 

HASIL ANALISIS ATAU PENELITIAN

 

Untuk memelihara kelangsungan hidup, acapkali masyarakat menyalurkan atau melahirkan perilakunya dalam mitologi, ritual dan organisasi sosial. Mitologi yang dimaksudkan adalah suatu konsepsi tentang kenyataan yang mengandaikan bahwa penjelmaan pengalaman seharí-hari, terus menerus diresapi oleh kekuatan yang keramat. Cara ini sekaligus menciptakan sosialisasi kembali bagi setiap masyarakat dengan sesuatu yang dianggap keramat.

 

J.Van Baal (1987:44) mengklarifikasi mitos sebagai ceritera dalam kerangka sistem suatu religi yang dimasa lalu atau kini telah atau sedang berlaku sebagai kebenaran agama-agama. Berkat kerangka acuan yang disediakan mitos, manusia dapat berorientasi dalam kehidupan ini, ia tahu dari mana ia datang dan kemana ia pergi, asal usul dan tujuan hidupnya dibeberkan baginya dalam berbagai mitos yang menyediakan pegangan hidup (Dister, 1982:32-33).

Bagi Barthles (dalam Barrer, 2005:93), menyebutkan mitos adalah sistem semiologis tingkat kedua atau metabahasa. Mitos merupakan bahasa kedua yang berbicara mengenai sebuah bahasa tingkat pertama. Tanda pada sistem yang pertama (penanda dan pertanda) yang memunculkan berbagai makna adalah denotatif menjadi sebuah penanda bagi suatu makna mitologi konotatif tingkat kedua.

 

 

 

 

 

a) Pendekatan Paradigma Struktural (Levi-Strauss)

 

Dalam pendekatan paradigma Struktural ini kami akan menganalisis memakai semiotik dimana semiotik adalah bagian dari bahasa yang berarti sebuah simbol atau simbolik.Semiotik juga termasuk kedalam Kajian teoritis Paradigma Struktural (Levi-Strauss).Adapun beberapa Semiotik yang kami ambil dalam cerita “Moksanya Prabu Siliwangi” ini adalah penjelmaan Prabu Siliwangi menjadi seekor harimau putih.

Dunia keilmuan Antropologi mengenal teori sistem simbol yang diintrodusir oleh Clifford Geertz, seorang Antropolog Amerika. Dalam bukunya yang berjudul Tafsir Kebudayaan (1992), Geertz menguraikan makna dibalik sistem simbol yang ada pada suatu kebudayaan. Antropolog yang terkenal di tanah air melalui karyanya “Religion of Java” itu menyatakan bahwa sistem simbol merefleksikan kebudayaan tertentu. Jadi, bila ingin menginterpretasi sebuah kebudayaan maka dapat dilakukan dengan menafsirkan sistem simbolnya.

 

Sistem simbol sendiri merupakan salah satu dari tiga unsur pembentuk kebudayaan. Kedua unsur lainnya adalah sistem nilai dan sistem pengetahuan. Menurut Geertz, relasi dari ketiga sistem tersebut adalah sistem makna (System of Meaning) yang berfungsi menginterpretasikan simbol dan, pada akhirnya, dapat menangkap sistem nilai dan pengetahuan dalam suatu kebudayaan.

 

Simbol maung atau harimau dalam masyarakat Sunda terkait erat dengan legenda menghilangnya (nga-hyang) Prabu Siliwangi dan Kerajaan Pajajaran yang dipimpinnya pasca penyerbuan pasukan Islam Banten dan Cirebon yang juga dipimpin oleh keturunan Prabu Siliwangi. Konon, untuk menghindari pertumpahan darah dengan anak cucunya yang telah memeluk Islam, Prabu Siliwangi beserta para pengikutnya yang masih setia memilih untuk tapadrawa di hutan sebelum akhirnya nga-hyang. Simbol harimau atau Maung disini memiliki banyak makna,arti atau tersimbolik sesuatu hal yang sangat mendalam,apalagi bagi masyarakat Sunda atau Jawa Barat yang sangat peka dan respon terhadap simbol-simbol yang dimunculkan. Masyarakat Jawa Barat, khususnya Etnis Sunda, pada umumnya mempunyai kebiasaan dalam mengartikan dan memaknai sesuatu yang bersifat eksternal dikaitkan dengan sesuatu yang internal. Hal ini terjadi karena kedekatan yang begitu erat dengan alam sekitar baik fisik/kontur alam, flora maupun fauna. Dengan demikian kekuatan Mithos Lama sebagai acuan berperilaku/berkehidupan masih mendapat perhatian yang sangat menentukan di masyarakat Sunda.

Terkadang begitu kuat kharisma Mithos ini, sehingga sesuatu yang asalnya hanya sebatas “Metafora” berlanjut menjadi “Personifikasi” dan akhirnya menjadi indikator “Identifikasi” (pemaknaan diri). Konsep inilah yang menyebabkan timbulnya kebudayaan “Totemisme”, “Heraldica” (Ilmu lambang), “Ikon” (penanda khas). Masyarakat Sunda pun secara psikologis tidak terlepas dari konsep budaya metafora.

Berdasarkan wacana di atas selain dari Kajian Ekologis Ilmiah, terasa perlu ada kajian khusus mengenai fauna yang akan dijadikan “Ikon” Jawa Barat dari sudut pandang Kajian Sosio Budaya.Berbincang tentang “sosio-budaya” maka akan bersinggungan dengan Mitos.

 

Tentang mithos bermacam pendapat telah disajikan para pakar. Pada intisarinya Mithos atau Kepercayaan Tradisional adalah “Ekspresi relasional antara manusia dengan alamnya di mana dia tinggal”. Relasi Urang Sunda dengan alam fauna di lingkungan hidupnya, terekam dalam kandungan folkloriknya antara lain bisa ditelusuri dari Cerita Pantun, Upacara Adat, Ornamen Kriya, Toponimi, Penamaan Diri. Untuk bisa menelusuri makna yang terkandung dalam aspek folklorik tersebut, para seniman / budayawan Sunda akan menggunakan “Ilmu Panca Curiga (lima senjata)” yaitu kemampuan untuk mengartikan/memaknai secara “Silib” (allude), “Sindir” (allusion), “Simbol” (symbol, icon), “Siloka” (aphorism) dan “Sasmita” (depth aphorism), dalam kajian sastra modern disebut dengan Heurmanetica dan Semiotica, seperti:

    1. Maung Sancang, dimaknai sebagai kesetiaan rakyat Pajajaran terhadap Pemimpinnya.

 

    1. Maung Lodaya, dimaknai sebagai gambaran kualitas para pemimpin Sunda yang bersifat: pemberani, luwes dalam bertindak, bertenaga kuat, terampil, berkharisma, egaliter (antara lain telah dijadikan ikon pribadi Bp. R. Ema Bratakoesoemah (Alm), tokoh masyarakat Sunda).

 

    1. Maung Bodas, sering disebut Macan Putih, dimaknai sebagai Ikon Prabu Siliwangi Sri Baduga Maharaja, dimaknai: berwibawa, bertuah, berkepribadian tulus ikhlas.

 

    1. Maung Hideung (Macan Kumbang), dimaknai sebagai gambaran keberanian para penjaga/prajurit negara, dianggap sebagai jelmaan dari para prajurit kerajaan Pajajaran.

Berdasarkan kepercayaan yang hidup di sebagian masyarakat Sunda, sebelum Prabu Siliwangi nga-hyang bersama para pengikutnya, beliau meninggalkan pesan atau wangsit yang dikemudian hari dikenal sebagai “wangsit siliwangi”.

 

Wangsit, yang bagi sebagian masyarakat Sunda itu sarat dengan filosofi kehidupan, menjadi semacam keyakinan bahwa Prabu Siliwangi telah bermetamorfosa menjadi maung (harimau) setelah bertapa hingga akhir hidup di hutan belantara. Yang menjadi pertanyaan besar: apakah memang pernyataan atau wangsit Siliwangi itu bermakna sebenarnya ataukah hanya kiasan? Realitasnya, hingga kini masih banyak masyarakat Sunda (bahkan juga yang non-Sunda) meyakini metamorfosa Prabu Siliwangi menjadi harimau. Selain itu, wangsit tersebut juga menjadi pedoman hidup bagi sebagian orang Sunda yang menganggap sifat-sifat maung seperti pemberani dan tegas, namun sangat menyayangi keluarga sebagai lelaku yang harus dijalani dalam kehidupan nyata.

Dari sini kita melihat terungkapnya sistem nilai dari simbol maung dalam masyarakat Sunda. Ternyata maung yang memiliki sifat-sifat seperti yang telah disebutkan sebelumnya menyimpan suatu tata nilai yang terdapat pada kebudayaan masyarakat Sunda, khususnya yang berkaitan dengan aspek perilaku (behaviour).

 

Hasil metamporfosa Prabu Siliwangi menjadi seekor maung atau Harimau adalah bukti bahwa sebuah mitos mengenai “Moksanya Prabu Siliwangi” adalah sebuah mitos tentang siluman (Manusia berubah wujud menjadi hewan) yang berkembang pada kehidupan masyarakat Jawa Barat atau Sunda sehingga memberikan dampak yang sangat mendalam dalam kehidupan sekarang atau modern ini.

 

Cerita lain yang ada kaitan erat dengan Prabu Siliwangi dengan Harimau atau Maung adalah legenda hutan Sancang atau leuweung Sancang di Kabupaten Garut. Konon di hutan inilah Prabu Siliwangi beserta para loyalisnya menjelma menjadi harimau atau maung. Proses penjelmaannya pun terdapat dalam beragam versi. Seperti yang telah disinggung sebelumnya, ada yang mengatakan bahwa Prabu Siliwangi menjelma menjadi maung setelah menjalani tapadrawa atau bertapa. Tetapi ada pula sebagian masyarakat Sunda yang berkeyakinan bila Prabu Siliwangi dan para pengikutnya menjadi harimau karena keteguhan pendirian mereka untuk tidak memeluk agama Islam. Menurut kisah tersebut, Prabu Siliwangi menolak bujukan putranya yang telah menjadi Muslim, Kian Santang, untuk turut memeluk agama Islam. Keteguhan sikap itu yang mendorong penjelmaan Prabu Siliwangi dan para pengikutnya menjadi maung. Akhirnya, Prabu Siliwangi pun berubah menjadi harimau putih, sedangkan para pengikutnya menjelma menjadi harimau loreng.

 

Hingga kini kisah harimau putih sebagai penjelmaan Siliwangi itu masih dipercayai kebenarannya oleh masyarakat di sekitar hutan Sancang. Bahkan, kisah ini menjadi semacam kearifan lokal (local wisdom). Menurut masyarakat di sekitar hutan, bila ada pengunjung hutan yang berperilaku buruk dan merusak kondisi ekologis hutan, maka ia akan “berhadapan” dengan harimau putih yang tak lain adalah Prabu Siliwangi. Tidak masuk akal memang, namun di sisi lain, hal demikian dapat dipandang sebagai sistem pengetahuan masyarakat yang berhubungan dengan ekologi. Masyarakat leuweung Sancang telah menyadari arti pentingnya keseimbangan ekosistem kehutanan, sehingga diperlukan instrumen pengendali perilaku manusia yang seringkali berhasrat merusak alam. Dan mitos harimau putih jelmaan Siliwangi lah yang menjadi instrumen kontrol sosial tersebut.

Dalam cerita Hutan Sancang ini maka cerita Prabu Siliwangi berkembang menjadi berbagai versi sehingga cerita atau Mitos ini mengalami Evolusi.

 

b) Pendekatan Melalui Paradigma Fungsional.

 

Dalam cerita “Moksanya Prabu Siliwangi” beredar mitos yang menyebutkan bahwa Prabu Siliwangi berubah menjadi siluman yaitu seekor siluman Harimau.Hal ini terjadi karena Prabu Siliwangi menghindar dan tidak ingin memeluk agama Islam atas ajakan putranya,sehingga beliau lari ke hutan Sancang dan berubah menjadi Harimau.Tetapi Prabu Siliwangi dihadang Oleh putranya dan melawannya dengan “Ajian Suket Kalajana”.Ajian tersebut adalah suatu hal yang akan kami analisis melalui pendekatan “Paradigma Fungsional Mitos” dimana analisis ini melihat Mitos melalui aspek fungsi mitos dalam masyarakat,termasuk kaitannya dengan ritual-ritual yang menjadi turunan dari Mitos dan tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat.

 

Menurut analisis kami mengenai “Ajian Suket Kalajana” melalui pendekatan “Paradigma Fungsional Mitos” bahwa ajian tersebut masih berkembang dalam masyarakat kejawen atau jawa (Sunda) sehingga ajian tersebut masih banyak dipelajari pada masa-masa modern ini dengan berbagai cara dan proses yang berbeda.Adapun beberapa cara atau proses untuk mendapatkan ilmu “Ajian Suket Kalajana” dewasa ini adalah [1]Ajian suket kalanjana dapat dikuasai siapa saja sepanjang orang tersebut mampu mensucikan dirinya dan mampu melakoni apa yang dipersyaratkan, antara lain harus mampu menjalani puasa 40 hari dan makan hanya boleh dilakukan jam 12 malam. Selain itu juga harus ngrowot (hanya makan umbi-umbian) dan tidak boleh makan jenis lainnya selama 40 hari. Hal lain yang harus dilakukan adalah menjalankan tapa kungkum (berendam) di dalam suangi selama 7 malam berturu-turut, dan yang paling berat harus pati geni yaitu tidak makan,minum,tidur dan bersemedi di ruang gelap selama 7 hari 7 malam. Selama ritual itu pula harus membaca mantra khusus yang harus dihapalnya. Bila ingin melihat alam gaib, mantra ini dibaca tiga kali sambil membuka telapak tangan lalu diusap ke mata.

c) Analisis Mitos Melalui Paradigma Struktural (Semiotik)

 

 

 

  • Ø Semiotik Ngaing bakal datang deui dalam Teks Wangsit Prabu Siliwangi.Kalimat tersebut memeliki arti”Aku Akan Datang Lagi” dalam sepotong kalimat tersebut memilki arti yang sangat terselubung atau masih samar.Melalui pendekatan Semiotik kami mengalisis sepotong kalimat tersebut.Kalimat tersebut memiliki arti yang mengaju pada sebuah wangsit atau peringatan kepada rakyat luas.Dimana hal ini ada hubungannya dengan kalimat selanjutnya yaitu nulungan nu barutuh, mantuan anu sarusah, tapi ngan nu hadé laku-lampahna. Mun ngaing datang moal kadeuleu; mun ngaing nyarita moal kadéngé. Mémang ngaing bakal datang.” Yang artinnya “Aku akan datang lagi, menolong yang perlu, membantu yang susah, tapi hanya mereka yang bagus perangainya. Apabila aku datang takkan terlihat; apabila aku berbicara takkan terdengar.” Dalam konteks ini mungkin Prabu Siliwangi memang akan datang nantinya meskipun beliau dating tak berwujud.Prabu Siliwangi akan dating dalam bentuk lain yaitu dengan wangsit,pesan dan sejarah Prabu Siliwangi-lah beliau akan datang pada masa modern ini.Karena semua yang berhubungan dengan Sejarah Prabu Siliwangi telah melegenda dan melekat pada masyarakat Jawa Barat sehingga Prabu Siliwangi menjadi Suri tauladan bagi masyarakat Jawa Barat.Suri Tauladan inilah yang menjadi aspek Semiotik dari kalimat wangsit Ngaing bakal datang deui.Prabu Siliwangi dating dalam bentuk Suri tauladan yang mengajarkan kebaikan.Hal ini berhubungan erat dengan kalimat selanjutnya Mun ngaing datang; teu ngarupa teu nyawara, tapi méré céré ku wawangi. Ti mimiti poé ieu, Pajajaran leungit ti alam hirup.” Yang artinya “Ketika aku datang, tidak berupa dan bersuara tapi memberi ciri dengan wewangian. Semenjak hari ini, Pajajaran hilang dari alam nyata.”.Dalam kalimat wangsit disini memilki makna yang berhubungan erat dengan “Suri Tauladan” yaitu Beliau akan dating tetapi dengan wewangian.”Wewangian” disini memilki arti yang sama dengan suri tauladan.Pada kalimat selanjutnya dinyatakan bahwa semenjak hari itu Padjajaran Hilang,yang dimaksud hilang dsisini adalah semua jejak mengenai Kerajaan Padjajaran hanya tinggal sebuah sejarah ,pesan dan wangsit dari prabu siliwangi yang mewangi.
  • Ø Analisis Semiotik “Dialah Anak Gembala”

“Nyaéta budak angon; imahna di birit leuwi, pantona batu satangtungeun, kahieuman ku handeuleum, karimbunan ku hanjuang” yang artinya “Dialah Anak Gembala. Rumahnya di belakang sungai, pintunya setinggi batu, tertutupi pohon handeuleum dan hanjuang.”Dalam pendekatan semiotik anak gembala disini memilki arti sebagai masyarakat yang sedang menggembala atau merawat sesuatu.Tapi gembala yang dimaksud disini bukan gembala yang memilki arti sebenarnya,karena pada kalimat selanjutnya dijelaskan bahwa gembala tersebut bukan mengembala seekor hewan melainkan menggembala ranting-ranting dan daun-daun kering serta sisa-sisa pohon.Yang dimaksud disini adalah dimasa masyarakat akan selalu mengais-ngis sisa-sisa sejarah yang telah mengering atau telah mulai menghilang,sehingga mereka akan selalu berkutat pada sisa-sisa atau jejak-jejak sejarah yang masih samar dan masih belum dipahami apa sebenarnya sejarah Prabu Siliwangi tersebut sehingga terjadi banyak versi yang menceritakan Prabu Siliwangi dan memilki banyak persepsi mengenai “Moksa” yang terjadi pada Prabu Siliwangi.Inilah wangsit yang dilontarkan oleh prabu Siliwangi.

 

  • Ø Analisis Semiotik “ Kerbau Bule”

 

“Tah di dinya, sanagara bakal jadi sampalan, sampalan kebo barulé, nu diangon ku jalma jangkung nu tutunjuk di alun-alun.” Yang memiliki arti “Nah di situlah, sebuah nagara akan pecah, pecah oleh kerbau bule, yang digembalakan oleh orang yang tinggi dan memerintah di pusat kota.”.Dalam wangsit tersebut yang menjadi subjek yang merusak Negara adalah kerbau Bule,yang dimaksud kerbau bule disini adalah masyarakat atau bangsa asing yang akan menghancurkan dan memecah belahkan Negara dan bangsa kita ini.karena pada arti dari kalimat berikutnya adalah “semenjak itu, raja-raja dibelenggu. Kerbau bule memegang kendali, dan keturunan kita hanya jadi orang suruhan. Tapi kendali itu tak terasa sebab semuanya serba dipenuhi dan murah serta banyak pilihan.”Disana telah dijelaskan bahwa Negara atau pemimpin akan dibelenggu oleh seorang kerbau,dimana kerbau tersebut adalah hewan yang tuli atau masa bodoh,sehingga pemerintah yang telah terbelenggu akan bersikap masa bodoh yang tidak mau mendengarkan dan melihat kondisi sekitar dan masyarakatnya sehingga Negara akan pecah dan hancur.Mungkin kerbau disini yang dimaksudkan adalah bangsa asing yang masuk kenegara kita sehingga mempengaruhi kultur kita yang nantinya dimana pengaruh tersebut membuat moral,sikap dll masyarkat kita hancur.

8 Juli 2012

perkembangan terakhir gunung padang

oleh alifbraja

Situs Gunung Padang : Bukan Penemuan Baru


Tim peneliti melakukan pengeboran di Situs Gunung Padang

Intisari-Online.com – Pemberitaan mengenai Gunung Padang beberapa bulan belakangan ini memang berhasil menyedot rasa penasaran banyak orang, termasuk media dan pejabat pemerintah. Padahal sejatinya Situs Gunung Padang ini bukan penemuan baru.

Pada 1979, petani setempat yang bernama Endi, Soma, dan Abidin “menemukan” serakan batu dengan wilayah sebaran yang luas dan terpola yang tertutup semak belukar Bukit Gunung Padang, Desa Karyamukti, Cianjur, Jawa Barat. Karena rasa penasaran, mereka kemudian melaporkannya ke Kepala Seksi Kebudayaan Kabupaten Cianjur.

Itu pun ternyata bukan kali pertama penemuan, karena ternyata pada 1914,  N.J. Krom, arkeolog Belanda yang juga meneliti Candi Borobudur masa itu, sudah mencatat keberadaan situs megalitikum di Gunung Padang ini. Sejak itu belum ada penelitian intensif.

Pada 1980, mulailah dilakukan penelitian ulang yang dipimpin oleh Prof Dr. Raden Panji Soedjono, pakar prasejarah pertama Indonesia. Mulai saat itu, proses ekskavasi dan restorasi terus berjalan, melibatkan banyak pakar dari disiplin ilmu dan berbagai dinas pemerintah terkait.

Sampai akhirnya pada Desember 2011, Kantor Staf Khusus Kepresidenan membentuk Tim Katrastopik Purba yang beranggotakan pakar dari berbagai disiplin ilmu, seperti geologi, geofisika, paleotsunami (ilmu tsunami purba), paleosedimentasi, geodinamika, arkeologi, filologi (ilmu yang mempelajari naskah kuno), dan antropologi. Penelitian oleh tim ini masih berlangsung sampai sekarang.

Ditemukannya struktur yang selama ini tersembunyi, baik di dalam tanah maupun di lereng bukitnya menjadikan Gunung Padang kembali menarik minat. Menurut juru pelihara situs tersebut, hari Sabtu dan Minggu saja jumlah kunjungan bisa mencapai 9.000 pengunjung!

Untuk mencapai kesimpulan akhir mengenai Situs Gunung Padang, peradaban dan kebudayaan purba yang terjadi di sana, tentu bukan jalan yang singkat dan mudah. Namun kearifan agung macam ini layak untuk dinanti, sampai cerita utuhnya menunjukkan betapa hebatnya peradaban Indonesia dahulu kala.

SITUS GUNUNG PADANG : BANYAK KONSTRUKSI TERSEMBUNYI

Situs Gunung Padang (2): Banyak Konstruksi Tersembunyi

Ilustrasi: Anton,  Ilustrasi Konstruksi utuh Situs Gunung Padang.

Intisari-Online.com – Hasil penelitian tim terpadu penelitian mandiri yang dibentuk oleh Staf Khusus Kepresidenan Bidang Bencana dan Bantuan Sosial, Andi Arief, yang terdiri dari tim geologi dan arkeologi menemukan struktur bangunan yang yang jauh lebih besar daripada yang sudah diketahui di Situs Megalitikum Gunung Padang saat ini. Tak pelak, kabar ini menjadikannya kembali menjadi perbincangan. Istilah “piramida terpendam” pun mencuat.

 

Penelitian awal yang dilakukan dari Desember 2011 sampai Maret 2012 oleh tim geologi menggunakan berbagai metode, seperti citra satelit, georadar, geoelektrik, pengeboran, dan analisis karbon. Hasil penelitian tersebut memang meneguhkan pendapat bahwa ada struktur bangunan yang dibuat oleh manusia di dalam bukit tersebut.

Ribuan batuan yang berbentuk kolom-kolom memanjang yang tersebar di seluruh bukit – bukan hanya di puncaknya, tapi juga ditemukan di lereng bahkan kaki bukit – merupakan batuan andesit berwarna hitam. Batuan ini terbentuk dari aktivitas vulkanik, yang akhirnya membeku dan membentuk columnar joint, batuan berbentuk kolom. Batu panjang itu belum dikerjakan manusia, asli bikinan alam. Namun manusia kemudian menyusun batuan tersebut menjadi sebuah bangunan.

Penelitian juga berhasil memperkirakan usia bangunan tersebut. Tim geologi mengambil sampel tanah dengan mengebor, kemudian diuji radioisotop C14umur sisa arang, tumbuhan organik paleosoil (carbon dating) dengan alat Liquid Scintillation Counting (LSC). Hasilnya, dari sampel tanah yang diambil dari Teras II dengan pengeboran dengan kedalaman 3,5 m dan sampel tanah yang diambil dari Teras V pada kedalaman 8 – 10 m menunjukkan usia 10.000 tahun sebelum Masehi.

Dari hasil pengeboran oleh tim geologi, ditemukan lapisan-lapisan yang memperkuat pendapat bahwa di dalam tanah tersebut ada jejak perbuatan manusia. Dr. Ir. Andang Bachtiar, M.Sc., salah seorang geolog yang ikut dalam penelitian Situs Gunung Padang, menjelaskan bahwa di kedalaman tanah di bawah situs tersebut ditemukan pasir halus yang ukurannya sama. “Ini seperti sudah diayak,” kata Andang saat memaparkan hasil penelitian pada 7 Februari lalu di Gedung Krida Bakti, Jakarta Pusat.

Lapisan pasir berselang-seling dengan lapisan hasil lapukan batuan andesit sampai berulang beberapa kali lapisan. Tim geologi memperkirakan, ini adalah struktur yang berfungsi untuk menahan bangunan tetap utuh jika terjadi gempa.

Seri Gunung Padang (3): Serba Lima

Ilustrasi: Anton Nugroho
Situs Gunung Padang mempunyai lima teras di puncaknya.

Intisari-Online.com – Situs Gunung Padang di Cianjur memang menawarkan cerita menarik. Penduduk di sana mempercayai Gunung Padang adalah tempat yang sakral. Salah satu yang menarik adalah cerita tentang serba lima. Apa saja itu?

  1. Situs Gunung Padang diapit oleh lima sungai, yaitu S. Cipanggulaan, S. Cikuta, S. Ciwangun, S. Pasir Malang, dan S. Cimanggu. Sungai ini mengalir di tiap sisi di kaki bukit Gunung Padang.
  2. Terdapat lima teras di Puncak bukit Gunung padang.
  3. Tiap teras dihubungkan oleh lima lima anak tangga kecil.
  4. Ternyata, sekitar 95% sudut batu itu adalah segi lima.
  5. Dikelilingi oleh lima bukit, yaitu Karuhun, Pasir Emped, Pasir Malati, Pasir Malang, dan Pasir Batu. (“Pasir”, bahasa Sunda, artinya “bukit”).
  6. Orientasinya tegak lurus ke lima gunung secara sejajar, yaitu Gunung Pasir Pogor, Gunung Cikencana, Gunung Pangrango, Gunung Gede, dan Gunung Batu.

Angka lima memang mempunyai makna tersendiri. Seperti diungkapkan oleh Pak Asep, juru kunci Gunung Padang. “Baik bagi agama Islam maupun bagi bangsa Indonesia,” katanya. Dia mencontohkan, angka lima dipakai untuk dasar negara. Selain itu, rukun Islam yang berjumlah lima menyimbolkan kesempurnaan. “Kalau kita salat lima waktu, itu salat yang sempurna,” lanjut Pak Asep.

SITUS GUNUNG PADANG : “JABAL NUR” INDONESIA

Situs Gunung Padang (4): “Jabal Nur” Indonesia

Intisari/JB Satrio
Batu masigit/masjid di Situs Gunung Padang.

Intisari-Online.com – Nanang, dari Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala (BP3) Serang, Banten, sekaligus koordinator juru pelihara di Gunung Padang menceritakan, asal nama Gunung Padang berasal dari Nagara Siang Padang. Padang bahasa Sunda, yang berarti terang, atau cahaya. Masyarakat setempat menghubungkan nama Gunung Padang dengan Jabal Nur di Arab Saudi. Artinya sama, yaitu gunung yang bercahaya. “Jabal Nur itu ciptaan Yang Mahakuasa. Gunung Padang juga sama, ciptaan Yang Mahakuasa. Karena berbagai penelitian dari dulu belum bisa menjelaskan batu Situs Gunung Padang itu berasal dari mana, sumbernya dari mana, yang membuat siapa, sejak kapan,” jelas Nanang.

 

Nanang melanjutkan, cerita turun temurun yang dipercaya warga, punden berundak dengan teras-teras tersebut mengandung makna yang sangat dalam. “Di teras pertama ada yang namanya Eyang Pembuka Lawang. Ada dua menhir besar yang sayangnya sekarang tinggal satu yang masih berdiri tegak. Secara filosofis, sebagai simbol membuka dan mempersiapkan hati sebelum memasuki areal pemujaan tersebut.

Kemudian ada yang namanya Gunung Masigit/Masjid. Di situ terdapat dua menhir yang miring, seperti orang bersujud. Arah sujudnya mengarah ke Gunung Gede.

Di Teras II, ada yang disebut Mahkuta Dunia. Menurut Nanang, banyak orang yang salah persepsi. Orang bersemedi dan tirakat di tempat tersebut untuk meminta sesuatu, kekayaan misalnya. “Sebetulnya bukan seperti itu, Mahkuta Dunia itu sebenarnya simbol kehormatan dunia. Artinya, buat apa kita punya kekayaan berlimpah kalau tidak didasari dengan zakat. Karena di dekat Mahkuta Dunia itu ada batu yang dinamakan Batu Lumbung, simbol sikap saling berbagi.

Di Teras III, ada batu yang dinamakan Telapak Kujang. Kujang itu senjata pusaka masyarakat Sunda. Menurut Nanang, Batu itu tepat berada di sentral Situs Gunung Padang. “Dulu berdiri, cuma sekarang sudah rubuh,” jelasnya. Nanang menjelaskan, Kujang berasal dari “ku ujang”, bahasa Sunda, yang artinya “oleh kamu”. “Artinya, makna-makna yang ada di Gunung Padang itu harus dipegang teguh olehmu,”

Tingkat keempat, ada Batu Gendong, simbol kekuatan. Banyak orang yang berpikir bahwa jika berhasil mengangkat Batu Gendong tersebut, maka doanya akan terkabul. “Itu pemahaman yang salah. Kenapa Batu Gendong tersebut ada di Teras IV? Artinya, silakan Anda melanjutkan perjalanan ke tingkat kelima atau tingkat yang tertinggi, asal mampu dulu mencapai tingkat-tingkat sebelumnya,” papar Nanang.

Makanya, di tingkat kelima itu ada singgasana raja. “Warga mempercayai itu singgasana Prabu Siliwangi,” kata Nanang. Fungsi utama di Teras V itu adalah tempat istirahat, tempat berhening, karena sudah berhasil melalui tingkatan satu sampai lima.

Nanang melanjutkan kisahnya. Mengenai orientasi situs Gunung Padang yang mengarah ke Gunung Gede, dengan makna spiritual yang dalam, Nanang menjelaskan, karena tempat itu adalah tempat peribadatan dan berkumpul manusia pada masa lalu, Gunung Gede itu mungkin semacam “kiblat” pada zaman dahulu. “Tapi kini, bagi umat muslim kiblatnya tetap Ka’abah,” lanjut Nanang.

Gunug Padang adalah kearifan mulia yang sudah seharusnya dipelihara, menjadi monumen abadi peradaban manusia Nusantara yang agung. Di tengah keheningan dan kemisteriusan Gunung Padang yang menanti dikuak, ada pelajaran hidup yang tak ternilai harganya dari bukit cahaya ini.

SITUS GUNUNG PADANG : MISTERIUS SEKALIGUS INDAH

Situs Gunung Padang : Misterius Sekaligus Indah

 

Intisari-Online.com – Panorama hijau merupakan kombinasi klop dengan hawa segar pagi hari di Desa Karyamukti, Campaka, Cianjur, Jawa Barat. Pepohonan karet menjulang tinggi. Tak lama berselang, kebun teh Gunung Manik terhampar bak bukit-bukit mungil yang diselubungi karpet hijau. Para ibu pemetik teh terlihat kontras dengan baju warna-warninya, di tengah kepungan hijau daun teh.
 

Di latar belakang, terlihat beberapa gundukan bukit yang sedikit tersamarkan kabut. Ada satu bukit kecil yang menyaru dengan bukit berukuran lebih besar di sekelilingnya. Ternyata, bukit mungil yang tidak terlalu mencolok itulah yang akhir-akhir ini kembali tenar, karena dugaan kuat para peneliti yang menemukan struktur bangunan di bukit tersebut, yang jauh lebih besar dari bangunan punden berundak di puncaknya yang sudah sejak lama diketahui. Ya, itulah bukit yang dinamakan Gunung Padang. Cerita tersembunyi tentang peradaban renta Nusantara membuat banyak orang menunggu cerita keluar dari bukit ini.

Situs Megalitikum Gunung Padang terletak di ketinggian sekitar 895 m dpl. Terdiri dari lima teras, yang semakin menjauh semakin meninggi. Puncak tertinggi bangunan punden berundak di puncak bukit Gunung Padang itu sekitar 1.100 m dpl.

Sekelebat, serakan batuan panjang yang tersebar di puncak bukit itu seperti setting Planet Krypton dalam film Superman Returns. Batuan memanjang berbentuk kolom yang disusun vertikal, ada yang miring, ada yang rebah, seperti mencuat dari rerumputan hijau. Berserakan namun terpola.

Teras I adalah teras yang terendah sekaligus yang terluas. Dengan luas sekitar 36 m x 28 m, di teras ini terdapat dua bangunan dominan, yaitu bukit batu berukuran sekitar 3,5 x 3,5 m dan sebuah petak persegi panjang yang dipagari menhir, dengan ukuran petak sekitar 12 x 5 m.

Dari Teras I ke Teras II terdapat  tembok batu yang menjulang setinggi sekitar 8 m. Tembok ini sekaligus menjadi pembatas antara Teras I ke Teras II. Di puncak tembok tersebut tumbuh pohon berusia tua yang oleh penduduk sekitar disebut pohon kimenyan.

Di tiap teras terdapat pola-pola menhir beraturan. Terlihat jelas bahwa batuan itu disusun oleh manusia dengan suatu tujuan. Misalnya di Teras V, terdapat pola menhir melingkar dengan susunan batu di tengahnya. Menurut Pak Asep, juru kunci Gunung Padang, itu merupakan pandaringan, bahasa Sunda, yang berarti tempat berbaring. Susunan batu di tengahnya menyerupai bantalan kepala. “Ini juga sekaligus sebagai singgasana,” lanjut Pak Asep.

Melihat pemandangan seperti itu, benak mulai menerka-nerka, apa yang dilakukan manusia di sini saat itu? Bagaimana bentuk utuh bangunan ini? Kearifan macam apa yang membuat tempat ini ada? Sejenak, terlintas kedashyatan cerita peradaban manusia di bumi Nusantara.

Situs Gunung Padang : Tempat Pemujaan, Bukan Pemakaman

 

Dok. Intisari
Situs Gunung Padang bukan kelompok piramida tapi punden berundak.

Intisari-Online.com – Mengenai sebutan “piramida” untuk struktur bangunan yang terdapat di Gunung Padang, Ali Akbar S.S., M.Hum., arkeolog dari Universitas Indonesia yang ikut dalam tim pengungkap Gunung Padang, mempunyai pendapat sendiri. Menurutnya, sebutan piramida itu cuma istilah khas, yang mengacu ke Mesir. “Bentuk geometris piramida memang ada, tapi unsur-unsur seperti piramida di Mesir itu tidak ada,” kata arkeolog itu. Piramida Giza di Mesir itu dibangun di dataran, yang kemudian batu-batu disusun di atas dataran tersebut. Karena disusun secara sengaja, maka bisa dibangun ruangan di dalamnya.

 

“Kalau Gunung Padang ini bukit alami, kemudian ditumpuk batuan. Fungsinya adalah tempat pemujaan, maka biasanya enggak ditemukan adanya makam biasanya. Dan karena dia bukit alami dan ditaruh batuan, maka enggak ada ruangan,” Ali melanjutkan penjelasannya.

Ali memang sengaja menghindari penggunaan kata “piramida” untuk menyebut struktur yang baru saja ditemukan tersebut. “Karena memang bentuknya tidak menyerupai piramida. Dan juga bangunan ini konteksnya pemujaan, bukan pemakaman,” papar Ali. Seperti diketahui, Piramida di Mesir adalah tempat jasad Firaun disemayamkan.

Dia lebih memilih menyebutnya punden berundak, karena kebudayaan punden berundak-lah yang mencirikan Nusantara, bukan piramida. “Kebudayaan itu sesuatu yang khas, enggak perlu berkiblat dengan kebudayaan bangsa lain,” Ali menjelaskan. Mesopotamia itu bangunan kunonya berbentukzigurrat, melingkar ke atas. Colloseum di Italia itu berbentuk elips. Mesir, berbentuk piramida. Tembok Besar Cina berbentuk panjang. “Kalau Indonesia, ya, punden berundak!” kata Ali. Dia mencontohkan punden sejenis yaitu Situs Lebak Sibedug di Banten. Seharusnya, Indonesia percaya diri dengan kebudayaan punden berundak seperti itu.

Kalau ditilik dari bentuk konstruksi utuh dan unsur-unsur pembentuknya, rekonstruksi situs Gunung Padang ini ada kemiripan dengan Machu Picchu di Peru, yang dibangun pada 1.450 tahun Sebelum Masehi. “Usia Gunung Padang yang lebih tua dan ukuran bangunan yang lebih besar, seharusnya bangsa Indonesia lebih percaya diri lagi,” kata Ali.

Ali melanjutkan ceritanya mengenai situs ini, “Yang pasti, dulu, kalau ngomongin punden itu kesannya bangunan sederhana. Nyari bukit, kemudian batu disusun. Tapi dengan adanya situs ini, dengan kanan kirinya ada konstruksi, yang bikin bukan masyarakat sembarangan, tapi masyarakat yang sudah rapi, kenal teknologi.”

Situs Gunung Padang : Ukurannya Dahsyat!

Dok Ali Akbar, Ilust: Anton
 Peneliti menemukan struktur berundak di sekeliling sisi bukit (Inzet: ilustrasi bangunan Situs Gunung Padang).

Intisari-Online.com – Geolog menggunakan metode citra satelit, georadar, geoelektrik, pengeboran, dan analisis karbon. Hasil sementara, usia Situs Gunung Padang adalah sekitar 10.000 tahun Sebelum Masehi. Juga ditemukan struktur buatan manusia di kedalaman tanah di bukit tersebut.

Tim arkeologi menggunakan metode ekskavasi dalam penelitiannya. Tim arkeologi yang memulai penelitian dari 15 Mei sampai 30 Juni lalu menggali tanah sedikit demi sedikit. Saat penggalian di Teras IV, ditemukan pecahan gerabah kecil. Kecil, memang, namun itu penting karena dia ditemukan di situs tersebut. “Kalau penduduk bilang, ‘di bawah banyak’. Iya, tapi di bawah sudah bercampur dengan masyarakat zaman sekarang,” kata Ali Akbar S.S., M.Hum., arkeolog dari Universitas Indonesia, yang mengomandoi tim arkeolog. Pecahan gerabah itu masih dalam proses analisis laboratorium.

 

Penemuan yang paling besar adalah ketika tim arkeologi menyusuri lereng bukit Gunung Padang dan membuka semak-semak lebat yang ada di sana. Mereka menemukan struktur batuan yang tersebar di sekeliling bukit. Konstruksi struktur tersebut membentuk undak-undakan. Tiap undakannya setinggi 1,5 meter. Bagian vertikal disusun dari batuan kolom, kemudian bagian horisontalnya adalah tanah. “Dari ukuran dan strukturnya, konstruksi tersebut bukan untuk tangga orang naik bukit. Itu adalah konstruksi mencegah longsor,” Ali menjelaskan.

Setelah tim melakukan survei ke sekeliling bukit, ternyata struktur semacam itu ditemukan hampir di semua tempat. “Sampai saat ini, kami sudah membuka sekitar 20 undakan yang tertutup semak di sisi sebelah timur bukit,” papar Ali. Dia pun bisa menyimpulkan bahwa seluruh sisi bukit itu adalah struktur punden berundak yang terintegrasi dengan tangga naik dan lima teras di puncaknya.

Yang luar biasa adalah ukurannya. Ali menjelaskan, luas wilayah punden berundak yang sudah terlihat di puncak bukit itu saja sudah menjadi punden berundak terbesar se-Asia Tenggara. “Jadi kalau struktur sampingnya bisa direkonstruksi, ukurannya sudah enggak ada lawan,” kata Ali bersemangat.

Luas areal situs di puncak bukit Gunung Padang tersebut sekitar empat hektare, sedangkan luas kompleks “bangunan” batunya sekitar 900 m2. “Dengan ditemukannya struktur di sisi samping bukit ini, luasnya mencapai 25 hektare,” kata Ali. Bandingkan dengan luas bangunan Candi Borobudur di Magelang, Jawa Tengah, yang “hanya” 1,5 hektare.

GUNUNG PADANG “truly extraordinary”

 KESIMPULAN SEMENTARA TIM TERPADU RISET MANDIRI: GUNUNG PADANG  ”truly extraordinary”.

 1. Bahwa situs Gunung Padang yang tadinya hanya dianggap yang diatasbukitnya saja berupa teras-teras dari tumpukan batu yang disusun secarasederhana ternyata tidaklah demikianr. Tim  sudah membuktikan bahwa situs GunungPadang adalah sebuah struktur punden-berundak raksasa yang menutuplereng-lereng bukitnya dan dibuat dengan desain arsitektur-konstruksi yang”advance” – bisa kita bilang setara/mirip dengan “Konstruksi Bangunan” Michu-Pichu di Peru.

 

2. Bahwa hasil survey pencitraan bawah permukaan dengan metoda Geolistrik,Georadar, dan Geomagnet menunjukan ada geometri-konstruksi bangunan di bawahsitus Gunung Padang.  Bangunan ini paling tidak menempati sekitar 15 meter bagian puncaknya.  Bangunan di bawah teras-teras Gunung Padang inikelihatannya mempunyai chamber-chamber besar (ditunjukkan oleh struktur veryhigh resistivity dari hasil survey geolistrik).  Bagian kecil dari salahsatu chamber yang berada di teras 5 (bagian selatan Situs) ini sudahdibuktikan dengan pemboran, dan ternyata memang benar sebuah rongga, tapidiisi oleh pasir (dengan butiran seragam), sepertinya untuk menyimpansesuatu.

3. Perkiraan umur situs Gunung Padang di lapisan paling atas secaraarkeologi (berdasarkan kesamaan bentuk artefak) diduga sekitar 2800 SM.Dari penentuan umur absolut berdasarkan analisa carbon radiometric datingumur sampel serpihan karbon dibawah lapisan atas situs pada kedalaman 3-4meter didapat umur maksimum (paling tua) 4500 SM.  Dengan kata lainperkiraan umur dari bangunan di lapisan atas adalah sekitar 2800 – 4500 SM.

4. Bangunan di bawah permukaan situs diduga kuat  merupakan bangunan yang lebih tua karena hasil penentuan umur carbon radiometricdating dari sampel serpihan karbon yang terdapat pada pasir di rongga yangdi-bor di Teras 5 tersebut, yaitu pada kedalaman antara 8-10 meter menunjukkan umur (maksimum) sekitar 10.500 SM.  Umur ini memang belum bisa dipastikan umur bangunannya karena bisa saja merupakan umur dari material pasir-nya itu (yang di bawa dari tempat lain).  Tapi paling tidak umur ini sudah membuktikan bahwa lapisan batuan-tanah sampai kedalaman 15 metera adalah sebuah konstruksi bangunan bukan lapisan batuan alamiah (yang seharusnya berumur jutaan tahun berdasarkan data geologi di wilayah ini).

 Target Ke depan:

1. Melakukan analisis penentuan umur lapisan dan pemeriksaan lab dari materialnya, termasuk untuk memastikan apakah situs Gunung Padang danbangunan di bawahnya itu merupakan produk satu peradaban atau lebih dari satu peradaban yang kurun waktunya berbeda.

2. Melakukan survey analisis lanjutan untuk mem-visualisasikan lebih jelaslagi arsitektur bangunannya, termasuk chamber-chamber yang ada di dalamnyadan juga melanjutkan membukai akses masuknya.

3.  Meng-eksplorasi lebih luas dan dalam lagi struktur bukit Gunung Padangkarena berdasarkan survey pencitraan bawah permukaan yang sudah dilakukanada indikasi bahwa struktur bangunan tidak terbatas hanya setinggi 15  meteran di bagian atasnya saja tapi sampai setinggi 100 meteran ke bawahnya(sampai level parkir-pintu masuk), atau bahkan sampai 300 meteran ke Level Sungai Cimanggu.  Hal ini memang masih perlu survey yang lebih komprehensif,tapi kalau ternyata hal ini benar maka merupakan sesuatu yang “truly extraordinary”.

Singkatnya, Situs Gunung Padang ini bukan produk artefak dari masyarakatpurba yang masih primitif tapi merupakan produk dari peradaban tinggi ataumerupakan bukti nyata Mahakarya Arsitektur dari zaman pra-sejarah Nusantara.Jadi Gunung Padang dapat menjadi ICON dan Titik Tolak untuk membuka lebih banyak lagi jejak peradaban nusantara yang gemilang di masa purba.

Oleh karena itu penelitian akan  terus dilanjutkan .  Sejalan dengan itu, berdasarkan temuan-temuan yang sudah ada dengan kaidah scientific yang dilakukan beberapa lintas ilmu, mengharapkan Instansi yang terkait dengan situs Gunung Padang serta Pemda setempat serta masyarakat untuk berembug bersama dan diharapkan lahir rekomendasi  untuk melakukan   pembukaan tutupan tanah yang hanya setebal beberapa puluh sentimeterdilereng-bukitnya, kalau dipandang baik dan positif, dapat mulai dilakukan untuk membuka dan memugar struktur teras-teras batu-nya yang sudah selama riset terbukti ada teras-teras baru. Terima Kasih (TIM TERPADU RISET MANDIRI)

6 Juli 2012

7 SENJATA PUSAKA INDONESIA YANG MELEGENDA / MACAM MACAM PUSAKA

oleh alifbraja

7 SENJATA PUSAKA INDONESIA YANG MELEGENDA / MACAM MACAM PUSAKA

 
1. Keris Mpu gandring
 
Keris pusaka legendaris yang terkenal dalam riwayat pendirian kerajaan Singhasari. Pedang ini ditempa oleh Mpu Gandring, seorang pandai besi yang sangat sakti atas pesanan Ken Arok. Ken Arok meminta agar keris tersebut selesai dalam 1 malam saja. Karena kesaktiaannya, keris berhasil diselesaikan dalam satu malam. Tapi ketika Mpu Gandring tengah membuat sarung keris, Ken Arok tiba-tiba datang karena menurut dia waktunya telah 1 hari. Mpu Gandring ditusuk Ken Arok karena dianggap tidak menepati janji untuk menyelesaikan keris dalam waktu 1 malam. Dalam keadaan sekarat, Mpu Gandring mengeluarkan kutukan bahwa Keris tersebut akan meminta korban nyawa tujuh turunan dari Ken Arok.Dalam perjalanannya, keris ini terlibat dalam perselisihan dan pembunuhan elit kerajaan Singhasari dengan korban Tunggul Ametung, Kebo Ijo, Ken Arok, Anusapati, Tohjaya.
 
 
 
2. Keris kyai condong campur
Condong Campur adalah salah satu keris pusaka milik Kerajaan Majapahit yang banyak disebut dalam legenda dan folklor.
Keris ini dikenal dengan nama Kanjeng Kyai Condong Campur.
Keris ini merupakan salah satu dapur keris lurus. Panjang bilahnya sedang dengan kembang kacang,
satu lambe gajah, satu sogokan di depan dan ukuran panjangnya sampai ujung bilah,
sogokan belakang tidak ada. Selain itu, keris ini juga menggunakan gusen dan lis-lis-an.
Konon keris pusaka ini dibuat beramai-ramai oleh seratus orang mpu. Bahan kerisnya diambil dari
berbagai tempat. Dan akhirnya keris ini menjadi keris pusaka yang sangat ampuh tetapi memiliki watak
yang jahat.
 
3. Keris kyai setan kober
 
Keris ini sama legendarisnya dengan Keris Mpu Gandring. Berapa luk masih belum diketahui,
tapi kalo menurut kula keris ini lurus tanpa luk, ciri khas keris yg dipakai dalam perang.
Pembuatnya tidak diketahui secara pasti karena tercampur dg tahayul yg tidak jelas.
Pemegang keris ini adalah Adipati dari Kadipaten Jipang Panolang yang juga sangat legendaris, Arya
Penangsang.
Keris ini konon, bila dicabut dari warangkanya akan menimbulkan sugesti yang hebat bagi orang2 disekitarnya.
Sugesti yg berbentuk angin ribut seperti setan2 yg berkejaran.
Arya Penangsang sendiri dikenal memiliki ilmu kebal.
Musuh sepadan keris ini adalah tombak kyai Plered yg juga melegenda.
Sewaktu konflik melawan Penangsang, Adipati Hadiwijaya (joko tingkir) mengutus Danang Sutowijoyo
untuk menantang Penangsang di bukit Menoreh dan membekalinya dg tombak keramat tsb.
 
Hadiwijaya juga dikenal ahli strategi. Beliau tahu kalau Penangsang mempunyai kuda jantan jenius
bernama Gagak Rimang. Kuda ini seperti memiliki koneksi batin dg Penangsang.
Kemanapun pengendara berpikir, kesana juga Gagak Rimang. Tanpa harus dikendalikan dengan tali kekang.
Untuk mengatasi masalah ini, Hadiwijaya menyuruh Danang menantang Penangsang disaat musim
kimpoi kuda dan menyuruh Danang memakai kuda betina. Strategi lainnya, Danang disuruh datang terlebih dahulu
dan mengambil posisi diatas bukit.
 
Pada hari H, Danang yg berada dilereng bagian atas terlebih dahulu. Ketika Penangsang datang,
kudanya yang secara alami berada dipuncak birahi melihat kuda betina tunggangan Danang.
Hal ini membuat sang kuda tak terkendali sehingga dg mudah Danang menusukkan tombak kyai Plered ke perut Arya
Penangsang. Tombak bertuah ini berhasil merobek badan kebal Penangsang mengakibatkan ususnya terburai.
Walaupun mengalami critical injured seperti ini, Arya Penangsang kembali tegak berdiri dan menguntaikan
ususnya sendiri ke gagang keris dan berlari mendekati Danang. Ketika dekat, Aryo Penangsang
draw his blade. Sayang, Aryo Penangsang lupa kalau ada ususnya sendiri disitu, ketika keris tercabut justru memutus usus tsb.
Dan berakhirlah riwayat adipati gagah ini dg cara yg luar biasa.
 
Hadiwijaya yg melihat semua ini menjadi kagum, dan menyuruh Danang bila menikah nanti meniru sikap gagah Aryo Penangsang.
Danang Sutowijoyo melakukan wejangan tersebut dan untaian usus di gagang keris diganti dengan
untaian kembang melati. Tradisi yg dipertahankan hingga sekarang.
 
 
4. Keris kyai sengkelat

Kyai Sengkelat adalah keris pusaka luk tiga belas yang diciptakan pada jaman Majapahit (1466 – 1478), yaitu pada masa pemerintahan Prabu Kertabhumi (Brawijaya V) karya Mpu Supa Mandagri.
Mpu Supa adalah salah satu santri Sunan Ampel. Konon bahan untuk membuat Kyai Sengkelat adalah cis, sebuah besi runcing untuk menggiring onta. Konon, besi itu didapat Sunan Ampel ketika sedang bermunajat. Ketika ditanya besi itu berasal darimana, dijawab lah bahwa besi itu milik Muhammad saw. Maka diberikan lah besi itu kepada Mpu Supa untuk dibuat menjadi sebilah pedang.
Namun sang mpu merasa sayang jika besi tosan aji ini dijadikan pedang, maka dibuatlah menjadi sebilah keris luk tiga belas dan diberi nama Kyai Sengkelat. Setelah selesai, diserahkannya kepada Sunan Ampel. Sang Sunan menjadi kecewa karena tidak sesuai dengan apa yang dikehendakinya. Menurutnya, keris merupakan budaya Jawa yang berbau Hindu, seharusnya besi itu dijadikan pedang yang lebih cocok dengan budaya Arab, tempat asal agama Islam. Maka oleh Sunan Ampel disarankan agar Kyai Sengkelat diserahkan kepada Prabu Brawijaya V.
Ketika Prabu Brawijaya V menerima keris tersebut, sang Prabu menjadi sangat kagum akan kehebatan keris Kyai Sengkelat. Dan akhirnya keris tersebut menjadi salah satu piyandel (maskot) kerajaan dan diberi gelar Kangjeng Kyai Ageng Puworo, mempunyai tempat khusus dalam gudang pusaka keraton.
Pusaka baru itu menjadi sangat terkenal sehingga menarik perhatian Adipati Blambangan. Adipati ini memerintahkan orang kepercayaannya untuk mencuri pusaka tersebut demi kejayaan Blambangan, dan berhasil. Mpu Supa yang telah mengabdi pada kerajaan Majapahit diberi tugas untuk mencari dan membawa kembali pusaka tersebut ke Majapahit. Dalam menjalankan tugasnya, sang Mpu menyamar sebagai seorang pandai besi yang membuat berbagai alat pertanian dan mengganti namanya menjadi Ki Nambang.
Di samping pandai membuat alat pertanian, beliau juga membuat tombak, pedang dan keris yang kemudian dipamerkan di tempat-tempat keramaian, di Blambangan. Seketika pameran tersebut memancing perhatian banyak orang. Banyak sekali pesanan datang dari para pejabat kadipaten Blambangan. Termasuk patih Adipati Blambangan yang memesan Keris Carangsoka.
Akhirnya sang adipati Blambangan menyaksikan keris ciptaan Ki Nambang, sebilah keris Carangsoka yang sangat bagus dan ampuh. Ketika ditusukkan ke pohon pisang, seketika itu seluruh daun pisang menjadi layu. Karenanya sang mpu di undang untuk menghadap ke kadipaten guna membicarakan suatu hal yang rahasia dengan alasan agar percikan bunga api besi bahan kerisnya, tidak menjadi bencana bagi rakyat Blambangan.
Ternyata setelah Ki Nambang datang menghadap, didapatnya tugas untuk membuat “putran” atau tiruan Kangjeng Kyai Puworo (Keris Sengkelat). Ki Nambang dengan siasatnya meminta disediakan perahu untuk membuat tiruan Kyai Sengkelat dengan alasan percikan bunga api besi bahan kerisnya tidak menimbulkan bencana bagi rakyat Blambangan.
Singkat cerita, akhirnya rencana mendapatkan kembali keris pusaka Majapahit itu berhasil tanpa harus menimbulkan kecurigaan dan pertumpahan darah. Malah Ki Nambang akhirnya dianugerahi seorang putri kadipaten yang bernama Dewi Lara Upas, adik dari Adipati Blambangan itu sendiri. Serta mendapatkan gelar kebangsawanan sebagai Kangjeng Pangeran berikut tanah perdikan di Desa Pitrang. Maka namanya pun berubah menjadi Kangjeng Pangeran Pitrang yang bekerja sebagai mpu kadipaten Blambangan.
Sang Mpu yang berhasil melaksanakan tugas selalu mencari cara agar dapat kembali ke Majapahit. Ketika kesempatan itu tiba maka beliau pun segera kembali ke Majapahit dan meninggalkan istrinya yang sedang hamil. Sebelum pergi, beliau meninggalkan pesan kepada sang istri bahwa kelak jika anak mereka lahir laki-laki agar diberi nama Joko Suro, serta meninggalkan besi bahan membuat keris.
Lima belas tahun kemudian setelah Mpu Pitrang meninggalkan Blambangan, datang lah seorang pemuda yang mengaku sebagai anak mpu Supa. Ketika ditanya, ia mengaku bernama Joko Suro. Mpu meminta bukti berupa besi bahan membuat keris. Namun ketika diserahkan oleh Joko Suro, besi bahan itu telah menjadi sebilah keris. Ternyata selama dalam perjalanan mencari ayahandanya, besi itu oleh Joko Suro dipijit-pijit dan ditarik olehnya hingga menjadi sebilah keris kecil. Maka keris itu pun dinamakan Keris Kyai Bethok yang mempunyai keampuhan menyingkirkan niat jahat.
 
5. Keris kyai carubuk
Dalam satu legenda dikisahkan Sunan Kalijaga meminta tolong untuk dibuatkan keris coten-sembelih (pegangan lebai untuk menyembelih kambing). Lalu oleh beliau diberikan calon besi yang ukurannya sebesar biji asam jawa. Mengetahui besarnya calon besi tersebut, Empu Supa sedikit terkejut. Ia berkata besi ini bobotnya berat sekali, tak seimbang dengan besar wujudnya dan tidak yakin apakah cukup untuk dibuat keris. Lalu Sunan Kalijaga berkata kalau besi itu tidak hanya sebesar biji asam jawa tetapi besarnya seperti gunung. Karena ampuh perkataan Sunan Kalijaga, pada waktu itu juga besi menjelma sebesar gunung.Hati empu Supa menjadi gugup, karena mengetahui bahwa Sunan Kalijaga memang benar-benar wali yang dikasihi oleh Pencipta Kehidupan, yang bebas mencipta apapun. Lantaran itu, empu Supa berlutut dan takut. Ringkas cerita, besipun kemudian dikerjakan. Tidak lama, jadilah keris, kemudian diserahkan kepada Sunan Kalijaga. Akan tetapi anehnya begitu melihat bentuknya, seketika juga Sunan Kalijaga menjadi kaget, sampai beberapa saat tidak dapat berbicara karena kagum dan tersentuh perasaannya, karena hasil kejadian keris itu berbeda jauh sekali dengan yang dimaksudkan. Maksud semula untuk dijadikan pegangan lebai, ternyata yang dihasilkan keris Jawa (baca Nusantara) asli Majapahit, luk tujuhbelas. Sebenarnya, begitu mengetahui keindahan keris, perasaan Sunan Kalijaga agak tersentuh, oleh karena itu mengamatinya sempai puas tidak bosan-bosannya. Kemudian ia berkata sambil tertawa dan memuji keindahan keris itu.Lalu Empu Supa diberi lagi besi yang ukurannya sebesar kemiri. Setelah dikerjakan, jadilah sebilah keris mirip pedang suduk (seperti golok atau belati). Begitu mengetahui wujud keris yang dihasilkan sunan Kalijaga sangat senang hatinya. keris itu disebut Kyai Carubuk. keris kyai carubuk ini akhirnya menjadi pusaka sultan hadiwijaya, bahkan sanggup mengalahkan keris setan kober milik arya penangsang ketika pesuruh arya penangsang melakukan percobaan pembunuhan pada sultan hadiwijaya dengan memakai keris setan kober
 
6. Tombak kyai plered
tombak sepanjang 3.5 meter ini merupakan senjata pusaka milik Kraton Ngayugyakarta Hadiningrat (Yogyakarta) dijamasi setiap setahun sekali saat bulan Syura. senjata ini merupakan pegangan Raja Mataram Pertama yang bernama Panembahan Senapati (Nama Asli: Danang Sutawijaya) dan digunakan untuk mengalahkan Bupati Jipang Arya Penangsang dalam perang tanding di pinggir Bengawan Solo.
 
7. Tombak baru klinting
menurut legenda merupakan titisan dari Naga Baru Klinting yang dihukum ayahnya (Ki Ageng MAngir Wanabaya) karena gagal melingkari gunung merapi.
aslinya senjata berujud tombak ini sebelumnya adalah pusaka milik Ki Ageng Mangir Wanabaya yang memberontak kepada panembahan Senopati. karena keampuhan senjata ini, panembahan Senapati terpaksa mengutus Putrinya Nyi Ageng Pembayun untuk mengelabuhi Ki Ageng Mangir. saat ini tombak ini tersimpan di Kraton Ngayugyakarta Hadiningrat (Yogyakarta) sebagai senjata pusaka pendamping tombK Kanjeng Kyai Plered.
3 Juli 2012

Ahlus Sunnah Wal Jamaah

oleh alifbraja

Ahlus Sunnah Wal Jama’ah

Istilah ini pertama kali muncul berdasarkan hadis Nabi tentang Iftiraq (perpecahan umat) :
“umatku ini akan terpecah-belah menjadi tujuh puluh tiga kelompok, semuanya akan masuk neraka kecuali satu saja. Para sahabat bertanya : “Siapa mereka itu wahai Rasulullah ?” Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab : “Mereka itu yang mengikuti sunnahku dan jamaah para sahabatku pada hari ini” [HR Tirmidzi dan Ath-Thabrani]

Ahlus Sunnah = mengikuti sunnah Nabi
Wal Jama’ah = dan jama’ah para sahabat, serta selalu bersatu dalam jama’ah kaum muslimin.

Bani Umayah pernah mengklaim sebagai Ahlus Sunnah Wal Jama’ah untuk propaganda kekuasaannya, karena kenyataannya mayoritas kaum muslimin bersatu dibawah kepemimpinan khalifah dari kalangan mereka. Propaganda itu untuk menyudutkan kelompok-kelompok yang menentang dan memberontak terhadap Khalifah, yaitu kelompok Syiah dan Khawarij.

Istilah Ahlus Sunnah Wal Jama’ah kemudian dipopulerkan oleh Imam Abu Hasan Asy’ari (260 H – 326 H) untuk memberi identitas kepada para pengikut theologi Asy’ariyah. Istilah itu untuk membedakan dengan kelompok Mu’tazilah dan berbagai aliran theologi sesat lainnya : Jabariyah, Qadariyah, Jahmiyah, Musyabibah, Mujasimah, Mu’atilah.

Pada perkembangan selanjutnya, Ahlus Sunnah Wal Jamah dikodifikasikan dengan lebih jelas oleh Imam Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi (wafat 429 H) dalam bukunya Al Farq Bain Al Firaq (perbedaan diantara aliran-aliran), beliau merumuskan ada delapan kelompok yang termasuk golongan Ahlus Sunnah Waljamaah yaitu:

1. Mutakallimin (ulama kalam/theologi) yaitu orang yang memahami secara pas masalah-masalah keesaan Tuhan, kenabian, hukum- hukum, janji dan ancaman, pahala dan ganjaran, syarat ijtihad, Imamah, dan pimpinan ummat, dengan mengikuti metodologi aliran as-Shifatiah (menetapkan sifat-sifat Tuhan) yang tidak terseret ke dalam faham antropomorfis (tasybih) dan ta’thil (meniaakan sifat2 Allah) serta bid’ah kaum Syi’ah, Khawarij dan sederet golongan bid’ah lainnya.
2. Fuqaha (ulama fiqih) yaitu para Imam Mazhab Fiqh, baik dari ahlur ra’yi maupun ahlul Hadits, yang menganut aliran al-Shifatiah (menerima sifat2 Allah) dalam masalah teologi menyangkut Tuhan dan sifat-sifat yang azali, membersihkan diri dari faham Qadariah dan Mu’tazilah. Menetapkan adanya ru’yah (melihat Tuhan di hari kemudian), kebangkitan, pertanyaan kubur, telaga, jembatan, syafa’at dan pengampunan dosa selain syirik serta menetapkan kekekalan nikmat bagi ahli sorga dan kekelan siksa terhadap orang-orang kafir dalam neraka. Disamping itu, ia mengakui kekhalifaan Abu Bakar, Umar, Usman dan Ali, dan tetap menghormati Salaf, menetapkan wajibnya shalat Jum’at di belakang para Imam yang tidak terkena bid’ah dan wajibnya menetapkan hukum dari Qur’an, hadits dan Ijma’. Dan mengatakan sahnya menyapu dua khuf (sejenis sepatu), jatuhnya
thalaq tiga, mengharamkan mut=92ah, dan memandang wajib mentaati seorang pemimpin selama bukan maksiat.

3. Muhaditsin (ulama hadis) yaitu mereka yang ahli dalam melacak jalur-jalur Hadits dan Atsar dari Nabi, mampu membedakan antara yang shahih dan tidak, menguasai al-Jahr wat-Ta’dil (sebab-sebab kebaikan dan kelemahan seorang perawi Hadits) dan tidak terlibat dalam perilaku bid’ah yang sesat.
4. Ahlul Lughot (ulama bahasa Arab) yaitu mereka yang ahli di bidang kesusasteraan, Nahwu Sharaf, dan mengikuti jejak pakar bahasa semisal al-Khalil, Abu Amr bin Al ‘Ala, Sibawaihi, al-Farra’, al-Akhfasy, al-Ashma’i, al-Muzany, Abu Ubaid dan sederet tokoh-tokoh lainnya dari Kufah dan Bashrah, yang tidak tercampur ilmunya dengan bid’ah kaum Qadariah atau Rafidah atau Khawarij.
5. Mufassirin (ulama tafsir) yaitu mereka yang mengetahui aneka ragam qira’at Qur’an dan orientasi penafsirannya dan pena’wilannya sesuai dengan aliran Ahlussunnah waljama’ah tanpa terpengaruh kepada pena’wilan para pengikut hawa nafsu yang sesat.
6. Mutasawwifin (ulama tasawuf) yaitu para Zuhad Sufi yang giat beramal dengan tulus ikhlas dan menyadari sepenuhnya bahwasanya baik pendengaran, penglihatan dan hati semuanya dipertanggungjawabkan di depan sang Khaliq yang takkan bisa lalai sebiji atom pun dari pandangannya. Olehnya itu, mereka giat beramal tanpa banyak bicara, konsisten dalam ketauhidan, menafikan tasybih serta menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan.

7. Mujahidin yaitu mereka yang bertempat di pos-pos pertahanan kaum Muslimin untuk menjaga kemanan negara dari serangan musuh, menjaga kehormatan ummat Islam baik materil maupun moril dengan berupaya menumbuhkan di pos-pos pertahanan mereka aliran Ahlussunnah waljama’ah.

8. Semua orang di semua negara yang di dalamnya dikuasai oleh syi’ar Ahlussunnah waljama’ah dan yang mengikuti ketujuh kelompok diatas.

Selanjutnya Imam Abdul Qahir bin Thahir al-Baghdadi (wafat 429 H) dalam bukunya yang sama Al Farq Bain Al Firaq pada bab lima merumuskan 15 arkanul din (rukun/ pokok agama) bagi Ahlus Sunnah Wal Jamaah, yaitu dasar-dasar atau ushulnya ialah:

1. Rukun Yang Pertama,
Yang disepakati dikalangan mereka rukun pertamanya mengithbatkan hakikat-hakikat dan ilmu-ilmu yang mereka ijma’kan tetapnya ilmu-ilmu itu dengan makna-makna yang ada pada para ulama dan dianggap sesat mereka yang menafikan ilmu dan lain-lain sifat (a’rad) seperti yang berlaku pada golongan “Sophists” (ini boleh terkena pada pemikiran pascamodernisme) yang menafikan ilmu dan hakikat-hakikat benda-benda yang ada. Demikian pula sesatnya mereka yang menganggap semua pegangan dan kepercayaan sebagai sah walau pun yang saling berlawanan dan bercanggahan.
Ulama ahli Sunnah membahagikan ilmu manusia kepada yang bersifat badihiah, yang hissi, dan istidlali – mereka yang menafikan ilmu yang bersifat badihi dan hissi – melalui pengamatan pancaindera – sebagai golongan degil.
Mereka yang menafikan ilmu dari tilikan akal (al-nazar) dan istidlali (dengan mengambil dalil pemikiran) , kalau ianya seperti golongan Sumniyah yang mengingkari penilikan akal dalam ilmu akliah ia kafir mulhid, seperti golongan dahriah atau materialist, yang berpegang kepada sediakalanya alam, penafian adanya Tuhan Pencipta alam, berserta dengan fahaman membatalkan semua agama-agama (dan ini juga menyentuh pemikiran pascamodernisme sekarang).
Kalau orang demikian berpegang kepada tilikan akal dalam ilmu akliah dan menolak kias dalam cawangan hukum Syara’ seperti mazhab Zahiriah, itu tidak membawa kepada kekufuran.
Ahlis-Sunnah mengajarkan pancaindera yang mengesani perkara-perkara zahir yang boleh dikesani olehnya (al-mahsusat) ialah pemandangan mata bagi mengesani apa yang boleh dilihat, perasa yang mengesani seperti rasa makanan, penciuman bagi mengesani bau, sentuhan bagi mengesani panas dan sejuk, basah dan kering, sifat lembut dan kasar.
Ahlis-Sunnah mengajarkan apa-apa yang dicapai melalui pancaindera ini berupa sebagai makna-makna (al-ma’ani) yang berdiri dengan alat-alat pancaindera itu. (Ilmu yang berpunca daripada pengesanan melalui pancaindera dan tilikan akal boleh diperpanjangkan dengan perlaksanaan kaedah saintifik, penyelidikan, dan pemikiran serta rumusan ilmu pengetahuan dan alat-alat kelengkapan yang diperlukan zaman sekarang sampailah kepada ICT dan seterusnya).
Mereka mengajarkan bahawa khabar berita yang mutawatir – yang sampai melalui punca yang terlalu banyak yang tidak memungkinkan salahnya – adalah jalan ilmu yang daruri – tidak boleh tidak – yang sah bila cukup syarat-syaratnya pada mereka. Termasuk ke dalam contoh ini ialah pengetahun kita tentang para nabi dan raja-raja sebelum kita dalam sejarah. Adapun sahnya penegasan tentang pangkat kenabian para anbiya itu maka itu sah melalui hujah-hujah nazariah atau tilikan akal. Maka dikirakan kafir mereka yang mengingkari ilmu dari kaedah atau jalan riwayat mutawatir.
Mereka memperincikan ciri-ciri riwayat yang mutawatir, yang mustafid, dan yang bersifat ahad, yang terakhir dengan periwayat seorang atau terlalu sedikit.
Berita ahad pada Ahlis-Sunnah bila sahih sandarannya dan matannya tidak mustahil pada akal, maka mesti diamalkan ajarannya. Dengan kaedah ini para ulama fiqh mensabitkan kebanyakan hukum Syariat dalam ibadat, mu’amalat, dan lain-lain bab haram dan halal.
Mereka menganggap sesat golongan-golongan yang menggugurkan wajib beramal dengan riwayat ahad seperti golongan Syiah Rafidah, Khawarij, dan lain-lain golongan yang mengikut hawa nafsu mereka.
Khabar mustafid adalah ditengah-tengah antara mutawatir dan ahad – mesti berilmu dengannya dan mesti beramal dengannya. Termasuk di bawah kaedah ini ialah ilmu tentang beberapa ma’jizat Nabi s.a.w. seperti terbelah bulan, bertasbihnya anak batu, meratapnya pelepah tamar, cukupnya makanan sedikit bagi orang ramai dan seterusnya.
Khabar mustafid banyak terdapat dalam hukum Syara’ seperti nisab zakat, had khamar, ilmu tentang menyapu dua kasut panjang, hukum rejam, dan yang sepertinya yang disepakati ulama fiqh tentang penerimaan terhadapnya; dianggap sesat mereka yang menyalahi mereka dalam hal ini seperti golongan Khawarij, yang mengingkari rejam.
Dan dikirakan kafir mereka yang mengingkari ru’ya atau memandang Allah di Syurga, Kolam nabi di akhirat, syafa’ah dan azab kubur.
Sabitnya Quran, zahirnya, dan mu’jizatnya yang menyebabkan ianya tidak boleh ditentang itu melalui riwayat mutawatir yang menjadikannya ilmu daruri.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Allah mentaklifkan para hambaNya mencapai ma’rifat terhadapNya, dan mereka diwajibkan tentangnya, juga mereka disuruh berma’rifat dalam hubungan dengan RasulNya, dan KitabNya, serta beramal dengan apa yang ditunjukkan oleh Kitab dan Sunnah nabiNya.
Dianggap kafir mereka yang menegaskan bahawa Allah tidak menyuruh ma’rifat seseorang itu, seperti yang diperpegangi oleh Thumamah, dan al-Jahiz, dan segolongan daripada Syiah Rafidah.
Mereka bersepakat bahawa usul Hukum Syariat ialah Quran, Sunnah, dan Ijma’ golongan Salaf. Mereka anggap kafir pihak yang menegaskan – seperti golongan Syiah Rafidah – bahawa tidak ada hujah sekarang ini pada Quran dan Sunnah kerana pada dakwaan mereka para Sahabat telah mengubah sebahagian dari Quran itu dan melakukan “tahrif” pada setengah daripadanya.
Mereka anggap kafir golongan Khawarij yang menolak semua hadith-hadith Sunan yang dinukilkan oleh para periwayatnya oleh kerana mereka mengatakan para penukil hadith itu – termasuk Sahabat – menjadi kafir.
Mereka menganggap kafir al-Nazzam yang menolak hujah ijma’ dan hujah mutawatir, dan yang berpegang kepada harus berlakunya persepakatan umat Islam atas kesesatan dan kemungkinan berlaku pembohongan di kalangan mereka yang terlibat dalam riwayat yang mutawatir.

2. Rukun Yang Kedua.
Tentang baharunya alam ini, yang mereka sepakati ialah alam itu ialah sekelian yang selain dari Allah. Maka sekelian yang lain dari Allah dan sifat-sifatNya yang azali adalah makhluk yang diciptakanNya. Pencipta alam bukan makhluk, bukan dicipta, bukan dari jenis alam, bukan dari jenis sesuatu bahagian atau juzu’ alam. Mereka bersepakat alam ini terdiri dari zat dan sifat (jauhar dan ‘arad).
Mereka mengajarkan tiap jauhar – iaitu atom – tidak boleh dibahagi (Sekarang ini ianya boleh dibahagi- proton, neutron, dan sebagainya, dengan entiti-entiti baharu seperti “quarks” dan seterusnya dalam fizik quantum).
Mereka mengajarkan adanya para malaikat, jin, dan syaitan-syaitan daripada makhluk-makhluk dalam alam. Mereka aggapkan kafir mereka yang mengingkari ini semua seperti golongan ahli falsafah dan puak Batiniah.
Mereka menganggapkan sesat golongan yang mengajarkan fahaman serba-dua (al-thanawiyah) iaitu jisim terdiri daripada nur atau cahaya, dan zulmah atau kegelapan; yang baik daripada nur, yang jahat daripada zulmah.
Mereka bersepakat tentang baharunya ‘arad pada semua jisim-jisim, dan mereka menganggap tiap-tiap ‘arad itu baharu pada tempatnya ‘arad itu tidak berdiri sendirinya.
Ahlis-Sunnah bersepakat tentang fananya seluruh alam ini dan mereka mengajarkan kekalnya syurga dan neraka, syurga dengan ni’matnya dan neraka dengan azabnya melalui jalan Syara’.
Mereka menganggap kafir golongan Jahmiah yang mengajarkan syurga dan neraka itu binasa.
Mereka menganggap kafir Abul-Hudhail yang berpendapat akan terputusnya ni’mat syurga dan azab neraka;

3. Rukun Yang Ketiga
Berkenaan Dengan Pencipta Alam, semua peristiwa yang berlaku mesti ada yang melakukannya dan yang menjadikannya. Ahlis-Sunnah menganggap kafir Thumamah dan pengikutnya dari golongan Qadariah yang mengajarkan bahawa perbuatan-perbuatan itu timbul sendiri – al-mutawallidah – tanpa pembuatnya. Mereka mengajarkan Pencipta alam hanya menjadikan jisim-jism dan ‘arad sahaja, bukan perbuatan-perbuatan.
Mereka menganggap kafir Ma’mar dan para pengikutnya dari golongan Qadariah yang mengajarkan Allah tidak menciptakan sesuatupun daripada ‘arad-‘arad yakni sifat-sifat yang ada pada jisim-jisim. Ia hanya menjadikan jisim-jisim sahaja. Jisim-jisimlah yang menjadikan ‘arad-‘arad sendirinya.
Golongan pelampau atau ghulat dari kalangan Syiah Rafidah mengajarkan bahawa ‘Ali adalah jauhar makhluk, yang baharu dijadikan, kemudian ia menjadi Tuhan Pencipta Alam dengan meresap masuk – hulul – roh Tuhan ke dalamnya. Mereka ini mengajarkan Tuhan tidak ada kesudahan dan hadNya.
Hasyim bin Hakam al-Rafidi mengajarkan Tuhan yang disembahnya tujuh jengkal dengan jengkalnya sendiri.
Ahlis-Sunnah mengajarkan mustahil Tuhan itu ada rupa bentuk dan anggota, khilaf bagi golongan ghulat Rafidah dan para pengikut Daud al-Hawari yang mengajarkan bahawa Tuhan ada, mempunyai rupa bentuk seperti rupa manusia.
Ahlis-Sunnah bersepakat mengajarkan bahawa Tuhan tidak dikandung ruang atau tempat, dan tidak berlalu atasNya perjalanan masa; ini berlawanan dengan pegangan kaum Syihamiyah dan Karramiyah yang mengajarkan bahawa Tuhan bersentuh dengan ‘Arasy.
Dinukilkan oleh Ahlis-Sunnah bahawa baginda ‘Ali rd menyataan bahawa Allah menjadikan ‘Arasy bagi menzahirkan QudratNya, bukan bagi menjadi tempat untuk ZatNya (izharan li-Qudratihi la makanan li Dhatihi). Katanya lagi: Telah ada Ia dan tiada tempat (bagiNya), dan Ia sekarang sebagaimana telah adaNya dahulu.
Ahlis-Sunnah menafikan adanya kecelaan, kesahan, dan kesakitan pada Tuhan. Mereka menafikan gerak dan diam padaNya. Ini berlawanan dengan Syiah Rafidah yang mengajarkan bahawa tempatNya baharu menjadi daripada gerakNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Allah Maha Kaya tidak memerlukan pertolongan makhlukNya, dan Ia tidak mendapat manafaat daripada makhlukNya untuk DiriNya, dan Ia tidak menolak kemudaratan dariNya melalui makhlukNya. Ini berlawanan dengan dakwaan para Majusi yang mengajarkan bahawa Allah menjadikan para malaikat untuk menolak kesakitan daripada Syaitan terhadapNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Pencipta Alam adalah Esa. Ini berlawanan dengan Majusi yang mengajarkan ada dua yang kadim, iaitu Nur dan Zulmah.
Ini juga berlawanan dengan Rafidah yang mengajarkan bahawa Allah menyerahkan tadbiran alam kepada ‘Ali, ialah Pencipta Yang Kedua (al-Khaliq al-Thani).

4. Rukun Yang Keempat
Berkenaan Dengan Sifat-Sifat Allah: IlmuNya, QudratNya, HayatNya, IradatNya, Sama’Nya, BasarNya, dan KalamNya, yang semuanya Sifat-Sifat Yang Azali dan Kekal.
Mu’tazilah menafikan semua Sifat-Sifat Azali bagi Allah: mereka mengajarkan tidak ada bagi Allah sifat Qudrat, Ilmu, Hayat, Basar, dan tidak ada PencapaianNya bagi semua yang boleh didengar.Mereka mensabitkan bagiNya kalam yang baharu.
Kata Ahlis-Sunnah: menafikan sifat bermakna menafikan apa yang disifatkan, sebagaimana menafikan perbuatan bermakna menafikan pembuat.
Ahlis-Sunnah bersepakat Kuasa Allah berlaku atas semua yang ditakdirkan, dengan QudratNya yang satu. Dengan Qudrat yang satu berlaku semua yang ditakdirkan.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Ilmu Allah adalah satu dengan Ilmu itulah Ia mengetahui semua maklumat secara terperinci tanpa pancaindera, cara badihiah, dan mengambil dalil.
Kaum Rafidah di kalangan Syiah mengajarkan Allah tidak mengetahui sesuatu sebelum jadinya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Sifat Basar dan Sama’ Allah meliputi semua yang boleh dilihat dan didengar dan Allah berterusan melihat DiriNya dan Mendengar KalamNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Allah boleh dilihat oleh orang mukmin di akhirat. Mereka berpendapat harus melihatNya dalam tiap-tiap hal dan bagi tiap-tiap yang hidup melalui jalan akal. Dari mereka mengajarkan wajib orang mu’min melihatnya secara khusus di akhirat melalui jalan khabar dalam nas. Ini berlawanan dengan pendapat Qadariah dan Jahmiyah yang mengajarkan mustahil Ianya boleh dilihat.
Ahlis-Sunnah bersepakat bahawa Kehendak Allah – Iradat dan Masyi’ahNya – tertakluk atas segala perkara.
Mereka mengajarkan bahawa tidak ada yang berlaku dalam alam melainkan dengan KehendakNya, apa yang dikehendakiNya jadi, apa yang tidak dikehendakiNya, tidak menjadi.
Golongan Qadariah Basrah berpendapat ada Allah kehendaki apa yang tidak menjadi, dan ada yang menjadi apa yang tidak dikehendakiNya.
Ahlis-Sunnah bersepakat Hayat Tuhan tanpa roh dan makanan; dan semua arwah adalah makhluk. Ini berlawanan dengan Nasrani yang mendakwa sediakalanya bapa, anak dan roh (dalam tiga oknum mereka).
Mereka bersepakat bahawa kalamullah adalah SifatNya yang azali, dan itu bukan makhluk, bukan baharu.

5. Rukun Yang Kelima
Berkenaan Dengan Nama-Nama Allah, Nama-Nama Allah pada Ahlis-Sunnah adalah perkara tauqif, iaitu samaada ianya diambil daripada al-Quran atau Sunnah yang sahih atau ijma’ umat tentangnya; tidak dibolehkan qias tentangnya.
Berlawanan dengan pihak seperti Mu’tazilah Basrah yang membolehkan qias. Al-Jubba’I misalnya menyesatkan bila ia memberi nama Muti’ (yang taat) kepada Allah melalui jalan qias kerana katanya Allah memberi kehendak hambaNya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan tentang adanya Sunnah yang menyebut nama Tuhyan sebanyak sembilan puluh sembilan, dan sesiapa yang membilang-bilangnya masuk syurga. Maksudnya bukan hanya menyebut dan membilang tetapi mempunyai ilmu tentangnya dan beriktikad tentang makna-maknanya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa Nama-Nama Tuhan ada tiga bahagian: sebahagian yang menunjukkan ZatNya, seperti al-Wahid (Yang Esa), al-Ghani (Yang Maha Kaya), al-Awwal (Yang Kadim tanpa permulaan), al-Akhir (Yang Kekal tanpa kesudahan), al-Jalil (Yang Maha Hebat), al-Jamil (Yang Maha Indah), dan lain-lain yang Ia berhak bersifat dengannya.
Sebahagian lagi yang memaksudkan Sifat-SifatNya yang azali yang bersekali dengan ZatNya seperti al-Hayy (Yang Maha Hidup), al-Qadir (Yang Maha Berkuasa), al-‘Alim (YangMaha Mengetahui), al-Murid (Yang Maha Berkehendak), as-Sami’ (Yang Maha Mendengar), al-Basir (Yang Maha Melihat), dan lain-lain Nama daripada Sifat-Sifat Yang berdiri dengan ZatNya.
Sebahagian lagi Nama-Nama yang timbul daripada perbuatan-perbuatanNya seperti al-Khaliq (Yang menjadikan alam), ar-Razig (Yang Maha Mengurnia rezeki), al-‘Adil (Yang Maha Adil), dan yang sepertinya.
Bagi golongan pascamodernis yang menolah naratif agung- akidah seperti ini dalam agama – dan golongan materialis, ini semua tertolak sebagai bahan-bahan tanpa makna yang tidak perlu diambil kira. Ini perlu diberi respons dan perlu dihadapi dengan berkesan).

6. Rukun Yang Keenam.
Tentang Keadilan Ilahi dan Hikmat KebijaksanaanNya. Mereka mengajarkan bahawa Allah menjadikan jisim-jisim dan ‘arad-arad yang baiknya dan yang buruknya semua sekali (kalau sekarang boleh dikatakan Ia menjadikan semua atom-atom, neutron-neutron, proton, elektron, quark-quark, serta lain-lainnya seperti yang ada ini semua, samaada dalam bentuk gelombang atau zarrah, dengan sifat-sifatnya semua sekali).
Bahawa Allah menjadikan usaha para hambaNya, tidak ada yang menjadikannya selain daripada Allah. Ini berlawanan dengan golongan Qadariah yang menegaskan Allah tidak menjadikan sesuatupun daripada usaha para hambaNya, dan berlawanan dengan golongan Jahmiyah yang mengajarkan bahawa hamba tidak melakukan usaha dan tidak berkuasa atas usaha mereka.
Pada Ahlis-Sunnah sesiapa yang berpegang kepada ajaran bahawa para hamba menjadikan usaha mereka, ia Qadariyah, syirik dengan Tuhannya, kerana mendakwa para hamba menjadikan seperti Tuhan mennjadikan ‘arad-‘arad seperti gerak-gerak dan diam dalam ilmu dan iradat, kata-kata dan suara.
Dan – mereka mengajarkan – sesiapa yang menegaskan bahawa hamba tidak ada upaya untuk berusaha, ia tidak melakukan amal, serta tidak melakukan usaha, maka ia Jabariyah. Sesiapa yang berpegang kepada ajaran bahawa hamba berusaha bagi amalnya dan Allah pencipta usahanya, maka ia Ahlis-Sunnah.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa hidayah adalah dari Allah dari dua segi: iaitu segi menerangkan yang benar dan menyeru kepadanya, serta membentangkan hujah-hujah dan dalil untuknya. Dari segi in maka sah dinisbahkan hidayah kepada para Rasul a.s.s dan da’I kepada agama Allah kerana mereka memberi panduan yang benar kepada Allah. Ini penafsiran terhadap ayat yang bermaksud “Sesungguhnya tuan hamba menyeru kepada Jalan Yang Lurus” (Surah al-Shura: ayat 52).
Segi keduanya: hidayah pertunjuk Allah terhadap para hambaNya dalam erti menjadikan bimbingan hidayat dalam hati para hamba sebagaimana yang ada dalam ayat yang bermaksud “Maka sesiapa yang Allah kehendaki untuk memberi hidayat kepadanya, ia membukakan dadanya bagi menerima agama Islam, dan sesiapa yang Ia kehendaki supaya dibiarkan dalam kesesatan Ia menjadikan dadanya sempit…” (Surah al-An’am: ayat 126). Hidayat dalam aspek ini hanya Allah sahaja yang berkuasa melakukannya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa sesiapa yang mati maka itu kerana ajalnya, dan Allah Maha Kuasa untuk memanjangkan umurnya.
Ahlis-Sunnah mengajar tentang rezeki iaitu sesiapa yang makan atau meminum sesuatu itu rezekinya, samaada halal atau haram, itu berlawanan dengan golongan Qadariah yang menegaskan bahawa manusia kadang-kadang makan apa yang bukan rezeki baginya.

7. Rukun Yang Ketujuh
Berkenaan Dengan Kenabian dan Kerasulan.. Mereka mengajarkan hakikat adanya kenabian dan kerasulan serta mereka menegaskan kebenaran adanya para Rasul a.s.s yang diutuskan Allah kepada para hambaNya. Ini berlawanan dengan ajaran Brahminisme (juga golongan materialis dan pascamodernis) yang menafikan itu walaupun mereka percaya kepada Tuhan Yang menjadikan alam.
Ahlis-Sunnah membezakan antara Rasul dan Nabi. Nabi ialah setiap orang yang turun wahyu kepadanya dari Allah melalui malaikat dan ia diperkuatkan dengan mu’jizat-mu’jizat yang menyalahi adat. Rasul ia sesiapa yang bersifat dengan sifat-sifat tersebut serta dikhaskan baginya syariat yang baharu, ataupun atau ia datang memansukhkan sebahagian daripada syariat yang terdahulu daripadanya.
Ahlis-Sunnah menganggapkan kafir orang yang mengaku nabi samaada sebelum Islam seperti Zardasyt, dan Mazdak dan sebagainya, dan yang selepas Islam seperti Musailamah al-Kazzab, Sajah, dan seterusnya.
Ahlis-Sunnah menganggap kafir golongan yang menisbahkan kenabian bagi imam-imam atau mengaku mereka itu Tuhan seperti golongan al-Bayaniah, al-Mansuriah, al-Khattabiyah, dan yang menjalani perjalanan mereka. (Termasuk ke dalam kategori ini golongan-golongan sesat yang mengaku Tuhan dalam diri mereka, atau pemimpin mereka menerima wahyu daripada Jibril, atau pemimpin mereka mi’raj, bersemayam atas ‘Arasy dan seterusnya, termasuk juga mereka yang mengaku adanya imam-imam maksum).
Mereka mengajarkan: para Nabi a.s.s lebih afdhal daripada para malaikat yang berlawanan dengan pendapat al-Husain bin al-Fadl berserta dengan kebanyakan daripada golongan Qadariah yang mengajarkan malaikat lebih utama daripada para Rasul a.s.s.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa para Nabi lebih afdal daripada aulia, ini berlawanan dengan mereka yang berpendapat para aulia lebih afdal daripada anbia.
Mereka mengajarkan para nabi maksum iaitu bersih daripada dosa. Ini berlawanan dengan pegangan golongan Hisyamiah daripada firkah Syiah Rafidah yang berpegang kepada pendapat para nabi boleh berdosa tetapi mereka mengajarkan bahawa para imam itu maksum bersih daripada dosa.

8. Rukun Yang Kelapan
Tentang Mu’jizat Dan Karamah. Mereka mengajarkan bahawa mu’jizat ialah perkara zahir yang menyalahi adat timbul pada seseorang nabi dalam menghadapi kaumnya dan kaumnya lemah untuk menghadapinya, dan ini membenarkan dakwaannya sebagai nabi; maka wajib ditaati nabi yang demikian.
Mereka mengajarkan harus zahirnya kekeramatan dari para aulia yang menunjukkan benarnya hal mereka itu.
Golongan Qadariah mengingkari adanya karmah aulia kerana mereka tidak mendapati orang yang mempunyai karamah dalam golongan mereka.
Ahlis-Sunnah mengajarkan Quran ada mu’jizatnya dalam bentuk susunannya; ini berlawanan dengan pendapat Qdariah, seperti an-Nazzam, yang menyatakan bahawa tidak ada mu’jizat dalam susunan sistem al-Quran.
Mereka mengajarkan ada mu’jizat Nabi Muhammad s.a.w. dalam bentuk terbelahnya bulan, bertasbihnya anak batu di tangannya, keluarnya air di celah-celah jarinya, memadainya makanan sedikit untuk orang yang sedemikian ramai, dan yang sepertinya. Golongan Qadariah seperti al-Nazzam mengingkari yang demikian itu.

9. Rukun Kesembilan
Tentang Syariat Islam Dan Rukun-Rukunnya. Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa Islam terdiri daripada lima rukun, iaitu syahadah, perlaksanaan sembahyang lima waktu, pembayaran zakat, puasa Ramadhan, dan ibadat haji ke Baitullahil-Haram.
Mereka mengajarkan sesiapa yang menggugurkan sesuatu rukun yang wajib daripada yang lima ini dan mentakwilkannya seperti yang dilakukan oleh golongan al-Mansuriah, dan al-Janahiah dari golongan ghulat Syiah Rafidah, maka ia kafir. (Ini sama seperti setengah golongan sesat yang menggugurkan wajib sembahyang kononnya kerana makam rohani yang tinggi yang dicapai oleh mereka).
Mereka mengajarkan sembahyang lima waktu, dan mereka menganggap kafir orang yang menggugurkan setengah daripadanya, seperti Musalamah al-Kazzab yang menggugurkan wajibnya sembahyang Subuh dan Maghrib; ia menggugurkannya itu sebagai mahar bagi perkahwinannya dengan isterinya Sajah yang juga mengaku nabi; maka ia menjadi kafir mulhid. (Ini sama dalam setengah perkara dengan golongan semasa yang mengajarkan sembahyang itu bukan lima waktu, dan caranya bukan seperti yang biasa diamalkan Ahlis-Sunnah, kerana golongan ini mahu berpegang kepada Quran sahaja mengikut tafsiran sendiri bukannya mengikut sistem ilmu atau epistemologi Sunni).
Ahlis-Sunnah mengajarkan wajib sembahyang Jumaat dan mereka menganggap kafir golongan Khawarij dan Syiah Rafidah yang mengajarkan tidak ada sembahyang Jumuat sehingga zahir imam mereka yang mereka sedang nanti-nantikan. (Maka tidak benar ajaran yang membolehkan orang-orang bersuluk tidak sembahyang Jumaat dengan alasan bersuluk, kerana dikatakan penyakit hati yang memerlukan suluk lebih besar daripada penyakit badaniah yang membolehkan orang mukallaf meninggalkan sembahyang Jumaat).
Ahlis-Sunnah mewajibkan zakat emas dan perak, wang, lembu kerbau, biji-bijian, makanan utama seperti tamar dan seterusnya, dan sesiapa yang mengatakan tidak wajib zakat dalam perkara-perkara tersebut, ia menjadi kafiir. Dijauhkan Allah.
Mereka mengajarkan wajib puasa pada bulan Ramadhan bila masuk bulan Ramadhan dengan ru’yah.
Mereka anggapkan sesat Rafidah yang berpuasa sebelum kelihatan anak bulan sehari dan berbuka sehari sebelum dibolehkan berbuka.
Mereka mengajarkan wajib menunaikan haji sekali seumur hidup bila seseorang itu ada kemampuan melakukannya dan aman jalannya.
Mereka menganggap kafir golongan yang mengatakan tidak wajib ibadat haji seperti golongan Batiniah. Tetapi mereka tidak menganggap kafir pihak yang mengatakan umrah tidak wajib kerana ada khilaf antara imam-imam tentang wajibnya.
Mereka mengajarkan syarat-syarat sah sembahyang yang terdiri daripada menutup aurat, masuk waktunya, mengadap kiblat, setakat yang mungkin.
Sesiapa yang menggugurkan syarat-syarat ini atau sesuatu daripadanya walhal itu mungkin dilakukan maka ia kafir.
Mereka mengajarkan bahawa jihad menghadapi para seteru Islam adalah wajib sehingga mereka tunduk dalam Islam, atau menunaikan jizyah.
Mereka mengajarkan harus berjual beli dan haram riba.
Mereka menganggap sesat golongan yang mengharuskan riba kesemuanya.
Mereka mengharuskan nikah dan mengharamkan zina; mereka menganggapkan kafir golongan al-Mu’badiyah dan al-Mahmarah dan al-Khurramiyah yang mengharuskan zina. (Ini menyentuh golongan yang mengamalkan ‘nikah batin’ dalam kalangan golongan sesat yang mengajarkan ‘ilmu hakikat’).
Ahlis-Sunnah mengajarkan wajib dilaksanakan hukum-hukum had atas zina, perbuatan meminum arak, mencuri, dan menuduh zina.
Mereka anggap kafir golongan yang mengatakan tidak wajib had kerana minum arak, dan hukum rejam kerana zina seperti golongan Khawarij.
Mereka mengajarkan bahawa punca-punca Syariah ialah al-Quran, Sunnah dan Ijma’ Salaf.
Mereka anggap kafir golongan Khawarij yang menolak hujah-hujah ijma’ dan sunah-sunah, juga mereka anggap kafir golongan Syiah Rafidah yang mengajarkan tidak ada hujah dalam semua perkara tersebut. Yang menjadi hujah hanya ajaran imam ghaib yang mereka sedang nanti-nantikan.

10. Rukun Yang Kesepuluh
Tentang perintah dan larangan dalam Syara’. Mereka mengajarkan bahawa perbuatan orang-orang mukallaf terbahagi kepada lima bahagian, iaitu yang wajib, haram, sunat, makruh, dan harus. (Diikuti dengan definisi-definisinya).

11. Rukun Yang Kesebelas
Berkenaan Dengan Hilangnya Para hamba dan hukum mereka di Akhirat. Mereka mengajarkan Allah berkuasa membinasakan seluruh alam dan membinasakan setengah jisim dan mengekalkan yang lainnya.
Mereka mengajarkan bahawa Allah akan mengembalikan semula hayat manusia dan makhluk-makhluk lainnya yang mati di dunia, ini berlawanan dengan golongan yang mengatakan bahawa Allah menghidupkan semula manusia sahaja tidak yang lain-lainnya.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa Syurga dan Neraka adalah makhluk yang dijadikan, berlawanan dengan pendapat golongan yang mengatakan bahawa kedua-duanyua bukan makhluk.
Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa ni’mat Syurga kekal dan azab Neraka kekal atas ahli-ahlinya yang terdiri daripada mereka yang tidak membawa iman dan yang munafik. Ini berlawanan dengan pegangan mereka yang mengatakan bahawa Syurga dan Neraka tidak kekal, akan fana.
Ahlis-Sunnah mengajarkan yang kekal dalam neraka ialah mereka yang tidak membawa iman, berlawanan dengan pendapat Khawarij dan Qadariah yang mengajarkan kekal di dalamnya tiap-tiap orang yang masuk ke dalamnya.
Mereka mengajarkan golongan Qadariah dan Khawarij – yang telah dijelaskan sifat-sifatnya – kekal dalam Neraka. Dijauhkan Allah.
Mereka mengajarkan tetap ada soal dalam kubur dan ada fitnah dan azab di dalamnya bagi mereka yang berkenaan. Mereka memutuskan bahawa mereka yang mengingkari azab kubur akan diazabkan di dalamnya.
Mereka mengajarkan adanya Kolam Nabi, Sirat, dan Mizan.
Mereka mengajarkan adanya syafaat dari Nabi s.a.w. dan daripada mereka yang salih dari umatnya bagi mereka yang berdosa di kalangan Muslimin dan orang yang ada sebesar zarah iman dalam kalbunya. Mereka yang mengingkari syafaat tidak akan mendapat syafaat.

12. Rukun Yang Kedua Belas
Berkenaan Dengan Khilafah dan Imamah. Imamah, atau khilafah wajib atas umat Islam supaya pihaknya menjalankan hukum dan amanah-amanah, menjaga dan menguatkan kubu-kubu pertahanan, serta menghantar tentera jihad, membahagi-bahagikan fay’ – iaitu harta yang didapati bukan melalui peperangan, dan menyelesaikan masalah penzaliman ke atas mereka yang dizalimi.
Diikuti dengan syarat-syarat imamah: ilmu, keadilan, bangsa Quraisy.

13. Rukun Yang Ketiga Belas
Berkenaan dengan Iman, Islam. Mereka mengajarkan asal iman ialah ma’rifah, tasdiq (pembenaran) dengan hati. Mereka mengajarkan wajib taat dalam perkara yang wajib dan sunat dalam perkara yang sunat.
Ahlis-Sunnah mengajarkan keimanan tidak hilang dengan berlakunya dosa, tetapi hilang dengan berlakunya kekufuran. Dijauhkan Allah. Orang yang berdosa dia mu’min, bukan kafir, walaupun ia menjadi fasik kerana dosanya.
Ahli Sunnah mengajarkan tidak halal membunuh orang mu’min melainkan kerana salah suatu daripada yang tiga: murtad, zina selepas kahwin, atau hukum qisas kerana orang itu membunuh orang.
Ini berlawanan dengan golongan Khawarij yang mengharuskan bunuh tiap-tiap orang yang melakukan maksiat.

14. Rukun Yang Keempat Belas
Berkenaan Dengan Para Wali dan Imam-Imam. Ahlis-Sunnah mengajarkan para malaikat maksum daripada semua dosa berdasarkan ayat yang bermaksud: ”Mereka tidak derhaka terhadap Allah tentang perkara yang diperintahkan kepada mereka dan mereka lakukan apa yang disuruh” (Surah at-Tahrim: ayat 6).
Kebanyakan mereka dalam Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa para nabi a.s.s. melebihi kedudukan para malaikat, berlainan daripada mereka yang menyatakan bahawa para malaikat melebihi kedudukan para nabi. Pendapat ini menyebabkan pegangan bahawa malaikat Zabaniah penjaga Neraka itu melebihi kedudukan ulul-‘azmi di kalangan para rasul.
Ahlis-Sunnah mengajarkan: para nabi melebihi para wali, ini berlawanan dengan golongan Karramiah yang mengajarkan para wali melebihi nabi.
Ahlis-Sunnah mengajarkan: keutamaan sepuluh orang Sahabat yang diputuskan oleh Nabi bahawa mereka ahli syurga terdiri daripada empat khalifah, kemudian Talhah, Zubair, Sa’ad bin Abi Waqqas, Sa’id bin Zaid, dan ‘Abd al-rahman bin ‘Auf, dan Abu ‘Ubaidah bin al-Jarrah. Allah meredhai mereka.
Mereka mengajarkan: terutamanya mereka yang menjadi ahli perang Badar berserta dengan Nabi dan diputuskan bahawa mereka ahli Syurga (Ini semua berlawanan dengan golongan yang mengkritik dan mencela para sahabat terdiri daripada golongan Syiah Rafidah dan lainnya, dan juga pengarang-pengarang moden yang suka mengkritik para Sahabat dan melanggar adab-adab dalam hubungan dengan mereka, yang pembelaan tentang mereka itu banyak dibuat oleh Qadi ‘Iyad rh dalam kitabnya al-Shifa).

15. Rukun Yang Kelima Belas
Berkenaan Dengan Hukum Tentang Para Musuh Islam. Ahlus-Sunnah mengajarkan: Para musuhnya ada dua: yang sebelum Islam dan yang lahir zaman Islam dan yang menunjukkan secara zahirnya mereka Orang Islam.
Mereka yang sebelum Islam terdiri daripada pelbagai golongan: para penyembah berhala dan patung;
Yang mengikut aliran hululiah yang mengajarkan roh Tuhan masuk meresap dalam bentuk-bentuk yang cantik; para penyembah matahari, bulan, bintang-bintang semuanya atau setengah daripadanya;
Yang menyembah malaikat dan memanggilnya sebagai anak-anak perempuan Allah; yang menyembah Syaitan (menyentuh “satanic cult” sekarang); menyembah lembu; menyembah api;
Pada Ahlis-Sunnah mereka yang menyembah berhala, manusia, dan malaikat, bintang, api, dan sebagainya haram berkahwin dengan wanita mereka.
Tentang jizyah boleh diterima daripada Ahlil-Kitab dan mereka yang ada sesuatu kitab seperti Ahlil-Kitab.
Mereka yang tidak membawa iman sebelum Islam: golongan “sophist” – as-sufista’iyah – yang mengingkari adanya hakikat ilmu, termasuk golongan al-Sumniyah yang mengajarkan alam ini kadim, dan mereka mengingkari tilikan akal dan pengambilan dalil dalam pemikiran, dengan dakwaan bahawa tidak ada yang boleh diketahui melainkan yang melalui pancaindera sahaja.
Termasuk golongan Materialist klasik – dahriyah – yang mengajarkan alam ini kadim.
Termasuk golongan yang mengajarkan kadim benda awal alam (hayula al-‘alam)
Termasuk golongan ahli falsafah yang mengajar alam ini kadim dan mereka menolak adanya Tuhan Maha Pencipta; antara, mereka ialah Pythagoras. (Antara ahli sains moden tidak sedikit yang materialist dan menolak adanya Tuhan dan alam rohani). Muslimin bersepakat bahawa semua golongan tersebut tidak boleh dimakan sembelihan mereka dan wanita mereka tidak boleh dikahwini oleh Muslimin. (Diikuti dengan pendetailan hukum tentang jizyah dari mereka, perkahwinan dengan wanita mereka dan sebagainya).
Tentang mereka yang tidak membawa iman dalam daulah Islam dan berselindung dengan zahir Islam mereka, dan memperdaya Muslimin secara rahasia: mereka ialah golongan Syiah ghulat rafidah al-Sababiah, al-Bayaniyah, al-Muqanna’iyyah, al-Mansuriah, al-janahiah, al-Khattabiyah, dan lainnya yang berpegang kepada mazhab hulul dan batiniah; juga mereka yang berpegang kepada tanasukh al-arwah – berpindah-pindahnya roh masuk ke dalam badan manusia – terdiri daripada para pengikut ibn Abil-Auja’ juga mereka yang mengikut ajaran Ahmad bin Ha’it dari golongan Mu’tazilah.
Juga termasuk: mereka yang berpegang kepada ajaran Yazidiah dari golongan Khawarij yang menegaskan bahawa Syariat Islam menjadi mansukh dengan adanya nabi dari golongan orang bukan Arab. Demikian seterusnya. (Termasuk ke dalam golongan ini mereka yang mendakwa Syariat Islam “tergantung” kerana Imam Mahadi belum datang; maka diharuskan oleh mereka itu zina, arak, dan sebagainya). Golongan ini semua tidak halal dimakan sembelihan mereka dan wanita mereka tidak boleh dikahwini oleh Muslimin.
Ringkasnya Ahlis-Sunnah mengajarkan bahawa orang-orang yang menunjukkan amalan dan pegangannya dalam Ahlis-Sunnah ialah mereka yang bebas daripada amalan-amalan dan pegangan-pegangan golongan-golongan yang terkeluar daripada Islam, dan yang terdiri daripada mereka yang mengikut hawa nafsu, walaupun mereka dinisbahkan kepada Islam seperti Qadariah, Murjiah, Syiah Rafidah, Khawarij, Jahmiah, Najjariah dan Mujassimah.

1 Juli 2012

Gajah Mada

oleh alifbraja

Gajah Mada Lahir dan Moksa di Liya, Wakato

 

 

 

Lembaga adat Forum Komunikasi (Forkom) Kabali yang dibentuk sejak 6 Desember

Pulau Buton di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara dalam catatan sejarah, pernah menjadi tempat pilihan perlindungan yang aman dari sejumlah bangsawan kerajaan ternama di Nusantara. Bahkan dalam penelusuran terakhir, ditemukan petunjuk dari sejumlah catatan dan bukti arkeolog, Pulau Wangiwangi yang dulunya masuk wilayah Buton dan kini menjadi Kabupaten Wakatobi justru tempat lahir dan moksanya Gajah Mada, Mahapatih Kerjaaan Majapahit yang terkenal dengan ‘Sumpah Palapa’ – Pemersatu Nusantara.


GAJAH MADA/Ft:informasibudayliya.blogspot.com

 

 

 

Lembaga adat Forum Komunikasi (Forkom) Kabali yang dibentuk sejak 6 Desember 2009 di Kabupaten Kepulauan Wakatobi, kini begitu konsen mengumpulkan data dari berbagai sumber, bukti arkeolog, dan berupaya keras menjalin kerjasama dengan semua pihak terkait untuk membuka tabir emas adanya petunjuk perjalanan hidup Gajah Mada di Pulau Wangiwangi.

Sejarah nasional mencatat bagaimana Mahapatih Kerajaan Majapahit yang diperkirakan lahir pada tahun 1290 (Encarta Encylopedia) itu memiliki kemampuan strategi di medan perang serta kecerdasan berpikir untuk kemaslahatan kehidupan masyarakat yang luas di masanya. Tapi, dimana tempat wafat dan makamnya, hingga saat ini belum ada keterangan yang pasti.

Dari sejumlah catatan yang telah dihimpun Forkom Kabali, sekitar bulan Sya’ban 634 Hijriyah atau akhir tahun 1236 Masehi sebuah kapal layar Popanguna menggunakan simbol bendera Buncaha strep-strep warna Kuning Hitam merapat di Kamaru, wilayah pesisir arah utara timur laut Pulau Buton. Kapal tersebut memuat bangsawan bernama Simalaui dan Sibaana (bersaudara) dikawal seorang sakti mandraguna bernama Sijawangkati bersama puluhan pengawalnya, yang diperkirakan berasal dari Bumbu, negeri melayu Pariaman.

Kedatangan mereka ke Pulau Buton diperkirakan lantaran terjadi pergolakan yang memaksa untuk meninggalkan tempat asalnya. Terbukti, setelah mereka membuat pemukiman di Kamaru, juga membangun sebuah perlindungan yang hingga kini dikenal dengan sebutan Benteng Wonco. Sijawangkati pun kemudian memohon diri untuk membuat pemukiman tersendiri di Wasuembu serta membuat Benteng Koncu di Wabula.

 

Masjid Al-Mubaroq Keraton Liya/Ft:informasibudayaliya.blogspot.com

 

 

Syahdan, beberapa waktu kemudian datang lagi dua buah kapal yang diburitannya ditandai dengan kibaran bendera Davialo berwarna Merah Putih di Teluk Kalumpa, tak jauh dari tempat pendaratan Simalaui, Sibaana, dan Sijawangkati dan rombongannya. Sijawangkati dan Sitamanajo menyambut kedatangan mereka. Ternyata, kedua kapal tersebut membawa Raden Sibahtera, Raden Jatubun dan Lailan Mangrani yang kesemuanya merupakan anak dari Raja Kerajaan Majapahit, Raden Wijaya. Setiap kapal memuat sekitar 40 orang pengikut.

Singkat cerita, kehadiran para pendatang tersebut, selain berupaya menjalin keakraban dengan warga di sekitar Pulau Buton, juga di antara pendatang saling menguatkan persahabatan. Raden Sibahtera yang diangkat menjadi Raja Buton mempermaisurikan Wa Kaa Kaa (Mussarafatul Izzati Al Fahriy). Sedangkan Sijawangkati menyunting Lailan Mangrani (Putri Raden Wijaya).

Dari perkawinan Sijawangkati dengan Lailan Mangrani membuahkan keturunan 2 anak laki-laki dan 1 perempuan. Anak tertua lelaki itulah yang kemudian diberi nama Gajah Mada. Sejak kecil Gajah Mada telah memperlihatkan kecerdasan dan kesaktian. Ayahnya, Sijawangkati yang disebut-sebut keturunan wali di negeri Melayu terkenal memiliki ilmu-ilmu kesaktian sudah berupaya menurunkan ilmunya kepada Gajah Mada sejak berusia 7 tahun. Ketika berumur sekitar 15 tahun, Gajah Mada lalu dibawa oleh ibunya (Lailan Mangrani) menemui kakeknya Raden Wijaya di Pulau Jawa.

Tatkala Kerajaan Majapahit dipimpin Jayanegara (1309 – 1328 M) — anak Raden Wijaya dari perkawinan dengan Dara Petak dari Jambi, Sumatera, Gajah Mada pun tampil berperan membantu melawan pemberontakan yang muncul dari lingkungan kerajaan sendiri. Dia memimpin pasukan Bhayangkara bertugas menjaga keamanan raja dan keluarganya.

Dahsyatnya Pemberontakan Kuti (1319 M) yang dipelopori salah seorang pejabat Kerajaan Majapahit, sampai memaksa Raja Jayanagara, berikut istri Raden Wijaya dan putrinya Tribhuwanattunggadewi, Gayatri, Wiyat, dan Pradnya Paramita mengungsi ke Bedander. Akan tetapi berkat kecerdikan dan kepiawaian Gajah Mada, pemberontakan dapat diredam. Raja dan keluarganya pun aman untuk kembali bertahta ke istana.

 

Tarian adat Liya di alun-alun masjid Keraton Liya/Ft:informasi budayaliya.blogspot.com

 

 

Pascaperistiwa tersebut Gajah Mada kemudian diangkat menjadi Menteri Wilayah (Patih) Majapahit, membawahi Daha dan Jenggala. Kepercayaan kepada Gajah Mada yang diberi gelar Pu Mada diperluas dengan kewenangan hingga Jenggala – Kediri yang meliputi Wurawan dan Madura. Setelah Mahapatih Kerajaan Majapahit Arya Tadah pensiun tahun 1329 M, kedudukannya digantikan oleh Gajah Mada.

Dari catatan yang dihimpun Forkom Kabali (www.informasibudayaliya.blogspot.com), ada yang menyebut Gajah Mada wafat 1364 akibat penghianatan Hayam Wuruk. Namun data lain yang dihimpun dengan sejumlah fakta pendukung, setelah Gajah Mada membaca gelagat pihak berkuasa di Kerajaan Majapahit tak lagi memberikan kepercayaan kepadanya, ia bersama sejumlah pengikut setianya melakukan pelayaran kembali ke tempat kelahirannya di wilayah kepulauan Wangiwangi, Buton.

Perjalanan pulang bersama rombongannya tersebut diperkirakan terjadi sekitar abad XIV, mendarat kembali di wilayah kepulauan Wangiwangi. Di pesisir pantai antara pelabuhan Sempo Liya dan Pulau Simpora terdapat Batu Parasasti yang dinamakan Batu Mada. Mahapatih Gajah Mada yang terkenal sebagai manusia memiliki banyak kesaktian tersebut kemudian memilih sebuah goa di wilayah Togo Mo’ori sebagai tempat Tapa Brata. Di dalam gowa di daratan Pulau Karang Wangiwangi yang bersambung ke laut lepas inilah diperkirakan Gajah Mada yang mengenggam cakram senjata andalannya lantas moksa (menghilang) dalam semedi. Sedangkan puluhan pengikutnya memilih sebuah gua di Batauga, Pulau Buton sebagai tempat semedi. Goa itu sampai sekarang masih dinamai sebagai Goa Mada di Kampung Mada Desa Masiri, Batauga.

Himpunan informasi berkaitan dengan perjalanan hidup Gajah Mada yang kini mendapat perhatian dari Forkom Kabali tersebut, tentu saja, perlu mendapatkan apresiasi dari pemerintah, dan terutama dari para sejarawan dan antropolog dalam rangka penyempurnaan catatan Sejarah Nasional kita.

Selain mengenai perjalanan hidup Gajah Mada, kini Forkom Kabali yang memokuskan diri di bidang pelestarian nilai-nilai tradisi, sejarah dan budaya Keraton Liya di Kabupaten Wakatobi, juga telah menghimpun data jika Mahisa Cempaka (cucu dari pasangan Ken Arok dan Ken Dedes) merupakan Raja Liya (1259 – 1260). Gundukan batu yang ditinggikan (Ditondoi) yang ada di depan Masjid ‘Al Mubaraq’ Keraton Liya adalah makam Mahisa Cempaka yang pernah bersama Rangga Wuni memimipin pemerintahan di Kerajaan Singosari di Pulau Jawa.

Di bawah gundukan batu Ditindoi yang di sekelilingnya ditumbuhi banyak Pohon Cempaka (Kemboja) yang telah berusia sekitar 800 tahun, diperkirakan terdapat sekitar 5 anggota dinasti Ken Arok, selain Mahisa Cempaka yang dimakamkan disitu. Model penguburan satu liang terdiri atas beberapa anggota keluarga, hingga saat ini masih terus terjadi di wilayah Liya, Wangiwangi.

Fakta ini, tentu saja, kebenarannya akan memberikan nuansa baru terhadap gambaran hubungan dan dinamika pergerakan masyarakat kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lalu. Batapa masyarakat dari Pulau Jawa sejak masa silam dengan sarana transportasi tradisional sudah dapat menjalin hubungan dengan warga di Kepulauan Wakatobi yang terhampar di Laut Banda, di arah tenggara Pulau Sulawesi. Dibandingkan saat ini, Presiden RI, SBY belum juga pernah berkunjung mememenuhi hasrat kerinduan banyak warga di kota atau kabupaten yang ada di sekitar Pulau Buton terhadap kehadiran Kepala Negara di wilayahnya.

Selain itu, berdasarkan himpunan informasi dan sejumlah bukti arkeolog, jauh sebelum dibangun Masjid ‘Al-Mubaraq’ Keraton Liya (1546 M), sudah ada sebuah masjid di wilayah Liya Togo dikenal dengan nama Masjid Togo Lamantanari. Masjid itu diperkirakan dibangun tahun 1238 M oleh 8 orang Persia dipimpin Haji Muhammad yang terhempas gelombang ke Pulau Wangiwangi setelah kapalnya remuk melabrak karang dalam pelayaran menuju Filipina. Tentu saja, ini merupakan masjid tertua di Indonesia, sudah ada sebelum agama Islam masuk ke Aceh pada abad XIII. Walaupun masjid sudah tiada, sampai hari ini, pada saat waktu shalat dhuhur dan masuk waktu shalat ashar setiap hari masih selalu terdengar suara kumandang azan dari sekitar lokasi masjid tua ini.

Kumandang azan yang sama sampai saat ini masih selalu terdengar dari sekitar makam H.Muhammad yang terletak di sekitar permandian Kohondao Liya Togo, Desa Woru, sekitar 800-an meter dari lokasi bekas masjid tua Togo Lamantanari.

Ada lima desa yang disebut dengan istilah ‘Liya Besar’, yakni Desa Liya Togo, Liya Bahari, Liya Mawi, Woru, dan Kapota (Bhs sanskrit, berarti Merpati Setia) di Pulau Wangiwangi yang kini menjadi bagian paling penting diperjuangkan oleh Lembaga Forkom Kabali untuk dijadikan sebagai Kawasan Desa Adat. Di dalamnya meliputi pelestarian Benteng Liya dengan perkampungan masyarakat adatnya yang meliputi luas hingga 20 km persegi.

Terjalinnya hubungan antara raja-raja yang ada di Pulau Jawa dengan raja-raja khususnya yang ada di Liya dan sekitarnya pada masa lalu, salah satunya juga dapat dilihat dari sejumlah nama tempat yang banyak menggunakan bahasa sangsekerta (Sanskrit).

29 Juni 2012

SEJARAH ARAB, MEKAH, KABAH & ZAMZAM

oleh alifbraja

SEJARAH ARAB, MEKAH, KABAH & ZAMZAM

Menurut Encyclopaedia Britannica and Encyclopaedia Islamia, Arab tidak mencatatkan mengenai sejarah mereka sebelum jaman Islam. Anehnya, mereka bahkan menyebut jaman itu sebagai jaman Jahiliyah yang penuh nista dan kegelapan. Mungkin tiada satu pun negara di dunia yang terang2an menghapus sejarahnya sendiri selama 2.500 tahun seperti Arab. Dimana secara sistematis menghancurkan segala yang berhubungan dengan masa lalu. Hal ini dilakukan karena mereka malu atas identitasnya sebagai bangsa budak.

 

Sejarah dunia mencatat bahwa bangsa Arab adalah keturunan dari Ismael, anak dari seorang budak yang bernama Hagar, yang diusir oleh Sarah, istri sah Ibrahim. Sarah kemudian melahirkan seorang anak yang bernama Ishak yang menjadi bapak bangsa Yahudi. Kecemburuan Ismael kepada Ishak inilah yang menyebabkan kecemburuan bangsa Arab kepada bangsa Yahudi. Kecemburuan Islam terhadap Yahudi, yang akhirnya merembet juga kepada Kristen.

 

Arab telah menghapus segala kenangan pra Islam dalam benak mereka. Mereka menggunakan Islam untuk menghapus stigma negatif mereka sebagai bangsa budak. Islam kemudian membalikkan status bangsa mereka menjadi bangsa pilihan Allah. Jika mereka memilih untuk jadi bodoh dan tidak tahu apa2 tentang masa lalu mereka, maka sungguh ironis bahwasanya mereka menuduh jaman sebelum Islam sebagai jaman bodoh dan tidak tahu apa2.

 

Untungnya, kita masih bisa menelusuri jaman sebelum Islam di Arabia. Pepatah terkanal mengatakan bahwa tidak mungkin bisa menghilangkan segala bukti. Sejarah Arab pra-Islam adalah sejarah Ksatria India atas tanah tersebut, di mana masyarakat menganut cara hidup Veda.

 

Sebagai usaha menyusun kembali sejarah Arabia pra-Islam, kami mulai dengan nama negara itu sendiri. Arabia itu adalah kata singkatan. Kata aslinya yang bahkan masih digunakan saat ini adalah Arbashtan. Asal katanya adalah Arvasthan. Seperti dalam bahasa Sansekerta, huruf “V” diganti jadi huruf “B”. Arva dalam bahasa Sansekerta berarti kuda. Arvasthan berarti tanah kuda, dan kita tahu bahwa Arabia memang terkenal akan kuda2nya. Pusat ibadah yakni Mekah juga berasal dari bahasa Sansekerita. Kata Makha dalam bahasa Sanskrit berarti api persembahan. Karena penyembahan terhadap Api Veda dilakukan di seluruh daerah Asia Barat di jaman pra-Islam, maka Makha berarti tempat yang memiliki kuil untuk menyembah api.

 

Hal ini secara jelas menunjukkan bahwa Jazirah Arab, jauh sebelum masa Islam, adalah jajahan dari Kerajaan India Kuno. Menurut sejarah, para Maharaja Candragupta (58 S.M. – 415 M.) memperluas Kerajaan Hindu yang mencakup India, hingga jauh sampai keseluruh Teluk Arabia. Para Maharaja ini adalah pengikut setia dewa-dewi Hindu khususnya Dewa Shiva (dewa bulan-Allat) dan istrinya Dewi Dhurga (dewi bulan-Allah. Silahkan lihat sejarah lengkapnya dilink berikut:

http://www.hinduunity.org/articles/islamexposed/preislamicarabia.html

http://hinduunity.org/articles/bharathistory/vedicpast1.html

 

Para Maharaja mempersembahkan kepada dewa-dewa mereka bangunan-bangunan kuil di seluruh wilayah kerajaan mereka (di Saudi Arabia saja sedikitnya ada 7 kuil peninggalan mereka, termasuk Kabah yang dibangun dimasa Raja Vikramaditya masih berdiri sampai saat ini). Bahkan setelah kerajaan Hindu ini runtuh, penduduk Arab masih percaya dan menyembah dewa-dewa itu dan mengagungkan kuil-kuil yang ada sampai datangnya masa nabi Muhammad. (Untuk lebih detailnya lihat artikel “Kabah, sebuah kuil Hindu” http://www.hinduism.co.za/).

 

Naskah Raja Vikramaditya yang ditemukan dalam Kabah di Mekah merupakan bukti yang tidak dapat disangkal bahwa Jazirah Arabia merupakan bagian dari Kekaisaran India di masa lalu, dan dia yang sangat menjunjung tinggi Deva Siva lalu membangun kuil Siva yang bernama Kabah. Naskah penting Vikramaditya ditemukan tertulis pada sebuah cawan emas di dalam Kabah di Mekah, dan tulisan ini dicantumkan di halaman 315 dari buku yang berjudul `Sayar-ul-Okul’ yang disimpan di perpustakaan Makhtab-e-Sultania di Istanbul, Turki. Inilah tulisan Arabnya dalam huruf latin:

 

“Itrashaphai Santu Ibikramatul Phahalameen Karimun Yartapheeha Wayosassaru Bihillahaya Samaini Ela Motakabberen Sihillaha Yuhee Quid min howa Yapakhara phajjal asari nahone osirom bayjayhalem. Yundan blabin Kajan blnaya khtoryaha sadunya kanateph netephi bejehalin Atadari bilamasa- rateen phakef tasabuhu kaunnieja majekaralhada walador. As hmiman burukankad toluho watastaru hihila Yakajibaymana balay kulk amarena phaneya jaunabilamary Bikramatum”. (Page 315 Sayar-ul-okul).[Note: The title `Saya-ul-okul’ signifies memorable words.]

 

Terjemahan bahasa Indonesianya adalah:

“Beruntunglah mereka yang lahir dan hidup di masa kekuasaan Raja Vikram. Dia adalah orang yang berbudi, pemimpin yang murah hati, berbakti pada kemakmuran rakyatnya. Tapi pada saat itu kami bangsa Arab tidak mempedulikan Tuhan dan memuaskan kenikmatan berahi. Kejahatan dan penyiksaan terjadi di mana2. Kekelaman dosa melanda negeri kami. Seperti domba berjuang mempertahankan nyawa dari cakaran kejam serigala, kami bangsa Arab terperangkap dalam dosa. Seluruh negeri dibungkus kegelapan begitu pekat seperti malam bulan baru. Tapi fajar saat ini dan sinar mentari penuh ajaran yang menyejukkan adalah hasil kebaikan sang Raja mulia Vikramaditya yang pimpinan bijaksananya tidak melupakan kami yang adalah orang2 asing. Dia menyebarkan agamanya yang suci diantara kami dan mengirim ahli2 yang cemerlang bersinar bagaikan matahari dari negerinya kepada kami. Para ahli dan pengajar ini datang ke negeri kami untuk berkhotbah tentang agama mereka dan menyampaikan pendidikan atas nama Raja Vikramaditya. Mereka menyampaikan bimbingan sehingga kami sadar kembali akan kehadiran Tuhan, diperkenalkan kepada keberadaanNya yang suci dan ditempatkan di jalan yang Benar.”

 

Istilah Kabah sendiri berasal dari kata Sanskrit Gabha (Garbha + Graha) yg berarti Sanctum (tempat suci).

 

Kitab suci Weda Harihareswar Mahatmya menyebut bahwa jejak kaki Dewa Wisnu disucikan di Mekah. Bukti akan fakta ini adalah bahwa Muslim menyebut kuil ini Haram yang merupakan penyesuaian dari kata Sansekerta, Hariyam, yaitu. tempat Dewa Hari alias Dewa Vishnu. Jejak kaki Vishnu disucikan di tiga tempat suci: Gaya, Mekah dan Shukla Teertha. Mengukir jejak kaki macam itu merupakan adat Weda yang dicontek Muslim. Muslim menganggap bahwa ukiran jejak kaki ini disejumlah mesjid dan tempat2 suci Muslim diseputar dunia adalah jejak kaki Muhammad ! Diluar kuil hindu, biasanya juga terdapat singasana dewa Brahma, oleh karenanya di Mekah, singasana Brahma itu dianggap sebagai makam Ibrahim..

 

Tradisi Hindu lainnya yang masih berhubungan dengan kabah adalah sungai gangga, menurut tradisi Hindu, Gangga tidak dapat dipisahkan dari lambang Siva sebagai bulan Sabit, kemanapun lambang Siva (bulan sabit), disitu pasti juga terdapat Gangga, fakta dari persatuan tersebut terdapat di dekat kabbah. Airnya dianggap keramat karena secara tradisional sudah dianggap sebagai gangga sebelum Islam (yaitu Zam-zam)

 

Bahkan hingga hari ini, para peziarah Muslim yang menyaksikan kaabah untuk haji memandang Zam-zam ini dengan penghormatan hingga menaruhnya kedalam botol sebagai Air keramat bagi mereka, sama seperti yang dilakukan umat hindu hindia terhadap kesucian sungai Gangga.

 

LALU BAGAIMANAKAH SEJARAH KOTA MEKAH DAN KABAH ?

 

BENARKAH KOTA MEKAH, KABAH DAN ZAMZAM SUDAH ADA SEJAK JAMAN IBRAHIM.

 

APAKAH KLAIM TERSEBUT MEMILIKI BUKTI SEJARAH?

 

Ataukah hanya kebohongan yang sengaja diciptakan untuk menaikkan martabat bangsa Arab?

 

Uraian berikut akan membahas keabsahan klaim Islam tersebut dengan membandingkan dengan sumber-sumber sejarah lainnya.

 

Tulisan berikut dibagi menjadi 7 bagian, yaitu :

 

1. Bagian Pertama

Membahas klaim muslim dan apa yang dikatakan oleh sumber-sumber Islam tentang klaim tersebut.

 

2. Bagian Kedua : Nabonidus (6 SM)

Membahas laporan raja Nabonidus dari Babylon (pertengahan abad 6 SM)

 

3. Bagian Ketiga : Herodotus

Membahas laporan sejarawan Yunani yang hidup di abad 5 SM

 

4. Bagian Keempat : Strabbo (23/24 SM)

Membahas laporan yang dibuat oleh sejarawan Romawi yang bernama Strabbo yang melakukan perjalanan ke jazirah Arab hingga Yaman sekitar tahun 24 – 23 SM.

 

5. Bagian Kelima : Diodorus Siculus (abad 1 M)

Membahas klaim bohong Islam dengan memanfaatkan tulisan Diodorus Siculus.

 

6. Bagian Keenam : Pliny (77 M)

Membahas daftar kota-kota di Arab yang dibuat oleh Pliny.

 

7. Bagian Ketujuh : Claudius Ptolemy (150 M)

Membahas klaim bohong Islam dengan memanfaatkan tulisan Ptolemy

 

8. Bagian Kedelapan : Procopius dari Cesarea (abad 6 M)

Membahas laporan sejarawan Procipius dari Kaisarea yang hidup sekitar 550 M atau sejaman dengan kakek dan ayah Muhammad SAW hidup.

 

 

BAGIAN PERTAMA : MENURUT SUMBER ISLAM

 

Klaim muslim yang mengaitkan Mekah, Kabah dan Zamzam dengan Ibrahim dan Ismail didasarkan atas beberapa sumber berikut :

 

Kabah sudah ada dijaman Ibrahim. Sumber :

 

QS 2 : 125

Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebahagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: “Bersihkanlah rumah-Ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i`tikaaf, yang ruku` dan yang sujud”.

 

Kota Mekah sudah ada sejak jaman Ibrahim dan Ismail. Sumber :

 

Sirah Ibnu Ishaq

Kisah Sejarah Nabi Tertua

Muhammadiyah University Press, Jilid 1, halaman 65 :

Ketika Ismail, putera dari Ibrahim meninggal, putranya yang bernama Nabit mendapat tugas menjadi pemimpin dan penguasa Kabah, kemudian tugas tersebut dilanjutkan oleh Mudzadz bin Amr al-Jurhumi. Anak keturunan Ismail dan anak keturunan Nabit bersama kakek mereka Mudzadz bin Amr dan paman-paman dari pihak ibu mereka dari Jurhum, dan anak keturunan Qatura, yang merupakan sepupu Jurhum, waktu itu adalah penduduk Mekah. Meraka datang dari negeri Yaman, dan mengadakan perjalanan bersama-sama kenegeri Mekah. …. Kemudian Tuhan melipat gandakan keturunan Ismail di Mekah.

 

Mata Air Zam-Zam sudah ada sejak jaman Ibrahim dan Ismail. Sumber :

 

Hadis Sahih Bukhari

Volume 4, buku 55, nomor 583 :

Ketika air di kantung kulit telah habis, Hagar menjadi haus, begitu pula Ismail. Hagar melihat Ismail yang dalam keadaan menderita kehausan. Hagar meninggalkan Ismail karena tidak tahan melihat penderitaan Ismail. …….. . Hagar terus menurt berlari antara Safa dan Marwa hingga tujuh kali. Rasulullah berkata, “Kejadian inilah yang mendasari tradisi jemaah haji berjalan antara Safa dan Marwa” Ketika Hagar mencapai bukit Marwa dia mendengar satu suara, Hagar kemudian berkata, “O, siapapun engkau, kamu telah membuatku mendengar suaramu, apakah engkau bisa membantuku? Dan ajaib, Hagar kemudian melihat satu malaikat di lokasi Zam Zam sedang menggali tanah, hingga akhirnya air memancar dari tempat itu….

 

Jadi kota Mekah sudah mulai dihuni dari sekitar tahun 2000 SM, dan terus dihuni hingga terjadi pengusiran suku Jurhum oleh suku Kinana dan Khuza’a. Sumber :

 

Sirah Ibnu Ishaq

Kisah Sejarah Nabi Tertua

Muhammadiyah University Press, jilid 1, halaman 67

Sementara waktu berjalan, suku Jurhum yang menguasai kota Mekah mulai bersikap kurang baik dan sok kuasa. Siapa saja yang memasuki kota Mekah yang bukan dari kerabat mereka diperlakukan dengan buruk……. Bani Bakar bin Abdul Manat bin Kinana dan Bani Ghubsan dari Khuza’a sepakat untuk memerangi suku Jurhum dan bertekat untuk mengusir mereka dari Mekah …. Dan berhasil mengusir suku Jurhum dari Mekah. …. Amir bin Harits bin Mudzadz al Jurhumi membawa dua patung rusa dari Kabah dan batu pojok (harusnya : BATU HITAM) dan menguburnya di sumur Zamzam, dan kemudian pergi meninggalkan Mekah bersama orang-orang Jurhum ke Yaman.

 

Kejadian ini terjadi sekitar pertengahan abad ke 2 M. Sumber :

 

Sejarah Hidup Muhammad

Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury

Robbani Press1998, halaman 18 :

Dengan bantuan keturunan Adnan, yakni bani Bakr bin Andi Manaf bin Kinanah, mereka melakukan penyerangan terhadap Jarham sehingga berhasil mengusir mereka dan menguasai Makkah pada pertengahan abad ke 2 M….. Amru bin al-Harits bin Madladl bin al Jarhami mengeluarkan dua patung kijang yang terbuat dari emas milik Kabah dan hajar aswad, lalu disimpan dalam sumur zamzam.

 

Patung rusa, BATU HITAM dan sumur Zamzam baru sekitar 300 tahun kemudian ditemukan lagi oleh Abdul Muthalib, kakek Muhammad SAW. Sumber :

 

Sirah Ibnu Ishaq

Kisah Sejarah Nabi Tertua

Muhammadiyah University Press, jilid 1, halaman 64

Ketika Abdul Muttalib sedang tertidur disamping Kabah, dia mendapat mimpi yang menyuruhnya untuk menggali Zamzam …… Suku Jurhum telah menguruk tempat tersebut ketika mereka meninggalkan Mekah. Ini adalah sumur Ismail, anak Ibrahim, dimana Tuhan memberinya air ketika dia kehausan pada saat dia masih bayi.

 

Sumber :

Ibid, jilid 1, halaman 67

Ketika Abdul Muttalib telah mendapatkan kesimpulan tentang letak dari tempat yang hendak digali, dan ternyata tempatnya sama dengan apa yang disebut dalam mimpinya, dia mengambil sebuah cangkul dan mengajak putra satu-satunya saat itu al-Harits dan mulailah dia menggali. Ketika bagian atas dari sumur itu tampak, dia berseru ‘Allah akbar!’. Orang-orang Quraish yang mendengar teriakan Abdul Muttalib datang … dan berkata, “Ini adalah sumur dari nenek moyang kami Ismail ….”

 

Dari sumber Ibn Ishaq diatas terlihat bagaimana kebohongan tradisi Islam dibuat. Sulit dibayangkan hal-hal sebagai berikut :

 

• suku Jurhum yang kalah perang dapat mengambil 2 patung rusa dan BATU HITAM dari Kabah

• suku Jurhum yang kalah perang dapat memasukkannya dalam sumur Zamzam dan menguruknya hingga sumur zam-zam berhenti mengalir.

• Bagaimana mungkin suku Kinana dan Khuza’a tidak curiga melihat hilangnya batu hitam dan sumur Zamzam yang tiba-tiba diurug, dan kemudian tidak berusaha mencari batu hitam.

 

Jika suku Kinana dan Khuza’a bukan orang gila – melihat sumur Zamzam yang adalah mata air dan sumber kehidupan utama tiba-tiba saja diurug suku Jurhum hingga berhenti mengalir – mereka akan langsung menggalinya lagi untuk mendapatkan air.

 

Jadi dari kejanggalan kisah diatas dapat disimpulkan :

• Tidak ada sumur Zamzam dijaman Jurhum berkuasa, apalagi dijaman Ismail sekitar 2000 SM.

• Sumur Zamzam memang baru ditemukan oleh Abdul Muttalib diawal abad 6 M.

• Batu hitampun juga baru ditemukan oleh Abdul Muttalib diawal abad 6 M.

 

Itulah sebabnya Umar sama sekali tidak menaruh hormat pada BATU HITAM, karena tampaknya dia tahu bahwa batu hitam memang baru ditemukan oleh Abdul Muthallib.

 

Sahih Bukhari 2.667

Dikisahkan oleh Abis bin Rabia : Umar menghampiri lokasi dekat Batu Hitam dan menciumnya dan berkata, “Tidak ada keraguan, aku tahu kamu hanyalah batu yang tidak akan menguntungkan atau merugikan siapapun. Jika saja aku tidak melihat rasulullah menciummu, aku tidak akan menciummu”

 

Bahkan sumber Islam sendiri meragukan klaim bahwa Kabah sudah ada sejak jaman Ibrahim dan Ismail. Kutipan ini mengisahkan raja Abu Karib Tiban As’ad yang berasal dari Yaman yang saat itu melakukan perjalanan ke Yatsrib. Sumber :

 

Sirah Ibnu Ishaq Kitab Sejarah Nabi Tertua

Muhammadiah University Press, Juni 2002,

Jilid 1, halaman 15 – 16.

Halaman 15 :

Tubba menulis baris-baris berikut tentang perjalanannya, apa yang dia lakukan terhadap Madinah dan Ka’bah, …….

………

Aku tidak tahu tentang adanya kuil yang murni

Yang dipersembahkan untk tuhan di lembah Mekah,

……..

 

Menurut sumber berikut Abu Karib Tiban As’ad memerintah di Yaman dari tahun 410 hingga 435 M.

 

Sumber :

Sabaean Inscriptions from Mahram Bilqis (Ma’rib),

Jamme, W.F

Johns Hopkins Press, Baltimore, 1962, Volume III, halaman 387

http://religionresearchinstitute.org/mecca/classical.htm

 

…. he reigned in Yemen from 410 to 435 A.D.

 

 

Jadi selambat-lambatnya pada tahun 435 M, Kabah di Mekah tidak diketahui oleh seorang raja dari Yaman. Konsekuensi lebih lanjut adalah tampaknya Mekah dan Kabah pada saat itu bukanlah tempat pemujaan yang utama di Arab melainkan hanyalah salah satu dari sekian banyak tempat pemujaan di tanah Arab. Bahkan tampaknya disetiap kota pasti mempunyai kuil suci yang dipersembahkan pada tuhannya kota yang bersangkutan.

 

QS 27 : 91 : Aku hanya diperintahkan untuk menyembah Tuhan negeri ini (Mekah)

Terjemahan Inggris dari Yusuf ali :

QS 27 : 91 : For me, I have been commanded to serve the Lord of this city

 

Itulah sebabnya saat penduduk Taif sebuah kota sekitar 50 km tenggara Mekah diserbu oleh Abrahah dengan pasukan gajahnya, penduduk Taif justru menyarankan mereka untuk memusnahkan kuil yang di Mekah saja bahkan menawarkan diri untuk mengantar Abrahah ke Mekah. Sumber :

 

Sirah Ibnu Ishaq

Kisah Sejarah Nabi Tertua

Muhammadiyah University Press, jilid 1, halaman 34

Mereka berkata kepada Abrahah : Wahai sang raja, kami adalah para budakmu yang memperhatikan dan patuh kepadamu. Kami tidak punya perkara apapun denganmu, begitu juga dengan tempat peribadatan kami – maksudnya adalah Al-Lat – tidak termasuk apa yang kamu cari. Kamu hanya menginginkan kuil yang ada di kota Mekah, dan kami menyertakan untukmu seseorang untuk mengantarmu ke sana.

 

Sangat unik karena selain tidak tahu lokasi Mekah, ternyata siapa nama pemimpin di Mekahpun tidak diketahui oleh Abrahah. Sumber :

 

Ibid, halaman 35

Abrahah mengirim seorang suku Himyari yang bernama Hunata ke Mekah untuk mengetahui siapa yang menjadi pemimpin tertinggi di Mekah dan untuk menyampaikan kepadanya bahwa maksud kedatangan dia bukanlah untuk berperang melainkan dengan mereka tetapi untuk menghancurkan Kabah …

 

Konsekuensi lebih lanjut dari kutipan diatas adalah :

• Kabah di Mekah tidak dihormati sebagai peninggalan dari Ibrahim dan Ismail.

• Kota Mekah sama sekali bukan kota yang penting, sangat mungkin hanya merupakan pemukiman kecil.

• Bahkan sekitar tahun 550-an M, lokasi Kabah dan Mekahpun tidak diketahui oleh raja Abrahah dari Yaman sampai harus di tunjukkan oleh penduduk Taif.

 

Bahkan salah satu puisi yang digantung di Kabah pada masa pra Islampun memberikan indikasi tentang waktu pembangunan Kabah yang jauh lebih belakang daripada masa Ibrahim dan Ismail yang selama ini diklaim. Sumber :

 

The Sacred Books and Early Literature of the East

Charles F. Horne

Parke, Austin, & Lipscomb, 1917, Vol. V: Ancient Arabia, halaman 19 – 40.

http://www.sacred-texts.com/isl/hanged/hanged3.htm

The poem of Zuhair

Kemudian aku bersumpah demi kuil

Yang dikelilingi oleh orang-orang yang berjalan

Mereka yang membangun, dari suku Quraish dan Turhum

 

Quraish sendiri adalah moyang Muhammad SAW menurut sumber-sumber Islam berikut.

http://media.isnet.org/islam/Silsilah/Muhammad02.html

 

00 IBRAHIM

01 Isma’eel

02 Nabit

03 Yashjub

04 Tayrah

05 Nahur

06 Muqawwam

07 Udad

08 ‘Adnan

09 Mu’ad

10 Nizar

11 Mudhar

12 Ilyas

13 Mudrika

14 Khuzayma

15 Kinana

16 AL NADR (AL QURAYSH)

17 Malik

18 Fihr

19 Ghalib

20 Lu’ayy

21 Ka’ab

22 Murra

23 Kilab

24 Qussayy (Real name: Zayd)

25 ‘Abdu Manaf (Real name: Al Mughira)

26 Hashim (Real name: ‘Amr) as Banu Hashim

27 ‘Abdu Al Mutallib (Real name: Shaiba)

28 ‘Abdullah

29 MUHAMMAD saw

 

Jadi Quraish hidup 13 generasi sebelum Muhammad SAW.

Menurut hitungan sederhana :

Jika 1 generasi adalah sekitar 30 tahun, beda waktu antara Quraish dan Mahammad SAW adalah 13 x 30 = 390 tahun. Muhammad lahir sekitar 570 M Berarti Quraish hidup sekitar 570 – 390 = tahun 180 M. Jadi cocok dengan apa yang ditulis oleh Syaikh Shafiyyur Rahman Al-Mubarakfury yang menyatakan bahwa keturunan Adnan menyerbu Jurhum sekitar pertengahan abad ke 2 M. Jadi tampaknya baru pada akhir abad ke 2 itulah kota Mekah dan Kabah dibangun.

 

Makanya sumber Islampun kacau balau tentang waktu pembangunan Kabah. Sumber :

 

Tafsir Ibn Kathir terhadap QS 3 : 96 :

Dapat diakses di : http://www.tafsir.com/default.asp?sid=3&tid=8799

[96] Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakka (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia. Imam Ahmad mencatat bahwa Abu Dharr berkata; “Aku berkata, “O Rasulullah, masjid mana yang pertama dibuat didunia ini?. Dia berkata, “Al-Masjid Al Haram (di Mekah)”. Aku berkata, “Mana yang dibangun setelah itu?”. Dia menjawab, “Al-Masjidil Al-Aqsa (di Yerusalem)”. Aku berkata, “Berapa jangka waktu antara pembangunan kedua bangunan itu?” Dia berkata, “Empat puluh tahun”

 

Menurut perhitungan :

Abraham dan Ismail hidup sekitar tahun 1900 SM – 2000 SM

Raja Salomo (Sulaiman) yang membangun bait Allah di Yerusalem hidup seitar 1000 SM – 970 SM. Jadi ada beda waktu 1000 tahun antara Ismail (yang membangun Kabah = Masjidil Haram) dengan raja Salomo (yang membangun Bait Allah di Yerusalem).

Jadi bagaimana bisa dikatakan beda waktu keduanya hanya 40 tahun?

 

 

BAGIAN KEDUA : NABONIDUS SUMBER BABILON (550 SM)

Keberadaan Mekah juga luput dari catatan sejarah seorang raja dari Babilonia yaitu Nabonidus yang menguasai wilayah Arab. Raja Nabonidus memindahkan kerajaannya ke Teima, sebuah kota di sisi utara Medinah selama 10 tahun (550 SM – 540 SM) yang tercatat dalam Syair Kisah Nabonidus.

 

Sumber :

Ancient Records from North Arabia,

F.V.Winnett and W.L.Reed,

University of Toronto Press, 1970, halaman 89

Nabonidus membunuh pangeran dari Teima dan mengambil alih kediamannya dan kemudian membangun istananya dilokasi itu seperti istananya di Babylonia.

 

Masih menurut sumber diatas, halaman 91, dari inskripsi yang ditemukan di Harran – kota asal Nabonidus – tercatat bahwa dia juga menaklukkan kota-kota di Hijaz, diantaranya adalah Yathrib (Medina) dan Khaybar. Kota Khaybar sendiri terletak di utara Medina sekitar 100 km dalam arah menuju ke Teima. Namun sama sekali tidak ada penyebutan kota Mekah.

Ini mengindikasikan bahwa kota Mekah memang belum ada saat itu, makanya tidak muncul dalam panggung sejarah dipertengahan abad ke 6 SM.

 

 

BAGIAN KETIGA : HERODOTUS

 

Herodotus adalah sejarawan Yunani yang hidup 484 SM hingga 430 SM/420 SM. Menuliskan sebuah buku berjudul The History yang diterbitkan sekitar tahun 425 SM. Buku ini adalah narasi sejarah tentang perang Greco – Persia. Dalam buku 3 nya Herodotus menuliskan Arab Selatan sebagai berikut.

 

Sumber :

http://www.fordham.edu/halsall/ancient/Herodotus#Herodotus

Arabia arah selatan adalah lokasi yang paling akhir dihuni, dan wilayah inilah satu-satunya yang memproduksi kemenyan, mur, kasia, kayu manis dan madat.

 

Jadi catatan Herodotus bertentangan dengan sumber Islam yang mengklaim wilayah Mekah sudah dihuni semenjak abad ke 20 SM dan menjadikan wilayah ini yang pertama dihuni dan dari Mekahlah kemudian keturunan Ismail menyebar ke segala penjuru Arab.

Catatan sejarah adalah jelas, Arab Selatan adalah wilayah yang paling akhir dihuni. Ini sangat jelas karena migrasi dari Mesopotamia kuno adalah menuju ke wilayah barat daya arah Israel dan ke selatan melalui pantai timur jazirah Arab dari Qatar, Uni Emirat Arab, Oman dan Yaman. Itulah sebabnya wilayah Arab Utara dan Yaman lebih dahulu didiami dibandingkan wilayah Arab Selatan. Jika Khaybar dan Medina baru muncul di sekitar abad 6 SM, ini berarti di abad 6 SM Mekah pasti belum ada karena letaknya lebih selatan lagi dari Medinah. Jadi bagaimana mungkin Mekah sudah ada di abad 20 SM.

 

 

BAGIAN KEEMPAT : STRABBO SUMBER ROMAWI (23/24 SM)

Di tahun 30 SM, Mesir takluk dan menjadi salah satu provinsi Romawi. Setelah menaklukkan Mesir, Romawi berusaha meneruskan penaklukkannya ke wilayah jazirah Arab hingga ke Yaman yang pada waktu itu adalah sebuah kerajaan besar. Di tahun 23 / 24 SM, pemerintah Romawi mengutus Aelius Gallus, gubernur Mesir untuk memimpin penaklukan tersebut.

 

Sumber :

History of Rome, Buku LIII.xxix. 3 – 8

Dio Cassius, 220 M

http://www.fordham.edu/halsall/ancient/arabia1.html#Dio%20Cassius

Tahun 23 SM : Sementara semuanya berjalan, satu ekspedisi baru dimulai dan diakhiri. Ekspedisi itu dipimpin oleh Aelius Gallus, gubernur Mesir, terhadap wilayah Arab Felix.

 

Dalam ekspedisi ini diikutsertakan seorang sejarawan dan ahli geografi yang bernama Strabo (meninggal 22 M) yang kemudian mencatat peristiwa ini dalam 16 buku karangannya.

 

Informasi peta wilayah Arabia dapat diakses disini.

http://www.lib.utexas.edu/maps/middle_east_and_asia/saudi_arabia_pol_2003.jpg

 

Sumber-sumber kutipan berikut diambil dari :

Geography, Buku XVI, Chap. iv, 1-4, 18-19, 21-26

http://www.fordham.edu/halsall/ancient/arabia1.html#Strabo

 

Dalam buku ini, dikutip kota-kota yang dilalui oleh Gallus dalam perjalanan pergi dan pulangnya. Gallus melewati 2 jalur yang berbeda, dimana jalur pergi adalah melalui gurun pasir di bagian timur sisi Laut Merah, sementara jalur pulang adalah melalui jalur tepi laut Merah. Gallus berangkat dari wilayah kanal di sekitar sungai Nile dan ini hanya mungkin dari sekitar wilayah Suez sekarang. Kota pertama yang disinggahi adalah Leuce Come.

 

Sumber :

Strabo, XVI.iv.23.

Gallus membuat tidak kurang dari 80 perahu di Cleopatris, dekat dengan kanal tua yang bersumber dari sungai Nil …. Dia membuat 130 kapal, dimana dia berangkat dengan 10.000 pasukan …… dia sampai di Leuce Come dihari ke 15, sebuah tempat perdagangan yang besar di wilayah Nabatean …..

 

Wilayah Nabatean sendiri adalah terbentang antara perbatasan Syria dengan Arab dari sungai Eufrat hingga Laut Merah.

 

Sumber :

Encyclopaedia Britannica, sub topik Nabatean

Anggota masyarakat Arab kuno yang mendiami perbatasan antara Syria dan Arab, dari sungai Eufrat hingga Laut Merah ….

 

Leuce Come ini masih didaerah kekuasaan Nabatean, jadi lokasinya masih dekat dengan perbatasan Syria. Jadi kemungkinan adalah kota Al-Wajh modern di wilayah Tabuk – Arab Saudi. Perjalanan berlanjut menuju wilayah kekuasaan Aretas.

 

Sumber :

Strabo, XVI.iv.24.

… Setelah berjalan beberapa hari, Gallus mencapai wilayah kekuasaan Aretas, yang beraliansi dengan Obodas. Aretas menerimanya dengan ramah dan memberi hadiah. Tapi karena kebohongan Syllaeus (vivaldi : penunjuk jalan Gallus), Gallus harus melalui jalan yang sangat sulit melalui wilayah tersebut, dimana dia menghabiskan 30 hari melaluinya.

 

Sangat mungkin Aretas ini adalah penguasa wilayah Medinah. Sementara Obodas adalah penguasa Khaybar. Kedua kota ini berdekatan sehingga sangat mungkin keduanya beraliansi. Dengan tidak disebutkan nama kotanya menunjukkan bahwa ke 2 kota ini adalah kota yang sudah diketahui oleh umum. Medina dan Khaybar sudah disebutkan dalam jaman Nabonidus (550 SM), jadi diabad ke 1 SM pasti sudah merupakan kota yang dikenal. Dari Al-Wajh ke Medinah berjarak sekitar 380 km dengan melalui bukit-bukit yang cukup sulit tergambar dari kutipan diatas. Secara rata-rata Galus hanya dapat maju sekitar 13 km tiap harinya. Kota berikutnya adalah Negrani.

 

Sumber :

Strabo, XVI.iv.24.

Wilayah selanjutnya yang didatanginya adalah kekuasaan suku nomaden, dan hampir seluruhnya adalah padang pasir. Wilayah itu disebut Ararene. Rajanya bernama Sabos. Gallus menghabiskan 50 hari melalui wilayah ini dan mencapai kota Negrani, wilayah subur yang telah ditinggalkan dengan sukarela. Raja telah melarikan diri dan kota diduduki segera. Setelah berjalan 6 hari dari sini, dia mencapai sebuah sungai [di wilayah Minae].

 

Perjalanan yang dilakukan adalah sekitar 50 hari melalui gurun pasir sebelum mencapai Negrani. Sangat mungkin Negrani disini adalah kota Taif. Jarak antara Medinah dengan Taif adalah sekitar 500 km,dilewati dalam 50 hari, berarti kecepatan adalah sekitar 10 km / hari. Kecepatan yang rendah ini karena sangat mungkin pada saat terjadi badai mereka harus berhenti berjalan.

 

Tiga indikasi lain yang menguatkan Negrani adalah Taif adalah :

• Karena dari sini dengan berjalan selama 6 hari kearah selatan mereka menemukan sungai. Sungai ini adalah sebuah sungai yang terletak disebelah utara Al-Qunfudhah. Jarak antara Taif hingga sungai adalah sekitar 150 km, berarti mereka berjalan dengan kecepatan sekitar 25 km / hari.

• Kota ini sama seperti Medinah berada disisi timur jajaran pegunungan. Jadi Gallus tampaknya berjalan menyusur tepi pegunungan.

• Kota Al-Qunfudhah dengan sungainya relatif sudah dekat Yaman modern, yaitu sekitar 300 km arah utara Yaman. Jadi sangat mungkin kota al-Qunfudhah dan sungainya dijaman Gallus berada dibawah kekuasaan Minae dari Yaman.

 

Sumber :

Encyclopaedia Britannica, sub topik : Yemen

Tiga kerajaan yang paling terkenal dan terbesar adalah Minaean, Saba dan Himyar, semuanya terkenal dalam sejarah kuno Mediteran, periode kekuasaan mereka berlangsung antara 1200 SM hingga 525 M.

 

Perjalanan berlanjut menuju Asca.

 

Sumber :

Strabo, XVI.iv.24.

Jadi setelah menemukan sungai, Galus segera mendapati sebuah kota yaitu Asca yang sangat mungkin adalah Qal’at. Jarak dari sungai ke Qal’at cukup dekat hanya sekitar 150 km. Jadi dapat ditaklukkan dengan segera.

 

Kemudian menuju Athrula.

 

Sumber :

Strabo, XVI.iv.24.

Dia kemudian mencapai kota Athrula, dan menaklukkannya tanpa perlawanan, menempatkan satu garnisun disana, dan mengumpulkan persediaan untuk perjalanan selanjutnya, terdiri dari gandum dan kurma.

 

Sangat mungkin Athrula adalah kota Najran karena disinilah mereka menambah perbekalan karena Najran adalah kota yang subur dengan oasis. Sejarah mencatat kota ini dikunjungi Romawi pertama kali ditahun 24 SM yang adalah waktu saat Gallus melakukan ekspedisinya.

 

Sumber :

Encyclopaedia Britannica, sub topik : Najran

Kota, oasis …. Pertama kali dikunjungi orang Romawi di tahun 24 SM…. Najran adalah kota utama yang menghasilkan kemenyan dan mur yang menyuplai wilayah Mediterania dan Timur tengah antara 1000 SM dan 600 M.

 

Kemudian ke Marsiaba.

 

Sumber :

Strabo, XVI.iv.24.

Dia melanjutkan ke kota Marsiaba, yang dikuasai bangsa Rhammanita, yang takluk dibawah Ilasarus. Gallus menyerang dan mengepung kota selama 6 hari, dan meninggatkan kepungan akibat kekurangan air.

 

Sangat mungkin Marsiaba ini adalah Mar’ib sebuah kota yang terkenal dengan bendungannya yang jebol pada tahun 450 / 451 M.

 

Jadi dalam perjalanannya hingga mencapai Yaman, tidak ada sebuah kota yang bernama Mekah sama sekali. Jika saat itu Mekah sudah ada dengan mata airnya yaitu Zam Zam yang melimpah, tentu saja kota ini akan disinggahi oleh Gallus.

 

Di padang pasir, orang mungkin bisa menyembunyikan laut, TAPI TIDAK BISA MENYEMBUNYIKAN OASIS.

 

Setelah kegagalan menaklukkan Marsiaba, Gallus memutuskan untuk kembali ke Mesir. Dalam perjalanan pulang ini Gallus menggunakan jalan lain yang ternyata lebih cepat. Kota pertama adalah Negrana.

 

Sumber :

Strabo, XVI.iv.24.

dia memiliki waktu untuk mengambil rute lain untuk kembali, Gallus mencapai Negrana dalam 9 hari, dimana terjadi pertempuran.

 

Negrana sangat mungkin adalah Sa’dah modern di Yaman.

Jarak Mar’ib ke Sa’dah adalah sekitar 240 km, ditempuh dalam 9 hari. Berarti mereka berjalan rata-rata 27 km / hari. Kemudian Seven Wells (Tujuh Sumur).

 

Sumber :

Strabo, XVI.iv.24.

dan kemudian dalam 11 hari mencapat “Tujuh Sumur”, tempat yang dinamakan menurut keberadaan sumur-sumur tersebut. Kemudian mereka berjalan melalui gurun pasir dan tiba di sebuah pemukiman bernama Chaala.

 

Para ahli menyatakan bahwa Tujuh Sumur ini adalah Al-Qunfudhah. Jarak Sa’dah ke Al-Qunfudhah adalah sekitar 370 km,ditempuh dalam 11 hari. Berarti mereka berjalan rata-rata 34 km / hari. Sementara Chaala kemungkinan adalah Al-Lith modern. Kemudian menuju Malothas.

 

Sumber :

Strabo, XVI.iv.24.

Dan kemudian menuju Malothas, yang terletak disebuah sungai.

 

Kota ini terletak ditepi sebuah sungai dan sangat mungkin adalah kota Jedah modern karena ada sebuah sungai disana.

 

Sumber :

Strabo, XVI.iv.24.

Jalan ini kemudian melalui padang pasir, yang hanya memiliki sangat sedikit tempat berair, hingga mencapai Egra. Kota ini masuk wilayah Obodus dan terletak ditepi pantai.

 

Setelah Jeddah, mereka mendapati Egra yang sangat mungkin adalah Yanbu modern karena terletak ditepi Laut Merah. Lagi-lagi dalam perjalanan balik ini tidak ada kota dengan ciri-ciri Mekah disebutkan.

 

Kesimpulan :

Dalam perjalanan menuju Yaman, setelah mendarat di Al-Wajh, Gallus dan pasukannya bergerak kearah tenggara menuju jalur padang pasir dengan melewati kota Medinah – Taif – Qal’at – Najran dan berusaha menaklukkan Mar’ib. Sementara perjalanan pulang melewati jalur Mar’ib – Sa’dah – al-Qunfudhah – Al-Lith – Jedah dan Yanbu.

 

Tidak ada sama sekali penyebutkan kota seperti Mekah yang memiliki mata air Zam-Zamnya. Jika saja Mekah dengan mata air zam-zamnya sudah ada sejak jaman Abraham (2000 SM), sudah barang tentu kota ini akan dilewati oleh Gallus karena di padang pasir, MATA AIR LEBIH BERHARGA DARIPADA EMAS BERLIAN.

 

 

BAGIAN KELIMA : DIODORUS SICULUS (ABAD 1 SM)

Kutipan berikut diterjemahkan secara bebas dari tulisan Islamic Awareness yang dapat diakses di http://www.islamic-awareness.org/history

 

Diodorus Siculus adalah seorang sejarawan Yunani di abad 1 SM yang menuliskan Bibliotheca Historica, sebuah buku yang menggambarkan beberapa bagian dunia. Kutipan berikut adalah dari terjemahan Inggris yang dikutip oleh Gibbon dari buku Diodorus Siculus yang menggambarkan sebuah kuil yang dipandang sebagai kuil yang paling suci di Arab. “Dan sebuah kuil telah dibangun disana, yang sangat suci dan dihormati oleh semua orang Arab.”

 

Komentar :

Dalam usahanya untuk mencari pembenaran klaim bohong tersebut, tim dari Islamic Awareness harus membuat kebohongan lainnya.

 

Kutipan yang lebih lengkap adalah sbb :

http://religionresearchinstitute.org/mecca/classical.htm

Orang yang menghuni wilayah disebelah teluk, dinamakan Banizomenes, yang hidup dari berburu dan memakan daging binatang darat, Dan sebuah kuil telah dibangun disana, yang sangat suci dan dihormati oleh semua orang Arab.

 

Jadi kuil ini adalah kuilnya orang Banizomenes, bukan kuilnya orang Quraish. Terus dimana letak pemukiman Banizomenes itu?

 

Dijelaskan oleh seorang sejarawan Agatharchides yang menulis buku berjudul On the Erythraean Sea ditahun 145 – 132 SM

http://religionresearchinstitute.org/mecca/classical.htm

Seseorang menemukan sekeliling Teluk Laeanites dimana ada banyak pemukiman dari orang-orang Arab Nabatean….. Setelah wilayah ini yang masih dipinggir pantai adalah teluk yang menjorok masuk kedalam sekitar tidak kurang dari 500 stadia. Mereka yang mendiami wilayah ini dalam area teluk dinamakan Batmizomaneis yang adalah pemburu binatang darat.

 

Jadi kuil yang disebutkan berada di sekitar teluk Akaba yang terletak antara jazirah Sinai dengan Arab, sangat jauh dari Mekah. Itulah sebabnya tim Islamic Awareness sengaja memotong sebagian kalimat saja karena kalau dikutip semuanya maka kebohongan mereka akan langsung terlihat.

 

 

BAGIAN KEENAM : MENURUT PLINY (ABAD 1 M)

Setelah Mekah tidak tercatat dalam sejarah abad 6 SM, abad ke 5 SM dan abad 1 SM, kita coba lihat apa catatan sejarah pada abad 1 M.

 

Sumber adalah dari seorang pengarang sekaligus seorang pemimpin skuadron prajurit Romawi yaitu Pliny.

 

Pliny lahir di Como, Italia di tahun 23 M dan meninggal ditahun 79 M. Dia menyelesaikan bukunya yang berjudul Natural History ditahun 77 M. Dalam menyusun bukunya, Pliny mendasarkan pada perpustakaan Romawi. Di buku 6, bab 32 dan 33 Pliny mendaftarkan 92 suku dan 62 kota di Arab, namun tidak sekalipun menyebut suku Jurhum dan Adnan maupun kota Mekah. Tulisan Pliny ini memperkuat apa yang dilaporkan Strabbo sekitar 100 tahun sebelumnya dimana kota Mekah tidak dikenal.

 

 

BAGIAN KETUJUH : MENURUT CLAUDIUS PTOLEMY (ABAD 2 M)

Kutipan berikut diterjemahkan secara bebas dari tulisan Islamic Awareness yang dapat diakses di http://www.islamic-awareness.org/history

 

Menarik mengetahui bahwa Claudius Ptolemy dari Alexandria, ahli matematika dan astronomi, terkenal sekitar 1 abad setelah Pliny, membuat peta dunia. Dia bukanlah ahli geografi sehingga bukunya hanya dimaksudkan untuk menjelaskan peta yang dia buat. Dia menyebutkan sekitar 114 kota dan pemukiman di Arab Felix. Sebagai contoh, Dumaetha, dijelaskan berada di perbatasan utara Arab Felix adalah kota Daumet diabad pertengahan, dan sekarang adalah oasis besar yang bernama Jauf. Hejr, yang terkenal di jaman jahiliyah, sekarang dikenal sebagai Medayin Salih, adalah kota Egra menurut Ptolemy. Kota Thaim adalah Teima, yang terkenal karena inskripsinya tentang keberadaan kuil-kuil dan penduduk diabad 5 SM. Inilah Tema kota Ayub. Sementara Lathrippa, yang berlokasi disebelah dalam Iambia (Yambo), dikenal juga IAthrippa menurut Stephan dari Byzantium, Yathrib menurut tradisi Arab mula-mula, sekarang adalah El Medina. Selain itu disebutkan juga tempat bernama Macoraba yang diidentifikasikan sebagai Mekah. Menurut GE von Grunebaum : “Mekah disebutkan oleh Ptolemy, dan nama yang diberikan oleh Ptolemy memungkinkan kita untuk mengidentifikasikan lokasi itu di Arab Selatan yang dibangun disekitar tempat pemukiman.”

 

Komentar :

Ahli Geografi Yunani, Claudius Ptolemy dari Alexandria, Mesir, lahir ditahun 90 M dan meninggal 168 M. Sekitar tahun 150 M dia mulai menaruh perhatian kepada masalah geografi. Dalam bukunya Geography, buku VI, bab 7, Ptolemy mendokumentasikan beberapa lokasi utama di Arab lengkap dengan koordinat bujur dan lintangnya.

 

Macoraba yang dilaporkan oleh Ptolemy tidaklah mungkin adalah Mekah dengan 3 alasan sbb :

 

1. Dari struktur konsonannya, Macoraba (MCRB) berbeda dengan Mecca (MCC) yang mengindikasikan kota ini bukanlah Mekah. Yaqut al Hamawi seorang ahli geografi Arab (1179 M – 1229 M) pernah menyebutkan keberadaan sebuah kota yang bernama Maqarib (sumber : Mujam al-Buldan, iv, 587) Dari struktur konsonannya Maqarib (MQRB) lebih mendekati MCRB (Macoraba). Patricia Crone dalam bukunya Meccan Trade, Princeton University Press, 1987, halaman, 136 menyarankan lokasi Macoraba atau Maqarib ini dekat dengan Yathrib (Medinah).

 

2. Dari posisi bujur Strabo menuliskan bahwa Latriba (Yathrib atau Medinah) berada di 71 derajat. Sementara Macoraba berada di lokasi 73 derajat 20 menit. Ini berarti Macoraba berada disebelah timur Latriba (Medinah) 2 derajad 20 menit.. Sementara Mekah berada di bujur yang hampir sama dengan Medinah.

 

3. Dari posisi lintang Ptolemy menyebutkan Macoraba adalah kota ke 6 setelah Lathrippa (Medinah). Kota pertama yang disebutkan setelah Lathrippa adalah Carna. Kota Carna sendiri menurut Strabo masuk dalam kekuasaan Minaea diwilayah Yaman. Jadi Macoraba tidak mungkin Mekah karena tidak terletak di Yaman.

 

Sumber :

The Geogrophy of Strabo

Buku 16, chapter iv, 2

The Geogrophy of Strabo, volume vii, translated by Horace L. Jones , 1966, page 311 )

http://www.fordham.edu/halsall/ancient/arabia1.html#Strabo

Bagian penting dari wilayah ini dikuasai oleh 4 suku besar, oleh Minaea … yang kota utamanya adalah Carna, setelah itu adalah Sabaeans, yang kota utamanya adalah Mariaba, setelah itu adalah Cattabanians, yang kota utamanya adalah Tamna, dan diujung timur, Chatramotitae, yang berarti Hadramout, yang kotanya adalah Sabata.

 

Carna dikenal sebagai kota terbesar di Yaman yang menjadi ibu kota kerajaan Minaea.

 

Seorang sejarawan lainnya yaitu Pliny dalam bukunya Natural history of Pliny; Book VI, chapter 32, menyebutkan sebuah kota dengan nama Mochorba, yang dikatakan adalah pelabuhan Oman di pantai Hadramout di Arab Selatan. Hadramout sendiri adalah Oman modern.

 

Sumber :

Encyclopaedia Britannica edisi 2003.

Topik : Hadramawt

Kerajaan Arab kuno yang menguasai wilayah selatan dan tenggara Yaman dan sekarang adalah kesultanan Oman.

 

Karena Macoraba ini tidak muncul dalam catatan sejarah manapun selain tulisan Ptolemy, tampaknya Macoraba ini hanyalah pemukiman kecil yang eksis di abad 2 M pada masa Ptolemy dan kemudian ditinggalkan. Sangat mungkin sejumlah suku Oman dari Mochorba beremigrasi ke utara mendekati kota Carna dan pemukiman mereka dinamakan Macoraba dengan mengikuti nama kota asal mereka yaitu Mochorba.

 

 

BAGIAN KEDELAPAN : MENURUT PROCOPIUS DARI CAESAREA ( 6 M)

Procopius hidup sekitar tahun 550 M. Dalam bukunya terdapat beberapa kesamaan dengan sumber dari Ibn Ishaq diatas.

 

Dimulai dengan penganiayaan orang-orang Kristen di Himyar (Yaman)

 

Sumber :

History of the Wars,

Procopius of Caesarea

Buku I.xix.1 – 16, 23 – 26; xx.1 – 13 :

http://www.fordham.edu/halsall/ancient/arabia1.html#Procopius

Pada waktu sekitar perang ini, Elesthaeus, raja dari Ethiopia, yang adalah seorang Kristen yang saleh, mendengar bahwa sejumlah orang himyar di wilayah Yaman menganiaya orang Kristen dengan kejam

 

Kisah penganiayaan ini terdapat dalam buku Ibn Ishaq.

 

Sumber :

Sirah Ibnu Ishaq

Kisah Sejarah Nabi Tertua

Muhammadiyah University Press, Jilid 1, halaman 25

Dhu Nawas datang menyerang mereka dengan tentaranya dan memaksa penduduk untuk memeluk agama Yahudi, memberi pilihan kepada mereka antara hidup dan mati, mereka memilih mati. Maka kemudian Dhu Nawas menggali parit untuk mengubur mereka, membakar sebagian dari mereka dengan api, membunuh yang lain dengan pedang, sampai kemudian dia telah membunuh hamper dua puluh ribu penduduk …

 

Kisah berlanjut dimana raja Himyar kemudian dikalahkan, digantikan oleh raja yang lain dan kemudian naiklah raja Abramus (Abrahah)

 

Sumber :

Procopius, Buku I.xix.1 – 16, 23 – 26; xx.1 – 13 :

Sang raja kemudian mengirimkan kapal dan pasukan untuk menyerbu Himyar, dan berhasil menaklukkan mereka dan membunuh raja himyar dan banyak penduduknya. Dia kemudian menobatkan seorang keturunan Himyar menjadi raja, yaitu Esimiphaeus, …. Pengikut-pengikut Esimiphaeus, dengan dibantu beberapa pihak, memberontak terhadap sang raja dan menahannya dalam salah satu bentengnya, dan menobatkan raja baru terhadap Himyar, yaitu Abramus. Abramus adalah seorang Kristen …

 

Kisah ini terdapat juga dalam buku Ibn Ishaq.

 

Sumber :

Ibn Ishaq, halaman 26 – 29

Daus berngkat ke Abissinia dengan membawa surat sang raja, dan kemudian raja Abissinia mengirimkan tujuh puluh ribu tentara ……… Aryat memegang kendali kekuasaan di Yaman selama beberapa tahun , tetapi kemudian Abrahah orang Abissinia memecah kekuasaannya …. Dan orang-orang Abissinia di Yaman menerima Abrahah sebagai pemimpin mereka …

 

Kisah berlanjut dimana Abramus mengalami 2 kali penyerbuan oleh pasukan raja Ethiopia, namun berhasil mengalahkan mereka.

 

Sumber :

Procopius, Buku I.xix.1 – 16, 23 – 26; xx.1 – 13 :

Ketika Ellesthaeus mendengar hal ini, dia hendak menghukum Abramus dan pengikutnya yang telah menurunkan raja Esimiphaeus, dan dia mengirimkan 3000 pasukan dengan seorang kerabatnya sebagai komandan. Namun pasukannya, saat berada di Himyar, tidak lagi ingin pulang, mereka ingin menetap di Himyar yang subur, dan tanpa sepengetahuan sang komandan, mereka bernegosiasi dengan Abramus dan mencapai kata sepakat saat pertempuran akan dimulai. Mereka membunuh sang komandan dan justru bergabung dengan pihak Abramus dan menetap disana.

 

Namun Ellesthaeus sangat marah dan mengirimkan lagi pasukan untuk menyerbu Himyar, dan terjadi pertempuran dengan pasukan Abramus. Setelah mengalami kekalahan parah, mereka kembali lagi ke Ethiophia.

 

Kisah kemudian berlanjut dimana Abramus berjanji untuk menyerbu Persia namun kemudian ditengah jalan membatalkan penyerbuannya ke Persia.

 

Sumber :

History of the Wars,

Procopius of Caesarea

Buku I.xix.1 – 16, 23 – 26; xx.1 – 13 :

Dikemudian hari setelah kekuasaannya mantap, Abramus berjanji kepada Kaisar Justinian beberapa kali untuk menyerbu Persia, namun hanya sekali melakukan perjalanan dan kemudian langsung kembali lagi.

 

Uniknya kisah ini muncul dalam buku Ibn Ishaq namun dengan versi yang berbeda dimana dikisahkan Abrahah hendak menyerbu ke Mekah, tempat yang dia sendiri tidak tahu dimana dan siapa pemimpinnya (lihat kembali bagian kesatu). Namun dengan ajaib gajah-gajah mereka tidak mau berjalan menyerbu Mekah, bahkan pasukan Abrahah dijatuhi batu-batu oleh burung-burung.

 

Sumber :

Ibn Ishaq, halaman 38

Tiba-tiba gajah tersebut berlututut, dan Nufail segera melompat dan berlari kearah puncak gunung. Pasukan Abrahah mencoba untuk membangkitkan gajah tersebut tetapi gagal …… ketika mereka mengarahkan sang gajah ke Yaman maka serta merta gajah tersebut berdiri, tetapi ketika mereka memutar arahnya ke kota Mekah gajah itu kembali mogok. Kemudian tuhan mengirimkan kepada mereka sekawanan burung …. Tiap-tiap burung membawa tiga buah kerikil, seperti buah kacang, satu di paruh dan dua di cakar. Semua yang terkena lemparannya mati …..

 

Bahkan kisah ini masuk dalam Al-Qur’an. QS 105 : 1 – 5

Apakah kamu tidak memperhatikan bagaimana Tuhanmu telah bertindak terhadap tentara bergajah? Bukankah Dia telah menjadikan tipu daya mereka (untuk menghancurkan Ka’bah) itu sia-sia?, dan Dia mengirimkan kapada mereka burung yang berbondong-bondong, yang melempari mereka dengan batu (berasal) dari tanah yang terbakar,

lalu Dia menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan (ulat).

 

Terlihat bagaimana Ibn Ishaq telah memelintir sejarah Abrahah demi kepentingan muslim dan Arab :

• Pasukan yang hendak menyerbu ke Persia, diplintir katanya hendak menyerbu ke Mekah, dengan alasan mau balas dendam karena ada orang Quraish yang merusak katedral milik Abrahah di Yaman.

• Pasukan yang membatalkan niat menyerbu, diplintir katanya sang gajahlah yang tidak mau jalan

• Tidak ada sama sekali korban jiwa dipasukan Abrahah, diplintir katanya banyak yang mati karena dijatuhi kerikil sebesar kacang oleh burung.

• Bahkan Al-qur’an sendiri harus menambahkan kalimat dalam tanda kurung untuk mengaitkan dengan Ka’bah.

 

Bagaimanapun usaha sejarawan muslim dan Ibn Ishaq mendistorsi kisah ini tetap menimbulkan keganjilan, yaitu :

• Abrahah tidak tahu dimana kota Mekah sampai harus diantar oleh orang Thaif

• Abrahah tidak tahu siapa pemimpin kota Mekah sampai harus bertanya-tanya.

 

Orang mau berperang kok tidak tahu siapa yang mau diserbu dan dimana harus diserbu?

 

 

KESIMPULAN.

Dari uraian diatas yang membahas catatan sejarah dalam rentang waktu 550 SM hingga 550 M jelas tidak ada laporan tentang keberadaan kota Mekah ataupun kota dengan ciri-ciri Mekah. Konsekuensinya adalah klaim Mekah, Kabah dan Zamzam sudah ada dijaman Abraham adalah klaim bohong belaka.

 

Beberapa pakar muslim mengakui hal ini, berikut kutipannya :

 

1) Dr. Taha Hussein, seorang profesor dari Mesir, pendapatnya dikutip dalam buku Mizan al Islam karya Anwar Jundi, halaman 170 : “Dalam kasus cerita Abraham dan Ismail membangun Kabah cukup jelas, cerita ini MUNCUL BELAKANGAN disaat Islam mulai berkembang. Islam mengeploitasi kisah ini untuk kepentingan agama”

 

Siapa DR. Taha Husayn.

Dikutip dari :

Encyclopaedia Britannica edisi 2003

Sub Topik : Taha Hussein

 

Lahir Nov. 14, 1889, Maghaghah, Mesir

Meninggal Oct. 28, 1973, Kairo

 

Figur yang menonjol dalam khasanah Mesir modern …..Ditahun 1902 dia belajar di Al-Azhar, Kairo …… Ditahun 1908 dia masuk Universitas Kairo dan di tahun 1914 menjadi orang pertama yang meraih gelar doktor …… Taha menjadi professor Kebudayaan Arab di Universitas Kairo, karirnya dipenuhi dengan gejolak karena pandangan-pandangan kritisnya yang sering membuat marah kaum Islam ortodoks. ….Tahun 1926 dia menerbitkan buku On Pre-Islamic Poetry, dalam buku ini dia menyimpulkan beberapa syair-syair yang dinyatakan pra Islam sebetulnya adalah pemalsuan oleh muslim kemudian karena beberapa alasan, salah satunya adalah untuk memberikan otoritas kepada Al-Qur’an. Karena buku ini, dia dinyatakan kafir. ….. Taha kemudian menjabat sebagai Menteri Pendidikan ditahun 1950 – 1952 …..

 

2) W Aliyudin Shareef, dalam buku In Response to Robert Morey’s Islamic Invasion, halaman 3 – 4 : “Pada masa sebelum Islam, Ismail TIDAK PERNAH DISEBUTKAN sebagai Bapa Bangsa Arab”

 

3) Muhammad Husain Haekal, Dalam bukunya : Sejarah Hidup Muhammad, BAGIAN KEDUA: MEKAH, KA’BAH DAN QURAISY

….. Untuk mengetahui sejarah dibangunnya kota ini SUNGGUH SUKAR SEKALI. MUNGKIN sekali ia bertolak ke masa ribuan tahun yang lalu. ……. MUNGKIN sekali Ismail anak Ibrahim itu orang pertama yang menjadikannya sebagai tempat tinggal, …. Kalau Ismail adalah orang pertama yang menjadikan Mekah sebagai tempat tinggal, maka sejarah tempat ini sebelum itu GELAP SEKALI.

 

Tentu saja sejarah Mekah Pra Islam GELAP SEKALI karena memang belum ada dijaman Abraham dan Ismail

 

4) Martin Lings. Dalam bukunya : Muhammad – Kisah Hidup Nabi Berdasar Sumber Klasik. Serambi Ilmu Semesta, 2002, halaman 10

 

… Ada 2 pusat suci yang melingkupi Ibrahim : satu didaerahnya, dan satu lagi MUNGKIN BELUM DIKETAHUI, dan MUNGKIN KESANALAH Hajar dan Ismail dituntun, kesuatu lembah tandus di Arabia ……. Lembah itu bernama Bakah.

 

Tentu saja sejarah Mekah Pra Islam BELUM DIKETAHUI, karena memang belum ada dijaman Abraham dan Ismail

 

Jadi kapan kota Mekah dan Kabah didirikan :

• Dengan mengacu pada puisi pra Islam yang digantung di Kabah jelas mengindikasikan pembangun kuil adalah Quraish. Pembangunan kuil biasanya bersamaan dengan pembangunan kota. Quraish sendiri kemungkinan besar hidup di akhir abad ke 2 M.

• Dengan berandai-andai bahwa Macoraba memang adalah Mekah tetap saja kota ini baru muncul di panggung sejarah sekitar pertengahan abad 2 M.

 

Dapat dinyatakan bahwa kota Mekah dan Kabah baru ada paling cepat di abad ke 2 M.

 

29 Juni 2012

12 Kaum yang Dibinasakan Allah

oleh alifbraja

 

Dalam Alquran, banyak sekali diceritakan kisah-kisah umat terdahulu yang telah dibinasakan oleh Allah karena mereka mengingkari utusan-Nya dan melakukan berbagai penyimpangan yang telah dilarang. Berikut adalah kaum-kaum yang dibinasakan.

Kaum Nabi Nuh
Nabi Nuh berdakwah selama 950 tahun, namun yang beriman hanyalah sekitar 80 orang. Kaumnya mendustakan dan memperolok-olok Nabi Nuh. Lalu, Allah mendatangkan banjir yang besar, kemudian menenggelamkan mereka yang ingkar, termasuk anak dan istri Nabi Nuh (QS Al-Ankabut : 14).

Kaum Nabi Hud
Nabi Hud diutus untuk kaum ‘Ad. Mereka mendustakan kenabian Nabi Hud. Allah lalu mendatangkan angin yang dahsyat disertai dengan bunyi guruh yang menggelegar hingga mereka tertimbun pasir dan akhirnya binasa (QS Attaubah: 70, Alqamar: 18, Fushshilat: 13, Annajm: 50, Qaaf: 13).

Kaum Nabi Saleh
Nabi Saleh diutuskan Allah kepada kaum Tsamud. Nabi Saleh diberi sebuah mukjizat seekor unta betina yang keluar dari celah batu. Namun, mereka membunuh unta betina tersebut sehingga Allah menimpakan azab kepada mereka (QS ALhijr: 80, Huud: 68, Qaaf: 12).

Kaum Nabi Luth
Umat Nabi Luth terkenal dengan perbuatan menyimpang, yaitu hanya mau menikah dengan pasangan sesama jenis (homoseksual dan lesbian). Kendati sudah diberi peringatan, mereka tak mau bertobat. Allah akhirnya memberikan azab kepada mereka berupa gempa bumi yang dahsyat disertai angin kencang dan hujan batu sehingga hancurlah rumah-rumah mereka. Dan, kaum Nabi Luth ini akhirnya tertimbun di bawah reruntuhan rumah mereka sendiri (QS Alsyu’araa: 160, Annaml: 54, Alhijr: 67, Alfurqan: 38, Qaf: 12).

Kaum Nabi Syuaib
Nabi Syuaib diutuskan kepada kaum Madyan. Kaum Madyan ini dihancurkan oleh Allah karena mereka suka melakukan penipuan dan kecurangan dalam perdagangan. Bila membeli, mereka minta dilebihkan dan bila menjual selalu mengurangi. Allah pun mengazab mereka berupa hawa panas yang teramat sangat. Kendati mereka berlindung di tempat yang teduh, hal itu tak mampu melepaskan rasa panas. Akhirnya, mereka binasa (QS Attaubah: 70, Alhijr: 78, Thaaha: 40, dan Alhajj: 44).

Selain kepada kaum Madyan, Nabi Syuaib juga diutus kepada penduduk Aikah. Mereka menyembah sebidang padang tanah yang pepohonannya sangat rimbun. Kaum ini menurut sebagian ahli tafsir disebut pula dengan penyembah hutan lebat (Aikah) (QS AlHijr: 78, Alsyu’araa: 176, Shaad: 13, Qaaf: 14).

Firaun
Kaum Bani Israil sering ditindas oleh Firaun. Allah mengutus Nabi Musa dan Harun untuk memperingatkan Firaun akan azab Allah. Namun, Firaun malah mengaku sebagai tuhan. Ia akhirnya tewas di Laut Merah dan jasadnya berhasil diselamatkan. Hingga kini masih bisa disaksikan di museum mumi di Mesir (Albaqarah: 50 dan Yunus: 92).

Ashab Al-Sabt
Mereka adalah segolongan fasik yang tinggal di Kota Eliah, Elat (Palestina). Mereka melanggar perintah Allah untuk beribadah pada hari Sabtu. Allah menguji mereka dengan memberikan ikan yang banyak pada hari Sabtu dan tidak ada ikan pada hari lainnya. Mereka meminta rasul Allah untuk mengalihkan ibadah pada hari lain, selain Sabtu. Mereka akhirnya dibinasakan dengan dilaknat Allah menjadi kera yang hina (QS Al-A’raaf: 163).

Ashab Al-Rass
Rass adalah nama sebuah telaga yang kering airnya. Nama Al-Rass ditujukan pada suatu kaum. Konon, nabi yang diutus kepada mereka adalah Nabi Saleh. Namun, ada pula yang menyebutkan Nabi Syuaib. Sementara itu, yang lainnya menyebutkan, utusan itu bernama Handzalah bin Shinwan (adapula yang menyebut bin Shofwan). Mereka menyembah patung. Ada pula yang menyebutkan, pelanggaran yang mereka lakukan karena mencampakkan utusan yang dikirim kepada mereka ke dalam sumur sehingga mereka dibinasakan Allah (Qs Alfurqan: 38 dan Qaf ayat 12).

Ashab Al-Ukhdudd
Ashab Al-Ukhdud adalah sebuah kaum yang menggali parit dan menolak beriman kepada Allah, termasuk rajanya. Sementara itu, sekelompok orang yang beriman diceburkan ke dalam parit yang telah dibakar, termasuk seorang wanita yanga tengah menggendong seorang bayi. Mereka dikutuk oleh Allah SWT (QS Alburuuj: 4-9).

Ashab Al-Qaryah
Menurut sebagian ahli tafsir, Ashab Al-Qaryah (suatu negeri) adalah penduduk Anthakiyah. Mereka mendustakan rasul-rasul yang diutus kepada mereka. Allah membinasakan mereka dengan sebuah suara yang sangat keras (QS Yaasiin: 13).

Kaum Tubba’
Tubaa’ adalah nama seorang raja bangsa Himyar yang beriman. Namun, kaumnya sangat ingkar kepada Allah hingga melampaui batas. Maka, Allah menimpakan azab kepada mereka hingga binasa. Peradaban mereka sangat maju. Salah satunya adalah bendungan air (QS Addukhan: 37).

Kaum Saba
Mereka diberi berbagai kenikmatan berupa kebun-kebun yang ditumbuhi pepohonan untuk kemakmuran rakyat Saba. Karena mereka enggan beribadah kepada Allah walau sudah diperingatkan oleh Nabi Sulaiman, akhirnya Allah menghancurkan bendungan Ma’rib dengan banjir besar (Al-Arim) (QS Saba: 15-19).

29 Juni 2012

Sejarah Kerajaan Islam Peurlak : Misteri Kitab Tua “Idharul Haq”

oleh alifbraja

Misteri Kitab Tua “Idharul Haq”

Menguak Sejarah Kerajaan Islam Peurlak

PERLAK, di Aceh Timur disebut sebagai kerajaan Islam pertama (tertua) di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara. Kesimpulan dari Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara tahun 1980, di Rantau Kualasimpang itu didasarkan pada satu dokumen tertua bernama kitab Idharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak, karangan Abu Ishak Al-Makarani Sulaiman Al-Pasy. Itu yang menyisahkan pertanyaan bagi sebagian sejarawan mengenai kebenaran sejarah itu.
Kitab Idharul Haq yang dijadikan sumber satu-satunya. Sebagian sejarawan meragukannya. Apalagi kitab Idharul Haq yang diperlihatkan dalam seminar itu katanya bukan dalam bentuk asli, tidak utuh lagi melainkan hanya lembaran lepas. Kitab itu sendiri masih misteri, karena sampai sekarang belum ditemukan dalam bentuk aslinya. Sehingga ada yang mengatakan kita Idharul Haq ini hanya satu rekayasa sejarah untuk menguatkan pendapat bahwa berdasarkan kitab itu benar kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara adalah kerajaan Islam Perlak.
Banyak peneliti sejarah kritis, meragukan Perlak itu sebagai tempat pertama berdirinya kerajaan Islam besar di Aceh. Diperkuat dengan belum adanya ditemukan artevak-artevak atau situs-situs tertua peninggalan sejarah. Sehingga para peneliti lebih cenderung menyimpulkan kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara adalah kerajaan Islam Samudra Pasai yang terdapat di Aceh Utara. Banyak bukti yang meyakinkan, baik dalam bentuk teks maupun benda-benda arkeologis lainnya. Seperti mata uang dirham pasai dan batu-batu nisan yang bertuliskan tahun wafatnya para Sultan kerajaan Islam Samudra Pasai.
Keraguan para sejarawan tentang Perlak sebagai bekas kerajaan Islam pertama yang hanya mengambil dari sumber kita Idharul Haq Fi Mamlakatil Peureulak, perlu ditelaah lebih jauh. Ada pengalaman ketika saya melakukan kegiatan sosial di Kabupaten Aceh Tengah, tepatnya di Desa Sukajadi, Kecamatan Bukit, tahun 1989. Ketika itu saya ditampung di rumah seorang warga bernama Mitra. Ia pegawai negeri di Kantor Camat Kecamatan Bukit. Rumahnya di Desa Suka Jadi lumayan besar untuk ukuran rumah desa yang terletak di puncak bukit Suka Jadi yang mencirikan rumah khas penduduk tanah gayo.
Selama berada di desa itu, saya bertemu dengan seseorang yang berusia lanjut. Tamu itu diantar kedua anaknya, dan pak Mitra selaku pemilik rumah memperkenalkan tamu tersebut kepada saya bahwa itu adalah kakeknya sekaligus gurunya dalam menuntun ilmu makrifat. “Namanya Tgk. Abdul Samad, tapi kami sekeluarga dan orang-orang di Aceh tengah ini memanggil beliau dengan nama Kek Adu”, jelas Mitra yang menambahkan bahwa kakeknya itu adalah tokoh adat di tanah Gayo, tapi beliau sudah lama tidak tinggal lagi di Aceh Tengah. “Beliau sekarang tinggal di Pesanten Matang Rubek Panton Labu Aceh Utara. Hanya sesekali pulang ke Aceh Tengah untuk menjenguk cucu dan saudara-saudaranya yang lain,” tutur Mitra saat itu.
Tgk. Abdul Samad alias Kek Adu yang saat itu duduk agak di sudut ruangan, hanya sesekali mengiyakan apa yang dijelaskan cucunya kepada saya. Kami mengobrol mulai seputar agama terutama soal makrifat hingga masalah sejarah kerajaan Linge dan hubungannya dengan kerajaan Islam Perlak di Aceh. Kek Adu menjelaskan panjang lebar tentang pertalian Kerajaan Islam Perlak dengan kerajaan Linge Aceh Tengah. Ternyata ia juga ikut dalam seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara tahun 1980 di Rantau Kualasimpang Aceh Timur itu. Maka ia pun mengeluarkan satu kitab dari tasnya. “Kitab ini namanya Idharul Haq, kemana saya pergi sekarang saya bawa, karena sedang saya alihbahasakan dari bahasa Melayu Jawi ke dalam bahasa Indonesia,” katanya sambil memperlihatkan sebagian hasil translit isi kitab itu dari huruf Jawi ke dalam huruf latin.
Saya kaget ketika ia menyebut kitab itu bernama Idharul Haq. Kitab berukuran 30 x 25 cm yang tebalnya kira sama-sama dengan Alquran, saya periksa. Tampak dari kertasnya sudah usang, dan saya menduga kitan itu adalah hasil foto kopy dari kitab yang aslinya. Karena kertasnya persis sama dengan kertas yang dipakai sekarang ini. Tgk. Abul Samad pun mengaku kalau kitab itu adalah kopian dari yang aslinya. Alasannya karena ia sedang melakukan penerjemahan, sehingga dikopi agar mudah dibawa kemana pun.
Lepas asli atau tidak, bahwa kitab Idharul Haq yang pernah diragukan keberadaannya itu sebagai dokumen yang mengungkapkan sejarah kerajaan Islam Perlak, sedikitnya sudah memberikan titik terang. Hanya saja saya tak diizinkan mengkopi kitab itu oleh Tgk. Abdul Samad, karena kitab Idharul Haq itu belum selesai diterjemahkan dari huruf Arab Jawi ke dalam huruf latin.
Menginat kitab Idharul Haq ini begitu penting dalam menyingkap sejarah Islam di Aceh, saya pernah menemui Kepala Museum Negeri Aceh (saat itu Drs Nasruddin Sulaiman), menyarankan agar kitab Idharul Haq yang berada di tangan seorang tokoh adat di Aceh Tengah, dapat dicopy sekaligus menjadi koleksi dan dokumen sejarah di Meseum Aceh. Namun saran itu tak direspon pejabat Meseum dengan dalih, bahwa Meseum Negeri Aceh tidak punya dana untuk mengirim Timnya menyelidiki kitab tersebut.
Menggali ulang
Kita patut bangga atas upaya Yayasan Monisa yang dipimpin Drs. Badlisyah yang didukung Pemkab Aceh Timur yang akan menggali kembali keabsahan sejarah kerajaan Islam Perlak sebagai kelanjutan seminar tahuan 80-an. Salah satu situs sejarah yang diteliti adalah batu nisan pada makam Sultan Ala ad Din Said Maulana Abdul Aziz Syah yang terdapat di komplek Bandar Khalifah, yang disebut-sebut sebagai Sulthan pertama kerajaan Islam Perlak Penggalian nisan yang dipimpin Deddy Satria, alumnus Arkeologi UGM, tidak membuahkan hasil sebagaimana didugna, bahwa batu nisan makam Sultan Maulana Said Abdul Azis Syah diyakini ada tulisan yang menerangkan nama yang punya makan serta tahun meninggalnya. Di nisan itu hanya berupa pahatan-pahatan yang memang agak mirip dengan bentuk tulisan-tulisan berhuruf Arab.
Menurut Deddy Satria bentuk batu nisan pada makam Sultan Maulana Abdul Aziz Syah yang kami gali itu ada kemiripannya dengan nisan-nisan yang terdapat di komplek makam raja-raja Samudera Pasai, dimana bentuk nisan seperti itu diperkirakan hasil produksi antara abad ke 14 dan 15 Masehi. Artinya, bahwa batu nisan pada makam Sultan Ala ad Din Said Maulana Abdul Aziz Syah di Komplek Bandar Khlalifah Perlak, bukanlah bentuk batu nisan tertua di Aceh, karena menurut Arkeolog Deddy Satria bentuk batu nisan seperti itu juga ditemukan di komplek makam raja-raja di Samudera Pasai Aceh Utara.
Temuan Arkeologis ini tentu sedikit mengewakan dari apa yang telah menjadi kesimpulan seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Nusantara tahun 1980, yang menyatakan Perlak adalah pusat kerajaan Islam tertua di Nusantara dengan Sultan pertamanya Sultan Ala ad Din Said Maulana Abdul Aziz Syah. Karena adanya kesamaan batu nisan Sultan Maulana Abdul Aziz Syah dengan batu nisan yang terdapat di komplek makam raja-raja Samudera Pasai. Maka jelas Perlak sebagai kerajaan Islam tertua diragukan.
Nah, sekarang tinggal memburu kitab Idharul Haq, yang sebelumnya dijadikan sumber sejarah. Kitab ini akan membuka tabir kebenaran. Maka pihak yayasan Monisa pun memandu kami menuju Matang Rubek (sekitar 28 kilometer arah Selatan Kota Panton Labu) untuk menenui Tgk. Abdul Samad (Kek Adu) yang pernah memperlihatkan kitab Idharul Haq kepada saya 20 tahun yang lalu di rumah cucunya Desa Sukajadi Aceh Tengah. Selama 30 menit kami berhasil sampai di Pesanten, tempak Kek Adu berhidmat.
Kami langsung menemui salah seorang santri menyampaikan hasrat kami untuk menemui pimpinan Pesantren tersebut. Karena dalam pekiran kami yang memimpin pesantren itu adalah Tgk. Abdul Samad alias Kek Adu yang pernah memperlihatkan kitab Idharul Haq pada saya 20 tahun yang lalu di Desa Suka Jadi Aceh Tengah. Namun setelah bertemu pimpinan Pesantren, mengatakan kepada kami bahwa beliau (Kek Adu), sudah lama meninggal dunia. Informasi meninggalnya Tgk Abdul Samad ini sekaligus memupuskan harapan kami dalam mencari kembali jejak kitab Idharul Haq yang pernah diperlihatkan Tgk Abdul Samad ketika beliau masih hidup dan bertemu saya 20 tahun lalu di Desa Suka Jadi Aceh Tengah.
Membongkar dokumen keluarga
Kitab Idharul Haq adalah kunci sejarah kebenaran Kerajaan Islam Perlak. Maka awal April 2009 lalu, saya kembali menemui cucu almarhum Kek Adu atau Tgk Abdul Samad yang tinggal di Desa Suka Jadi Aceh Tengah. Singkat cerita saya kembali kecewa karena begitu sampai di rumah yang saya tuju di Desa Suka Jadi, ternyata cucu almarhun dari Kek Adu bernama Mitra tidak lagi tinggal di rumah yang pernah saya tinggal 20 tahun yang lalu. Rumah tersebut sudah diberikan kepada anaknya. Sedangkan Mitra sendiri (cucu dari Kek Adu) sudah lama pindah ke kota Takengen.

Alhamdulillah, alamatnya saya dapatkan dan kami bertemu kembali dengan cucu Kek Adu. Namun setelah menyampaikan maksud untuk mendapatkan kitab Idharul Haq, ternyata menurut Mitra, bahwa kitab kakeknya banyak diambil sahabatnya di Lhokseumawe, dan kitab yang dimaksud tidak dititipkan pada keluarga. “Seperti kitab sejarah kerajaan Lingge, dulu ada sama kakek. Dan khusus kitab Idharul Haq ini ia tidak tahu apakah ada dalam dokumen yang telah disimpan keluarga di Isak Aceh Tengah, atau kitab itu sudah diberikan kepada sahabatnya di Lhokseumawe semasa beliau hidup,” ujar Mitra. Dimana kitab Idharul Haq berada?’
Nab Bahany As, anggota masyarakat sejarawan Indonesia (MSI) Aceh, dan ketua (LSKPM) Banda Aceh

27 Juni 2012

BATU TERAPUNG DI PALESTINA

oleh alifbraja

BATU TERAPUNG DI PALESTIN

Mengikut Al-kisah cerita disebalik batu itu, ianya adalah batu asal tempat duduk Nabi Muhammad SAW saat Isra Mi’raj sampai kini masih tetap terapung di udara. Pada saat Nabi Muhammad hendak Mi’raj, batu tersebut telah terangkat mengekori rasullah, tetapi Nabi SAW menghentakan kakinya pada batu tersebut, maksudnya agar batu tersebut berhenti dari mengikuti bersama malaikat Jibrail naik ke langit bertemu Allah swt. Batu terapung tersebut kini berada dalam masjid Umar (Dome of the Rock) di Lingkungan Masjidil AQSHA di Yarusalem. Sampai sekarang masjid Dome of Rock ditutup untuk umum, dan Yahudi membuat mesjid lain Al Sakhra tak jauh disebelahnya dengan kubah “emas”  dan mendakwanya sebagai Al Aqsa, untuk mengkaburi pandangan ummat Islam dimana mesjid Al Aqsa yang sebenarnya, yang Nabi Muhammad SAW pernah sebutkan Al Aqsa sebagai “mesjid kubah biru”

the rockDome of the Rock

Mengenai Batu di Palestin di Al Aqsa pada Kitab Durrotunnasikhin di jelaskan Nabi Muhammad SAW, pada waktu isro’ yaitu perjalanan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa (Palestin) Beliau terbang dengan Menggunakan Bouraq bersama Malaikat Jibril, setelah Sampainya di Masjidil Aqsa , Bouraq ditinggalkan Lantas Nabi Muhammad beserta Malaikat Jibril menuju suatu tempat yang ada batu besarnya lantas dari batu tersebut terlihatlah tangga (ghaib) diperbuat dari mutiara berlian lantas naiklah Nabi beserta malaikat jibril hingga ke langit yang ke 7 di Sidrotul Muntaha Untuk menerima wahyu Sembahyang lima waktu dari Allah SWT