Posts tagged ‘alaihi wasallam’

3 September 2012

Makanan Yang Halal, Haram Dan Syubhat

oleh alifbraja

0

قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم:
يَأْتِي عَلَى النَّاسِ، زَمَانٌ، لَا يُبَالِي الْمَرْءُ، مَا أَخَذَ مِنْهُ، أَمِنَ الْحَلَالِ، أَمْ مِنْ الْحَرَامِ

( صحيح البخاري )

Sabda Rasulullah saw :
Akan datang suatu masa dimana orang-orang tak perduli darimana nafkah yang diambilnya, apakah dari hal yang halal atau dari yang haram” (Shahih Bukhari)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ الْجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ هَدَاناَ بِعَبْدِهِ الْمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ ناَدَانَا لَبَّيْكَ ياَ مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلّمَّ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِيْ هَذَا الْجَمْعِ اْلعَظِيْمِ

Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Maha Raja Alam Semesta, Masa Penguasa setiap waktu dan masa, Maha mengusai setiap kejadian, dan semua yang terjadi di alam kehidupan ini, alam yang fana dan alam yang abadi, alam yang abadi menantiku dan menanti kalian untuk mencapainya, untuk mendapatkannya, dengan seruan-seruan multi sempurna, dari Sang Pembawa kemuliaan di dunia dan akhirat, utusan yang paling di cintai Allah, makhluk yang paling di cintai Allah, Cinta Nya Allah sebagai hamba dan Rasul Nya, yang terbuka dari tuntunannya segala keridhaan Ilahi, Samudera yang Allah ciptakan, menjadi samudera keridhaan Allah, Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Samudera cahaya kasih sayang Ilahi Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Samudera Cinta Nya Allah Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Yang setiap gerak geriknya adalah Ridha Allah subhanahu wata’ala,
“katakanlah jika kalian mencintai Allah, ikutilah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kalian akan di cintai Allah”
Cinta Allah, Allah simpan pada manusia yang bernama Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, orang yang paling lemah lembut di dalam ucapan dan perbuatannya, dan paling berkasih sayang dan paling pemurah dalam segala halnya dan orang yang paling baik kepadaku dan pada semua ummat nya di dunia dan di akhirat, tidak berhenti mendo’akan kita setiap saatnya, menjawab salam kita setiap saat, mendo’akan dosa-dosa kita agar di ampuni Allah, dan memuji Allah kalau kita berbuat baik, tidak meninggalkan kita walau telah wafat.
Telah bersabda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam :
“kalau di datangkan kepadaku amal-amal kalian, jika amal kalian buruk, aku memohon pengampunan kepada kalian atas dosa-dosa kalian, jika amal kalian baik aku memuji Allah dengan ucapan Alhamdulillah”

Adakah orang yang kau cintai yang memohonkan pengampunan atas dosa-dosamu setiap kau berdosa ?
Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam,idolaku dan idola kalian mendoakan kita setiap kita dosa, supaya segera di ampuni Allah, itulah Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, adakah idola selain Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam ?.

Hadirin hadirat yang di muliakan Allah,
Allah subhanahu wata’ala berfirman :
“Mereka bertanya kapan hari kiamat ? mereka yang tidak beriman seakan-akan bertanya kapan datang siksaan mereka, orang yang menanyakan kapan hari kiamat tapi padahal mereka tidak melakukan sama saja dengan bertanya kapan siksaku akan datang”
Mereka yang menanyakan hari kiamat bukannya risau akan hari kebangkitan dan hari pertanggunganjawab, tapi karena ragu akan keberadaan Allah dan perjumpaan dengan Allah, dan ia menjadikan hari kiamat sebagai hari yang ringan-ringan saja, dipertanyakan kapan kiamat? Kapan kiamat ?.
Makanya diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam ketika ditanya ”kapan hari kiamat?”, Rasul menjawab “apa yg kau persiapkan untuk hari kiamat?”
bukan kapannya, apa yang kau siapkan itu yang lebih penting kita renungkan jika kiamat terjadi, masih jauh atau sudah dekat, apa yang kita punya ?
Hadirin hadirat itu yang musti di siapkan kata Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, oleh sebab itu Allah menjawab “bertanya penanya kapan terjadinya siksaan yg akan terjadi itu?” ((QS Al Ma’arij 1)
Bertanya orang-orang tentang hari kiamat seakan-akan mereka bertanya tentang kapan siksa mereka terjadi, “bagi orang orang yg kufur tidak ada yg menolong mereka dari azab yg terjadi” ((QS Al Ma’arij 2)
itulah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah, tidak ada perlindungan dari Allah subhanahu wata’ala dari Rabbul’alamin “Dari Sang Maha pemilik lorong-lorong yang menaikan hambanya menuju tempat-tempat yang lebih luhur”, ((QS Al Ma’arij 3). Mikraj adalah kenaikan, Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam mi’raj menuju Muntahal Khalaiq tujuh lapis langit sampai akhir dan batas seluruh makhluk, dari situlah Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam mencapainya, namun Mi’raj itu bukan hanya untuk Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam saja, tapi Allah memberi nama “Ma’rij” pemilik kenaikan, maksudnya bukan hanya mi’raj kepada Allah, naiknya hamba kepada keridhaan Allah, dari derajat yang hina menuju keluhuran, naiknya amal pahala kehadhirat Allah untuk di laporkan, naiknya ruh-ruh para Syuhada dan Shalihin ke Surga Nya Allah subhanahu wata’ala, “naik para malaikat itu setiap harinya, yang setiap harinya itu dalam satu hari seakan 50 ribu tahun di bumi” ((QS Al Ma’arij 4)

Jadi kalau kita lihat misalnya kita tawaf di Ka’bah, kalau kita dekat dengan Ka’bah mungkin dua menit sudah selesai satu putaran, makin jauh, jauh sampai 30 – 40 meter, bisa satu jam baru bisa selesai satu putaran, makin jauh lagi bisa dua jam baru selesai satu putaran, nah ini langit satu hari kita putaran satu hari 50 ribu tahun karena jauhnya jarak kita dengan induk perputaran waktu yang di cipta oleh Allah subhanahu wata’ala di bumi butuh 50 ribu tahun putarannya, sedangkan di sana hanya satu hari saja di Arsy Allah subhanahu wata’ala, disana satu hari kita 50 ribu tahun.
“mereka mengiranya masih jauh, kami melihatnya dekat” ((QS Al Ma’arij 6-7)

Karena mungkin dihadapan para malaikat di langit hari kiamat sudah kurang dari satu hari, mungkin !! kurang dari 50 ribu tahun bagi kita jauh masih, mungkin 25 ribu tahun lagi, kalau 25 ribu tahun lagi kalau seandainya usia kita 100 tahun saja, kalau 25 ribu tahun berarti 100 keturunan lagi yang yang usianya 100 tahun baru Kiamat,
Allah subhanahu wata’ala berfirman : “Manusia melihat hari kiamat masih jauh, tapi Allah melihatnya sudah sangat dekat”
Karna ribuan tahun di sini hanya beberapa jam disana, perputaran waktunya begitu, Allah mengatur cepatnya waktu disini jauh lebih lambat, hadirin hadirat yang dimuliakan Allah.
“hari itu jagad Raya ini Allah buat mencair, tujuh lapis langit bumi itu mencair seperti timah yang dipanaskan lalu mencair” ((QS Al Ma’arij 8)
Masuk logika? tidak masuk logika sepertinya, bagaimana masuk logika.
Tapi kalau logika orang yang beriman bisa saja, dari benda cair setetes bisa menjadi manusia yang punya tulang, darah, kepala, pikiran, otak, jantung segala-galanya bisa, bagaimana 7 lapis langit bumi akan mencair dengan kewibawaan Allah subhanahu wata’ala.
“dan saat itu gunung-gunung bagaikan debu yang berterbangan karna guncangan” ((QS Al Ma’arij 9)
Bukan hanya di Aceh, bukan Jakarta, bukan Sumatera, bukan Sulawesi, seluruh jagad Raya di guncang oleh Allah subhanahu wata’ala dan langit ini dibuat mencair oleh Allah subhanahu wata’ala, tidak terbayang dahsyatnya, semoga kita tidak merasakan hari Kiamat.

Diriwayatkan di dalam Shahih Bukhari :
“seburuk-buruk dan orang yang paling rugi adalah yang hidup saat kejadian hari Kiamat”
Karena sudah tidak ada orang beriman lagi tidak ada yang menyabut Nama Allahu Allah lagi di muka bumi, semuanya pendosa, semuanya berbuat kejahatan, saat seperti itu.
Nau’zubillah, mudah-mudahan kita dan keturunan kita tidak merasakan hari Kiamat.
“saat itu Allah subhanahu wata’ala menunjukkan hari dimana para pengasuh tidak lagi menanyakan bayi yang di asuhnya” ((QS Al Ma’arij 10)

kenapa jika mereka telah melihat amal-amalnya,
dikatakan oleh Al imam Busyro al Hafi Alayhi Rahmatullah dalam riwayat lain yaitu Hasan al Basri, kalau manusia itu ditanya oleh Allah satu perbuatan yang makruh bukan yang haram, ia akan mencair dari malunya di hadapan Allah subhanahu wata’ala, bukan yang haram, yang makruh apa lagi yang haram , ketika namanya dipanggil ke hadapan kehadapan Maha raja alam semesta.
“dan saat itulah permukaan bumi berubah bukan seperti permukaan bumi, rata tidak ada pegunungan, tidak ada pepohonan, tidak ada lembah, tidak ada pegunungan”
diriwayatkan di dalam Kutubuttafaasir dijadikan permukaan bumi ini seperti lempengan perak yang sangat bening, putih dan panas karna matahari turun mendekat, matahari turun mendekat sudah tidak ada cahayanya, tinggal gelap dan panasnya yang lebih panas dari matahari yang terik saat ini.

hadirin hadirat, di saat itu jika ditanya oleh Allah :
manusia yang di beri jasad, di beri penglihatan, diberi pendengaran, apa yang kau perbuat pagi hari, apa yang kau perbuat siang hari, apa yang kau perbuat sore hari, apa yang kau perbuat malam hari, hari kedua sejak usiamu baligh, apa yang kau perbuat hari saat selepas pagi, siang, sore, malam, hari ketiga dalam hidup mu, apa yang kau perbuat, hari keempat, hari kelima, hari keenam, perhitungan setiap detik, pertanyaan dari Rabbul’alamin tidak menyisahkan kecuali kenikmatan terus berhenti dan kenikmatan yang tidak berhenti, dan ketaatan yang tidak berhenti dan ketidak taatan yang juga tidak berhenti, kenikmatan terus tidak berhenti.
“Rahmat Ku sampai kepada segala sesuatu” ((QS Al A’raf 156)
namun dosa-dosa kita juga terus mengalir tidak berhenti, ini yang dipertanyakan oleh Rabbul’alamin dengan ucapan lembut,
“wahai manusia apa yang membuatmu tertipu meninggalkan Tuhan Mu Yang Maha pemurah” ((QS Al Infithar 6)
adakah yang lebih Maha pemurah dari Allah, memberi dan memberi, melimpahkan dan melimpahkan anugerah, hamba Nya terus berdosa, Allah subhanahu wata’ala bukan murka langsung menutup pintu keridhoan Nya tapi pintu maaf Nya adalah pintu yang terluas dari semua pintu yang ada, bagi para pendosa pintu maaf Nya Allah paling luas terbuka dan Allah paling cepat memaafkan dari semua yang kita buat salah pada Nya.
Yang kita sakiti perasaannya yang paling cepat memaafkan Allah, kalau kau sakiti perasaan seseorang sekali kau minta maaf belum tentu ia maafkan, tapi Allah.

Diriwayatkan didalam Shahih Muslim :
pengampunan Allah secepat permohonan maaf hambanya, hambaNya mohon ampun saat itu, saat itu ia dimaafkan Allah, hadirin hadirat berhentilah mengecewakan Allah, namun bukan sekali, mungkin puluhan tahun belasan tahun, sekali minta maaf Allah terima, Allah tidak butuh kita, Allah sudah Maha baik pada kita, kamu mau ku maafkan penjara dulu, siksa di alam kubur, siksa di alam neraka karena kamu pernah melewati maksiat dalam puluhan tahun, belasan tahun,
“Kecuali yang bertaubat, beramal shaleh, Allah ganti dosa-dosanya semua dengan pahala” (QS Al Furqon 70)
Alangkah indahnya Rabbul’alamin, bergunung-gunung dosa Allah ganti jadi gunung-gunung pahala, karena apa? karena ingin dekat pada Allah, Allah hargai getaran perasaan yang ingin dekat pada Nya, dengan menggantikan dan memperindah keadaan si pendosa gelap gulita menjadi seorang hamba yang kaya raya dengan amal pahala, karena apa ? karena ingin dekat pada Nya.
Setiap detik Allah menanti kita, setiap detik kita menundanya,
Hadirin hadirat detik ini terimalah lamaran kelembutan Ilahi, Smoga Allah menuntun kita kepada keluhuran, menuntun kita kepada kemuliaan dunia dan akhirat.
Allah berfirman :
“ketika manusia di perlihatkan, hari mereka berapa kesalahan, bagaimana perbuatannya yang telah banyak menyakiti perasaan Allah, yang mereka tidak sempat bertaubat sebelum wafatnya” (QS Al Ma’arij 11)
orang yang banyak berdosa itu ingin, ingin apa ?
“Ingin menebus api neraka dengan anak-anaknya, anak-anaknya disuruh masuk neraka semuanya di jeblosin asal dia selamat, suaminya atau istrinya, kalau perempuan ingin jebloskan suaminya kedalam Neraka, supaya dia bebas dari Neraka, kalau Suami ingin lemparkan istrinya ke Neraka supaya bebas dari Neraka” ((QS Al Ma’arij 12)

Siapa ? para pendosa yang wafat belum sempat bertaubat,

“kalau perlu ia tebuskan seluruh kelompoknya masuk semua ke dalam Neraka asal ia selamat sendiri, padahal kelompoknya yang selalu dia lindungi dan melindungi dia, apakah itu partainya, apakah itu kelompoknya, apakah itu organisasinya, apakah itu teman-teman satu regunya ingin dia jebloskan semuanya ke Neraka asalkan dia selamat, kalau perlu seluruh yang ada di dunia di korbankan masuk ke Neraka asal dia selamat sendiri” ((QS Al Ma’arij 13-14)
Ini sungguh api Neraka bergejolak, mencerai beraikan tulang satu sama lain, api yang demikian itu memanggi-manggil para pendosa,
“Bagaimana nasib orang yang di panggil api Neraka” (sebagaimana firman Allah swt pada QS Al ma;arij 15,16,17)
Haramkan kami yaa Rabb, jangan satupun dari kami di panggil dari api Neraka, pastikan kami dipanggil Syafa’at Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Fulan bin fulan selalu hadir di Majelisku, hadir ikut dalam syafa’atku sebelum ia melewati hisab. Amin Allahumma amin.

Seluruh wajah ini semoga Allah beri hisab yang mudah…!
Mereka-mereka yang di beri kitab dari sebelah kanannya, asyiknya hadir di majelis, gaul dengan orang-orang yang tidak baik juga niatnya untuk mengajak mereka kepada kebaikan, kalau kejeblos dalam dosa mereka buru-buru minta pengampunan dosa, untuk mereka itu,
Wahai Allah beri mereka hisab yang mudah saja, di hisab pertanggungan jawabannya sebentar saja, lalu dia balik pada keluarganya, sudah dapat ijasah kelulusan, dapat ridhanya Allah Yang Abadi, masuk kedalam Surga Nya Allah subhanahu wata’ala

Ijasah sarjana sudah girang-girang, lempar topinya, setelah itu pengangguran bertahun tahun, akhirnya sampai ada yg jadi tukang beling juga, hadirin hadirat bukan itu tujuan kehidupan, ada ijasah yang agung yang menuntunmu kepada keluhuran yang abadi yang itu ujiannya dari sekarang, tidak nunggu semesteran 6 bulan sekali, dari sekarang ujiannya, puluhan tahun setelah itu lulus atau tidak lulus, semoga semuanya lulus dalam ujian ini, tidak lulus di dunia, lulus di akhirat abadi, mudah-mudahan lulus di dunia dan akhirat.

Hadirin hadirat beruntung para pecinta Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.
Mau tau dimana mereka?
Yang disana di panggil di api Neraka, yang disana ditarik ibu bapaknya, yang ini ditarik oleh anaknya, yang ini ditarik suaminya, yang ini ditarik istrinya, Laailahaillallah.
Wanita-wanita yang membuka auratnya ditunjuk oleh para pria “itu wahai Allah wanita itu membuka aurat sampai kami berdosa, tuntut wahai Rabb itu dosa kami” dipanggil oleh Allah wanita yang membuka auratnya, wanita yang membuka aurat menuntut juga “itu mata-mata mereka yang melihat auratku wahai Allah, tarik juga” demikian keadaannya, namun :
Rasul saw bersabda : “Seseorang bersama dengan orang yang dia Cintai” (Shahih Bukhari)
beruntung para pecinta Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, mereka bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sudah Rindu di dunia siang malam ingin jumpa Rasul di akhirat waktunya jumpa, bukan waktunya sedih, keadaan di dunia sering sedih kangen dan rindu pada Allah dan Rasul di akhirat tidak di kasih sedih lagi sama Allah sudah cukup kamu di dunia rindu terus pada Allah di akhirat di siksa lagi.
Sebagaimana Riwayat Shahih Bukhari :
“barang siapa yang rindu jumpa denganku akupun rindu jumpa dengan nya”.
semoga Allah menjadikan kita di kelompok itu. kelompok orang yang rindu pada Allah sehingga selalu bersyukur di dalam kenikmatan hingga kenikmatan bertambah menjadi kenikmatan yang lebih besar. bersabar dalam musibah bahkan selalu juga rindu pada Allah dalam musibah, hingga musibahnya cepat disingkirkan Allah karena cahaya kerinduannya kepada Allah subhaanahu wata’ala. Allah tidak tega memberinya musibah.

Hadirin hadirat yang di muliakan Allah,
Sampailah kita pada hadist Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam yang tadi kita baca:

قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَأْتِي عَلَى النَّاسِ، زَمَانٌ، لَا يُبَالِي الْمَرْءُ، مَا أَخَذَ مِنْهُ، أَمِنَ الْحَلَالِ، أَمْ مِنْ الْحَرَامِ (صحيح البخاري)

di riwayatkan di dalam Shahih Bukhari :
“Akan datang suatu masa dimana manusia itu tidak perduli lagi mengambil nafkahnya dari yang haram atau dari yang halal”

Saya sebenarnya tidak perlu berpanjang lebar karena ini sudah sering kita bahas. hanya saya ingin memperjelas, banyak hal-hal yang, kalau yang haram yang halal sudah jelas. Saudara-saudara juga sudah jelas saudari-saudari juga sudah jelas.
Banyak yang SYUBHAT yang tidak kita sadari. ini yang ingin saya bahas klo yang halal yang haram sudah di bahas di majelis ta’lim dimana-mana, yang SYUBHAT perlu saya perjelas banyak makanan-makanan yang kita kira halal padahal itu mengandung hal yang haram.

Saudara saudarku ini saya bicara secara kenyataan, dengan saudara-saudara kita yang banyak, ada yang bekerja di pabrik roti tidak nyebut pabrik roti mana.
“habib kerjaan saya ini halal nggak?“
“kenapa?”
Waktu saya masih buka sms setiap hari yang sampai 3000 sms setiap hari itu laporan masuk ini pembahasan ini sering tertunda dari waktu-waktu sampai sekarang baru sempat diungkap
“apa pekerjaanmu?”
“saya ikut bekerja di pabrik roti”
“Oh, berarti halal”
“tapi Habib rotinya di campur dengan lemak babi”
“Dimana di pasarkan?”
“di Jakarta bib…”
“Orang tau tidak yang beli?”
“tidak tau Bib, orang muslim yang beli”
Saya berkata”peringatkan teman-temanmu yang ada di situ mundur dari pekerjaan itu.dan kalau punya perhatian laporkan kepada yang berwajib supaya di tindak karena kalau jelas-jelas di kasih tau ini mengandung babi tidak apa-apa, orang-orang non muslim yang makan, tapi kalau orang yang tidak tau, siapa yang nyangka roti pake babi, siapa yang nyangka kalo yang kita lihat di tv kan daging sapi sudah di campur daging babi itu sudah kita liat di televisi hati-hati makanya, kalau beli makanan-makanan daging sapi hati-hati belanjanya, jangan-jangan yang lebih murah, hati-hati yang lebih murah, kenapa bisa lebih murah?

Zaman sekarang ini kalau kita memikirkan makanan, pusing.
Ada yang sapinya di taruhi di selang air dimulutnya sampai penuh sampai sekarat karena badannya penuh air supaya berat badan timbangannya, Masya Allah.
Sudah sekarat sapinya sudah kejang-kejang kepenuhan air masukin selang air mulutnya sudah membesar baru disembelih, Hadirin Hadirat, ini keadaan makanan kita makanan yang begini ini yang mengandung SUBHAT –SUBHAT yang harus kita hati-hati.

Ayam mati yang masuk di ayam bakar, masuk sate ayam, masuk di Kentucky, bukan saya menuduh Kentucky, bukan saya menuduh ayam bakar. tp kalo kita fikir secara logika :
Ayam yang masuk ke pasar induk setiap harinya berapa?
100 ribu ekor lebih kira-kira 100 ribu lebih itu hidup semua. paling tidak 1000 yang mati namanya juga dibawa mobil cianjur, kena angin, masuk angin juga kan ayam, kalo manusia masuk angin di kerokin sembuh, kalo kambing masuk angin mati, sapi masuk angin mati, ayam masuk angin mati, sampai pasar induk, sudah ada itu 100, 200, 1000, 2000 ayam yang disebut apa? ayam TIREN (ayam yang mati kemaren)
itu kalau kata yang jual “kan bukan racun, saya gak pakai babi ini ayam halal tapi karena mati kan tidak ngeracunin sama saja daging rasanya gak berubah”
Itu hadirin hadirat yang di sebutnya SYUBHAT itu yang melemahkan ibadah mau tau tidak bagaimana?
Coba jangan menuduh ya, jangan menuduh sembarangan, misalnya sudah jangan makan kambing jangan makan Mc Donald jangan makan ayam bakar. Jangan begitu.., kasihan pedagang semuanya. Nanti tukang ayam bakar protes di luar sana, bukan itu maksudnya.
Tapi kalian kalau makan sesuatu misalnya : ayam bakar, sate kambing, sapi. Makan sebelum makan dan sesudah makan ibadah mu bagaimana? itu saja,
kalau makan malam biasanya tiap hari bangun shubuh begitu makan sate dari situ atau makan ayam bakar dari situ besok shubuhnya tidak bisa bangun. nah… sudah tanda tanya itu, malam saya makan apa? kok saya begitu, saya ingin tau barang yang halal yang saya makan atau tidak dengan cara malasnya ibadah, tiba-tiba ibadah berat malas bangun. nah.. itu, itu bahaya itu makanan subhat, tinggalkan coba hilang, ulangi lagi terulangi lagi sampai 3 kali, nah sudah jangan di isi lagi tidak usah maki-maki sama dia mungkin dia juga tidak tau. Jangan beli disitu lagi di tempat lain, begitu juga. makannya pagi, biasanya shalat dhuha gampang saja, atau shalat dhuhur nikmat saja. malas shalat, kenapa ya ? ada 5 waktu Allah begini, Masya Allah.
kemarin-kemarin tidak bicara shalat 5 waktu berat, sekarang 5 waktu jadi berat kok jadi malas ibadah, sujud. Sudah berapa raka’at lagi nich pengen cepet selesai nach, hati-hati makanan tuch, apa yang kau makan tadi pagi? coba besok pagi jangan di makan lagi begitu juga tidak hawanya, kalo tidak aah… tanda Tanya itu tandain tuch ulangi lagi, 2 kali, 3 kali, kalau sudah terulang 3 kali singkirkan jangan di makan gitu.

Kambing juga begitu, saya kumpul empat orang sama saya makan sate kambing, beli, bawa tidak makan di tempat, tidak usah disebut dimana, Cuma hati-hati aja makan sate kambing selesai malamnya subhanallah, seperti hal yang lucu tetapi tidak pernah terjadi dalam kehidupan, terus mimpi di kejar-kejar tikus ini saya tidur dengan dzikir dengan lain sebagainya, tidak pernah mimpi di kejar-kejar tikus baru seumur hidup ini. tidur begitu lagi bangun wudhu dzikir tidur begitu lagi, inget sesuatu makan apa ya, semalem kayanya sate kambing, ada apa dengan kambingnya? coba besoknya Tanya, yang makan berempat,
“kamu kan makan bareng saya semalam, gimana sate kambing, enak?”
“enak bib tapi saya gak bisa bangun shubuh, baru tumben, biasanya tahunan tidak pernah ketinggalan subuh, kali ini tidak bangun shubuh”
nah 2 orang, jangan-jangan campur tikus nich, perasaan saya begitu, sudah ada 2 orang yang menjadi saksi, belum cukup empat orang yang makan, saya tanya yang ke tiga, saya tidak sebut cerita yang dua tidak di sebut,
“gimana sate kambing semalam, kita beli lagi disitu ya?”
“kayaknya tempat lainnya saja ya Bib…”
“kenapa?”
“tidak apa-apa”
Terus saya cerita, “saya mimpi begini tidak enak, terus teman kita yang satu bertahun-tahun tidak pernah shalat shubuh jadi telat shalat shubuh, kamu rasa apa di kambing itu, ada sesuatu?”
“iya Bib, maaf sebenarnya saya tidak berani ngomong kalau habib tidak bilang begini, semalam saya baru sampai di mulut sudah pengen muntah, saya muntahkan keluar, kok rasanya beda”
Tiga orang, tunggu yang ke empat, yang ke empat datang, “semalam bagaimana sate kambingnya, Enak?”
“enak Bib”
“ga ada mimpi buruk, telat bangun subuh, atau apa?”
“tidak Bib, tapi pas pulang kerumah muntah, masuk angin kali, berarti tidak bener ini”
Lalu saya cerita, baru dia bicara
“iya Bib, kalau begitu benar, waktu saya buka sup yang saya balik saya lihat kok ada kulit tipis berbulu hitam”

Lailahaillallah…
Kulit hitamnya tikus hitam, campur sate kambing ini.

Jakarta Hadirin hadirat jadi harus hati-hati, itu saya ceritakan satu contoh, puluhan kali saya temukan.
Oh berarti jangan makan kambing, jangan makan ayam, jangan makan sapi? Tidak
Kalian beli tapi rasakan ada perbedaan rusak ibadah kalian, mundur jangan beli di situ lagi, itu saja yang gampang.
Nah sekarang saya bicara khusus pada para pedagang yang berdagang kambing, atau ayam atau sapi, jadilah suplier yang halal karena kalian berjuang di tengah-tengah kerusakan Islam, kalau sudah Muslimin malas Ibadah, ini jawaban banyak pertanyaan yang muncul pada saya, ratusan dan ribuan kalau di hitung dari awal, itu di Forum Tanya jawab ada 10 ribu pertanyaan yang sudah di jawab, lebih dari 10 ribu yang sudah di jawab di website itu mungkin ada 500 lebih pertanyaannya sama :
“kenapa Bib, kalau saya hadir majelis senang, nangis, do’a, keluar malas lagi Shalat, keluar dosa lagi”
Hati-hati dari makananmu.

Hadirin hadirat ini yang ingin saya bahas didalam hadits ini, hati-hati dalam makananmu, karena Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam sangat menjaga Sayyidina Ali bin Abi Tholib Ra, ketika makan siang orang-orang Muslim ada yang makan berdua, ada yang makan bertiga, Sayyidina Ali sendiri, orang-orang bilang “kok Sayyidina Ali mengumpati makanannya sendiri, tidak mengajak orang”
“Yaa Sayyidina Ali kau makan sendiri, kau makan apa?”
Ali bin Abi Tholib Ra berkata “aku yakin kalian tidak akan snang dengan makananku ini”
“iya bagi-bagi lah, kok makan sendiri?”
Dia mengeluarkan roti kering yang sudah berhari-hari,
“ini makananku, setiap aku makan hanya ¼ nya saja aku makan sedikit”
“kenapa?? ini banyak makanan yang lain?”
“aku yakin sekali ini yang halal, ini lebih berharga bagiku, makanya aku simpan, aku makan sendiri tidak mau kasih keorang, orang tidak akan mau roti kering yang sudah berhari-hari seperti batu, makannya harus di celupkan di air supaya bisa lembut” demikian al Imam Sayyidiy Ali bin Abi Thalib Ra.

Hadirin hadirat ini yang saya sampaikan, jadi hati-hati kalau kalian diwaktunya berusaha menjadi suplier daging dan sebagainya usahakan kalian mempelopori hal ini, dan kalau ada melihat hal-hal yang tidak benar pada tempat dia bekerja, makanan, restoran dls yang menipu muslimin laporkan kepada pihak yang berwajib, jangan main hakim sendiri dan jangan diam, laporkan kepada pihak yang berwajib, “pak di sana begini begini….”
“Kamu siap jadi saksi”
“Siap, saya jadi saksi dari yang haram dan yang halal”
jangan jadi pengecut kita,
“saya siap jadi saksi, saya siap karena saya pemberani saya pengikut Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam”
Majelis Rasulullah bukan Majelis pengecut, tapi Majelis Rasulullah majelis yang damai, tapi bukan pengecut, kalau ada hal jangan pengecut, tetangga jualan nipu itu, dagingnya daging babi dimasukan didalam kikilnya, dimakanan-makanan di warteg-warteg di warung-warung padang, ah diam saja ah, tidak laporkan jangan kita takut, kalau takut berarti kita pengecut, kita bukan pengecut, kita berani laporkan, kita tidak takut menjadi saksi, malu kepada Allah, jangan malu kepada orang yang berbuat dosa, kita ingin supaya muslimin lain tidak tertipu,
Kalau bisa di nasehati yaa di nasehati, lebih baik di nasehati, kalau tidak bisa di nasehati jangan main pentung sembarangan, ada yang mentung nanti orang lain kita, laporkan saja.

Demikian saudara saudariku yang kumuliakan,
Ini yang saya sampaikan acara ini juga di siarkan langsung di streaming website http://www.majelisrasulullah.org di seluruh dunia dan di dengar oleh seluruh dunia, berhati-hatilah dalam memilih makanan kita.

Saudara saudariku yang kumuliakan,
Saya tidak berpanjang lebar menyampaikan tausiyah, setelah ini kita berdzikir jalaalah sebanyak 300 kali, untuk berdo’a agar suksesnya kedatangan Guru Mulia kita Al Musnid Al alamah Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin hafidh, jamaah yang mau berpartisipasi, partisipasi dengan kemampuannya masing-masing, yang punya harta dengan hartanya, yang dengan pemikiran dengan pemikirannya, yang dengan keahlian dengan keahliannya,
Bib saya punya proyektor tambahan bisa di tambahakan, silahkan,
Bib saya punya handycam bisa di pinjamkan, ayo silahkan,
Bib saya punya kendaraan untuk angkut tamu, terus terus berusaha bantu dakwah mulia ini, hadirin hadirat yang di muliakan Allah, ini besar-besaran jihad kita.

Bukannya mikir Negeri yang jauh, jauh-jauh ke palestina, di sini gembel masih banyak, kalau seandainya peduli Palestina itu dananya di bagikan kepada gembel yang ada di Jakarta ini, orang yang keluar dananya untuk peduli Palestina di Jakarta, uangnya di keluarkan bukan kesana tapi untuk gembel yang di Jakarta, bisa setahun tidak kelaparan semua gembel yang ada di Jakarta, mana yang lebih penting kampung kita atau tempat orang, kita do’akan semuanya, tapi kalau untuk kepentingan tentunya kita pentingkan yang lebih dekat, sebagaimana Riwayat Shahih Bukhari :
Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam ditanya oleh salah seorang sahabat.
“Yaa Rasulullah aku mempunyai hadiah yang ingin ku infaqkan pada siapa” Rasul berkata “pada tetanggamu” “ia Rasulullah aku punya dua tetangga, mana yang ku dahulukan” Rasul menjawab
Sabda Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam, yang pintu rumahnya lebih dekat dari pintu rumahmu, kampung kita sendiri, masyarakat kita sendiri, masih banyak yang Narkoba, masih banyak yang Miras, masih banyak yang berzinah demi mencari Nafkah, untuk menafkahi anak-anaknya, masih banyak yang terjebak perjudian, yang masih mencari uang kaget, masih banyak yang jual minuman keras, karena merasa menjual yang halal tidak laku, masih banyak anak-anak kecil di perbudak untuk menjual Narkotika di bayar dengan 500 rupiah, 1000 rupiah, dah kamu dari pada mengemis di jalan ditangkap, di bawa Satpol PP nich kamu anterin barang saja nih, nganterin barang padahal Narkotika, di perbudak terus muslimin muslimat oleh kejahatan-kejahatan musuh-musuh kita tanpa kita sadari rumah kita di jajah oleh mereka, makanan kita sudah di pasok dengan makanan yang tidak halal, sampai pil-pil, bungkus-sungkus pilpun terbuat dari lemak babi, hadirin hadirat ini penjajahan tidak kita rasakan, ini bukan membuat kita mati Syahid seperti Palestina ini membuat kita mati Su’ul Khatimah, Nau’dzubillah, ini lebih berbahaya, harus kita perdulikan penjajahan pada diri kita, pada Negara kita, pada Masyarakat kita, agama kita dan keluarga kita, rumah tangga kita, kita harus merdeka dengan bimbingan Sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allah subhanahu wata’ala jaga kita dari makanan-makanan yang haram, Allah Jaga kita dari makanan-makanan yang Subhat, Allah jaga kita dan keluarga kita dari hal-hal yang haram, Allah limpahkan kepada kita kemakmuran dan kebahagiaan, yang halal di dunia dan akhirat,
Wahai Allah hadirin hadirat ini di limpahin kesejukan dan kedamaian dunia dan akhirat, di permudah dalam mencari yang halal, ya Rahman ya Rahim, luaskan Rizki kami seluas-luasnya didalam hal yang halal, ya Rahman ya Rahim,

قال رسول الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : يَأْتِي عَلَى النَّاسِ، زَمَانٌ، لَا يُبَالِي الْمَرْءُ، مَا أَخَذَ مِنْهُ، أَمِنَ الْحَلَالِ، أَمْ مِنْ الْحَرَامِ (صحيح البخاري)

Sabda Rasulullah saw :
“Akan datang suatu masa dimana orang-orang tak perduli darimana nafkah yang diambilnya, apakah dari hal yang halal atau dari yang haram” (Shahih Bukhari)

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا …

Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. يَا الله…يَا الله… ياَ الله..

Dosa-dosa kami, kesalahan-kesalahan kami, masa depan kami dunia dan akhirat kami titipkan pada Nama Mu Yang Maha Luhur,

يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. يَا الله…يَا الله… ياَ الله..

Hadirin hadirat kita berdo’a, demi suksesnya kedatangan Guru Mulia kita, dan suksesnya acara kita dan suksesnya perjuangan kita dalam acara ini, kita bermunajat dengan menyebut ya Allah 300 kali agar kehadiran beliau membawa Rahmat dan keberkahan bagi kita, bagi bangsa kita, bagi kota kita, jadi kota damai jauh dari musibah, musim kemarau datang membawa Rahmat, musim hujan datang membawa Rahmat, bukan membawa musibah,

يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. يَا الله…يَا الله… ياَ الله..

Limpahkan Rahmat, limpahkan anugerah, limpahkan kemudahan, limpahkan kebahagiaan

يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. يَا الله…

Dua hari lagi, dua hari lagi kita akan melihat wajah yang bercahaya dan berseri

يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. يَا الله…يَا الله… ياَ الله.. يَا الله… يَا الله…ياَرَحْمَن يَارَحِيْم …لاَإلهَ إلَّاالله…لاَ إلهَ إلاَّ الله مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

yang terus saya himbau jamaah yang punya helm, helmnya di pakai, yang tidak punya helm beli kalau mampu, kalau tidak punya uang semoga Allah limpahi Rizki yang luas, yang sudah punya helm yang belum punya helm semoga di limpahi Rizki yang luas, awas sudah punya rizki luas tidak beli helm juga, demikian Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah.

3 September 2012

Muslim Yang Menjaga Lidah dan Tangannya

oleh alifbraja

قَالَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ : الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

(صحيح البخاري)

 

“Orang muslim adalah orang yang tidak mengganggu orang muslim lain baik dengan lidah maupun tangannya, dan orang yang hijrah itu adalah orang yang hijrah meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah”. ( Shahih Al Bukhari)

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh

حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ اْلجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا بِعَبْدِهِ اْلمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ نَادَانَا لَبَّيْكَ يَا مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبـَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِي جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِي هَذَا الْجَمْعِ اْلعَظِيْمِ .

Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Maha Raja alam semesta, Yang Maha Menguasai keluhuran, Yang Maha Menguasai kebahagiaan, Yang Maha Menguasai keindahan dan Maha membuat hati hamba-hamba-Nya rindu kepada yang lainnya, rindu kepada makanan, minuman, teman, keluarga dan lainnya, namun Allah hanya mengkhususkan satu sifat rindu yang agung yaitu rindu kepada Allah subhanahu wata’ala. Maka jangan salahkan orang-orang yang rindu kepada Allah jika ingin segera wafat, jangan pula salahkan orang-orang yang rindu kepada rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam jika ingin segera wafat, dan jangan salahkan orang-orang yang rindu kepada Allah dan rasul-Nya jika meminta panjang umur karena ingin hidup lebih lama lagi dalam keadaan rindu kepada Allah subhanahu wata’ala dan rasul-Nya.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Inilah malam 1 Muharram 1423 H yang merupakan 14 Abad yang silam dari usia hijrahnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, dan harus kita fahami bahwa hijrahnya rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bukan di bulan Muharram tetapi di bulan Rabi’ul Awal. Bulan Rabi’ul Awal adalah bulan lahirnya rasullah, bulan hijrahnya rasulullah dan bulan wafatnya rasullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Namun karena penanggalan Qamariyah (hijriyah), kalau penanggalan Syamsiah (Masehi) itu berdasarkan perhitungan matahari yang terdapat 12 bulan, dan perhitungan bulan qamariyah 12 bulan juga dan derajatnya diawali dengan bulan Muharram, maka tahun hijriah tidak bisa diawali dengan bulan Rabi’ul Awal, karena bulan yang pertama adalah Muharram dan yang terakhir adalah Dzulhijjah, maka perhitungan 1 Hijriah dimulai pada 1 Muharram. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari menjelaskan bahwa disini terdapat hikmah dijadikannya tahun pertama hijriah adalah Muharram, karena Muharram termasuk salah satu dari 4 bulan haram, yaitu bulan mulia selain bulan ramadhan (Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab ), dan pertengahan tahunnya adalah bulan Rajab, dan dua bulan terakhirnya adalah bulan Dzulqa’dah dan Dzulhijjah yang keduanya adalah bulan haram, dan sebaik-baiknya perkara adalah diakhirnya, maka jadilah penanggalan hijriah itu awalnya adalah bulan haram, pertengahannya bulan haram, dan terakhirnya juga bulan haram. Bulan haram (dimasa jahiliyyah) adalah bulan yang diharamkan perang, bertikai dan lainnya. Dan setelah berkembangnya agama Islam maka Allah jadikan 4 bulan itu sebagai bulan haram, namun tidak diharamkan perang disaat itu jika ada yang memerangi umat islam. Islam tidak memerangi kecuali diperangi, maka dalam keadaan seperti itu diperbolehkan perang walaupun di bulan haram. Namun Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperbanyak puasa di bulan haram, sebagaimana dijelaskan dalam Syarah An Nawawy ‘ala Shahih Muslim oleh Al Imam An Nawawy bahwa Rasulullah memperbanyak ibadah di bulan-bulan haram ; Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram, dan Rajab. Amal-amal di bulan Muharram dilipatgandakan pahalanya, oleh karena itu Rasulullah memperbanyak puasa di bulan Muharram, dan puasa yang sangat disunnahkan di bulan ini adalah puasa Asyura tanggal 10 Muharram, dimana pahala puasa di hari Asyura adalah dihapusnya dosa setahun yang lalu. Namun di dalam madzhab Syafi’i disunnahkan untuk berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram, boleh saja hanya puasa pada tanggal 10 Muharram namun dalam hal ini terdapat penjelasan lagi dimana rasulullah memperbolehkan mengikuti adat istiadat orang yahudi selama itu hal yang baik, karena di hari Asyura’ orang-orang yahudi berpuasa sedangkan orang muslim tidak berpuasa, maka Rasulullah bertanya kepada mereka mengapa mereka berpuasa di hari itu, maka mereka menjawab :

“ hari ini (10 Muharram ) adalah hari terselamatkannya Musa dan Bani Israil dari kejaran Fir’aun”,

maka rasulullah menjawab :

“kami (ummat Islam) lebih berhak untuk mensyukuri keselamatan Musa daripada kalian”,

maka Rasulullah memerintahkan para sahabat untuk berpuasa pada tanggal 10 Muharram, namun karena di hari itu orang yahudi juga berpuasa maka Al Imam Syafi’i menukil salah satu riwayat dengan mensunnahkan puasa bulan Muharram pada tanggal 9 dan 10, karena Al Imam Syafi’i menukil dari beberapa riwayat yang tsiqah dimana rasulullah bersabda :

“jika aku hidup hingga bulan Muharram tahun yang akan datang, maka aku akan berpuasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram”,

namun rasulullah wafat dan tidak mendapati bulan Muharram berikutnya. Maka Al Imam Syafi’i mengatakan bahwa perkataan rasulullah itu merupakan dalil bahwa rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mensunnahkan puasa pada tanggal 9 dan 10 Muharram. Adapun yang mengambil pendapat hanya berpuasa sunnah pada tanggal 10 Muharram, maka hal itu sah-sah saja karena riwayatnya juga ada dan shahih. Dan jika pun puasa lebih banyak lagi selain tanggal 9 dan 10 Muharram maka itu pun lebih baik lagi karena Al Imam An Nawawi berkata bahwa Rasulullah banyak berpuasa dan beribadah di bulan-bulan haram, diantaranya bulan Dzulqa’dah, Dzulhijjah, Muharram dan Rajab.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Sampailah kita pada hadits agung ini :

الْمُسْلِمُ مَنْ سَلِمَ الْمُسْلِمُونَ مِنْ لِسَانِهِ وَيَدِهِ، وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ (صحيح البخاري)

“Orang muslim adalah orang yang tidak mengganggu orang muslim lain baik dengan lidah maupun tangannya, dan orang yang hijrah itu adalah orang yang hijrah meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah”

Pahala hijrah sangat luhur, namun kita tidak kebagian pahala kemuliaan hijrah tidak pula kebagian kemulian kaum Anshar, dan orang yang mendapatkan pahala yang paling besar adalah kaum Muhajirin karena mereka telah meninggalkan keluarga, kerabat, sahabat, harta dan kampung halamannnya demi mengikuti sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam untuk hijrah ke Madinah. Rasulullah menghadapi tekanan berat di Makkah sehinga beliau tidak lagi mampu bertahan di Makkah kecuali jika beliau telah melewati batas kesabaran, jika beliau telah melewati batas kesabaran seorang rasul maka beliau tidak akan repot-repot hijrah ke Madinah namun beliau akan mengangkat kedua tangannya saja dan berdoa agar Allah binasakan orang-orang yang tidak beriman kepada beliau, maka penduduk Makkah semua akan binasa namun Rasulullah tidak melakukannya. Hal itu tidaklah mustahil, sebagaimana nabi Nuh berdoa agar bumi ditenggelamkan maka bumi pun ditenggelamkan oleh Allah kecuali kapal nabi Nuh As yang diselamatkan. Namun rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabar dan memilih untuk hijrah ke Madinah Al Munawwarah, dan diikuti oleh para sahabat, para kaum pria dan wanita, kafilah-kafilah satu persatu ikut hijrah ke Madinah Al Munawwarah. Dan sebelum hijrah ke Madinah sebagian sahabat ada yang hijrah ke Habsyah (Afrika) namun rasulullah tidak ikut hijrah kesana, maka sebagian dari sahabat ada yang kembali ke Makkah kemudian ikut hijrah ke Madinah, dan sebagian dari mereka setelah mengetahui bahwa rasulullah telah hijrah ke Madinah maka mereka pun langsung menyusul hijrah ke Madinah. Maka suatu malam ketika rasulullah memerintahkan sayyidina Ali bin Abi Thalib Kw untuk tidur di tempat tidur beliau, kemudian beliau keluar bersama sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra meninggalkan kediamannya menuju Jabal Tsaur dan bertahan disana selama 3 hari, agar jangan sampai orang-orang qurays mengejar mereka dan jika orang-orang qurays mengejar pastilah mereka akan mengejar ke Madinah sedangkan rasulullah dan sayyidina Abu Bakr masih berada di gua Tsaur, maka untuk mengecoh orang-orang qurays berdiamlah rasulullah dan sayyidina Abu Bakr di jabal Tsur sampai tidak ada lagi yang mengejar beliau barulah beliau melanjutkan perjalanannya ke Madinah. Diriwayatkan dalam Shahih Al Bukhari bahwa sayyidina Abu Bakr bercerita ketika beliau berjalan bersama Rasulullah di saat hijrah ke Madinah. Dimana ketika waktu zawal yaitu ketika matahari tepat berada di tengah-tengah yang beberapa menit kemudian masuk waktu zhuhur, jadi ketika matahari masih di tengah itu belum masuk waktu zhuhur, dan setelah matahari tergelincir sedikit maka telah masuk waktu dzuhur, dan di waktu seperti itu tidak ada yang keluar rumah karena cuaca sangat panas, maka rasulullah keluar disaat itu supaya tidak ada orang yang melihatnya dan menuju rumah sayyidina Abu Bakr As Shiddiq, dan setelah sampai ke rumah Abu Bakr, Rasulullah berkata:

“wahai putri Abu Bakr, dimana ayahmu?”,

maka sayyidah Aisyah berkata:

“labbaik wa sa’daik ya rasulullah, apa yang membuatmu datang di waktu seperti ini?”,

maka sayyidina Abu Bakr keluar dan berkata:

“labbaik ya rasulallah, wahai rasulullah apa yang membuatmu datang di waktu yang tidak biasanya engkau datang, pastilah ada hal yang penting!?”,

rasulullah menjawab:

“wahai Abu Bakr, sudah ada izin untukku meninggalakan Makkah”,

maka Abu Bakr melihat wajah rasulullah dan berkata:

“bolehkah aku yang menemanimu wahai Rasulullah?”

maka Rasulullah berkata:

“engkaulah yang terpilih dan akan menemaniku wahai Abu bakr”,

sehingga dalam sebuah riwayat sayyidah Aisyah berkata:

“aku belum pernah melihat ayahku menjerit karena gembira kecuali ketika rasulullah berkata kepadanya : “engkau yang akan menemaniku hijarh ke Madinah Al Munawwarah”,

maka disaat itu sayyidina Abu Bakr memeluk rasulullah dan menangis gembira. Maka sayyidina Abu Bakr menyiapkan kuda untuk rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dibawa ke Jabal Tsur oleh salah seorang budaknya. Ketika itu Rasulullah dan sayyidina Abu Bakr masuk ke dalam salah satu goa untuk beristirahat dimana di dalam goa itu terdapat banyak lubang ular dan sarang-sarang kalajengking, maka sayyidina Abu Bakr As Shiddiq membuka sorbannya untuk menutupi lubang-lubang itu, supaya tidak ada ular yang keluar dari lubang-lubang itu. Maka semua lubang tertutup kecuali satu lubang, dan disaat itu rasulullah tertidur di pangkuan sayyidina Abu Bakr As Shiddiq Ra. Abu Bakr pun selalu melihat lubang yang belum tertutup itu khawatir ada ular atau kalajengking yang keluar dari lubang itu, dan ternyata ada ular yang mengeluarkan kepalanya di lubang itu, maka sayyidina Abu Bakr menutup lubang itu dengan telapak tangannya sehingga ular iu terus menggigitnya dan beliau hanya menahan sakit tanpa bergeming sedikitpun karena khawatir rasulullah akan terbangun dari tidurnya, maka Abu Bakr terus menahan sakit sampai air matanya menetes karena pedihnya gigitan ular itu dan mengenai wajah rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Akhirnya rasulullah pun terbangun dari tidurnya dan berkata:

“apa yang terjadi wahai Abu Bakr?”

maka Abu Bakr menjawab :

“ular telah menggigitku wahai rasulullah”,

maka diraihlah tangan Abu Bakr yang dipenuhi dengan darah karena gigitan ular dan Rasulullah meludahinya kemudian sembuhlah luka itu. Diriwayatkan dalam riwayat yang tsiqah bahwa ular itu datang bukan ingin mengganggu tetapi ingin melihat wajah rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, namun ketika dihalangi oleh Abu Bakr As Shiddiq maka ular itu pun marah dan menggigit tangat Abu Bakr, riwayat ini dari guru mulia kita Al Musnid Al Habib Umar bin Muhammad bin Salim bin Hafizh matta’anallahu bih. Diriwayatkan didalam Shahih Al Bukhari bahwa Abu Bakr As Shiddiq berkata:

“Kami melanjutkan perjalanan, dan ketika matahari mulai terik kami mencari tempat untuk berteduh, dan ketika mendapatkan tempat berteduh maka aku membentangkan surbannya dan berkata kepada rasulullah : “duduklah wahai rasulullah, aku akan mencari sesuatu yang bisa kita makan, maka aku berkeliling ke wilayah sekitar, kemudian aku menemukan seorang yang sedang menggembala kambing, kemudian aku berkata: “boleh aku membeli susu kambing ini”, maka pengembala berkata: “kambing ini bukan milikku”, Abu Bakr berkata: “jika aku aku membelinya, apakah pemiliknya akan ridha”, pengembala itu berkata: “iya dia akan ridha”. Maka Abu Bakr As Shiddiq berkata: “kubersihkan kayu dan bejana yang digunakan untuk menampung susu itu, lalu kutaruhkan kain di atas bejana itu untuk menyaring agar tidak ada debu yang masuk kedalam bejana itu, setelah selesai kubawa bejana itu dengan ditutupi kain kehadapan rasulullah dan kuberkata: “minumlah wahai rasulullah”, maka rasulullah meminumnya, dan setelah hari mulai senja kami berangakat melanjutkan perjalanan, dan aku sesekali melihat ke kiri dan ke kanan, sebentar melihat ke belakang karena khawatir ada yang menyerang rasulullah, ketika disebelah kanan ada bukit maka aku lari kesebelah kanan rasulullah karena khawatir ada yang memanah dari arah sana maka aku lari ke sebelah kanan, ketika disebelah kanan aku merasa tidak tenang maka aku pindah ke sebelah kiri, dan ketika aku melihat ada celah-celah yang bisa menyerang dari depan maka aku pun lari ke depan”.

Demikian penjagaan Abu Bakr As Shiddiq terhadap rasulullah dalam perjalanannya menuju Madinah Al Munawwarah. Setelah itu (secara ringkas) dimana Rasulullah berangkat menuju Madinah Al Munawwarah pada awal Rabi’ul Awal dan tiba di Madinah Al Munawwarah hari Senin 12 Rabiul Awal, jadi hijrah beliau bukan di bulan Muharram, namun para sahabat sudah mulai hijrah pada bulan Muharram dan sayyidina Umar bin Khattab menjadikan Muharram sebagai awal tahun baru Hijriah karena perhitungan bulan qamariyah diawali dengan Muharram bukan Rabi’ul Awal. Dikatakan oleh Al Imam Ibn Hajar bahwa hal ini menjadi kemuliaan hijrah karena Muharram itu termasuk bulan haram. Maka tahun hijriah itu awalnya mulia, pertengahannya mulia dan akhirnya mulia pula, dan rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memperbanyak ibadah di bulan-bulan itu, hal itu menunjukkan bahwa pahala di bulan-bulan dilipatgandakan. Kemudian rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sampai di Madinah pada taggal 12 Rabiul Awal dan disambut oleh Ahlu Al Madinah, maka keluarlah seluruh penduduk Madinah dengan melantunkan:

طَلَعَ اْلبَدْرُ عَلَيْنَا مِنْ ثَنِيَّةِ اْلوَدَاعِ

Yang mana qasidah itu masih kita abadikan dan masih terngiang di telinga kita hingga malam hari ini.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Kembali ke hadits tadi dan sedikit saya jelaskan, bahwa yang dimaksud orang muslim yang baik adalah ketika orang-orang muslim lainnya aman dari gangguan lisan dan tangannya. Aman ada dua makna, yang pertama adalah lisannya (ucapannya) tidak mengganggu orang lain seperti mencaci dan yang lainnya, begitu pula tangannya tidak juga mengganggu orang lain, misalnya dia memiliki harta maka dengan hartanya dia jatuhkan posisi orang lain, dengan hartanya ia sebarkan selebaran yang berisikan fitnah tentang orang lain. Maka hati-hati kalau berbicara, karena dosa memfitnah itu lebih besar dari pembunuhan, lebih-lebih yang difitnah adalah dakwah sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga yang berbuat fitnah dimaafkan oleh Allah subhanahu wata’ala, amin, Dan makna aman yang kedua adalah dimana orang muslim yang lain selamat sebab lisannya dan tangannya, seperti sebab doa atau nasihatnya orang muslim yang lain selamat karena lidahnya, dan juga selamat karena tangannya, misalnya punya kekuasaa atau punya harta digunakan untuk membantu dakwah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka derajat yang paling mulia adalah ketika muslim yang lain selamat karena lisan dan tangannya. Maka jika mau derajat yang tinggi lagi maka selamatkanlah muslim yang lain dengan lidah dan tanganmu, jika tidak bisa maka janganlah mengganggu muslim yang lain dengan lisan atau tangan kita.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Lanjutan hadits tadi, rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

وَالْمُهَاجِرُ مَنْ هَجَرَ مَا نَهَى اللَّهُ عَنْهُ

“Dan orang yang hijrah itu adalah orang yang hijrah meninggalkan hal-hal yang dilarang oleh Allah”

Dan kita bukan termasuk Muhajir karena Rasulullah bersabda:

“ Tidak ada lagi yang hijrah setelah Fath Makkah”.

Namun Al Imam Ibn Hajar dalam Fathul Bari menjelaskan yang dimaksud adalah hijrah dari Makkah ke Madinah di zaman nabi Muhammad, karena ada hadits lain dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:

إِنَّمَا اْلأَعْمَالُ بِالنِّيَّاتِ وَإِنَّمَا لِكُلِّ امْرِئٍ مَا نَوى فَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ فَهِجْرَتُهُ إِلَى اللهِ وَرَسُوْلِهِ، وَمَنْ كَانَتْ هِجْرَتُهُ لِدُنْيَا يُصِيْبُهَا أَوْ امْرَأَةٍ يَنْكِحُهَا فَهِجْرَتُهُ إِلَى مَا هَاجَرَ إِلَيْهِ

“ Sesungguhnya setiap  perbuatan tergantung niatnya  Dan  sesungguhnya  setiap  orang  (akan dibalas)berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya  karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan”

Maka orang yang hijrah jika ingin tergolong kepada golongan orang yang berpindah kepada keluhuran, atau tergolong kedalam golongan Muhajirin dan Anshar maka ikutilah mereka dalam kebaikan, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ

( التوبة: 100)

“Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama (masuk Islam) dari golongan muhajirin dan anshar dan orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah dan Allah menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya. Itulah kemenangan yang besar” ( Qs. At Taubah: 100)

Semoga setiap nafas kita selalu dihijrahkan dari kehinaan menuju keluhuran, dan dari keluhuran menuju keluhuran yang lebih mulia lagi, amin allahumma amin. Selanjutnya kita dengarkan tausiah dari guru kita yang kita cintai fadhilah As Sayyid Ad Daa’i ilallah Al Habib Jindan bin Novel bin Jindan, yatafaddhal.

1 September 2012

Ahlus Sunnah wal Jama’ah

oleh alifbraja

Para pembaca, semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk selalu taat kepada-Nya. Kajian kita kali ini diawali dengan suatu pertanyaan yang mungkin membuat para pembaca sedikit mengernyitkan dahi. Hal ini dikarenakan adanya konsekuensi yang cukup berat di balik jawaban dari pertanyaan tersebut. Suatu jawaban yang akan mengisyaratkan sikap mental dan prinsip kita dalam beragama. Untuk itu, mari kita kaji lebih mendalam istilah tersebut.
Para pembaca, semoga Allah senantiasa membimbing kita untuk selalu taat kepada-Nya. Kajian kita kali ini diawali dengan suatu pertanyaan yang mungkin membuat para pembaca sedikit mengernyitkan dahi. Hal ini dikarenakan adanya konsekuensi yang cukup berat di balik jawaban dari pertanyaan tersebut. Suatu jawaban yang akan mengisyaratkan sikap mental dan prinsip kita dalam beragama. Untuk itu, mari kita kaji lebih mendalam istilah tersebut.

Pengertian Ahlus Sunnah wal Jama’ah

1. Definisi As-Sunnah As-Sunnah secara bahasa adalah jalan yang ditempuh atau cara pelaksanaan suatu amalan, baik dalam perkara kebaikan maupun kejelekan. (Fathul Bari, karya Al-Hafizh Ibnu Hajar Al-‘Asqolany rahimahullah, jilid 13) Adapun pengertian dalam istilah syari’ah adalah petunjuk dan jalan di mana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan para shahabatnya berada di atasnya, baik dalam hal ilmu, ‘aqidah, ucapan, ibadah, akhlaq maupun mu’amalah. Sunnah dalam makna ini wajib untuk diikiuti. (Al-Washiyyah Al-Kubra fi ‘Aqidah Ahlus Sunnah wal Jama’ah, hal. 23) Jadi makna As-Sunnah di sini bukan seperti dalam pengertian ilmu fiqih, yaitu: suatu amalan yang apabila dikerjakan mendapat pahala, dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.

2. Definisi Al-Jama’ah Al-Jama’ah, secara bahasa, berasal dari kata “Al-Jam’u” dengan arti mengumpulkan yang bercerai-berai. (Qamus Al-Muhith, karya Al-Fairuz Abadi rahimahullah) Adapun secara istilah syari’ah berarti orang-orang terdahulu dari kalangan shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Tabi’in, Tabi’ut Tabi’in dan para pengikut mereka hingga Hari Kiamat. Mereka berkumpul dan bersatu di atas Al-Haq (kebenaran) yang bersumber dari Al-Kitab dan As-Sunnah, serta para imam mereka. (Al-I’tisham, karya Al-Imam Asy-Syathibi rahimahullah, I/28)

Dari penjelasan diatas, maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang konsisten berpegang teguh dengan Sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka adalah dari kalangan shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Tabi’in (murid para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam), Tabi’ut Tabi’in (murid para Tabi’in), dan para imam yang mengikuti mereka, serta orang-orang yang mengikuti jalan mereka hingga hari Kiamat dalam perkara ‘aqidah, ucapan, dan amalan. (Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyah, karya Ibnu Abil ‘Izz Al-Hanafy rahimahullah, hal. 33) Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah orang-orang yang paling antusias dalam merujuk kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam berdasarkan pada pemahaman para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Ini adalah PRINSIP UTAMA dalam agama ini dan merupakan satu-satunya kunci bagi umat ini untuk bersatu dan terhindar dari perpecahan. Hal ini ditegaskan dan ditekankan oleh Ar-Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sabdanya:

“Aku wasiatkan kepada kalian untuk tetap bertaqwa kepada Allah dan senantiasa mendengarkan dan taat walaupun yang memimpin kalian adalah seorang budak dari Habsyi. Barangsiapa di antara kalian yang hidup (berumur panjang), niscaya akan melihat perselisihan yang banyak. Oleh karena itu, wajib bagi kalian berpegang teguh dengan sunnahku dan sunnah para Kulafa’ur Rosyidin. Gigitlah sunnah itu dengan gigi-gigi geraham kalian (peganglah kuat-kuat-red). Dan jauhilah perkara-perkara baru yang diada-adakan (dalam urusan agama), karena sesungguhnya setiap perkara yang baru yang diada-adakan adalah bid’ah, dan setiap bid’ah adalah sesat. ” (HR. Ahmad dan Ashabus Sunan, kecuali An-Nasa’i)

Dan dalam riwayat An-Nasa’i disebutkan bahwa Rasulullah bersabda: “dan setiap kesesatan akan masuk An-Nar (neraka). ” Ar-Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam juga menjelaskan tentang adanya satu kelompok yang diselamatkan oleh Allah, dan satu-satunya yang selamat dari An-Nar (neraka). Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam hadits yang diriwayatkan dari shahabat (murid beliau) Mu’awiyah bin Abu Sufyan radliyallahu ‘anhuma:

“Ketahuilah bahwa Ahlul Kitab sebelum kalian telah terpecah belah menjadi 72 golongan, dan sungguh umat ini juga akan terpecah menjadi 73 golongan. Yang 72 golongan di dalam neraka. Dan satu golongan di dalam Al-Jannah (surga), mereka itu adalah Al-Jama’ah. ” (HR. Abu Dawud, Ahmad, Ad-Darimi dan Al-Hakim. Dishahihkan Asy-Syaikh Al-Albani dalam Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah, no. 203-204, I/404).

Dalam riwayat lain disebutkan bahwa para shahabat radliyallahu ‘anhum bertanya: “Siapakah Al-Jama’ah itu, wahai Rasulullah?” Rasulullah menjawab: “Mereka adalah orang-orang yang berada di atas apa yang aku dan para shahabatku pada hari ini berada di atasnya (manhaj, aqidah, ibadah, mu’amalah, dan akhlaq yang islami-red). ” (HR. Ath-Thabarani di Al-Mu’jam Ash-Shaghir, I/256)

Dari hadits-hadits tersebut, Rasulullah menegaskan bahwa satu-satunya “solusi” agar umat selamat (terhindar) dari perpecahan, kebinasaan, kesesatan adalah hanya dengan mengembalikan segala urusan agama kepada “Sunnah” beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dan “Sunnah” para shahabat radliyallahu ‘anhum. Berpegang teguh dengan “Sunnah” para Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bermakna mengembalikan semua pemahaman terhadap Al-Qur’an dan As-Sunnah (Al-Hadits) kepada pemahaman mereka, karena di tengah-tengah merekalah ayat-ayat Al-Qur’an turun dan mereka mendengar langsung pengertiannya dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Terlalu banyak untuk disebutkan di sini ayat-ayat Al-Qur’an dan Al-Hadits yang mengabarkan tentang tingginya keutamaan dan kedudukan para Shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di sisi Allah dan Rasul-Nya . Mereka adalah manusia terbaik setelah Ar-Rasul shallallahu ‘alaihi wasallam. Terbaik dalam segala hal dalam urusan agama ini, ilmu, iman, taqwa, pemahaman, pengamalan, pembelaan terhadap agama ini, dsb. Untuk itulah kita diperintahkan mengikuti petunjuk dan jalan mereka. Bahkan, barangsiapa mengikuti jalan selain jalannya para shahabat , niscaya Allah akan biarkan dirinya tenggelam dalam kesesatan. Allah berfirman dalam Al-Qur`an surat An-Nisa: 115, yang artinya:

“Barangsiapa menentang Ar-Rasul setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan selain jalannya kaum mukminin, maka Kami biarkan dia leluasa bergelimang dalam kesesatan (berpaling dari kebenaran), dan Kami masukkan dia ke dalam Jahannam. Dan Jahannam adalah seburuk-buruk tempat kembali. ”
Al-Imam Ibnu Katsir rahimahullah dan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah lainnya menjelaskan bahwa ‘jalannya kaum mukminin’ dalam ayat di atas maksudnya adalah jalannya para shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.

Sebutan lain dari Ahlus Sunnah As-Salafy Adalah nama lain dari Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Begitu juga Al-Firqatun Najiyah, Ath-Thaifah Al-Manshurah.

Istilah “As-Salafy” atau “Salafy” atau “As-Salafus Shalih” sebenarnya merupakan istilah syar’iyyah (sesuai dengan syariat Islam). Istilah tersebut bukanlah slogan keduniaan yang berkenaan dengan politik, sosial, ekonomi ataupun yang lainnya. Bukan pula nama bagi individu, organisasi, yayasan, partai ataupun aliran-aliran tertentu yang mengatasnamakan Islam. Arti ‘Salaf’ secara bahasa adalah ‘pendahulu’ bagi suatu generasi (kamus Al-Muhith). Sedangkan dalam istilah syariah berarti orang-orang pertama yang memahami, mengimani, memperjuangkan, serta mengajarkan Islam yang diambil langsung dari shahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, Tabi’in dan Tabi’ut Tabi’in. Istilah yang lebih lengkap bagi mereka ini ialah ‘As-Salafus Sholih’ (para pendahulu yang sholih-red). (Al-Aqidah As-Salafiyah baina Al-Imam Ibnu Hanbal wal Imam Ibnu Taimiyyah, karya Dr. Sayyid Abdul Aziz As-Sily, hal. 25-28)

Sedangkan seorang muslim yang mengikuti pemahaman ini dinamakan ‘Salafy’ atau ‘As-Salafy’ (majalah As-Shalah, no. 9, halaman 86-90, keterangan Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani rahimahullah)
Penggunaan istilah ‘Salaf’ atau ‘Salafy’ sebenarnya bukanlah hal asing atau sesuatu yang baru dalam agama ini. Istilah ini banyak kita jumpai dalam kitab-kitab para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sejak dahulu.
Selain disebut As-Salafy, Ahlus Sunnah wal Jama’ah, disebut juga dengan Al-Firqatun Najiyah (kelompok yang selamat) atau juga Ath-Thaifah Al-Manshurah (kelompok yang mendapat pertolongan). Mereka senantiasa ada pada setiap generasi untuk membimbing umat ini. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda dalam haditsnya yang diriwayatkan oleh Al-Imam Al-Bukhari dan Muslim:

“Akan senantiasa ada dari umatku (tiap generasi) sekelompok orang yang selalu tampak di atas Al-Haq, tidak akan menyusahkan mereka orang-orang yang meninggalkan mereka sampai datang keputusan Allah (Hari Kiamat). ”

Merekalah Al-Firqatun Najiyah Al-Manshurah. Para imam besar ahlus sunnah (semisal Al-Imam Asy-Syafi’i, Ahmad, Abdullah Ibnul Mubarak, Al-Bukhari, At-Tirmidzi, Ibnu Hibban, Al-Hakim, Al-Ajurry, An-Nawawi, dan lain-lain) sepakat bahwa mereka adalah para ulama ‘Ahlul Hadits’. Ahlul Hadits adalah para ulama besar di jamannya. Merekalah yang paling berhak untuk dijadikan rujukan pada setiap permasalahan dalam agama ini, karena mereka adalah golongan yang paling kuat hujjahnya, paling tahu tentang Al-Qur’an sebagaimana dikatakan oleh ‘Umar ibnul Khotthob : “Akan ada sekelompok orang yang mendebat kamu dengan syubhat-syubhat (kerancuan pemahaman) yang mereka ambil dari Al-Qur’an, maka bungkamlah syubhat-syubhat mereka itu dengan Sunnah (hadits-hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam), karena orang yang tahu tentang sunnah/hadits adalah orang yang paling tahu tentang Al-Qur’an. ” (Diriwayatkan oleh Al-Ajurry dalam Asy-Syari’ah, hal. 48, dan kitab lainnya).

Demikianlah para pembaca yang mulia, berdasarkan pada keterangan-keterangan di atas, maka Ahlus Sunnah wal Jama’ah adalah satu-satunya yang akan mendapatkan pertolongan Allah dan selamat dari siksa api neraka. Oleh karena itu, wajib bagi kita untuk meniti jejak mereka, baik dalam masalah manhaj, aqidah, ibadah, akhlaq, atau mu’amalah. Tidak ada pilihan yang lain. Karena mereka tidaklah ber-ta’ashshub (fanatik) kepada pendapat seseorang/organisasi tertentu, kecuali hanya kepada sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Mereka adalah satu dan kokoh diatas satu prinsip, walaupun tempat mereka berbeda-beda dan tersebar di berbagai negeri. Alhamdulillah, di masa kita sekarang ini sangat mudah untuk mendapatkan bimbingan dari para ulama Ahlul Hadits (Ahlus Sunnah). Kitab-kitab mereka tersebar di berbagai pelosok negeri, bahkan dari tulisan para imam As-Salafus Shalih yang terdahulu hingga para ulama Ahlul Hadits di masa ini.
Semoga Allah senantiasa membimbing kita diatas “Ash-Shirathal Mustaqim”. Yaitu jalannya orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah dari kalangan para Nabi, shahabatnya dan para ulama Ahlus Sunnah wal Jama’ah sebagai pewaris dan penjaga risalah Ilahi… Amin. Wallahu a’lam bish showab.

25 Agustus 2012

Tiga Orang yang Pasti Doanya Dikabulkan

oleh alifbraja

Tiga Orang yang Pasti Doanya Dikabulkan

 
Dari Abu Hurairah Radiyallahu ‘Anhu beliau berkata : Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam bersabda :
ثلاث دعوات مستجابات لا شك فيهن : دعوة المظلوم ودعوة المسافر ودعوة الوالد على ولده
“Ada tiga doa yang pasti dikabulkan tanpa ada keraguan padanya : doanya orang yang terdholimi, doanya seorang musafir dan doa jeleknya orang tua pada anaknya”.

(Hadis ini diriwayatkan oleh Abu Dawud No.1536, dan Imam At-Tirmidzi No. 3442. Imam At-Tirmidzi mengatakan : hadits hasan. Imam Suyuti pada kitab Al Jami’ Ash Shoghir memberinya tanda shohih)

Kosa Kata Hadits :
لا شك فيهن : maksudnya tidak ada keraguan dalam hal dikabulkannya tiga doa tersebut.

الوالد : ibu termasuk dalam katagori “الوالد “ dalam keutamaan ini. Tidak disebutnya ibu dalam hadits ini dikarenakan bahwa doanya lebih berhak untuk dikabulkan. Karena, beban yang dipikul oleh ibu lebih berat dari ayah. Dialah yang telah mengandung anaknya dengan susah payah dan telah melahirkanya dengan susah payah pula.

Makna Hadits :
Allah telah menciptakan makhluk dan menjadikan mereka selalu butuh kepada-Nya dalam segala hal baik kecil ataupun besar, baik sepele ataupun yang penting. Dan Allah telah memerintahkan mereka untuk meminta dan bersandar kepada-Nya agar permintaannya dikabulkan.
Allah Subhanahu Wata’ala berfirman :

ادْعُونِي أَسْتَجِبْ لَكُمْ
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu”. ( Al Mukmin : 60 )

Dia juga berfirman :

وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran”. ( Al Baqorah : 186 )

Dan Allah telah menjadikan beberapa sebab untuk dikabulkannya doa. Sebagian sebab itu kembali kepada sifat pada orang yang berdoa, sebagian yang lain kembali kepada keutamaan waktu dan tempat dan sebagian lagi kembali kepada kemuliaan pada doa.

Hadits ini mencakup tiga diantara sifat-sifat yang apabila ada pada orang yang berdoa maka jadilah doanya itu lebih bisa untuk dikabulkan.
Sifat-sifat ini adalah :

Pertama, orang yang berdoa dalam keadaan didholimi : Allah Subhanahu Wata’ala mengabulkan doa jeleknya kepada orang yang telah mendholiminya. Begitu juga Allah mengabulkan doanya bagi orang yang telah membantunya dalam menghilangkan kedholiman terhadapnya.

Kedua, orang yang berdoa dalam keadaan safar ( bepergian ) Allah ta’ala mengabulkan doa kebaikan darinya untuk orang yang telah berbuat baik kepadanya dan juga mengabulkan doa jelek darinya untuk orang yang telah berbuat tidak baik kepadanya demikian juga Allah mengabulkan doanya untuk dirinya sendiri. Tetapi para ulama memberi syarat dalam hal ini bahwa bepergiannya orang yang berdoa tersebut adalah bepergian yang dibolehkan. Kalau bukan yang diperbolehkan maka ia tidak mendapatkan keutamaan itu.

Ketiga, orang yang berdoa adalah orangtua dari orang yang didoakan. Allah Ta’ala mengabulkan doa jelek orang tua terhadap anaknya apabila seorang anak meremehkan hak orang tuanya. Allah juga mengabulkan doa kebaikan dari orang tua untuk anaknya.

Terdapatnya keutamaan ini bagi mereka yang memiliki tiga sifat ini atau salah satunya itu dikarenakan sangat bersandarnya mereka kepada Allah Ta’ala disertai dengan kesedihan hati dan ketulusan dalam memohon.

Pelajaran Yang Dipetik Dari Hadits :
1. Bahwasanya orang yang terdapat padanya salah satu dari sifat yang disebutkan dalam hadis maka doanya dikabulkan. Dan, bahwasanya orang yang terkumpul padanya sifat yang tiga ini maka dia lebih berhak lagi untuk dikabulkan doanya. Itu seperti orang tua yang sedang bepergian yang mendoakan keburukan kepada anaknya yang telah mendurhakainya. Begitu juga orang yang terkumpul padanya dua sifat dari tiga sifat tersebut seperti ayah disertai safar atau kedholiman dan safar dan sebagainya.

2. Pengharaman kedholiman dan durhaka terhadap kedua orang tua, karena dua hal itu menyebabkan kemarahan Allah Azza Wajalla.

3. Kasih sayang dan pertolongan Allah kepada hamba-hamba-Nya baik dalam keadaan senang atau susah.
Walallahu A’lam

(Diterjemahkan dari kitab “Arba’una Haditsan Kullu Hadits Fii Tsalatsi Khishol”, penyusun : Syaikh Shaleh As-Sadlan, diposting oleh Abu Maryam Abdusshomad)

25 Agustus 2012

Tiga Orang yang Pasti Ditolong Oleh Allah

oleh alifbraja
Dari Abu Hurairah Radhiyallahu ‘Anhu, beliau berkata bahwa Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam telah bersabda :
ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُم : الْمُجَاهِدُ فِى سَبِيلِ اللَّهِ وَالْمُكَاتَبُ يُرِيدُ الأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ يُرِيدُ الْعَفَافَ
“Tiga orang yang pasti Allah akan menolong mereka : orang yang berjihad di jalan Allah, Mukatab yang ingin menebus dirinya dan orang yang menikah dengan tujuan menjaga dirinya (dari yang haram)”

(Hadits tersebut dikeluarkan oleh At-Tirmidz 4/184, Nasa’i 6/61, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak 2/160. At-Tirmidzi mengatakan : hadits hasan, Al-Hakim menyatakan shahih berdasarkan syarat Muslim dan disetujui oleh Ad-Dzahabi )

Kosa Kata Hadits
حَقٌّ عَلَى اللَّهِ عَوْنُهُم: Maksudnya adalah pertolongan dari Allah untuk mereka adalah pasti atau wajib bagi Allah menolong mereka sesuai dengan konsekuensi janjinya.

َالْمُكَاتَبُ: Yaitu hamba sahaya yang melakukan mukatabah (menebus diri untuk merdeka) dengan tuannya dengan cara membayar harta secara kredit. Apabila ia telah lunas membayarnya, maka merdekalah ia.

الأَدَاءَ: Membayar tebusan kepada tuannya sebagai tebusan bagi dirinya.

النَّاكِحُ: Orang yang menikah yang bermaksud untuk menjaga kemaluannya dari zina, homoseks dan yang semacamnya.

Makna Dari Hadits :
Allah telah menjanjikan kepada para hambanya yang beriman dengan pertolongan dan bantuan dariNya selama mereka bertakwa, beriman dan beramal shaleh serta mengikhlaskan agama hanya kepada Allah Subhanahu Wata’ala.
Allah Ta’ala berfirman :

وَعَدَ اللهُ الَّذِينَ ءَامَنُوا مِنكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي اْلأَرْضِ كَمَااسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّن بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لاَيُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman diantara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan merobah (keadaan) mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentausa.Mereka tetap menyembah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku” (An-Nur : 55)
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik” (Al-Ankabut : 69)
إِنَّ اللهَ مَعَ الَّذِينَ اتَّقَوْا وَالَّذِينَ هُم مُّحْسِنُونَ

“Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang bertaqwa dan orang-orang yang berbuat kebaikan” (Al-Ankabut : 128)

Dan Allah telah memberi kekhususan bagi sebagian orang untuk mendapatkan tambahan pertolongan dan bantuan dariNya. Di antara mereka adalah orang-orang yang disebutkan dalam hadits ini, yaitu : orang yang berjihad di jalan Allah, orang yang menikah yang ingin menjaga dirinya (dari perbuatan haram) dan mukatib yang benar-benar ingin membayar tebusan dirinya.

Dalam hadits ini terdapat isyarat yang terkandung bahwa seorang mukmin, mungkin baginya untuk melakukan perkara-perkara seperti ini walaupun dia tidak memiliki sarana yang cukup. Ini karena sangat percayanya dia terhadap kepastian pertolongan dan bantuan dari Allah.

Alasan dikhususkannya tiga orang tersebut, sebagaimana dikatakan oleh Ath-Thibi : “Karena perkara-perkara ini adalah termasuk dari perkara yang sangat berat yang menyulitkan dan sangat membebaninya”

Pelajaran Yang Bisa Diambil Dari Hadits
1. Pertolongan Allah bagi hamba-hambaNya yang beriman dan mereka bertiga disebut secara khusus dalam hadits, dikarenakan sangat beratnya kesusahan yang mereka alami dalam perkara-perkara tersebut.
2. Dianjurkannya menolong para mereka yang disebutkan dalam hadits, karena itu adalah termasuk pemberian pinjaman kepada Allah dengan cara yang baik (al-qardhul hasan). Walallahu A’lam

(Diterjemahkan dari kitab “Arba’una Haditsan Kullu Hadits Fii Tsalatsi Khishol”, penyusun : Syaikh Shaleh As-Sadlan, diposting oleh Abu Maryam Abdusshomad)

10 Agustus 2012

Perkara Baru dalam Sorotan Syariah

oleh alifbraja

Perkara Baru dalam Sorotan Syariah

 

Penulis : Ustadz Muslim Abu Ishaq Al Atsari
Ibadah itu pada asalnya haram untuk dikerjakan bila tidak ada dalil yang memerintahkannya. Inilah kaidah yang harus dipegang oleh setiap muslim sehingga tidak bermudah-mudah membuat amalan yang tidak ada perintahnya baik dari Allah maupun Rasulullah.
Nabi kita yang mulia shallallahu ‘alaihi wasallam bertutur dalam haditsnya yang agung :
“Siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami yang hal tersebut bukan dari agama ini maka perkara itu ditolak”.
Hadits yang dibawakan oleh istri beliau yang mulia Ummul Mukminin Aisyah radliallahu anha ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari rahimahullah dalam shahihnya, pada kitab Ash Shulh, bab Idzaashthalahuu `ala shulhi jawrin fash shulhu marduud no. 2697 dan diriwayatkan oleh Imam Muslim rahimahullah dalam shahihnya, pada kitab Al Aqdliyyah yang diberi judul bab oleh Imam Nawawi rahimahullah selaku pensyarah (yang memberi penjelasan) terhadap hadits-hadits dalam Shahih Muslim, bab Naqdlul ahkam al bathilah wa raddu muhdatsaati umuur, no. 1718. Imam Muslim rahimahullah juga membawakan lafaz yang lain dari hadits di atas, yaitu :
“Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya itu tertolak”
Hadits ini juga diriwayatkan oleh sebagian imam ahli hadits dalam kitab-kitab mereka. Dan kami mencukupkan takhrijnya pada shahihain (Shahih Bukhari dan Muslim).
Imam Nawawi rahimahullah berkata: “Hadits ini merupakan kaidah yang agung dari kaidah-kaidah Islam”. Beliau menambahkan lagi: “Hadits ini termasuk hadits yang sepatutnya dihafalkan dan digunakan dalam membatilkan seluruh kemungkaran dan seharusnya hadits ini disebarluaskan untuk diambil sebagai dalil”. ( Syarah Shahih Muslim)
Al Hafidz Ibnu Hajar Al Atsqalani rahimahullah setelah membawakan hadits ini dalam syarahnya terhadap kitab Shahih Bukhari, beliau berkomentar : “Hadits ini terhitung sebagai pokok dari pokok-pokok Islam dan satu kaidah dari kaidah-kaidah agama”. (Fathul Bari)
Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah dalam kitabnya Jami`ul Ulum wal Hikam juga memuji kedudukan hadits ini, beliau berkata : “Hadits ini merupakan pokok yang agung dari pokok-pokok Islam. Dia seperti timbangan bagi amalan-amalan dalam dzahirnya sebagaimana hadits: (amal itu tergantung pada niatnya) merupakan timbangan bagi amalan-amalan dalam batinnya. Maka setiap amalan yang tidak diniatkan untuk mendapatkan wajah Allah tidaklah bagi pelakunya mendapatkan pahala atas amalannya itu, demikian pula setiap amalan yang tidak ada padanya perintah dari Allah dan rasulnya maka amalan itu tidak diterima dari pelakunya. (Jami`ul Ulum wal Hikam, 1/176)
Agama Ini telah Sempurna
Allah subhanahu wa ta`ala berfirman :
“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kalian agama kalian dan telah Aku cukupkan bagi kalian nikmat-Ku dan Aku ridha Islam sebagai agama kalian”. (QS. Al Maidah : 3)
Al Hafidh Ibnu Katsir rahimahullah berkata tentang ayat di atas : “Hal ini merupakan kenikmatan Allah ta`ala yang terbesar bagi umat ini, di mana Allah ta`ala telah menyempurnakan untuk mereka agama mereka, hingga mereka tidak membutuhkan agama yang lainnya, tidak pula butuh kepada nabi yang selain nabi mereka shallallahu ‘alaihi wasallam, karena itulah Allah ta`ala menjadikan beliau sebagai penutup para nabi dan Dia mengutus beliau kepada manusia dan jin. Tidak ada sesuatu yang halal melainkan apa yang beliau halalkan dan tidak ada yang haram melainkan apa yang beliau haramkan,. Tidak ada agama kecuali apa yang beliau syariatkan. Segala sesuatu yang beliau kabarkan maka kabar itu benar adanya dan jujur, tidak ada kedustaan dan penyelisihan di dalamnya” (Tafsir Ibnu Katsir 2/14)
Dengan keadaan agama yang telah sempurna ini dalam setiap sisinya maka seseorang tidak perlu lagi mengadakan perkara baru yang tidak pernah dikenal sebelumnya, apakah berupa penambahan ataupun pengurangan dari apa yang disampaikan dan diajarkan oleh beliau Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dan dicontohkan serta diamalkan oleh salaf (pendahulu) kita yang shalih dari kalangan shahabat, tabi`in, atbaut tabi`in dan para imam yang memberikan bimbingan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam sendiri juga telah memberi peringatan dari perkara-perkara baru yang disandarkan kepada agama, sebagaimana dalam hadits Abdullah ibnu Mas`ud radliallahu anhu beliau shallallahu alaihi wasallam bersabda :
“Berhati-hatilah kalian dari perkara-perkara baru, karena sejelek-jelek perkara adalah yang diada-adakan, dan setiap perkara yang diada-adakan itu bid`ah dan setiap bid`ah itu adalah kesesatan”. (HR. Ibnu Abi Ashim dalam As Sunnah no. 25 dan hadits ini shahih sebagaimana dikatakan oleh Syaikh Albani rahimahullah)
Hadits yang semakna dengan ini datang pula dari shahabat Al Irbadh Ibnu Sariyah radliallahu anhu.
Bila kita menemui seseorang yang mengadakan perkara baru dalam agama ini dengan keterangan yang telah kita dapatkan di atas maka perkara itu batil, tertolak dan tidak teranggap sama sekali berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam :
“Siapa yang mengada-adakan perkara baru dalam agama kami ini apa yang bukan bagian darinya maka perkara itu tertolak”.
Kata Imam Nawawi rahimahullah : “Hadits ini jelas sekali dalam membantah setiap bid`ah dan perkara yang diada-adakan dalam agama”. (Syarah Muslim, 12/16)
Namun bila ada pelaku bid`ah dihadapkan padanya hadits ini, kemudian dia mengatakan bahwa bid`ah tersebut bukanlah dia yang mengada-adakan akan tetapi dia hanya melakukan apa yang telah diperbuat oleh orang-orang sebelumnya sehingga ancaman hadits di atas tidak mengenai pada dirinya. Maka terhadap orang seperti ini disampaikan padanya hadits :
“Siapa yang mengamalkan suatu amalan yang tidak di atas perintah kami maka amalannya itu tertolak”.
Dengan hadits ini akan membantah apa yang ada pada orang tersebut dan akan menolak setiap amalan yang diada-adakan tanpa dasar syar`i. Sama saja apakah pelakunya yang membuat bid`ah tersebut adalah dia atau dia hanya sekedar melakukan bid`ah yang telah dilakukan oleh orang-orang sebelumnya. Demikian penerangan ini juga disebutkan oleh Imam Nawawi dengan maknanya dalam kitab beliau Syarah Muslim (12/16) ketika menjelaskan hadits ini.
Al Imam Ibnu Rajab Al Hambali rahimahullah berkata : “Dalam sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam :
لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهُوَ رَدٌّ
ada isyarat bahwasanya amalan-amalan yang dilakukan seharusnya di bawah hukum syariah di mana hukum syariah menjadi pemutus baginya apakah amalan itu diperintahkan atau dilarang. Sehingga siapa yang amalannya berjalan di bawah hukum syar`i, cocok dengan hukum syar`i maka amalan itu diterima, sebaliknya bila amalan itu keluar dari hukum syar`i maka amalan itu tertolak. (”Jami`ul Ulum wal Hikam”, 1/177)
Pembagian Amalan
Amalan bila ditinjau dari pembagiannya terbagi menjadi dua yaitu ibadah dan mu`ammalah .
• Ibadah
Adapun amalan ibadah maka kaidah yang ada dalam pelaksanaannya : “Ibadah itu pada asalnya haram untuk dikerjakan bila tidak ada dalil yang mensyariatkanya (memerintahkannya)”. Akan tetapi dari sisi penerimaan atau penolakan amalan ibadah tersebut maka perlu memperhatikan beberapa hal berikut ini:
1. Suatu amalan merupakan ibadah pada satu keadaan namun tidak teranggap pada keadaan yang lainnya sebagai ibadah. Misalnya :
– Berdiri ketika shalat. Hal ini merupakan ibadah yang disyariatkan, namun bila ada orang yang bernadzar untuk berdiri di luar shalat dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Ta`ala tidaklah dibolehkan karena tidak ada dalil yang menunjukkan pensyariatannya. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melihat seorang laki-laki berdiri di bawah terik matahari karena nadzar yang hendak ia tunaikan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah subhanahu wa ta`ala kemudian beliau shallallahu ‘alaihi wasallam dengan serta merta memerintahkan orang itu untuk duduk dan tidak berjemur di bawah terik matahari (sebagaimana disebutkan dalam hadits riwayat Bukhari no. 6704)
– Thawaf yang disyariatkan pelaksanaannya di baitullah namun ada di antara manusia yang melaksanakannya di selain baitullah seperti di kuburan wali atau yang lainnya.
– Pelaksanaan haji di luar bulan haji
– Puasa Ramadhan di luar bulan Ramadhan atau ketika hari raya padahal ada nash yang menunjukkan tidak bolehnya berpuasa pada hari raya tersebut.
– Dan yang semisal dengan perkara-perkara yang telah kami sebutkan di atas.
2. Suatu amalan yang sama sekali tidak ada tuntunannya dalam syariat. Misalnya :
– Beribadah di sisi Ka`bah dengan siulan, tepuk tangan dan telanjang
– Mendekatkan diri kepada Allah dengan mendengarkan musik/nyanyian dan minum khamar.
Maka amalan seperti ini batil, tidak diterima bahkan ini merupakan kebid`ahan yang pelakunya dikatakan oleh Allah ta`ala :
“Apakah mereka memiliki sekutu-sekutu yang mensyariatkan bagi mereka dari agama ini apa yang Allah tidak mengizinkannya”. (QS. Asy Syuura : 21)
3. Menambah satu perkara atau lebih terhadap amalan yang disyariatkan. Amalan seperti ini jelas tertolak (akan tetapi dari sisi batal atau tidaknya ibadah tersebut maka perlu dilihat keadaannya). Misalnya :
– Ibadah shalat yang telah disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta`ala ditambah jumlah rakaatnya. Yang demikian ini membatalkan ibadah tersebut.
– Berwudhu dengan membasuh anggota wudhu lebih dari tiga kali. Yang demikian ini tidak membatalkan wudhu tersebut, namun pelakunya terjatuh pada sesuatu yang dibenci .
4. Mengurangi terhadap amalan yang disyariatkan. (Dari sisi batal atau tidaknya maka perlu dilihat dulu terhadap apa yang dikurangi dari ibadah tersebut).
– Shalat tanpa berwudhu sementara ia berhadats maka shalatnya itu batal karena wudhlu merupakan syarat sahnya shalat.
– Meninggalkan satu rukun dari rukun-rukun ibadah maka ibadah itu batal.
– Laki-laki yang meninggalkan shalat lima waktu secara berjamaah dan mengerjakannya sendirian, maka shalatnya itu tidaklah batal tapi shalatnya itu kurang nilainya dan ia berdosa karena meninggalkan kewajiban berjamaah
• Muamalah
Pembicaraan tentang muamalah maka kaidah yang ada :
“Hukum asal muamalah itu boleh/halal untuk dikerjakan (selama tidak ada dalil yang melarangnya dan mengharamkannya”).
Adapun perkara-perkara yang dilarang dan diharamkan dalam muamalah ini bisa kita sebutkan sebagai berikut :
1. Bermuamalah untuk mengganti aturan syariat
Maka perkara ini tidak diragukan lagi kebatilannya dengan contoh mengganti hukum rajam bagi orang yang berzina dengan tebusan berupa benda. Hal ini pernah terjadi di zaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, seorang pemuda yang belum menikah berzina dengan istri orang lain. Ayah si pemuda menyangka hukum yang harus ditimpakan pada putranya adalah rajam maka ia ingin mengganti hukum itu dengan memberi tebusan kepada suami si wanita tersebut berupa seratus ekor kambing berikut seorang budak perempuan. Lalu ia dan suami si wanita mendatangi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam untuk mengadukan hal tersebut dan meminta diputuskan perkara mereka dengan apa yang ada dalam kitabullah. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pun menjawab permintaan mereka :
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tanganNya, sungguh aku akan memutuskan perkara di antara kalian berdua dengan kitabullah. Kambing dan budak perempuan yang ingin kau jadikan tebusan itu ambil kembali, sedangkan hukum yang ditimpakan kepada putramu adalah dicambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama setahun”.
Lalu beliau shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan kepada salah seorang dari shahabatnya untuk mendatangi wanita yang diajak berzina oleh pemuda tersebut untuk meminta pengakuannya. Dan ternyata wanita itu mengakui perbuatan zina yang dilakukannya hingga ditimpakan padanya hukum rajam. (Sebagaimana disebutkan riwayatnya dalam hadits yang dikeluarkan Imam Bukhari dalam shahihnya, pada Kitabul Hudud no. 2695, 2696, demikian pula Imam Muslim dalam shahihnya no. 1697, 1698)
2. Bermuamalah dengan membuat akad/perjanjian yang dilarang oleh syariat.
• Akad yang tidak layak untuk diputuskan. Seperti melakukan akad nikah dengan wanita yang haram untuk dinikahi karena sepersusuan atau mengumpulkan dua wanita yang bersaudara sebagai istri.
• Akad yang hilang darinya satu syarat di mana syarat tersebut tidak bisa gugur dengan ridhanya kedua belah pihak . Seperti menikahi wanita yang sedang menjalani masa `iddah, nikah tanpa wali atau menikahi istri yang masih dalam naungan suaminya.
• Melakukan akad jual beli yang diharamkan Allah subhanahu wa ta`ala, seperti jual beli dengan cara riba, jual beli minuman keras, bangkai, babi dan sebagainya.
• Akad yang berakibat terdzaliminya salah satu dari dua belah pihak. Seperti seorang ayah menikahkan putrinya yang dewasa tanpa minta izin kepadanya. Maka akad ini tertolak ketika anak itu tidak ridha dan menuntut haknya namun bila ia ridha akad tersebut sah.
Faidah hadits
Faidah yang bisa kita ambil dari hadits ini, di antaranya :
• Batilnya perkara yang diada-adakan dalam agama
• Larangan terhadap satu perkara menunjukkan jeleknya perkara tersebut..
• Islam merupakan agama yang sempurna, tidak ada kekurangan di dalamnya dan tidak butuh koreksi dan protes terhadapnya.
• Perkara yang diada-adakan dalam agama ini adalah bid`ah dan setiap bid`ah itu sesat.
• Dengan hadits ini tertolaklah pembagian bid`ah menjadi bid`ah hasanah (bid`ah yang baik) dan bid`ah sayyiah (bid`ah yang jelek).
Seluruh akad yang dilarang oleh syariat adalah batil, demikian pula hasilnya karena apa yang dibangun di atas kebatilan maka ia batil pula.
Wallahu ta`ala a`lam bishshawwab.
Sumber:http://www.asysyariah.com/syar… _online=28

6 Agustus 2012

MENGAPA TAUHID DIBAGI TIGA

oleh alifbraja

MENGAPA TAUHID DIBAGI TIGA

 

Segala puji bagi Allah Rabb Semesta Alam, semoga kesudahan yang baik bagi orang-orang yang bertakwa, shalawat serta salam semoga tercurah kepada imamnya para rasul, pilihan Rabb Semesta Alam, nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, kepada seluruh keluarga dan para sahabatnya.

 

Amma ba’du.

Risalah ini merupakan paparan ringkas, lembaran-lembaran yang sederhana dalam menerangkan sebagian penjelasan dan dalil-dalil yang menunjukkan pembagian tauhid, dan benarnya pembagiannya menjadi tiga bagian:

 

• Tauhidur-rububiyah

• Tauhid al-uluhiyah

• Tauhid al-asma wash-shifat

 

 

PENJELASAN RINGKAS TENTANG PEMBAGIAN TAUHID

 

• Bagian Pertama: Tauhidur-Rububiyah

 

Tauhidur-rububiyah adalah penetapan bahwa Allah ta‘ala adalah Rabb, Penguasa,Pencipta serta Pemberi Rezeki dari segala sesuatu. Dan juga menetapkan bahwa Allah adalah Dzat Yang Menghidupkan dan Mematikan, Pemberi Kemanfaatan dan Kemudhorotan, yang Maha Esa dalam mengkabulan doa bagi orang yang membutuhkan. BagiNya-lah segala urusan, dan di tanganNya-lah segala kebaikan. Maha Kuasa atas segala sesuatu. Tidak ada bagi-Nya sekutu dalam hal tersebut. Dan ke-imanan kepada takdir termasuk dalam tauhid ini.

 

• Bagian Kedua: Tauhid Al-Asma wash Shifat

 

Tauhid al-asma wash shifat merupakan penetapan bahwasanya Allah Maha Mengetahui dan Maha Berkuasa atas segala sesuatu. Dialah Dzat Yang Maha Hidup, Yang Maha Mengurus makhluk-makhlukNya, Yang Tidak Mengantuk dan Tidak Tidur. Bagi-Nya lah kehendak yang berlaku serta hikmah yang jelas.

 

Dan Allah ta’ala adalah Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat, Maha Berbelas Kasih dan Maha Penyayang. Allah Yang ber-istiwa di atas arsy-Nya, Maha Sempurna Kekuasaan-Nya. Dialah Yang Maha Menguasai, Yang Maha Suci, Yang Maha Sejahtera, Yang Mengaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha suci Allah dari apa yang mereka persekutukan.

 

Demikian pula dengan asmaul husna yang selain di atas, serta sifat-sifat yang tinggi. Dan beriman dengan kokoh kepada hal tersebut tanpa tahrif (penyelewengan makna), ta’thil (pengingkaran), takyif (mempertanyakan tentang keadaannya), ataupun tamtsil (penyerupaan).

 

• Bagian Ketiga: Tauhid Al-Uluhiyah

 

Tauhid al-uluhiyah dibangun di atas keikhlasan dalam beribadah kepada Allah ta’ala. Dalam kecintaan, khauf (takut), roja’ (harapan), tawakal, roghbah (permohonan dengan sungguh-sungguh), rohbah (perasaan cemas), dan doa hanya bagi Allah satu-satunya. Serta memurnikan ibadah-ibadah seluruhnya, baik ibadah yang lahir maupun yang batin hanya bagi Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya. Serta tidak menjadikan hal tersebut untuk selain-Nya. Tidak untuk malaikat yang dekat dengan Allah ta’ala, tidak pula bagi para nabi yang diutus. Terlebih lagi bagi selain keduanya.

 

Tauhid ini merupakan kandungan dari firman Allah tabaraka wa ta’ala: Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami memohon pertolongan. (Al-Fatihah: 5)

 

Tauhid ini merupakan pucak awal dan akhir dari agama, baik secara batin maupun lahirnya, dan merupakan awal serta akhir dari dakwah para Rasul. Ini juga merupakan makna dari ucapan La Ilaha illallah (Tidak ada sesembahan yang berhak disembah melainkan Allah). Karena Al-Ilah artinya sesuatu yang disembah dan diibadahi dengan rasa cinta, takut, penghormatan, pengagungan, serta dengan seluruh jenis peribadatan.

 

Karena tauhid inilah para makhluk diciptakan, para rasul diutus, dan kitab-kitab suci diturunkan. Sehingga dengannya manusia terbagi menjadi kaum beriman atau kaum kafir, menjadi orang yang berbahagia di surga atau orang yang menderita di neraka.

 

 

LAWAN-LAWAN DARI PEMBAGIAN TAUHID

 

Ada lawan bagi setiap bagian dari pembagian tauhid. Apabila anda telah mengetahui bahwa Tauhidur-rububiyah adalah penetapan bahwa Allah ta’ala adalah Pencipta, Pemberi Rezeki, Yang Menghidupkan dan Mematikan, Pengurus segala urusan, Yang Mengatur semua makhluk-Nya. Tidak ada sekutu bagi-Nya dalam kekuasaan-Nya. Maka lawan dari itu semua adalah seorang hamba berkeyakinan adanya pengatur selain Allah, yang mengatur bersama Allah dalam urusan yang tidak bisa dilakukan melainkan hanya oleh Allah ‘azza wa jalla saja.

 

Jika anda telah mengetahui bahwa tauhid al-asma wash shifat adalah kita mengakui Allah dengan apa yang telah Allah namakan untuk diri-Nya. Dan mensifati Allah dengan apa-apa yang telah Allah sifatkan bagi diri-Nya, dan dengan apa yang disifatkan oleh Rasulullah Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam serta menafikan dari-Nya penyerupaan dan permisalan. Maka lawannya ada dua hal. Dan keduanya termaktub dalam makna ilhad (penyelewengan).

 

Yang Pertama: Menafikan hal tersebut dari Allah ‘azza wa jalla, serta mengingkari sifat-sifat yang sempurna dan mulia yang telah ditetapkan di dalam Al-Quran dan Sunnah.

 

Yang Kedua: Menyerupakan sifat Allah ta’ala dengan sifat makhluk-Nya.

 

Allah ta’ala telah berfirman: Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Asy-Syuro: 11)

 

Dan juga firman-Nya, Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada dibelakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya. (Thoha:110)

 

Apabila engkau telah mengetahui bahwa tauhid al-uluhiyah adalah mengesakan Allah ta’ala dalam seluruh jenis peribadahan serta menafikan peribadahan kepada yang selain Allah tabaraka wata’ala, maka lawan dari hal tersebut adalah: memalingkan salah satu dari jenis peribadahan kepada selain Allah ‘azza wa jalla, dan Ini adalah perkara yang mendominasi keumuman kaum musyrikin. Dan juga karena hal itu terjadilah permusuhan di antara seluruh nabi dengan umat-umat mereka .

 

 

TAUHIDUR-RUBUBIYAH SAJA TIDAKLAH CUKUP

 

Telah menceritakan di dalam kitab-Nya tentang keadaan kaum Allah musyrikin yang sesungguhnya mereka telah mengikrarkan Tauhidur-rububiyah.

 

Allah berfirman, Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?”Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah: “Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?” (Yunus:31)

 

Dan sungguh jika kalian bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah”. (Az-Zukhruf:87)

 

Dan sesungguhnya jika kalian menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?”Tentu mereka akan menjawab: “Allah”. (Al-Ankabut:63)

 

Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi? Apakah di samping Allah ada sesembahan (yang lain)? Amat sedikitlah kalian mengingati (Nya). (An-Naml:62)

 

Mereka dahulu mengenal Allah dan mengetahui tentang rububiyah, kekuasaan serta pengaturanNya. Walaupun demikian, sekedar pengakuan tidaklah mencukupi dan menyelamatkan mereka. Hal ini dikarenakan kesyirikan mereka dalam tauhid al-ibadah yang merupakan makna “La Ilaha illallah”. Karena itu Allah ta’ala berfirman tentang mereka:

 

Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (Yusuf:106)

 

Ibnu Abbas berkata, “Termasuk keimanan mereka yaitu apabila ditanyakan kepada mereka siapa yang menciptakan langit, bumi dan gunung-gunung? Mereka menjawab: ‘Allah’. Dan mereka adalah orang-orang yang musyrik.

 

Ikrimah berkata, “Mereka ditanya siapa yang menciptakan mereka dan siapa yang menciptakan langit dan bumi. Maka mereka menjawab, ‘Allah’. Ini adalah keimanan mereka kepada Allah, dan mereka juga beribadah kepada yang selain-Nya”.

 

Mujahid berkata, “Iman mereka kepada Allah adalah perkataan mereka: Allah yang menciptakan, memberikan rizqi, dan yang mematikan kami. Ini adalah keimanan mereka yang ikuti dengan mempersekutukan peribadahan kepada yang selain-Nya”.

 

Abdurrahman bin Zaid bin Aslam berkata, “Tidak ada seorang-pun yang menyembah Allah dan juga menyembah yang selainNya, melainkan dia meyakini Allah dan mengetahui bahwa Allah adalah sebagai Rabb,dan Penciptanya, yang memberikan rizqi kepadanya, tetapi keadaannya adalah sebagai orang yang mempersekutukanNya. Tidakkah engkau perhatikan bagaimana ucapan Ibrahim,

 

“Maka apakah kalian tidak memperhatikan apa yang kalian sembah.,kalian dan nenek moyang kalian yang dahulu?. Karena sesungguhnya apa yang kalian sembah itu adalah musuhku, kecuali Rabb semesta alam”. (Asy-Syuaro: 75-77)

 

Ibrahim telah mengetahui bahwa mereka ber-ibadah kepada Rabb semesta alam bersamaan dengan apa yang mereka sembah (selain Allah -pent). Tidaklah seorang berbuat syirik melainkan disisi lain dia meyakini adanya Allah. Tidaklah anda perhatikan bagaimana dulu Bangsa Arab bertalbiah. Mereka mengucapkan: “Aku penuhi panggilan-Mu ya Allah, aku penuhi panggilan-Mu. Tidak ada sekutu bagi-Mu, melainkan sekutu yang diperuntukkan bagi-Mu, Engkau menguasainya dan apa yang dia kuasai”. Dahulu kaum musyrikin mengatakan hal tersebut” .

 

Allah tabaraka wa ta’ala berfirman, Karena itu janganlah kalian mengadakan sekutu-sekutu bagi Allah, padahal kalian mengetahui. (Al-Baqarah:22)

 

Ibnu Abbas Radhiallahu ‘anhuma berkata, “Maksudnya janganlah kalian mempersekutukan Allah dengan yang selain-Nya, berupa tandingan-tandingan yang tidaklah dapat memberikan manfaat dan menimbulkan kemudaratan. Dan kalian mengetahui bahwasanya tidak ada Rabb bagi kalian, yang memberikan rezeki selain Allah, Dan sesungguhnya kalian telah mengetahui bahwa yang diserukan oleh Rasulullah kepada kalian yaitu mentauhidkan adalah suatu kebenaran yang tidak ada keraguan di dalamnya”.

 

Qatadah berkata, “Maksud dari ayat tersebut adalah: kalian mengetahui bahwa Allah-lah yang menciptakan kalian dan menciptakan langit-langit dan bumi, kemudian kalian jadikan bagiNya tandingan-tandingan” .

 

Ibnul Qayyim membawakan perkataan Ibnu Abbas Radhiallahu anhuma dalam tafsir dari firman Allah ta’ala, Segala puji bagi Allah Yang telah menciptakan langit-langit dan bumi, dan mengadakan gelap dan terang, namun orang-orang yang kafir mempersekutukan Rabb mereka. (Al-An’am:1)

 

Beliau berkata, “Yang diinginkan di sini adalah: ‘Mereka mempersekutukan Aku dengan ciptaan-Ku, berupa batu-batu dan berhala-berhala setelah mereka mengakui nikmat kekuasaan-Ku’.”

 

Yang menjadi inti pembahasan disini adalah, keadaan kaum musyirikin yang mengetahui rububiyah Allah, sebagaimana Perkataan Zuhair bin Abu Salma dari tulisan syairnya yang masyhur: Janganlah kalian menutupi apa yang ada pada diri kalian dari Allah. Walaupun kalian menyembunyikan dan menutupi maka niscaya Allah mengetahuinya. Akan di-akhirkan, ditulis dalam suatu catatan dan disimpan. Untuk suatu hari perhitungan atau disegerakan dalam pembalasan

 

Berkata Ibnu Katsir setelah membawakan dua bait syair di atas: “Sesungguhnya penyair jahiliyah ini telah mengakui keberadaan pencipta yang mengetahui segala perkara secara detail, adanya hari kebangkitan, pembalasan, serta penulisan seluruh amalan di lembaran-lembaran pada hari kiamat” .

 

Ibnu Jarir berkata, “Telah dilantunkan pada masa jahiliyah bait syair: Sungguh telah berlaku kehinaan bagi budak perempuan itu. Sungguh Ar-Rahman Rabbku telah memotong keberuntungannya

 

Salamah bin Jandal Ath-Thohawi berkata: Kalian mendahului kami, dari ketergesaan kami atas kalian. Apa yang diinginkan Ar-Rahman bisa Dia ikat dan bisa Dia lepas.

 

Hal-hal yang membuktikan permasalahan ini sangatlah banyak. Akan tetapi mereka tetap sebagai orang-orang yang musyrik, karena mereka menyembah Allah dan menyertakan yang selain-Nya.

 

 

BEBERAPA DALIL YANG MENUNJUKKAN PEMBAGIAN TAUHID

 

Terdapat banyak dalil-dalil dan petunjuk dari Kitabullah dan Sunnah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tentang pembagian tauhid menjadi tiga macam. Sungguh hal ini akan diketahui oleh seseorang yang memiliki perhatian terhadap nash-nash dari Al-Kitab dan As-Sunnah walaupun pengetahuannya tidak maksimal, bahkan barangsiapa yang menghafal Surat Al-Fatihah dan Surat An-Nas akan menemukan apa yang akan memuaskan dan mencukupi dirinya dari jelasnya dalil dan gamblangnya penjelasan terhadap permasalahan pembagian tauhid ini. Bahkan hal ini adalah suatu puncak hakikat syariat yang senantiasa ditekankan di dalam Al-Quran dan As-Sunnah.

 

1. Dalil-dalil yang menunjukkan Tauhidur-rububiyah

 

Firman Allah tabaraka wa ta’ala, Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam. (Al-Fatihah: 1)

 

Ingatlah, bahwa menciptakan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha Suci Allah, Rabb semesta alam. (Al-A’raf: 54)

 

Katakanlah: “Siapakah Rabb langit-langit dan bumi?”Jawablah: “Allah.” (Ar-Rad: 16)

 

Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kalian mengetahui?”Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.”Katakanlah: “Maka apakah kalian tidak ingat?”. Katakanlah: “Siapakah Yang menguasai langit-langit yang tujuh dan Yang menguasai `Arsy yang besar?”Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.”Katakanlah: “Maka apakah kalian tidak bertakwa?”Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab) -Nya, jika kalian mengetahui?”Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.”Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kalian ditipu?”(Al-Mu’minun:84-89)

 

Yang demikian itu adalah Allah Rabbmu, Maha Agung Allah, Rabb semesta alam. (Al-Mu’min / Ghofir: 64)

 

Allah menciptakan segala sesuatu dan Dia memelihara segala sesuatu. (Az-Zumar: 62)

 

Begitu pula dalam ayat-ayat Al-Quran yang lainnya.

 

2. Dalil-dalil yang menunjukkan tauhid al-uluhiyah

 

Firman Allah tabaraka wa ta’ala: Segala puji bagi Allah (Al-Fatihah:1)

 

Makna Allah adalah Al-Ma’luh (Yang Disembah) dan Al-Ma’bud (Yang Diibadahi). Begitu juga firman-Nya,

 

Hanya kepada Engkaulah kami menyembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. (Al-Fatihah: 4)

 

Hai manusia, sembahlah Rabb kalian Yang telah menciptakan kalian dan orang-orang yang sebelum kalian, agar kalian bertakwa. (Al-Baqarah: 21)

 

Maka sembahlah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya. Ingatlah, hanya kepunyaan Allah-lah agama yang bersih (dari syirik). Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (Az-Zumar: 2-3)

 

Katakanlah: “Hanya Allah saja Yang aku sembah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agamaku”. Maka sembahlah olehmu (hai orang-orang musyrik) apa yang kalian kehendaki selain Dia. (Az-Zumar: 14-15)

 

Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan keta`atan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus. (Al-Bayyinah: 5)

 

Begitu pula dalam ayat-ayat Al-Quran yang lainnya.

 

3. Dalil-dalil yang menunjukkan tauhid al-asma wash shifat

 

Firman Allah tabaraka wa ta’ala, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang, Yang menguasai hari pembalasan. (Al-Fatihah: 2-3)

 

Katakanlah: “Serulah Allah atau serulah Ar-Rahman. Dengan nama yang mana saja kalian seru, Dia mempunyai al asmaaul husna (nama-nama yang terbaik) (Al-Isro:110)

 

Apakah kalian mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (Maryam: 65)

 

Dialah Allah, tidak ada Sesembahan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Dia mempunyai al-asmaaul husna (nama-nama yang baik). (Thoha: 8)

 

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Asy-Syuro: 11)

 

Begitu juga pada akhir surat Al-Hasyr, dan yang selainnya dari ayat-ayat Al-Quran.

 

 

AYAT-AYAT YANG TERKUMPULKAN DI DALAMNYA PEMBAGIAN KETIGA TAUHID

 

Termasuk ayat-ayat yang mengumpulkan pembagian tauhid yang tiga adalah firman Allah tabaraka wa ta’ala dalam Surat Maryam.

 

Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kalian mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (Maryam: 65)

 

Asy-Syaikh Al-‘Allamah Abdurrohman bin Sa’di rahimahullah (berkata) ketika menerangkan bentuk pendalilan dari ayat di atas:

“Ayat ini mengandung prinsip yang agung yaitu: tauhidur- rububiyah, dan Allah ta’ala adalah Rabb, Pencipta, Pemberi rezeki, serta Pengatur segala sesuatu, dan tauhid aluluhiyah wal ibadah. Allah ta’ala adalah Sesembahan yang Berhak untuk Diibadahi. Dan sungguh Rububiyah Allah mewajibkan adanya per-ibadahan serta pentauhidan-Nya. Oleh karena itu di dalam ayat tersebut terdapat fa’ dalam firmannya. Ini menunjukkan kepada suatu sebab, yang maksudnya: karena Allah adalah Rabb bagi segala sesuatu maka Allah pulalah Dzat yang pantas disembah, maka sembahlah Allah.

 

Termasuk kandungan ayat tersebut adalah: berteguh hati di dalam beribadah kepada Allah ta’ala dan ini merupakan suatu upaya yang kokoh, serta selalu melatih dan menjaga jiwa agar selalu ber-ibadah kepada Allah ta’ala. Maka termasuk ke dalam hal ini suatu jenis kesabaran yang paling tinggi. Yaitu sabar di dalam perkara-perkara yang wajib dan mustahab, serta sabar dari perkara-perkara yang haram dan makruh, bahkan masuk kedalamnya sabar dalam menghadapi berbagai cobaan. Karena sabar terhadap berbagai cobaan tanpa adanya rasa murka, dan selalu ridho darinya kepada Allah merupakan bentuk ibadah yang terbesar yang masuk ke dalam firman Allah:“berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya”

 

Ayat ini juga menunjukkan bahwa Allah ta’ala memiliki nama-nama dan sifat-sifat yang sempurna, sifat yang penuh dengan ke-agungan, serta kekuasaan yang mulia. Dalam permasalahan ini tidak ada bagi-Nya sesuatu yang serupa, sepadan, yang menyamai. Bahkan Allah ta’ala telah menyendiri dengan kesempurnaan yang mutlak dari berbagai sudut dan sisi” .

 

 

SELURUH AYAT AL-QURAN MENETAPKAN TENTANG PEMBAGIAN TAUHID TERSEBUT

 

Di dalam menerangkan dalil-dalil Al-Quran yang menunjukkan pembagian tauhid, Al-‘Allamah Ibnul Qoyyim berkata, setelah menyebutkan semua golongan yang kebatilannya disebut sebagai tauhid: “Adapun tauhid yang diserukan oleh seluruh utusan Allah dan diturunkan dengannya kitabullah sangat bertentangan dengan itu semua (kebatilan yang dianggap tauhid-ed). Tauhid itu ada dua jenisnya: Tauhid fil ma’rifat wal itsbat (tauhid pengenalan dan penetapan) serta tauhid fith tholab wal qasd (tauhid permintaan dan tujuan).

 

Adapun yang pertama: merupakan hakikat dari Dzat Rabb ta’ala, nama-namanya, sifat-sifatnya, perbuatannya, ketinggian-Nya di atas arsy-Nya yang ada di atas langit. Pembicaraan-Nya melalui kitab-Nya, dan Dia mengajak bicara terhadap orang yang dikehendaki-Nya dari hamba-hamba-Nya, serta ketentuanNya yang bersifat menyeluruh, dan ber-ragam hikmah-hikmah-Nya. Al-Quran telah benar-benar menjelaskan jenis ini dengan penjelasan yang begitu gamblang. Sebagaimana di awal Surat Al-Hadid, dan Surat Thoha.Pada akhir Surat Al-Hasyr dan awal Surat Tanzilus Sajdah. Awal surat Ali Imron dan seluruh ayat dari Surat Al-Ikhlas dan yang selainnya.

 

Jenis yang kedua, seperti yang terkandung didalam Surat Qul Ya Ayyuhal Kafirun (Al-Kafirun), dan di dalam firman-Nya,

 

Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kalian”. (Ali Imron: 64)

 

Begitu juga pada awal Surat Tanzilul Kitab dan akhirnya. Awal surat Yunus, bagian tengah dan akhirnya. Awal surat Al-A’raf dan akhirnya. Sejumlah ayat dari surat Al-An’am. Dan pada kebanyakan dari surat-surat yang ada dalam Al-Quran, bahkan pada seluruh surat di dalam Al-Quran terkandung dua jenis tauhid ini.

 

Lebih dari itu, bahkan kita katakan dengan perkataan yang menyeluruh: bahwasanya seluruh ayat di dalam Al-Quran terkandung padanya at-tauhid, yang mempersaksikan dan yang selalu menyeru kepadanya. Karena Al-Quran isinya kalau bukan pemberitaan tentang Allah, nama-nama, sifat-sifat serta perbuatanNya dan ini adalah tauhid al-ilmi wal khobari (ilmu dan pemberitaan), maka isinya adalah dakwah kepada peribadahan untuk Allah saja, tidak ada sekutu bagi-Nya dan meninggalkan semua yang disembah selain Allah dan ini adalah tauhid al-irodiy wath-tholabiy (kehendak dan tuntutan).

 

Selain itu isi Al-Quran kalau bukan perintah, larangan dan kewajiban untuk mentaati Allah dalam larangan dan perintahnya dan ini adalah hak-hak tauhid dan penyempurnanya, maka isinya adalah pemberitaan tentang karomah Allah terhadap orang-orang yang bertauhid dan taat kepada-Nya, dan apa-apa yang tentukan baginya di dunia dan perkara-perkara apa yang menyebabkan mereka menjadi mulia di akhirat dan ini adalah balasan mentauhidkan Allah.

 

Al-Quran juga mengandung pemberitaan tentang pelaku kesyirikan dan apa-apa yang Allah tentukan baginya di dunia serta berbagai balasan di dunia yang menyengsarakan mereka, dan apa saja yang akan menimpa mereka kelak dari berbagai adzab, ini merupakan pemberitaan tentang orang yang keluar dari ketentuan hukum tauhid. Maka seluruh Al-Quran mengandung perkara tauhid, hak-haknya dan balasan-balasannya. Begitu juga perkara syirik, pelakunya, serta balasan untuk mereka. Di dalam ayat:

 

(Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam) adalah tauhid.

 

(Maha Pemurah lagi Maha Penyayang) adalah tauhid.

 

(Yang menguasai hari pembalasan) padanya ada tauhid.

 

(Hanya kepada Engkaulah kami menyembah) merupakan tauhid.

 

(Hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan) adalah tauhid.

 

(Tunjukilah kami jalan yang lurus) merupakan tauhid yang berkaitan dengan permintaan petunjuk kepada jalannya para pengikut tauhid yang diberi nikmat oleh Allah.

 

(Bukan jalan mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat). Yaitu orang-orang yang meninggalkan tauhid .

 

Asy-Syaukani Rahimahullah berkata di dalam muqaddimah kitab beliau yang mulia, Irsyaduts-Tsiqot ila Ittifaqisy-syaro’i’ ‘ala Tauhid wal-Miad wan-nubuwaat :

 

“Dan ketahuilah bahwa penyebutan ayat-ayat Al-Quran yang telah menjelaskan/menetapkan semua maksud dari tujuan-tujuan (tentang tauhid. Pent), dan juga penetapan tentang samanya syariat-syariat dalam perkara ini. Tidaklah menyulitkan bagi mereka yang membaca Al-Quranul Azhim. Karena jika dia mengambil mushaf yang mulia kemudian berhenti di bagian yang dia inginkan, atau tempat yang dia suka, atau posisi yang dia kehendaki, niscaya dia akan menemukannya (perkara tauhid. pent) dalam keadaan terbentang luas di dalam Al-Quran, dari pembukaan sampai akhirnya”.

 

 

PEMBAGIAN TAUHID MERUPAKAN SUATU KEBENARAN YANG SYAR’I YANG AKAN DIKETAHUI DENGAN SUATU PENELAHAAN

 

Syaikh Muhammad Al-Amin Asy-Syinqithi Rahimahullah berkata: “Sesungguhnya penelaahan terhadap Al-Quranul Azhim telah menunjukkan bahwa mentauhidkan Allah itu terbagi menjadi tiga bentuk:

 

Yang pertama: Tauhid dalam Rububiyah. Ini merupakan jenis tauhid yang ter-bentuk dalam fitrahnya orang-orang yang berakal.

 

Allah ta’ala berfirman, Dan sungguh jika kalian bertanya kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan mereka, niscaya mereka menjawab: “Allah” (Az-zukhruf:87)

 

Katakanlah: “Siapakah yang memberi rezki kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang ber-kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan?”Maka mereka akan menjawab: “Allah”. Maka katakanlah: “Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?”(Yunus:31)

 

Adapun tentang pengingkaran Fir’aun terhadap jenis tauhid ini dalam ucapannya, Fir`aun bertanya: “Siapa Rabb semesta alam itu?”(Asy-Syu’aro: 23)

 

Ini merupakan perihal kebohongan, yang pura-pura tidak tahu, dalam keadaan dia telah mengetahui bahwa dia adalah se-orang hamba yang dipelihara oleh Rabbnya.

 

Dengan dalil firman Allah ta’ala, Musa menjawab: “Sesungguhnya kalian telah mengetahui, bahwa tiada yang menurunkan mu`jizat-mu`jizat itu kecuali Rabb Yang memelihara langit dan bumi sebagai bukti-bukti yang nyata. (Al-Isro’:102)

 

Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya (An-Naml: 14)

 

Ini merupakan jenis tauhid yang tidak akan memberikan manfaat kecuali disertai dengan memurnikan peribadahan kepada Allah saja.

 

Sebagaimana firman Allah ta’ala, Dan sebahagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sembahan-sembahan lain). (Yusuf: 106)

 

Dan ayat-ayat yang menunjukkan tentang tauhid ini banyak sekali.

 

Yang kedua: Mentauhid-kan Allah ta’ala dalam peribadahan kepada-Nya.

 

Batasan tauhid jenis ini adalah perealisasian makna “La ilaha illallah”, yang tergabung di dalamnya penafian dan penetapan. Makna penafian dari perkataan tersebut adalah: melepaskan seluruh jenis sesembahan selain Allah, apapun bentuknya, dalam seluruh jenis peribadahan apapun bentuknya.

 

Adapun makna penetapan dari kalimat ‘La ilaha illallah’ adalah: meng-esakan Allah jalla wa’ala satu-satunya dalam semua jenis ibadah dengan ikhlas, dalam ketentuan yang telah disyariatkan oleh Allah melalui Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wasallam , dan mayoritas ayat Al-Quran berbicara tentang jenis tauhid ini, dan hal ini merupakan sebab terjadinya peperangan antara para Rasul dan Umatnya:

 

Mengapa ia menjadikan sesembahan-sesembahan itu menjadi Sesembahan yang satu saja? Sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang sangat mengherankan. (Shod: 5)

 

Dan di antara ayat-ayat yang menunjukkan jenis tauhid ini adalah firman Allah ta’ala, Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Sesembahan (Yang Haq) melainkan Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu (Muhammad: 19).

 

Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu (An-Nahl: 36).

 

Dan Kami tidak mengutus seorang rasulpun sebelum kalian, melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Sesembahan (yang hak) melainkan Aku, maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku”. (Al-Anbiya: 25)

 

Dan tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kalian: “Adakah Kami menentukan sesembahan- sesembahan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?”(Az-Zukhruf: 45)

 

Katakanlah: “Sesungguhnya yang diwahyukan kepadaku adalah: “Bahwasanya Ilahmu adalah Ilah Yang Esa, maka hendaklah kalian berserah diri (kepada-Nya)”. (Al Anbiya: 108)

 

Di dalam ayat yang mulia tersebut, telah diperintahkan untuk mengatakan: Sesungguhnya apa yang diwahyukan kepadanya terbingkai dalam jenis tauhid ini. Hal tersebut Karena kesempurnaan kalimat “La ilaha illallah”yang tercakup didalam semua kitab yang ada. Hal ini mengharuskan untuk taat kepada Allah dengan hanya ber-ibadah kepadaNya saja, dan perkara ini mencakup semua perkara aqidah, perintah serta larangan dan apa yang mengikutinya dari pahala dan hukuman. Banyak ayat-ayat yang menjelaskan tentang tauhid ini.

 

Yang ketiga: Mentauhidkan Allah dalam nama-nama dan sifat-sifat-Nya.

 

Tauhid jenis ini dibangun di atas dua prinsip:

 

Pertama: Mensucikan Allah jalla wa ‘ala dari Men-serupakanNya dengan sifat-sifat makhluk-makhluk, Sebagaimana Allah berfirman,

 

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia (Asy-Syuro:11)

 

Kedua: Beriman dengan apa yang Allah sifatkan bagi diri-Nya atau disifatkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, yang sesuai dengan kesempurnaan dan kemuliaan-Nya. Sebagaimana di dalam firman-Nya:

 

Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia: dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat. (Asy-Syuro:11)

 

Bersamaan dengan hal tersebut dilarang berusaha untuk mencari bagaimana hakekat sifat Allah (sehingga keluar dari keyakinan para salaf. Pent).

Allah berfirman:

 

Dia mengetahui apa yang ada di hadapan mereka dan apa yang ada di belakang mereka, sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya.(Thooha:110)

 

Dan sudah kami paparkan pembahasan ini secara lengkap dan luas melalui ayat Al-Quran dalam surat Al-A’raf.

 

Di dalam Al-Quranul-Azhim terdapat banyak keterangan tentang orang-orang kafir dan pengakuan mereka terhadap rububiyah Allah jalla wa’ala serta wajibnya mentauhidkan-Nya dalam peribadahan kepadaNya. Oleh karena itulah Allah mengajak bicara mereka dalam permasalahan tauhid rububiyah dengan menggunakan istifham at-taqrir (dalam bentuk pertanyaan yang bersifat ketetapan. Pent). Ketika mereka mengakui rububiyah Allah maka dengan tauhid rubiyah tersebut mereka seharusnya mengakui juga bahwa Allah-lah satu-satunya yang berhak untuk disembah, Dan Allah mencela mereka serta mengingkari atas kesyirikan mereka terhadap Allah dengan sesuatu yang lain, hal ini bersamaan dengan pengakuan mereka bahwasanya Allah adalah Rabb mereka satu-satunya. Karena barangsiapa yang mengakui bahwa Allah adalah Rabb satu-satunya, mengharuskan dari pengakuan mereka untuk meyakini: bahwa Allah adalah satu-satunya yang berhak disembah.

 

Termasuk contoh-contoh dalam perkara ini adalah firman Allah :

 

• Katakanlah: “Siapakah yang memberi rizqi kepada kalian dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan”(Yunus:31)

 

Sampai dengan firman-Nya: Maka mereka akan menjawab: “Allah”

 

Setelah mereka mengakui rububiyahNya, maka Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas tindakan kesyirikan mereka terhadap Allah dengan yang selain-Nya melalui firman-Nya: Maka katakanlah: “Mengapa kalian tidak bertakwa (kepada-Nya)?”

 

• Dan termasuk juga dalam hal ini firman Allah: Katakanlah: “Kepunyaan siapakah bumi ini, dan semua yang ada padanya, jika kalian mengetahui?”Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.”

 

Setelah mereka mengakui (rububiyahNya), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya, Katakanlah: “Maka apakah kalian tidak ingat?”

 

• Kemudian Allah berfirman, Katakanlah: “Siapakah Yang Empunya langit yang tujuh dan Yang Empunya `Arsy yang besar?”Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.”

 

Sesudah mereka mengakui (rububiyah Allah), Allah cela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Katakanlah: “Maka apakah kalian tidak bertakwa?”

 

• Kemudian Allah berfirman: Katakanlah: “Siapakah yang di tangan-Nya berada kekuasaan atas segala sesuatu sedang Dia melindungi, tetapi tidak ada yang dapat dilindungi dari (azab) -Nya, jika kalian mengetahui?”Mereka akan menjawab: “Kepunyaan Allah.”

 

Setelah mereka mengakui (rububiyah Allah), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Katakanlah: “(Kalau demikian), maka dari jalan manakah kalian ditipu?”(Al-Mu’minun:84-89)

 

• Termasuk juga firman Allah ta’ala: Katakanlah: “Siapakah Rabb langit dan bumi?”Jawabnya: “Allah”.

 

Setelah benar pengakuan mereka (terhadap rububiyahNya), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Katakanlah: “Maka patutkah kalian mengambil pelindung-pelindung kalian dari selain Allah, padahal mereka tidak menguasai kemanfaatan dan tidak (pula) kemudharatan bagi diri mereka sendiri?”. (Ar-Ra’d: 16)

 

• Termasuk juga firman Allah ta’ala, Dan sesungguhnya jika kalian tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menjadikan langit dan bumi dan menundukkan matahari dan bulan?”Tentu mereka akan menjawab: “Allah”.

 

Setelah benar pengakuan mereka (terhadap rububiyahNya), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Maka betapakah mereka (dapat) dipalingkan (dari jalan yang benar). (Al-Ankabut: 61)

 

• Firman Allah ta’ala: Dan sesungguhnya jika kalian menanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menurunkan air dari langit lalu menghidupkan dengan air itu bumi sesudah matinya?”Tentu mereka akan menjawab: “Allah”.

 

Setelah benar pengakuan mereka (terhadap rububiyahNya), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”, tetapi kebanyakan mereka tidak memahami (nya). (Al-Ankabut:63)

 

• Dan firman Allah, Dan sesungguhnya jika kalian tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?”Tentu mereka akan menjawab: “Allah”.

 

Setelah benar pengakuan mereka (terhadap rububiyahNya), Allah mencela mereka sebagai pengingkaran atas kesyirikan mereka dengan firman-Nya: Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (Luqman: 25)

 

• Dan firman-Nya, Apakah Allah yang lebih baik, ataukah apa yang mereka persekutukan dengan Dia?”Atau siapakah yang telah menciptakan langit dan bumi dan yang menurunkan air untuk kalian dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah, yang kalian sekali-kali tidak mampu menumbuhkan pohon-pohonnya?

 

Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya yang tidak ada jawaban yang lainnya kecuali: Dia adalah yang Maha Berkuasa atas penciptaan langit dan bumi, dan apa-apa yang disebut bersamanya, adalah sesuatu yang lebih baik dari benda mati yang tidak mampu berbuat apapun. Setelah jelas pengakuan mereka,maka

Allah mencela mereka sebagai mengingkari atas perbuatan mereka dengan firman-Nya: Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) mereka adalah orangorang yang menyimpang (dari kebenaran).

 

• Setelah itu Allah berfirman: Atau siapakah yang telah menjadikan bumi sebagai tempat berdiam, dan yang menjadikan sungai-sungai di celah-celahnya, dan yang menjadikan gunung-gunung untuk (mengkokohkan) nya dan menjadikan suatu pemisah antara dua laut?

 

Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya yang tidak ada lagi jawaban yang lainnya kecuali seperti yang sebelumnya. Setelah menunjukkan pengakuan mereka terhadap hal tersebut, maka Allah mencela mereka dengan firman-Nya: Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Bahkan (sebenarnya) kebanyakan dari mereka tidak mengetahui.

 

• Selanjutnya Allah jalla wa’ala berfirman: Atau siapakah yang memperkenankan (do`a) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdo`a kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan dan yang menjadikan kalian (manusia) sebagai khalifah di bumi?

 

Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya adalah seperti yang sebelumnya. Setekah menunjukkan pengakuan mereka terhadap hal tersebut, Allah mencela mereka dengan firman-Nya: Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Amat sedikitlah kalian mengingati (Nya).

 

• Kemudian Allah berfirman: Atau siapakah yang memberikan petunjuk kepada kalian dalam kegelapan di daratan dan laut dan siapa (pula) kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya?

 

Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya seperti yang sebelumnya. Setelah menunjukkan pengakuan mereka terhadap hal tersebut, Allah mencela mereka dengan firman-Nya: Apakah di samping Allah ada ilah (yang lain)? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan (dengan-Nya).

 

• Setelah itu Allah berfirman: Atau siapakah yang menciptakan (manusia dari permulaannya), kemudian mengulanginya (lagi), dan siapa (pula) yang memberikan rizqi kepada kalian dari langit dan bumi?

 

Tidak diragukan lagi bahwa jawabannya seperti yang sebelumnya. Setelah menunjukkan pengakuan mereka terhadap hal tersebut, Allah mencela mereka dengan firman-Nya: Apakah di samping Allah

2 Agustus 2012

WAKTU TIDUR YANG PALING DILARANG RASULULLAH

oleh alifbraja

WAKTU TIDUR YANG PALING DILARANG RASULULLAH

Tidur menjadi sesuatu yang esensi dalam kehidupan kita. Karena dengan tidur, kita menjadi segar kembali. Tubuh yang lelah, urat-urat yang mengerut, dan otot-otot yang dipakai beraktivitas seharian, bisa meremaja lagi dengan melakukan tidur.

Dalam Islam, semua perbuatan bisa menjadi ibadah. Begitu pula tidur, seperti yang dicontohkan oleh Rasulullah saw. Dalam Al-Quran, Allah swt pun menyuruh kita untuk tidur. Namun, ternyata ada dua waktu tidur yang dianjurkan oleh Rasulullah untuk tidak dilakukan.

1. Tidur di Pagi Hari Setelah Shalat Shubuh

Dari Sakhr bin Wadi’ah Al-Ghamidi radliyallaahu ‘anhu bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :

Ya Allah, berkahilah bagi ummatku pada pagi harinya” (HR. Abu dawud 3/517, Ibnu Majah 2/752, Ath-Thayalisi halaman 175, dan Ibnu Hibban 7/122 dengan sanad shahih).
Ibnul-Qayyim telah berkata tentang keutamaan awal hari dan makruhnya menyia-nyiakan waktu dengan tidur, dimana beliau berkata :

“Termasuk hal yang makruh bagi mereka – yaitu orang shalih – adalah tidur antara shalat shubuh dengan terbitnya matahari, karena waktu itu adalah waktu yang sangat berharga sekali. Terdapat kebiasaan yang menarik dan agung sekali mengenai pemanfaatan waktu tersebut dari orang-orang shalih, sampai-sampai walaupun mereka berjalan sepanjang malam mereka tidak toleransi untuk istirahat pada waktu tersebut hingga matahari terbit. Karena ia adalah awal hari dan sekaligus sebagai kuncinya. Ia merupakan waktu turunnya rizki, adanya pembagian, turunnya keberkahan, dan darinya hari itu bergulir dan mengembalikan segala kejadian hari itu atas kejadian saat yang mahal tersebut. Maka seyogyanya tidurnya pada saat seperti itu seperti tidurnya orang yang terpaksa” (Madaarijus-Saalikiin 1/459).

2. Tidur Sebelum Shalat Isya’

Diriwayatkan dari Abu Barzah radlyallaahu ‘anhu : ”Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam membenci tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol setelahnya” (HR. Bukhari 568 dan Muslim 647).

Mayoritas hadits-hadits Nabi menerangkan makruhnya tidur sebelum shalat isya’. Oleh sebab itu At-Tirmidzi (1/314) mengatakan : “Mayoritas ahli ilmu menyatakan makruh hukumnya tidur sebelum shalat isya’ dan mengobrol setelahnya. Dan sebagian ulama’ lainnya memberi keringanan dalam masalah ini. Abdullah bin Mubarak mengatakan : “Kebanyakan hadits-hadits Nabi melarangnya, sebagian ulama membolehkan tidur sebelum shalat isya’ khusus di bulan Ramadlan saja.”

Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata dalam Fathul-Baari (2/49) : “Di antara para ulama melihat adanya keringanan (yaitu) mengecualikan bila ada orang yang akan membangunkannya untuk shalat, atau diketahui dari kebiasaannya bahwa tidurnya tidak sampai melewatkan waktu shalat. Pendapat ini juga tepat, karena kita katakan bahwa alasan larangan tersebut adalah kekhawatiran terlewatnya waktu shalat.”

15 Juli 2012

Allah: Cahaya-Nya, Mahasuci-Nya, Rahasia-Nya

oleh alifbraja

Allah-and-Muhammad-in-Arabic--muxlimos-lair

Salam alaikum,

“Amantu bi Rasul wa bimaa qaala Rasuli”.
Aku beriman kepada Rasul dan dengan apa yang disabdakannya.

“Awwalu wa khalaqallahu Nuuri Nabiyika, yaa Jabiir. Fa khalaqa minhul asy ya-a”
Yang mula-mula sekali dijadikan Allah ialah cahaya nabimu, ya Jabir. Dijadikan daripadanya itu segala isi alam.

Berkata lagi Rasulullah Saw. pada Jabir: 
“Termasuklah diri kamu pun dari segala isi alam itu.”


Dan Rasulullah Saw. bersabda lagi:
ﺍﻧﺎ ﻣﻥ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻟﻣﺆﻣﻨﻭﻥ ﻣﻨﯥ
“Aku dari Allah dan sekalian mukmin dariku.”

Firman Allah Swt. dalam hadis qudsiy:
“Innallaaha khalaqa ruuhi nabiyyika shalallaahu `alaihi wasallam min dzaatihi”
“Sesungguh-Nya Allah menciptakan ruh Muhammad Saw. itu dari Zat-Nya.”

Allah Swt. juga menegaskan dalam hadis qudsiy lainnya:
“Lau laka laa maa khalaktul aflaka.”
Jika bukan karena engkau (Muhammad), tidak Kuciptakan alam semesta ini.

Allah dan Cahaya-Nya

Dari Cahaya Nabi ini jadi apa? Cahaya inilah yang dikatakan Nur Ilahi. Ada juga yang menyatakan ini Cahaya Allah. Jadi, yang disebut Nuur ialah Nama bagi Cahaya Tuhan. Cahaya Tuhan itu tidak pernah rusak dan tidak binasa. Ingat, Cahaya Tuhan itu bukan Tuhan. Jangan Tuhan dirupakan sebagai Cahaya.

Terdahulu Tuhan itu mentajallikan Cahaya Diri-Nya. Cahaya Diri-Nya inilah yang diakatan `alaa bikulli syai`in muhiith (meliputi segala sesuatu). Jelas sekali Cahaya Tuhan itu tubuhnya sekalian alam atau lembaga sekalian alam. Cahaya inilah tubuh maharuang. Inilah zat mutlak, yaitu satu zat yang tiada berwujud: tidak berbentuk, tidak bertempat; ujungnya tidak ada kesudahan, demikian juga pangkalnya. Bahkan munculnya pun tidak diketahui. Ini yang dikatakan satu zat yang tidak berwujud.

Kalau di Quran Surat Nuur, Cahaya Allah itu tembus menembus. Zat-zat dan cahaya-cahaya pun ditembusnya, tetapi Cahaya Tuhan ini tidak bisa ditembus sesuatu apa pun.

Kalau sudah tahu Cahaya Tuhan itu meliputi sekalian alam, tentulah yang ada pada sekalian alam ini diliputi Cahaya (wa zulumati ila Nur). Cahaya inilah Nuurun `ala nuurin, Cahaya di atas cahaya. Tentulah Cahaya Tuhan yang tertinggi.

Cahaya Tuhan ini lebih terang daripada cahaya matahari dan lebih dahsyat daripada api neraka. Tentulah tidak akan ada kehidupan di dunia dan takkan ada segala sesuatu apa pun. Agar terjadi proses-proses alam dan segala sesuatu yang hidup, Allah tabir Cahaya-Nya itu dengan Nur Muhammad. Dari Nur Muhammad ini barulah bisa terjadi segala macam proses kejadian (di alam semesta). Kalau Cahaya Tuhan saja (tanpa ditabiri dengan Nur Muhammad), Bukit Thursina pun hancur jadi debu. Demikian dengan selainnya, pasti hancur juga.

Maka dengan Rahman Allah agar alam ini ada kehidupan dan ada proses, diadakankah Nur Muhammad yang dapat menabiri kehidupan dari Cahaya-Nya. Inilah sebabnya Allah berfirman, “Jika bukan karena engkau (Muhammad), tidak Kuciptakan alam semesta ini.”

Buka juga Q.S. Fushilat:54

أَلَآ إِنَّہُمۡ فِى مِرۡيَةٍ۬ مِّن لِّقَآءِ رَبِّهِمۡ‌ۗ أَلَآ إِنَّهُ ۥ بِكُلِّ شَىۡءٍ۬ مُّحِيطُۢ
Ingatlah bahwa sesungguhnya mereka adalah dalam keraguan tentang pertemuan dengan Tuhan mereka. Ingatlah, bahwa sesungguhnya Dia Maha Meliputi segala sesuatu.

Orang yang dalam keragu-raguan itu orang yang belum kenal. Kalau orang yang sudah kenal, tidak ada keraguan lagi tentang Tuhan.

Inilah tugas yang berat bagi Rasulullah, yaitu mengenalkan manusia kepada Tuhan. Kalau sudah kenal, sembahlah yang kaukenal itu. Bagaimana kita bisa menyembah, sedangkan yang kita sembah tidak kita kenali? Bisa saja timbul rekayasa berupa patung, bulan, bintang, berupa wasilah, dan lain-lain.

Allah dan Mahasuci-Nya

Sekalian alam, semua itu Mahasucinya Allah. Kalau Allah Mahasuci, alam itu pun mahasuci juga. Mahasucinya Allah itu, berupa zat wajiba alwujud (zat yang wajib Ada). Inilah wujud Qadim dan wujud muhaddas (baharu), artinya, wujud yang boleh ada, boleh di-ada-kan, boleh juga tidak di-ada-kan.

Wujud muhaddas ini terdiri atas empat:

1. Jirim Sesuatu yang berbentuk: dapat dlihat dan diraba dengan pancaindera.
Seperti diri manusia, binatang, tumbuhan, dan benda-benda lainnya.
2. Jisim Sesuatu yang tidak dapat dilihat dan tidak dapat diraba dengan pancaindera,  Seperti angin, bebauan, iblis, jin, setan <= jisim latif  
3. Jawhar Sesuatu yang berbentuk cahaya-cahaya. Malaikat termasuk golongan ini.
4.`Arad Sekalian sifat-sifat makhluk (baharu), seperti tinggi, rendah, putih, legam, keras, lunak, kasar, dsb.

Allah tidak berupa jirim, jisim, jawhar, dan `arad ini. Kalau ada yang mempersamakan-Nya dengan jirim, jisim, jawhar, dan `arad, kemudian meyakininya, kafirlah dia!

Muakal-muakal, khodam-khodam, dan sebagainya itu, itu semua jin! Makhluk jisim.

Allah mengingatkan iblis, setan, jin itu sesungguhnya musuh-musuh kamu. Jauhilah! Mengapa ada manusia yang mau memberi sesajen ini-itu, bahkan ada yang mau berdatukkan para jin. Nauzubillah! Enyahkanlah perbuatan yang membawa kepada kesesatan.

  • Lihat kasus lumpur Lapindo itu, berapa kepala kerbau dilemparkan dan berapa banyak sesajen lainnya dipersembahkan, mengapa tidak surut juga?
  • Lihatlah batu (Gunung Merapi) disembah Mbah Maridjan diberi sesajen ini itu, kenapa masih meletup juga?

Sadarlah! Manusia itu laqad khalaqnal insaana fi ahsani taqwim. Manusia itu makhluk yang seindah-indah kejadian. Mengapa manusia mau menjatuhkan derajatnya di bawah Iblis, jin, setan?!! 

Allah dan Rahasia-Nya

Maharuang itu zat mutlak atau Cahaya Ilahi. Zat mutlak ini Rahasia Tuhan. Rasahsia Tuhan inilah Roh Qudus yang ada di sama-tengah hati atau di dalam syiir. Inilah wa fi anfusikum (Aku ada di dalam diri kamu). Yang berkuasa atas segala diri manusia.

Kalau Rahasia Tuhan (Roh Qudus) ini keluar dari jasad, ditinggalkannya jasad, binasalah jasad. Kalau dia keluar, lalu lari dari jasad, binasa juga jasad.

Kalau dia keluar dari jasad, memecahkan dirinya lalu satu dengan jasad, selamatlah jasad. Hiduplah sampai yaumil qiyamah. Tubuh ini tidak pandai tua. Makanya di akhirat itu tidak ada yang tua. Muda semuanya.

Dalam permasalahan mati, tidak perlu lagi kita mau pakai tanda-tanda, mau berseri-seri, mau tau hari dan jam-jamnya, semua itu tidak bisa dipakai (sebagai patokan). Yang penting kita ketahui: biar mati sekalipun, jasad dan ruh qudus tidak bercerai. Kalau becerai, binasa jasad. Hidup (di dunia) saja kalau jasad becerai dengan ruh, binasa jasad. Apalagi setelah mati nanti. Binasa juga jasad.

Maka perlu diketahui, Diri Tuhan yang dijadikan itulah induknya sekalian yang bernyawa. Itulah Cahaya di atas cahaya. Cahaya Tuhan yang paling tinggi. Di sinilah yang paling nikmat senikmat-nikmatnya. Tidak ada sesuatu lagi. Yang ada zawq saja. Nikmat senikmat-nikmatnya. Inilah la bi harfin wa laa syautin (tidak berhuruf, tidak bersuara). Tidak ada ilmu yang bisa menafsirkan nikmat ini.

Bagi orang tauhid yang hakiki, yang dikatakan Allah itu nikmat senikmat-nikmatnya. Diistilahkan Allah itu Surga.

Kita, Zat Asam, dan Zat Mutlak

Kita ini sudah dilindungi zat asam. Ingat uraian di atas, zat asam ini jadadnya Muhammad. Berarti kita ini sudah bersama-sama dengan zat asam. Dan zat asam sudah bersama zat mutlak.

Mengapa kita tidak bisa bertemu? Sedangkan zat mutlak selalu bersama-sama zat asam. Dan kita bersama zat asam. Suatu yang mustahil kalau tidak bisa bertemu. Hanya bagi orang yang punya pandangan dan pemikiran.

Yang namanya mahaesa itu tidak becerai. Yang dikatakan tidak bercerai ini satu. Tidak mengenal dua. Kalau diri kita bukan Diri Tuhan, becerailah. Nerakalah tempatnya. Pahami yang dikatakan Mahaesa itu. Mahaesa itu satu, tidak becerai.

Tuhan diriku. Tuhan diriku ini yang mana? Rahasia Tuhan yang ada di sama-tengah hati (pusat), itulah Diri Tuhan.

Segala ilmu sudah Aku hidayahkan kepada nabi-nabi, rasul-rasul, wali-wali, arif billah: hamba-hamba-Ku yang saleh. Ambillah Diri Aku itu! Bersama Aku-lah kamu.

Maka kata para muwwahid, Diri Tuhan jugalah yang bisa sampai ke Tuhan. Beginilah adanya cerita/pengetahuan dalam tauhid.

Jalan pengenalan pada Tuhan itu: zat semata-mata. Ini sebabnya mengenal Tuhan itu mudah. Lebih sulit itu mengenali wali Allah.

Rasulullah saw bersabda:
‘ U’budulla-ha ka an naka tara-hu fa in lam takun tara-hu fa innahu yara-ka.
“Sembahlah Allah seakan –akan kamu melihat-Nya, dan apabila kamu tidak bisa melihat-Nya, maka yakinkanlah bahwa Allah melihat kamu.”

Ketika kamu beribadah, pandanglah Allah itu. Sekarang waktu kamu salat, waktukamu bertakbir, siapa Allah itu? Maka pentinglah mengesakan diri. Bukan Ruhani saja mahaesa, jasad musti mahaesa juga. Oleh sebab itu, jasad ini perlu dimahaesakan.

Kalau jasad tidak dapat mengesakan, ruhani akan menuntut.
Sebab badan yang mengandung nyawa, bukan ruhani yang mengandung tubuh

Catatan:
Ada kalangan ulama yang menyatakan ini hadis munkar, bahkan menyatakannya sebagai dalil sesat. Sungguh, jika Allah mengizinkan, suatu hari kami akan menunjukkan betapa mereka sekalian telah ter-yahudi-kan secara perlahan sehingga tanpa sadar telah bermata satu dalam beriman Islam

12 Juli 2012

Mengikis Iman, Amalan Tertolak, Doa Tak Terkabul

oleh alifbraja

TAK heran jika umat Islam generasi awal dan para ulama sangat bersungguh-sungguh mencegah agar tidak mengkonsumusi makanan haram dan menggunakan harta haram. Itu semua disebabkan karena hal-hal yang diharamkan, kalau sampai ”tertelan” dapat menyebabkan timbulnya dampak yang amat buruk terhadap pelakunya.

Berikut ini, pengaruh menggunakan dan memakan barang haram, bagi keimanan pelaku, ”nasib” amalan, dan lainnya. Semoga kita terjauhkan dari kebururkan itu semuanya.

Penyebab Tidak Diterima Amalan

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Ketahuilah, bahwa suapan haram jika masuk dalam perut salah satu dari kalian, maka amalannya tidak diterima selama 40 hari.” (Riwayat At Thabrani).

Haji dari Harta Haram Tertolak

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Jika seorang keluar untuk melakukan haji dengan nafaqah haram, kemudian ia mengendarai tunggangan dan mengatakan,”Labbaik, Allahumma labbaik!” Maka, yang berada di langit menyeru,” Tidak labbaik dan kau tidak memperoleh kebahagiaan! Bekalmu haram, kendaraanmu haram dan hajimu mendatangan dosa dan tidak diterima.” (Riwayat At Thabrani).

Sedekah dari Harta Haram Tertolak

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda, ”Barangsiapa mengumpulkan harta haram, kemudian menyedekahkannya, maka tidak ada pahala dan dosanya untuknya.” (Riwayat Ibnu Huzaimah).

Tidak Terkabulnya Doa

Sa’ad bin Abi Waqash bertanya kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam, ”Ya Rasulullah, doakan saya kepada Allah agar doa saya terkabul.” Rasulullah menjawab, ”Wahai Sa’ad, perbaikilah makananmu, maka doamu akan terkabulkan.” (Riwayat At Thabrani).

Disebutkan juga dalam hadits lain bahwa Rasulullah bersabda, ”Seorang lelaki melakukan perjalanan jauh, rambutnya kusut, mukanya berdebu, menengadahkan kedua tangannya ke langit dan mengatakan,’Wahai Rabbku! Wahai Rabbku!’ Padahal makanannya haram dan mulutnya disuapkan dengan yang haram, maka bagaimanakah akan diterima doa itu?” (Riwayat Muslim).

Mengikis Keimanan Pelakunya

Rasulullah Shallallahu Alaih Wasallam Bersabda,”Tidaklah peminum khamr, ketika ia meminum khamr termasuk seorang Mukmin.” (Riwayat Bukhari Muslim)

Jelas, peminum khamr (minuman memabukkan, seperti alkohol) saat dia minum khamr, maka keimanannya terkikis saat itu.

Mencampakkan Pelakunya ke Neraka

Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda,”Tidaklah tumbuh daging dari makanan haram, kecuali nereka lebih utama untuknya.” (Riwayat At Tirmidzi)

Mengeraskan Hati Pelaku

Imam Ahmad pernah ditanya, apa yang harus dilakukan, agar hati mudah menerima kebenaran, maka beliau menjawab,”Dengan memakan makanan halal.” Hal ini termaktub dalam Thabaqat Al Hanabilah (1/219).

At Tustari, seorang mufassir juga pernah mengatakan, ”Barangsiapa ingin disingkapkan tentang tanda-tanda orang-orang jujur (shiddiqun), hendaknya tidak makan, kecuali yang halal dan mengamalkan Sunnah.” sebagaimana dikutip dalam Ar Risalah Al Mustarsyidin (hal. 216).

Pendapat di atas bisa dimaklumi, setelah dilihat nash-nash sebelumnya, bahwa mengkonsumsi makanan haram memasukkan pelakunya kapada pelaku maksiat yang mendapatkan ancaman neraka dan saat itu pula keimanannya tergerus. Tentu dalam kondisi demikian, bisa membuat hati pelakunya semakin keras dan enggan menerima kebenaran.