Posts tagged ‘Dan’

11 November 2012

MAQAM ROH

oleh alifbraja

MAQAM ROH

 

Dalam istilahi tasawwuf yang dimaksud maqamat sangat berbeza dengan maqam dalam istilah umum yang bererti kubur. Pengertian  maqamat secara adalah bentuk jamak dari kata maqam, yang berarti kedudukan kerohanian
Maqam erti nya :
1) adalah “tempat berdiri”, dalam istilah sufis bererti tempat atau martabat seseorang hamba di hadapan Allah pada saat dia berdiri menghadap kepada-Nya. Adapun “ahwal” bentuk jamak dari ‘hal’ 
2) biasanya diartikan sebagai keadaan minda atau fikiran yang dialami oleh para sufi celah-celah perjalanan kerohaniannya

Dengan erti kata lain, maqam diertikan sebagai suatu tahap adab
 kepadaNya dengan bermacam usaha diwujudkan untuk satu tujuan
pencarian dan ukuran tugas masing-masing yang berada dalam tahapnya
sendiri ketika dalam keadaan tersebut, serta tingkah laku riyadah
menuju kepadanya.

3  Seorang sufi tidak dibenarkan berpindah ke suatu maqam
lain, kecuali setelah menyelesaikan syarat-syarat yang ada dalam maqam
tersebut. Tahap-tahap atau tingkat-tingkat maqam ini bukannya berbentuk
yang sama di antara ahli-ahli sufi, namun mereka bersependapat bahawa
tahap permulaan bagi setiap maqam ialah taubah.
Rentetan amalan para sufi tersebut di atas akan memberi kesan kepada
keadaan rohani yang disebut sebagai al-ahwal yang diperoleh secara
rohaniah dalam hati secara tidak langsung sebagai anugerah daripada Allah
semata-mata, daripada rasa senang atau sedih, rindu atau benci, rasa takut
atau sukacita, ketenangan atau kecemasan secara berlawanan dalam kenyataan
dan pengalaman dan sebagainya.
4 Al-Maqamat dan al-ahwal adalah dua bentuk kesinambungan yang bersambungan dan bertalian daripada sebab akibat amalan-amalan melalui latihan-latihan rohani.

Banyak pendapat yang berbeza untuk mendefinisikan maqamat, di antaranya :

 Al Qusyairi, menjelaskan bahwa maqamat adalah etika seorang hamba dalam wushul (mencapai, menyambung) kepadanya dengan macam upaya, diwujudkan dengan tujuan pencarian dan ukuran tugas. Al Qusyairi menggambarkan maqamat dalam taubat – wara – zuhud – tawakal – sabar dan Ridha.

Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumudin membuat sistematika maqamat dengan taubat – sabar – faqir – zuhud – tawakal – mahabbah – ma’rifat dan redha.

At Thusi menjelaskan maqamat sebagai berikut : Al Taubat – Wara – Zuhud – faqir – sabar – redha – tawakal – ma’rifat.

Al Kalabadhi (w. 990/5) didalam kitabnya “Al taaruf Li Madzhab Ahl Tasawuf”, menjelaskan ada sekitar 10 maqamat : Taubat – zuhud – sabar – faqir – dipercaya – tawadhu (rendah hati) – tawakal – redha – mahabbah (cinta) -dan ma’rifat.

Ibn Arabi dalam kitab Al futuhat Al Makiyah bahkan menyebutkan enam puluh maqam tetapi tidak memperdulikan sususunan maqam tersebut.

Maqam-maqam di atas harus dilalui oleh seorang sufi yang sedang mendekatkan diri kepada Tuhannya. Karena urutan masing-masing ulama sufi dalam menentukan urutan seperti yang tersebut di atas tidak seragam sehingga mengelirukan murid, biasanya Syaikh (guru) tasawuf akan memberikan petunjuknya kepada muridnya.

Menjelaskan perbezaan tentang maqamat dan hal mengelirukan karena definisi dari masing-masing tokoh tasawuf berbeza tetapi umumnya yang dipakai sebagai berikut:

Maqamat adalah perjalanan rohaniah yang diperjuangkan oleh para Sufi untuk memperolehnya. Perjuangan ini pada hakikatnya merupakan perjuangan srohaniah yang panjang dan melelahkan untuk melawan hawa nafsu termasuk ego manusia yang dipandang sebagai berhala besar dan merupakan halangan untuk menuju Tuhan.

Didalam kenyataannya para Saliki memang untuk berpindah dari satu maqam ke maqam lain itu memerlukan waktu yang bertahun- tahun, sedangkan “ahwal” sering diperoleh secara spontan sebagai hadiah dari Tuhan. Contoh ahwal yang sering disebut adalah : takut , syukur, rendah hati, ikhlas, takwa, gembira. Walaupun definisi yang diberikan sering berlawanan makna, namun kebanyakan mereka mengatakan bahwa ahwal dialami secara spontan dan berlangsung sebentar dan diperoleh bukan atas dasar usaha sedar dan perjuangan keras, seperti halnya pada maqamat, melainkan sebagai hadiah dari kilatan Ilahiah , yang biasa disebut “lama’at”.
Menurut al-Qusyairi (w. 465 H) maqam adalah tahapan adab (etika) seorang hamba dalam rangka wushul (sampai) kepadaNya dengan berbagai upaya, diwujudkan dengan suatu tujuan pencarian dan ukuran tugas.
Adapun pengertian maqam dalam pandangan al-Sarraj (w. 378 H) yaitu kedudukan atau tingkatan seorang hamba dihadapan Allah yang diperoleh melalui serangkaian pengabdian (ibadah), kesungguhan melawan hawa nafsu dan penyakit-penyakit hati (mujahadah), latihan-latihan spiritual (riyadhah) dan mengarahkan segenap jiwa raga semata-mata kepada Allah.
Semakna dengan al-Qusyairi, al-Hujwiri (w. 465 H) menyatakan bahwa  maqam  adalah keberadaan seseorang di jalan Allah yang dipenuhi olehnya kewajiban-kewajiban yang berkaitan dengan maqam itu serta menjaganya hingga ia mencapai kesempurnaannya.  Jika diperhatikan beberapa pendapat sufi diatas maka secara terminologis kesemuanya sepakat memahami Maqamat bermakna kedudukan seorang pejalan spiritual di hadapan Allah yang diperoleh melalui kerja keras beribadah, bersungguh-sungguh melawan hawa nafsu dan latihan-latihan spiritual sehingga pada akhirnya ia dapat mencapai kesempurnaan. Bentuk maqamat adalah pengalaman-pengalaman yang dirasakan dan diperoleh seorang sufi melalui usaha-usaha tertentu; jalan panjang berisi tingkatan-tingkatan yang harus ditempuh oleh seorang sufi agar berada sedekat mungkin dengan Allah. Tasawuf memang bertujuan agar manusia (sufi) memperoleh hubungan langsung dengan Allah sehingga ia menyadari benar bahwa dirinya berada sedekat-dekatnya dengan Allah. Namun, seorang sufi tidak dapat begitu saja dekat dengan Allah. Ia harus menempuh jalan panjang yang berisi tingkatan-tingkatan (stages ataustations). Jumlah maqam yang harus dilalui oleh seorang sufi ternyata bersifat relatif. Artinya, antara satu sufi dengan yang lain mempunyai jumlah maqam yang berbeda. Ini merupakan sesuatu yang wajar mengingat maqamat itu terkait erat dengan pengalaman sufi itu sendiri.
Ibn Qayyim al-Jauziyah (w. 750 H) berpendapat bahwa Maqamat terbagi kepada tiga tahapan. Yang pertama adalah kesadaran (yaqzah), kedua adalah tafkir (berpikir) dan yang ketiga adalah musyahadah. Sedangkan menurut al-Sarraj Maqamat terdiri dari tujuh tingkatan yaitu taubat, wara’, zuhd, faqr, shabr, tawakkal dan ridha. 
 Al Ghazali dalam kitab Ihya Ulumudin membuat sistematika maqamat dengan taubat – sabar – faqir – zuhud – tawakal – mahabah – ma’rifat dan ridha. At Thusi menjelaskan maqamat sebagai berikut : Al Taubat – Wara – Zuhud – faqir – sabar – ridha – tawakal – ma’rifat. Al Kalabadhi (w. 990/5) didalam kitabnya “Al taaruf Li Madzhab Ahl Tasawuf” menjelaskan ada sekitar 10 maqamat : Taubat – zuhud – sabar – faqir – dipercaya – tawadhu (rendah hati) – tawakal – ridho – mahabbah (cinta) -dan ma’rifat.
Tentang “Hal”, dapat diambil contoh beberapa item yang diungkapkan oleh al-
Thusi sebagai item yang termasuk di dalam kategori hâl yaitu:
 Al-murâqabat (rasa selalu diawasi oleh Tuhan),
al-qurb (perasaan dekat kepada Tuhan),
al-mahabbat (rasa cinta kepada Tuhan),
 al-khauf wa al-rajâ’ (rasa takut dan pengharapan kepada Tuhan),
 al-syawq (rasa rindu),
 al-uns (rasa berteman),
al-thuma’nînat (rasa tenteram),
 al-musyâhadat (perasaan menyaksikan Tuhan dengan mata hati), dan
al-yaqîn (rasa yakin). 
Kembali kepada masalah Al-Maqaamaat dan Al-Akhwaal, yang dapat
dibezakan dari dua segi:

a). Tingkat kerohanian yang disebut maqam hanya dapat diperoleh
dengan cara pengamalan ajaran Tasawuf yang sungguh-sungguh. Sedangkan
ahwaal, di samping dapat diperoleh manusia yang mengamalkannya, dapat
juga diperoleh manusia hanya karena anugErah semata-mata dari Tuhan,
meskipun ia tidak pernah mengamalkan ajaran Tasawuf secara sungguh-
sungguh.

b) Tingkatan kerohanian yang disebut maqam sifatnya
bertahan lama, sedangkan ahwaal sifatnya sementara; sering ada pada
diri manusia, dan sering pula hilang. Meskipun ada pendapat Ulama
Tasawuf yang mengatakan bahwa maqam dan ahwaal sama pengertiannya,
namun penulis mengikuti pendapat yang membeZakannya beserta alasan-
alasannya.

Tentang jumlah tingkatan maqam dan ahwaal, tidak disepakati oleh Ulama
Tasawuf. Abu Nashr As-Sarraaj mengatakan bahwa tingkatan maqam ada
tujuh, sedangkan tingkatan ahwaal ada sepuluh.

Adapun tingkatan maqam menurut Abu Nashr As-Sarraj, dapat disebutkan
sebagai berikut:

a). Tingkatan Taubat (At-Taubah);
b) Tingkatan pemeliharaan diri dari perbuatan yang haram dan yang
makruh, serta yang syubhat (Al-Wara’);
c). Tingkatan meninggalkan kesenangan dunia (As-Zuhdu).
d) Tingkatan memfakirkan diri (Al-Faqru).
e). Tingkatan Sabar (Ash-Shabru).
f). Tingkatan Tawakkal (At-Tawakkul).
g). Tingkatan kerelaaan (Ar-Ridhaa).

Mengenai tingkatan hal (al-ahwaal) menurut Abu Nash As Sarraj, dapat
dikemukakan sebagai berikut;

a). Tingkatan Pengawasan diri (Al-Muraaqabah)
b). Tingkatan kedekatan/kehampiran diri (Al-Qurbu)
c). Tingkatan cinta (Al-Mahabbah)
d). Tingkatan takut (Al-Khauf)
e). Tingkatan harapan (Ar-Rajaa)
f). Tingkatan kerinduan (Asy-Syauuq)
g). Tingkatan kejinakan atau senang mendekat kepada perintah Allah
(Al-Unsu).
h). Tingkatan ketenangan jiwa (Al-Itmi’naan)
i). Tingkatan Perenungan (Al-Musyaahaah)
j). Tingkatan kepastian (Al-Yaqiin).

Maqām merupakan tahapan-tahapan thariqah yang harus dilalui oleh seorang salik, yang membuahkan keadaan tertentu yang merasuk dalam diri salik. Misalnya maqām taubat, seorang salik dikatakan telah mencapai maqām ini ketika dia telah bermujahadah dengan penuh kesungguhan untuk menjauhi segala bentuk maksiat dan nafsu syahwat. Dengan demikian, maqām adalah suatu keadaan tertentu yang ada pada diri salik yang didapatnya melalui proses usaha riyadhah (melatih hawa nafsu).

Sedangkan yang dimaksud dengan hāl − sebagaimana diungkapkan oleh al-Qusyairi − adalah suatu keadaan yang dianugerahkan kepada seorang sālik tanpa melalui proses usaha riyadhah.

Namun, dalam konsep maqām ini Ibn Atha’illah memiliki pemikiran yang berbeza, dia memandang bahawa suatu maqām boleh dicapai bukan karena adanya usaha dari seorang salik, melainkan semata anugerah Allah swt. Karena jika maqām dicapai karena usaha salik sendiri, sama halnya dengan menisbatkan bahwa salik memiliki kemampuan untuk mencapai suatu maqām atas kehendak dan kemampuan dirinya sendiri.
Pun jika demikian, maka hal ini bertentangan dengan konsep fana’ iradah, iaitu bahwa manusia sama sekali tidak memiliki kehendak, dan juga bertentangan dengan keimanan kita bahwa Allah yang menciptakan semua perbuatan manusia. Dengan demikian, bagi seorang salik untuk mencapai suatu maqām hendaknya salik menghilangkan segala kehendak dan angan-angannya (isqath al-iradah wa al-tadbir).

Mengenai maqām, Ibn Atha’illah membahaginya tingkatan maqam sufi menjadi 9 tahapan;

1. Maqam taubat
2. Maqam zuhud
3. Maqam shabar
4. Maqam syukur
5. Maqam khauf
6. Maqam raja’
7. Maqam ridha
8. Maqam tawakkal
9. Maqam mahabbah

11 November 2012

Ajaran Tasawuf

oleh alifbraja

Mahabbah, Syauq, Wushul, Qona’ah

Mahabbah: kecenderungan kepada Allah secara paripurna, mengutamakan urusan-Nya atas diri sendiri, jiwa dan hartanya, sepakat kepada-Nya lahir dan batin, dengan menyadari kekurangan diri sendiri (Syaikh alMuhasibiy). Rabi’ah berkata: “Orang yang mahabbah kepada Allah itu tidak habis rintihan kepada-Nya sampai ia dipanggil ke sisiNya.

Syauq: yaitu kerinduan hati untuk selalu terhubung dengan Allah dan senang bertemu dan berdekatan denganNya ( Abu Abdullah bin Khafif ). Sebagian Ulama’ berkata: ” Orang-orang yang Syauq merasakan manisnya kematian setelah dialami, sebab terbuka tabir yang memisahkan antara dirinya dengan Allah.

Unsu : tertariknya jiwa kepada yang dicintai ( Allah ) untuk selalu berada di dekatNya. ( Abu Sa’id al Karraz). Syeh Malik bin Dinar mengatakan, “Barangsiapa tidak unsu dengan muhadatsah kepada Allah, maka sedikitlah ilmunya, buta hatinya dan sia-sia umurnya.

Qurbun : dekat hatinya seseorang dengan Allah Ta’ala, sehingga dalam melakukan segala hal merasa selalu dilihat olehNya. Syeh Abu Muhammad Sahl mengatakan, “Tingkat paling rendah dalam tingkatan Qurb adalah rasa malu melakukan maksiat”

Haya’: Rasa malu dan rendah diri, demi mengagungkan Allah (Syaikh Syihabuddin), Syaikh dzun Nun alMisri mengatakan, “Mahabbah membikin orang berucap, Haya’ membikin diam, dan Khauf membikin gentar”.

Sakar:Gejolak mabuknya hati sewaktu disebut Allah (Syaikh Abu Abdullah)

Wushul: terbukanya tabir hati dan menyaksikannya pada hal-hal yang diluar alam ini (alam dhohir) (Syaikh Abu Husein anNuriy)

Qona’ah: menerima cukup dengan yang ada tanpa keinginan berusaha memperoleh yang belum ada (Syaikh Abu Abdullah).

29 Oktober 2012

Meraih Kebahagiaan Sejati (2)

oleh alifbraja

3. Dari mana kita berasal?

 Jawaban pertanyaan ketiga ini terdapat dalam QS.15:28-29,

“Dan ketika Tuhanmu berkata kepada para Malaikat ‘telah Aku ciptakan sedemikian rupa jasad manusia dari onggokan tanah liat…Maka sesudah jasad itu sempurna dan Aku tiupkan ruh-Ku ke dalamnya, bersujudlah kalian padanya wahai para Malaikat.”

Dua ayat ini menggambarkan bagaimana manusia diciptakan dalam dua tahap, tahap pembuatan jasad, dan tahap pemberian ruh ke dalam jasad tersebut. Ayat ini menjadi landasan suci tesis para filsuf Muslim seperti Ibn Sina dan Al Ghazali bahwa sosok manusia itu terdiri atas dua aspek, jasad dan jiwa/ruh. Dari keduanya, jiwa-lah yang utama. Jasad hanya sebatas wadah/tempat bagi jiwa untuk bekerja. Tanpa jiwa, jasad tak lebih dari seonggok daging yang membungkus tulang-tulang dan yang berbahan dasar tanah liat. Jiwa-lah yang membuat jasad tersebut bergerak.

Malaikat yang tercipta lebih dahulu dalam ayat itu diperintahkan Allah untuk bersujud kepada manusia. Sujud di sini, seperti dikatakan al-Thabariy dan al-Baghawi, bukan penghambaan, tetapi sujud tanda penghormatan dan pemuliaan sosok manusia. Perintah tersebut diberikan setelah jasad manusia itu disempurnakan dengan dimasukkannya ruh Allah (min rûhî). Ruh di sini barang kali bisa berarti seperangkat piranti keunggulan yang dimasukkan Allah ke dalam jasad tersebut. Ruh tidak hanya membuatnya bisa bergerak, tetapi juga menyimpan potensi-potensi yang tidak dimiliki oleh malaikat dan mahluk-mahluk lain termasuk iblis yang pada ayat selanjutnya dijelaskan tidak mau bersujud.

Nyatanya, memang hanya manusia yang “mewarisi” kemampuan-kemampuan, namun dalam kapasitas yang sangat terbatas, yang hanya dimiliki Allah, seperti berkreasi, memerintah, berkasih-sayang, adil, berpikir/mengetahui, dan lain-lain. Potensi-potensi inilah yang memungkinkannya menerima kehormatan dari Allah untuk menjadi khalifah/pemimpin di muka bumi. Meskipun secara fisik manusia terbuat dari tanah, keunggulan-keunggulan ruhani inilah yang barang kali menjadi alasan mengapa malaikat dan iblis diperintahkan sujud hormat kepada manusia. Aspek imateri dari manusia ini tidak dilihat oleh iblis sehingga dia menolak untuk bersujud. Iblis hanya melihat aspek fisikal manusia dari tanah yang menurutnya tidak lebih mulia dari dirinya yang tercipta dari api. Maka bisa dimengerti mengapa para Sufi dan filsuf Muslim memberikan perhatian besar pada persoalan jiwa ini. Bagi mereka, manusia sejatinya adalah dia yang bersemayam di balik wujud fisiknya. Wujud fisik tersebut hanya sebatas media untuk hidup di alam fisik ini. Bahkan bagi Suhrawardi, seorang filsuf Muslim abad ke-12, jasad itu seperti penjara. Manusia tak akan pernah merasakan kebahagiaan sejati sebelum dia benar-benar keluar dari jasadnya. Baginya, jasad adalah penjara yang pengap.

4. Akan ke mana kita esok hari?

Untuk pertanyaan terakhir ini, banyak sekali ayat yang bisa dirujuk. Beberapa di antaranya adalah:
QS.29:57

“Setiap esensi pasti akan musnah. Semuanya akan kembali pada Kami”

QS. Yunus:56
  
“Dia lah yang menghidupkan dan mematikan. Kepada-Nya kalian akan kembali (dikembalikan).”

QS. Ali Imran:83

 “Apakah mereka mencari jalan keimanan lain selain jalan Allah. Padahal, kepada-Nya segala apa yang di langit dan di bumi berserah diri dengan rela maupun terpaksa. Dan kepada-Nya semua itu pasti akan kembali (dikembalikan).”

Lepas dari konteks pembicaraannya masing-masing, ketiga ayat ini memiliki sebuah titik temu bahwa, segala sesuatu di alam raya ini, benda maupun peristiwa, berjalan menuju arah yang sama, yaitu Dia, Allah. Artinya bahwa, keberadaan kita, alam raya dan seluruh isinya, bukan keberadaan yang mutlak dan abadi. Awalnya, kita dan semuanya itu adalah tidak ada, lalu menjadi ada seperti saat ini. Akhirnya akan kembali menjadi tidak ada, mati, musnah.

Tiga ayat tersebut menginformasikan, bahwa proses keberadaan-ketidakberadaan ini tidak berlangsung sendiri. Tetapi ada subjek yang menjalankannya. Bahwa segala sesuatu menjadi ada berarti ada yang mengadakan. Dan bahwa segala sesuatu tersebut akan lenyap berarti ada yang melenyapkan. Ini terlihat pada kalimat “turja’ûn” dan “yurja’ûn” pada ketiga ayat itu. Keduanya adalah kalimat pasif bermakna “kalian dikembalikan” dan “mereka dikembalikan”. Siapa yang mengembalikan? Dia-lah Allah. Sebab dari semua yang ada, semua yang hidup dan semua yang mati. Dia-lah yang ada secara mutlak. Dia ada tanpa sebab, karena Dia-lah sebab itu sendiri. Dia-lah al-Awwal dan al-Âkhir, dan selain Dia adalah hadîts (baru).

Dalam konteks manusia dan mahluk hidup lainnya, akhir dari kehidupan adalah mati. Sementara kehidupan sendiri, seperti dalam uraian pertanyaan ketiga, tak lain adalah kondisi bersatunya jiwa dengan jasad materi. Bersatunya dua wujud tersebut terjadi di tempat yang disebut alam dunia. Maka mati sesungguhnya adalah saat dimana jiwa keluar/dikeluarkan (yurja’u) dari jasadnya. Setelah terpisah dari jiwanya, jasad menjadi tak lebih dari onggokan daging yang akan segera membusuk. Allah kemudian melalui Nabi-Nya mengajarkan untuk menguburkan jasad tersebut, agar segera kembali ke wujudnya semula, tanah.

Sementara jiwa ditempatkan Allah di alam ruh guna menjalani proses ‘kehidupan’ selanjutnya. Ada banyak fase kehidupan, seperti diinformasikan dalam al-Quran dan Hadits. Kiamat menjadi titik akhir seluruh kehidupan alam semesta ini. Sampai di sini para ahli berbeda pendapat apakah saat tersebut adalah akhir dari kehidupan alam jasad/materi maupun ruh, atau hanya jasad; juga mereka berselisih apakah fase kehidupan pasca kiamat itu adalah kehidupan jiwa plus jasad atau jiwa semata. Hanya Dia yang mengetahui dan berkuasa ke mana dan bagaimana ciptaan-Nya akan dikembalikan.

Lautan Jiwa

Dalam karya sufistiknya the Garden of Truth, Seyyed Hussein Nasr mengatakan “life is a journey” hidup ialah sebuah perjalanan. Perjalanan hidup manusia terjadi di ruang bernama alam dunia. Sementara alam dunia sendiri bergerak menuju suatu arah. Dan perjalanan hidup manusia beriringan dengan perjalan hidup alam dunia ini. Semua berjalan dari tidak ada menjadi ada, dan akan kembali menjadi tidak ada. Pada saat ketiadaan alam semesta ini yang ada hanya Dia. Namun Dia tetap ada ketika saat ini alam semesta itu ada. Seperti diurai di atas, Dia adalah sumber dari semua keberadaan (the Source of all existence). Dia ada dengan diri-Nya sendiri, tanpa sebab, tanpa permulaan, tanpa akhir. Dia yang menciptakan, dan dia pula yang menghancurkan. Dia yang tak diciptakan dan tak mengenal hancur.

Kehidupan manusia dan kehidupan alam semesta, kembali menurut Nasr, ialah ibarat perjalanan berputar. Bertolak dari satu titik, berjalan, terus berjalan, dan akan kembali pada titik semula. Artinya, bahwa yang ada mutlak dan pasti itu (Wâjib al-Wujûd/Necessery) hanya satu, Allah. Sementara semua wujud yang lain bertolak dari wujud mutlak tersebut. Wujud-wujud lain tersebut adalah wujud yang tidak pasti (mumkin al-wujûd/possible), imanen, fana, temporal. Wujud-wujud ini pada waktunya akan kembali pada Wujud Satu yang Mutlak itu. Namun demikian, ini tidak berarti bahwa Allah itu adalah sebuah wujud materi seperti titik. Perumpamaan ini sebatas upaya untuk mempermudah penggambaran tentang hakekat kehidupan, meski bukan perumpamaan yang sempurna sebab Allah memang tidak berpadanan (mukhâlafah li al-hawâdits).

Kembali pada ‘dunia’ manusia. Titik tolak kehidupan manusia tentunya adalah saat kelahiran, dan titik akhirnya adalah kematian. Dan persis pada saat ini, kita tengah berjalan di garis antara dua titik tersebut. Garis yang kita namakan sebagai ‘kehidupan’. Tuhan kemudian menginformasikan tentang tujuan penciptaan kita manusia untuk beribadah, baik dalam arti umum seperti diurai di atas maupun khusus berupa ritual-ritual. Perintah ini sejatinya bermakna zikir. Ini merupakan cara Tuhan memperingatkan manusia agar selalu ingat akan hakekat serta tujuan penciptaan dirinya dan alam semesta. Konteks pembicaraan surat Al-Dzariat: 56 sendiri adalah tentang betapa umat manusia zaman para nabi terdahulu lupa akan hakekat diri dan alam semesta. Mereka tidak lagi mengenal siapa Tuhannya. Diutusnya para rasul mengemban misi mengembalikan kesadaran mereka akan hakekat semua itu. Kisah ini menjadi pengajaran bagi umat Nabi Muhammad SAW agar tersadar dan tidak terjerembab ke dalam perangkap yang sama.

Kesadaran ini akan mengangkat manusia dari jebakan-jebakan perjalanan hidup: kegemerlapan, kesenangan, kemewahan, kenyamanan, dan lain-lain, yang semuanya itu semu belaka. Sebab hidup sebagai perjalanan berarti bahwa, tidak ada yang lebih berharga selain perjalanan itu sendiri. Segala hal yang dialami, dirasakan dan dimiliki selama perjalanan tidak lebih dari sekedar sesuatu yang bisa diceritakan setelah perjalan berakhir. Namun memang, cara kita melewati semuanya itu tidak hanya berbekas sebagai kesan, tetapi juga menjadi penilaian yang menentukan nasib kita kelak di perjalanan hidup di alam selanjutnya.

Secara praktis, memaknakan hidup sebagai perjalanan berarti bahwa seluruh yang kita miliki, dan yang kita nikmati di alam raya ini selayaknya diorientasikan semata kepada penghambaan (ibadah) tulus kepada Allah SWT: uang, kendaraan, jabatan, tanah, rumah, pakaian, alat-alat olahraga, udara, anak, istri, dan lain sebagainya. Ini semua sebagai ‘ongkos’ dan sarana yang disediakan Allah untuk kita semua dalam melaksanakan misi perjalanan dunia ini (QS.16:4-16). Oleh Sang Pemberi misi, semuanya kelak di Hari Pengadilan akan dimintai pertanggungjawaban. Al-Quran dan Sunnah sudah secara lengkap menghimpun berbagai prinsip, hukum dan tips agar selamat dalam perjalanan. Kembali pada masing-masing kita, sejauh mana mau mempelajari, memahami dan berkomitmen merefleksikannya dalam pikiran, sikap dan tindakan.

Akhirnya dapat dirumuskan, bahwa kesadaran hidup sebagai sebuah perjalanan menjadi kunci menggapai kebahagiaan sejati. Kebahagiaan yang lahir dari pengetahuan akan hakekat penciptaan kehidupan, serta kejujuran menerima pengetahuan tersebut sebagai kebenaran sejati. Kesadaran ini menjadi modal filosofis untuk merumuskan pikiran, sikap dan langkah menghadapi setiap jengkal hari. Dari sini kita dapat menyusun cita-cita, target dan skala prioritas dalam hidup dan dalam menyelesaikan persoalan-persoalan di dalamnya: mana yang diperlukan dan mana yang tidak; mana yang baik dan mana yang buruk; mana yang harus, boleh, tidak boleh; mana yang harus didahulukan dan mana yang harus diakhirkan; dan seterusnya.

Kebahagiaan di sini ialah kerelaan jiwa terhadap setiap potensi dan kekurangan yang dimiliki, kondisi yang dirasakan, peristiwa yang menimpa dan persoalan yang menghadang. Kerelaan ini memancar dari jiwa yang tersinari oleh pengetahuan akan hakekat kehidupan. Dan dari jiwa yang yakin bahwa Allah telah menganugerahkan bumi dan isinya untuk kebutuhan para musafirnya. Bagi jiwa yang rela ini, tak seorang musafir bumi pun yang diutus tanpa perbekalan. Allah mengetahui tingkat kebutuhan dan kemampuan setiap musafir-Nya. Dia menganuerahkan perbekalan tersebut dengan jumlah dan kualitas yang beragam, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Dia tahu persis akan hal itu. Dia-lah yang Adil sejati. Sehingga bagi musafir yang rela itu, banyak sedikit perbekalan yang dianugerahkan tidak menjadi masalah: banyak tidak melenakan; sedikit tidak menyengsarakan. Baginya, tidak ada yang lebih berharga dari perjalanan itu sendiri. Perjalanan dengan tunduk pasrah dan tulus menuju sumber dari segala keberadaan.

Dengan kata lain, jiwa yang rela memandang hidup ini bukan sebagai buku kosong, tetapi sebagai buku yang setiap halamannya dihiasi kisah-kisah. Dengan kerelaan, jiwa akan memfokuskan konsentrasinya pada setiap kisah yang tersaji. Baginya, kesuksesan menangkap makna setiap kisah tersebut menjadi kunci sukses memahami keseluruhan isi buku tersebut. Sebuah buku yang menghadirkan kisah-kisah tentang kemiskinan, penyakit, kecelakaan, kegagalan, musibah, dan juga tentang kekayaan, kesuksesan, kesehatan, kesejahteraaan, kekuasaan, kecantikan, ketampanan, kecerdasaan, popularitas, dan lain sebagainya.

Setiap jiwa memiliki kisahnya masing-masing, dengan tema-tema yang beragam antara satu jiwa dengan lainnya. Jiwa yang rela tak akan terlena dengan satu atau dua kisah saja. Dia akan semangat menyelami setiap kisah hingga halaman akhir hidupnya.

Sebaliknya, jiwa yang tidak rela akan terlena pada satu atau dua kisah saja. Kisah yang melenakan ini biasanya yang bertema jenis kedua di atas, kekayaan, kesehatan, kesejahteraan, popularitas. Dia tidak mampu memahami pesan dalam kisah-kisah lainnya, karena konsentrasinya hilang, tertinggal di satu kisah yang lampau itu. Ketidakmampuan yang berbuah kesengsaraan (hidup). Dia lupa, dan benar-benar lupa bahwa, mau tidak mau, dia harus membaca seluruh isi buku hidupnya. Dia juga lupa, bahwa ada banyak buku kehidupan yang harus (pasti) dia baca.

23 Oktober 2012

Antara muhammad dan alloh ada siapa?

oleh alifbraja

1.Antara muhammad dan alloh ada siapa?

2.antara tuhan dan alloh ada siapa?

Ringkas nya antara ke-dua-duanya. yang ada hanya diri yang wajib maujud. hanya tuhan (zat, sifat, asma, af’al).

Muhammad/insan kamil merupakan kenyataan diri nya maujud, dari pada zat, sifat, asma dan af’al nya. dan alloh nama jabatan/ismun kabir/nama kebesaran bagi tuhan.dan tuhan (zat, sifat, asma, af’al) pangkat nya.

ANA ANTA BIMA AYYADTUKA WA ANTA BIMA QOLLANTUKA{aku ialah engkau,dengan ke kuatan ku yang ada pada engkau. dan engkau ialah aku dengan pertalian ku pada engkau}.

MAJOHARTU PI SAY’IN KAJUHRI PIL INSAN{tiada nyata ku kepada se suatu seperti pada insan}.

walau sangat terang dan nyata lengkap DIA pada insan/muhammad. dan pernyataan nya AKU adalah ENGKAU dan ENGKAU adalah AKU. serupa tapi tidak sebanding, ia tidak bisa dinyata kan DIA yang sebenar nya.tetapi tidak laen dari pada DIA tadi. karena martabat di sini, ada perkara QADIM dan MUHADAST dan di martabat ANA ANTA ini.

DIA bukan ZAT lagi, setelah bertajalinya. lalu yang mana DIA sebenar nya? ini lah rahasia.???.zat bukan, kerna di martabat zat atau ahdah tuhan, di situ LA’TANYIN/TIADA’TAPI NYATA.

belum lagi ada sifat, asma dan af’al nya. tidak bisa dikata kan sempurna. dan bertajali beberapa martabat, baru dia sempurna,tapi diri nya bukan zat lagi.

ahmad/muhammad awal juga bukan DIA sebenar nya. yang merupakan tajalinya, martabat sifat bagi nya. nur muhammad/muhammad akhir juga bukan DIA sebenar nya, yang merupakan tajalinya, martabat asma bagi nya.

ruh juga bukan DIA sebenar nya, yang merupakan tajalinya, martabat af’al bagi nya, dan muhammad juga bukan DIA sebenar nya, yang merupakan maujud zat, sifat, asma dan af’al nya. tetapi semua itu tidak laen daripada DIA.

kalau dari semua martabat dan ber pasal-pasal dan perincian/proses tajalinya, di dilihat nampak diri nya,.tetapi di katakan dirinya sebenar nya bukan lah seperti proses ke adaan perincian/tajalinya. itu cuma kisah.

tetapi diri nya sekarang ibarat biji telah menjadi pokok. jadi yang dilihat nampak pada perincian/tajalinya tadi. ibarat proses biji menjadi pokok. dan sempurna dia, DIA yang menjadi pokok sekarang. dan pokok bukan biji lagi.

pokok merupakan sempurna dimana terhimpun zat, sifat, asma dan af’al. itu lah yang dinyata kan diri nya seberna. dan diri nya, laisya, qadim, dan muhalapah.

masalah semua pendapat itu adanya benar semua, benarnya menurut ilmunya, dan keyakinannya, dan tingkat maqam kedudukan nya. walau jalan berbeda, tetapi hasil nya, tetap satu…

Dan yang diperintahkan wajib tuk di kenal itu tuhan alloh ta’ala, bukan zat. zat memang tak bisa di kenal. buat apa mikir kan zat.
Dan benar sempurna nya, maripat kepada alloh harus’ awal, zahir, batin dan akhir.

pokok yang di maksud di sini, pokok diri sebernanya diri yang baginya zat, sifat, asma, af’al. yang qadim, muhallapah, bukan diri pokok yang maujud dirinya pada zat, sifat, asma dan af’al. yang muhaddast

Dan pokok pastilah dari pada biji. dan Biji telah menjadi pokok, (sempurna). lalu pokok itu bukan biji lagi. dan di diri pokok tidak ada biji lagi. karena biji sudah jadi pokok. dan kenyataan sekarang yang ada hanyalah diri si pokok tadi (tuhan yang sempurna dan bernama alloh). yang sekarang maujud zat, sifat, asma dan af’al nya, pada alam semesta beserta isinya. jadi sekarang yang ada dan maujud hanyalah diri si pokok.tidak layak lagi kenyataan itu disebut biji. dan sekarang biji itu hanya tinggal’menjadi kisah, proses awal kejadian, tajali nya dirinya. proses biji menjadi pokok.

Rasullah sendiri sampai kepada tuhan tanpa ilmu, beliau hanya bertafakur di gua hirak. sehingga alloh membuka kan rahasia nya kepada rasulullah. dalam hal ini rasulullah hanya baru sampae kepada martabat nya, perjalan poroses tajali2nya, masih di biji. belum bertemu dengan diri nya tuhan atau diri pokok lagi. dan rasulullah baru bertemu dengan tuhan nya (diri pokok) . secara ruh dan jasad, di peristiwa isro miraj nabi. di peringkat ini makam tertinggi, makam puncak nya rasullah, mengenal dan bertemu, siapa diri alloh taala sebenarnya.

{Biji benih yang telah tumbuh, membesar menjadi “pokok”,

setelah benih menjadi pokok, maka ia tidak lagi dipanggil/(bernama) benih tetapi pokok.}

tapi dzatnya tetap sama, walaupun berapa banyak tajalinya, zatnya tidak berubah kerana dia sekarang seperti dia dahulu juga, dan dia dahulu seperti seperti dia sekarang juga,

jikalau ada perubahan dalam dzatnya semasa pentajalian maka itu bukanlah tajali.
kerana dzatnya telah berubah.

dari pokok dijadikan kayu, dari kayu dijadikan pelbagai barang, seperti meja, kerusi, papan rumah, dan bermacam-macam lagi,

walaupun perabot (kerusi) itu disalut perak atau emas, tatapi dzatnya tidak berubah, dzatnya tetap dzat kayu dan pokok.

jikalau dzat tidak ada bolehkah kerusi ujud, kerana tanpa Kayu (dzat) kerusi tidak akan wujud. kerusi hanyalah khayalan fikirran apabila kerusi binasa apakah yang tinggal? sudah pasti dzat, kayu.

jadi jangan keliru tuhan itu adalah dzat wajibal wujud yang berasal dari dzat mutlak, tanpa dzat tiada satupun yang ada di semesta alam ini.

apabila dzat wajibal wujud hadir barulah sifat, asma dan afaal hadir,
tetapi sifat, asma dan afaal tidak akan ujud tanpa wujud dzat.

Yang ana maksud pokok di sini, sebenar nya diri nya, yang bernama alloh. yang bagi nya, zat, sifat, asma, af’al. bukan nya kenyataan maujud darinya yang muhadast, seperti alam semesta, beserta isi nya. tetapi biji yang jadi pokok. sempurna diri nya di nyatakan tuhan alloh ‘esa diri nya’ pada zat, sifat, asma af’al {terhimpun}, dan juga laisya, qadim dan muhalapah.alloh ta’ala sebenar nya.

yang wajib bagi mu’min maripat kepada nya. dan kenyataan sekarang yang ada dan maujud itu alloh ta’ala. diri nya bukan zat lagi. karena ada sifat, asma dan af’al nya. memang itu semua dari pada zat nya,.

Lalu yang dinamakan alloh ta’ala, bagi diri nya zat, sifat, asma, af’al. lalu tanyakan pada batin ente, siapa gerangan ‘alloh ta’ala sebernar nya siapa???

itu lah yang ana maksud pokok itu. yang bagi nya laisya, qadim dan muhalafah. dan diri nya bukan zat, bukan juga sifat, dan juga bukan asma, dan juga bukan af’al.

dan apabila batin itu, menyatakan diri nya, msih ada perinciin/perjalanan/ ada nya hakikat. diri nya baru memperkenal kan/baru membukakan rahasia nya, tentang asal kejadian/proses tajali nya. dan untuk kenyataan sekarang ini hanyalah menjadi kisah/cerita,(kisah proses biji menjadi pokok).

dan yang di nyata kan itu wal awalu (biji), bukan wal akhiru (pokok) zat, sifat, asma, af’al (sempurna nya)…dan apabila batin itu, menyata kan tanpa ada perinciin/perjalanan lagi, dan tidak ada lagi hakikat2.

alhammdulillah, diri nya telah memperkenal kan dirinya, membuka kan rahasia nya, dan dia menyatakan diri nya sebenarnya. bertemu dengan dirinya (pokok). dan ke nyataan diri nya sekarang ada nya, terang dan nyata, diri nya dan ujud nya esa.

inilah puncak maripat kepada alloh. mengenal dan bertemu dengan tuhan alloh swt sebenar nya. dan yang pasti ini.ARAPTU ROBBY BI ROBBY{aku kenal tuhan dengan pengenalan tuhan}.

Dan tentang apa yang di kata dan di rasa. ALLISANU TARJUMANUL QOLBI WAL QOLBI TARJUMANUL HIDAYAH WAL HIDAYAH MIN NURIL QODIM.{lisan terjemahan dari hati, dan hati terjemahan dari hidayah, dan hidayah dari pada nur yang qodim}.

WA ZAUKU PI NAPSI BI ZAUKI.{dan pengrasa pada insan itu pengrasa aku}.

setiap yg ujud pasti bernama
asal allah ialah zat yg maha suci yang bernama?
usul allah ialah sifat yg kamalat
asal manusia ialah roh
usul manusia ialah hati yg menjadi nilai disisi tuhan
awal alloh tiada permulaan
akhir alloh tiada kesudahan
awal manusia ada permulaan
akhir manusia tidak ada kesudahan
zahir alloh dgn nama?
batin alloh dgn nama robbi

Dan zat ialah sama dengan ujud/diri.. dan ujud/diri itu ialah si hayun yang maha suci ada nya. karena semua nya, tajali dan maujud dari pada si hayun/maha hidup.

ZAT merupakan sama dengan DIRI. dan DIRI ialah si HAYUN. jadi zat=ujud/diri. dan ujud /diri itu bukan zat. jadi zat=ujud/diri. dan ujud /diri ialah si hayun.

Kenapa diri nya bukan zat?. karena pada zaman sekarang. zat itu dapat di analisa atau di sensor oleh teknologi. walau pun zat tidak berupa dan berbentuk tidak dapat di lihat. tetapi dia menempati ruang/tempat.

contoh nya, zat kabohidrat dan zat protein. seperti nasi mengandung zat karbohidrat. dan telur mengandung zat protein. dan dimana antara nasi dan telur zat kandungan nya berbeda. zat kandungan yang ada pada nasi ber beda dengan yang ada pada telur.

itu membukti kan zat, menempati ruang/tempat. dan keberadaan nya, bisa di analisa dan di sensor oleh alat. dan seperti udara juga tidak berupa dan berbentuk, dan tidak dapat di lihat.tetapi dia menempati ruang dan tempat.

Jadi ZAT= UJUD/DIRI. dan UJUD/DIRI ialah si HAYUN. itu biji. dan sekarang yang perlu di maripati si HAYUN yang sempurna, ada sifat,asma dan af’al. yang bernama tuhan yang ber asma kan alloh ta’ala.

 

19 Oktober 2012

FITNAH DAN SIKSA KUBUR

oleh alifbraja

maksud FITNAH KUBUR adalah cobaan, ujian dan kebingunga

n akan pertanyaan dua malaikat dalam kubur
sedang yang dimaksud SIKSA KUBUR adalah penghimpitan tanah, kesengsaraan dan kegelapan dalam kubur.

Siksa kubur terkadang bermula dari fitnah kubur seperti saat seseorang kebingungan menjawab pertanyaan-pertanyaan dua malaikat kemudian ia disiksa tapi terkadang tidak bermula dari fitnah kubur, seperti saat ia dapat menjawab dengan benar namun kemudian ia disiksa sebab sembrono dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.

من مات مرابطا في سبيل الله آمنه الله من فتنة القبر ) التحير في سؤال الملكين

“Barangsiapa meninggal dalam keadaan berkaitan dijalan Allah, maka ia terselamatkan dari fitnah kubur” artinya selamat dari kebingungan dalam pertanyaaan dua Malaikat.
At-Taysiir Bi Syarh al-Jaami’ as-Shaghiir II/589

وفي حديث الكسوف [ وإنَّكم تُفْتَنُون في القبور ] يُريد مَسْألة مُنكَر ونَكِير من الفِتْنة : الامْتِحانِ والاخْتِبار . وقد كَثُرت اسْتِعاذتُه من فِتْنَة القَبْر وفِتْنَة الدَّجّال وفِتْنَة المَحْيا والممَات وغير ذلك

Dan tersebutkan dalam hadits al-Kusuuf “Dan sesungguhnya kalian mendapatkan ‘fitnah’ didalam kubur” yang dikehendaki adalah pertanyaan munkar dan nakiir bagian dari fitnah, cobaan dan hjian.
An-Nihaayah Fii Ghoriib al-Atsaar III/777

من فتنة القبر وعذاب النار أي امتحان السؤال فيه أو من أنواع عذابه من الضغطة والظلمة وغيرهما

Dari fitnah kubur dan siksa kubur” artinya fitnah kubur dari ujian pertanyaan dalam kubur atau dari siksa kubur artinya dari penghimpitan tanah, kesengsaraan dan kegelapan dalam kubur.
‘Umdah al-Mafaatih Syarh al-Miskaah V/425

( ومن فتنة القبر ) الحيرة في جواب الملكين ( وعذاب القبر ) عطف عامّ على خاص فعذابه قد ينشأ عن فتنته بأن يتحير فيعذب وقد يكون لغيرها بأن يجيب بالحق ثم يعذب على تفريطه في مأمور أو منهي

(Dan dari fitnah kubur) artinya kebingungan dalam menjawab pertanyaan dua malaikat
(Dan dari siksa kubur) terdapat athaf ‘Aam pada khash sebab siksa kubur terkadang timbul dari fitnah kubur seperti saat seseorang kebingungan menjawab pertanyaan kemudian ia disiksa dan terkadang ia dapat menjawab dengan benar namun kemudian ia disiksa sebab sembrono dalam menjalankan perintah Allah dan menjauhi laranganNya.
At-Taysiir Bi Syarh al-Jaami’ as-Shaghiir I/431

( ما من مسلم يموت يوم الجمعة أو ليلة الجمعة الا وقاه الله فتنة القبر ) بأن لا يسئل في قبره لما يفاض في يومها وليلتها من عظائم الرحمة

“Tidak mati seorang muslim dihari jumat atau malamnya kecuali Allah menyelamatkannya dari fitnah kubur” artinya dengan tidak mendapatkan pertanyaan dalam kubur karena dihari dan malam jumah tercurahkan rahmat Allah yang terbesar.
At-Taysiir Bi Syarh al-Jaami’ as-Shaghiir II/712

Wallaahu A’lamu Bis Shpwaab

16 Oktober 2012

Zikir Meliputi Perkataan, Perbuatan Dan Perasaan

oleh alifbraja

Sesungguhnya Aku adalah Allah! Tidak ada Tuhan melainkan Aku! Dan dirikanlah sembahyang bagi mengingati Aku! ( Ayat 14 : Surah Taha )

Sembahyang mengandungi perbuatan anggota zahir, perkataan yang dilafazkan dan penyertaan hati yang benar menghadap kepada Allah s.w.t dengan sepenuh jiwa raga. Mengingati Allah s.w.t melalui sembahyang merupakan zikir yang paling sempurna. Perbuatan menjadi zikir, perkataan menjadi zikir dan perasaan menjadi zikir. Sekalian maujud berada dalam suasana zikir. Zikir dalam sembahyang menggabungkan pengakuan bahawa yang diingatkan itu adalah Allah s.w.t; bahawa Allah s.w.t yang diingati itu adalah Tuhan; bahawa tiada Tuhan melainkan Dia; bahawa Allah adalah Tuhan yang disembah; bahawa menyembah Allah s.w.t adalah dengan perkataan, perbuatan dan perasaan; bahawa apa sahaja yang dilakukan adalah kerana mentaati-Nya dan kerana ingat kepada-Nya.

Zikir yang di dalam sembahyang menjadi induk kepada zikir-zikir di luar sembahyang. Menyebut nama-nama Allah s.w.t adalah zikir. Perkataan yang baik-baik diucapkan kerana Allah s.w.t adalah zikir. Nasihat menasihati kerana Allah s.w.t adalah zikir. Menyeru manusia ke jalan Allah s.w.t adalah zikir. Semua itu merupakan zikir perkataan. Zikir perbuatan pula meliputi segala bentuk amalan dan kelakukan yang sesuai dengan syarak demi mencari keredaan Allah s.w.t. Berdiri, rukuk dan sujud dalam sembahyang adalah zikir. Melakukan pekerjaan yang halal kerana Allah s.w.t, kerana mematuhi peraturan yang Allah s.w.t turunkan, adalah zikir. Mengalihkan duri dari jalan kerana Allah s.w.t adalah zikir. Apa juga perbuatan yang tidak menyalahi peraturan syariat jika dibuat kerana Allah s.w.t maka ia menjadi zikir. Tidak melakukan apa-apa pun boleh menjadi zikir. Orang yang menahan anggotanya, lidahnya dan hatinya daripada menyertai perbuatan maksiat sebenarnya melakukan zikir jika dia berbuat demikian kerana Allah s.w.t. Semua itu menjadi zikir jika dibuat kerana Allah s.w.t, kerana mematuhi perintah-Nya, kerana mencari keredaan-Nya dan kerana ingat kepada-Nya. Jadi, perbuatan dan perkataan terikat dengan amalan hati untuk menjadikannya zikir. Ia hanya dikira sebagai zikir jika ada zikir hati iaitu hati ingat kepada Allah s.w.t, ikhlas dalam melakukan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya Tanpa zikir hati tidak ada zikir-zikir yang lain, kerana setiap amalan digantungkan kepada niat yang lahir dalam hati.

Zikir adalah mengingati Allah s.w.t sebaik dan seikhlas mungkin. Mengingati nama-nama dan sifat-sifat-Nya adalah zikir. Melihat matahari, bulan dan bintang di langit sambil mengenang kebijaksanaan Allah s.w.t merupakan zikir. Melihat kilat memancar dan mendengar guruh berdentum sambil mengenangkan keperkasaan Allah s.w.t adalah zikir. Melihat fajar subuh, melihat dan mencium bunga yang indah lagi harum sambil mengenang keelokan Allah s.w.t adalah zikir juga namanya. Jadi, zikir adalah pekerjaan sepanjang masa, setiap ketika, semua suasana, pada setiap sedutan dan hembusan nafas dan pada setiap denyutan nadi. Kehidupan ini merupakan zikir daim (zikir berkekalan) jika mata hati sentiasa memerhatikan sesuatu tentang Allah s.w.t.

Misalkan seorang sedang melakukan zikir hati dan perkataan; menyebut dan mengingati nama-nama dan sifat-sifat Allah s.w.t. Tiba-tiba datang seorang kanak-kanak di hadapannya. Anak kecil itu memegang sebotol racun. Anak kecil mahu meminum racun tersebut. Pada ketika itu ahli zikir tadi berkewajipan meninggalkan pekerjaan zikir yang sedang dilakukannya dan berpindah kepada zikir menyelamatkan anak kecil yang mahu meminum racun itu. Perpindahan perbuatan tidak memutuskan zikir atau ingatannya kepada Allah s.w.t. Dia menyebut nama Tuhan kerana ingat kepada Tuhan. Dia menyelamatkan anak kecil itu kerana mentaati perintah Tuhan. Tuhan yang mentakdirkan anak kecil itu mahu meminum racun di hadapannya. Tuhan juga mengadakan syariat yang mewajibkan membuang kemudaratan. Taat kepada perintah Tuhan dan reda dengan takdir Tuhan yang datang serta bertindak menurut peraturan syariat Tuhan merupakan zikir yang sangat mulia pada sisi Tuhan. Zikir yang begini termasuk di dalam golongan zikir yang berkekalan atau zikir daim.

Zikir daim sukar diperolehi. Kebanyakan manusia melakukan pekerjaan yang baik-baik yang seharusnya menjadi zikir tetapi dilakukan tanpa ingatan kepada Allah s.w.t dan bukan dengan penghayatan mematuhi syariat-Nya. Kekuatan dalaman perlu ditambah bagi memperolehi zikir daim. Bagi tujuan tersebut perlulah dilakukan zikir sebutan iaitu zikir nafi-isbat (ucapan kalimah “La ilaha illa Llah ”) dan zikir nama-nama serta sifat-sifat-Nya. Zikir yang seperti ini memberi kesan kepada menguatkan rasa kecintaan dan ingatan kepada Allah s.w.t. Ia membuka kesedaran-kesedaran dalaman seperti yang telah dinyatakan pada tajuk yang membicarakan perjalanan Latifah Rabbaniah. Kekuatan kesedaran dalaman mendorong seseorang melakukan sesuatu dengan ikhlas kerana Allah s.w.t yang dicintainya, yang hampir dengannya. Zikir nafi-isbat dan sebutan nama-nama serta sifat-sifat-Nya menjadi jalan kepada zikir dalam bentuk mentaati peraturan-Nya tanpa lupa kepada-Nya. Jadi, perlu dilakukan zikir secara sebutan untuk memudahkan zikir secara amalan atau perbuatan dan kelakuan. Mudah-mudahan terhasillah zikir yang berkekalan.

Zikir atau mengingati Allah s.w.t haruslah dilakukan menurut kadar kemampuan masing-masing. Zikir yang paling baik diucapkan adalah seperti yang diajarkan oleh Rasulullah s.a.w dengan sabda baginda s.a.w yang bermaksud: “Ucapan zikir yang paling baik adalah yang aku dan sekalian nabi-nabi bawa. Itulah ucapan kalimah ‘La ilaha illa Llah ’ .”

Orang yang tidak pernah berzikir adalah orang yang sangat keras hatinya dan kuat dikuasai oleh syaitan, hawa nafsu dan dunia. Cahaya api syaitan, fatamorgana dunia dan karat hawa nafsu membaluti hatinya sehingga tidak ada ingatannya kepada Allah s.w.t. Seruan, peringatan dan ayat-ayat Tuhan tidak diterima oleh hatinya. Beginilah keadaan orang Islam yang dijajah oleh sifat munafik. Orang yang masih mempunyai kesedaran perlu memaksakan dirinya untuk berzikir, sekalipun hanya berzikir dengan lidah sedangkan hatinya masih lalai dengan berbagai-bagai ingatan yang selain Allah s.w.t. Pada tahap pemaksaan diri ini, lidah menyebut Nama Allah s.w.t tetapi hati dan ingatan mungkin tertuju kepada pekerjaan, harta, perempuan, hiburan dan lain-lain. Beginilah tahap orang Islam biasa. Orang yang berada pada tahap ini perlu meneruskan zikirnya kerana jika dia tidak berzikir dia kan lebih mudah dihanyutkan di dalam kelalaian. Tanpa ucapan zikir syaitan akan lebih mudah memancarkan gambar-gambar tipuan kepada cermin hatinya dan dunia akan lebih kuat menutupinya. Zikir pada peringkat ini berperanan sebagai juru ingat. Sebutan lidah menjadi sahabat yang memperingatkan hati yang lalai. Berlakulah pertembungan di antara tenaga zikir dengan tenaga syaitan yang menutupi hati. Tenaga syaitan akan mencuba untuk menghalang tenaga zikir daripada memasuki hati. Tindakan syaitan itu membuatkan orang yang ingin berzikir itu menjadi malas dan mengantuk. Oleh yang demikian perlulah dilakukan mujahadah, memerangi syaitan yang menghalang lidah daripada berzikir itu. Zikir yang dilakukan dengan bersungguh-sungguh akan berjaya melepasi benteng yang didirikan oleh syaitan. Tenaga zikir yang berjaya memasuki hati akan bertindak sebagai pencuci, menyucikan karat-karat yang ada pada dinding hati. Pada peringkat permulaannya zikir masuk ke dalam hati sebagai Nama-nama dan Sifat-sifat Tuhan yang diucapkan. Apabila karat pada dinding hati sudah berkurangan ucapan zikir akan disertai oleh rasa kelazatan. Hati yang sudah merasai nikmat zikir itu tidak perlu kepada paksaan lagi. Lidah tidak perlu lagi berzikir. Zikir sudah hidup dalam hati secara diam, jelira dan melazatkan. Perhatian bukan sekadar kepada nama-nama dan sifat-sifat yang diingatkan malah ia lebih tertuju kepada Yang Empunya nama dan sifat. Inilah kedudukan orang yang beriman.

Zikir yang lebih mendalam membawa hati berhadap kepada Hadrat Tuhan, menyaksikan Tuhan pada setiap masa dan suasana. Apa sahaja yang dilihat dan dibuat memperingatkannya kepada Tuhan. Inilah peringkat zikir daim yang dikurniakan kepada mereka yang beriman dan bersungguh-sungguh mengabdikan diri kepada Allah s.w.t. Kehidupan mereka dipenuhi oleh zikir sepanjang masa. Tidur mereka juga menjadi zikir.

Zikir yang diucapkan dengan perkataan membantu hati mengingati Tuhan. Bagi sebahagian manusia berzikir secara kuat lebih memberi kesan daripada berzikir secara perlahan, terutamanya bagi mereka yang baharu memulakan amalan zikir. Zikir secara senyap di dalam hati adalah pergerakan perasaan. Hati menghayati apa yang dizikirkan dan terbentuklah alunan perasaan sesuai dengan apa yang dihayati. Pada tahap yang lebih mendalam zikir bukan lagi sebutan atau ingatan kepada Nama, tetapi hati menyaksikan Keperkasaan dan Keelokan Tuhan. Bila hati sudah boleh menyaksikan Keelokan dan Keperkasaan Tuhan, itu tandanya seseorang itu sudah ada hubungan semula dengan roh suci yang mengenal Tuhan. Pancaran cahaya makrifat daripada roh suci membuat hati dapat melihat kenyataan sifat-sifat Tuhan.

Pada tahap kesedaran yang lebih mendalam, ucapan serta ingatan dan perhatian yang berhubung dengan Tuhan menimbulkan keghairahan atau zauk. Zauk itu terjadi kerana kuatnya tarikan Hadrat Tuhan kepada hati. Ingatan dan penyaksian terhadap Hadrat Tuhan akan memberi kesan yang sangat kuat kepada hati. Hati yang menyaksikan Hadrat Tuhan Yang Maha Perkasa boleh menyebabkan seseorang itu menjadi pengsan kerana takutnya hati kepada keperkasaan Allah s.w.t. Hati yang menyaksikan Hadrat Tuhan Yang Maha Lemah-lembut akan mengalami rasa kenikmatan dan kebahagiaan yang amat sangat.

Pada tahap kesedaran yang lebih mendalam, hati diperkuatkan lagi supaya mampu menerima ‘sentuhan’ Hadrat Tuhan itu. Penyaksian terhadap Hadrat Tuhan tidak lagi melahirkan keghairahan atau zauk atau kegoncangan kepada hati. Hati mengalami suasana Hadrat Tuhan dalam keadaan damai dan sejahtera. Pada tahap ini hati akan mengenali Tuhan sebagai Raja Yang Maha Berkuasa. Berada pada sisi Raja tersebut membuat hati merasakan kesejahteraan dan keselamatan yang tidak terhingga, hilang rasa takut dan dukacita.

Pada tahap kesedaran yang paling dalam hati berhadap kepada Hadrat Tuhan yang bernama Allah s.w.t, yang menguasai semua Hadrat, yang melampaui segala nama dan sifat, segala kenyataan dan ibarat. Hati sampai kepada tahap jahil setelah berpengetahuan. Ilmu gagal menghuraikan tentang Allah s.w.t. makrifat gagal memperkenalkan Allah s.w.t. Apa sahaja yang terbentuk, tergambar, terfikir, yang disaksikan dengan mata luar dan juga mata dalam dan segala-galanya tersungkur di hadapan Hadrat Allah s.w.t, yang tiada Tuhan melainkan Dia, Maha Perkasa. Sesungguhnya tidak ada sesuatu yang menyamai Allah s.w.t, Dia Maha Esa. Hati yang berhadapan dengan Hadrat Allah s.w.t benar-benar mengalami dan mengenali maksud keesaan Allah s.w.t. Hati pun tunduk, menyerah sepenuhnya kepada Allah s.w.t, Tuhan Maha Mencipta. Baharulah sempurna penyerahannya, baharulah lengkap perjalanan Islamnya.

Setelah itu rohnya menjadi seakan-akan roh yang baharu, seumpama baharu lahir. Roh yang baharu itu adalah Roh Islam yang telah mengenal Allah s.w.t yang melampaui segala sesuatu tetapi memiliki Hadrat-Nya, Nama-nama-Nya dan Sifat-sifat-Nya, menyata kepada Roh Islam, iaitu Roh yang lebih tulen dan seni daripada semua roh-roh yang lain. Itulah roh yang telah menemui Kebenaran Hakiki. Pada roh tersebut bercantum tahu dengan tidak tahu, kenal dengan tidak kenal, nafi dengan isbat. Roh Islam itulah yang benar-benar mengerti maksud nafi dan isbat pada Kalimah Tauhid: “La ilaha illa Llah”.

Dia turunkan Roh dari urusan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki daripada hamba-hamba-Nya untuk memberi peringatan tentang hari pertemuan. ( Ayat 15 : Surah al-Mu’min

Roh Islam yang mengenderai hati Islam dan memiliki nafsu Islam, akal Islam dan pancaindera Islam kembali kepada kehidupan dunia untuk mengajak dan membimbing orang lain kepada Yang Haq, Kebenaran Hakiki. Roh Islam mengeluarkan yang Islam sahaja. Jiwanya Islam, perkataannya Islam, perbuatannya Islam, diamnya Islam, tidurnya Islam dan segala-gala yang mengenainya adalah Islam. Roh Islam yang paling sempurna adalah roh Nabi Muhammad s.a.w. Baginda s.a.w merupakan contoh tauladan Islam yang paling sempurna, paling baik.

Zikir memainkan peranan yang penting dalam melahirkan Roh Islam. Bagi orang yang inginkan kebenaran dan melihat kebenaran, menjadi kewajipan baginya mengingati Allah s.w.t sebanyak mungkin.

Lantas apabila kamu telah selesaikan sembahyang (sembahyang di waktu perang ) itu, maka hendaklah kamu ingat kepada Allah s.w.t sambil berdiri, dan sambil duduk, dan sambil (berbaring) atas rusuk-rusuk kamu. Tetapi apabila kamu telah tenteram, maka hendaklah kamu dirikan sembahyang (seperti biasa), kerana sesungguhnya itu adalah bagi Mukminin satu kewajipan yang ditentukan mwaktunya. ( Ayat 103 : Surah an-Nisaa’ )

Yang mengingati Allah sambil berdiri dan sambil duduk dan sambil berbaring, dan memikirkan tentang kejadian langit-langit dan bumi (sambil berkata): “Wahai Tuhan kami! Engkau tidak jadikan (semua) ini dengan sia-sia! Maha Suci Engkau. Lantaran itu peliharakanlah kami daripada seksa neraka”. ( Ayat 191 : Surah a-Li ‘Imran ) Setiap Muslim seharusnya mencari kehidupan berzikir; berzikir sambil duduk dan sambil berbaring; bekerja di dalam berzikir; berehat di dalam berzikir dan tidur di dalam berzikir. Lidah berzikir, anggota tubuh berzikir dan hati berzikir. Tentera Islam yang sedang berperang dengan musuh pun dituntut berzikir, apa lagi kaum Muslimin yang berada dalam suasana aman. Muslim sejati sentiasa berzikir, mengingati dan mentaati Allah s.w.t.

 

15 Oktober 2012

Keagungan Cahaya Allah

oleh alifbraja

حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ الْجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ هَدَاناَ بِعَبْدِهِ الْمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ ناَدَانَا لَبَّيْكَ ياَ مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلَّمَ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ، اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ جَمَعَنَا فِي هَذَ الْجَمْعِ اْلعَظِيْمِ

Limpahan puji kehadirat Allah subhanahu wata’ala Yang Maha Luhur, Maha Penguasa tunggal dan Maha membangkitkan keluhuran pada jiwa hamba-hambaNya untuk mencapai keluhuran yang lebih luhur, meninggalkan kehinaan menuju kemuliaan, meninggalkan kemuliaan menuju kemuliaan yang lebih mulia lagi, terus menuju gerbang-gerbang keluhuran Ilahi di dalam kenikmatan dan di dalam kesusahan, di dalam siang ataupun malam, dalam segala keadaan gerbang kedekatan kepada Allah selalu terbuka dari Al Qariib ( Yang Maha dekat ),

sebagaimana firmanNya:
“ Dan apabila hamba-hambaKu bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah) bahwa Aku dekat. Aku menjawab permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi seruan Ku dan hendaklah mereka beriman kepada Ku agar mereka selalu berada dalam kebenaran ”. ( QS. Al Baqarah: 186 )

Sungguh Allah Maha dekat, Maha cepat menjawab dan mendekatkan Dzat Nya kepada hamba yang ingin mendekat kepada Nya dengan kedekatan yang cepat dan dahsyat. Diriwayatkan didalam riwayat yang shahih: “ Bahwa pengampunan Allah itu datang secepat hambaNya beristighfar atau bertobat ”, secepat itulah pengampunan Allah muncul. Jika seorang hamba berbuat dosa, dan dalam kesempatan itu ia langsung menyesal dan menangis, merintih dan memohon maaf, maka secepat itulah pengampunan Allah datang.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Aku dan kalian dimana siang dan malam tiada henti-hentinya berlumur dosa, jatuh dalam hal-hal yang makruh, hal yang syubhat atau yang haram, semoga Allah subhanahu wata’al selalu mengikis dosa-dosa kita dan menghapusnya sepanjang siang dan malam, dan kita memohon kepada Allah agar pengampunanNya terus mengikuti setiap nafas kita di dalam kesalahan dan dosa-dosa kita, karena tiada sesuatu yang lebih menghalangi kita dari kelembutan Ilahi melebihi dosa, hanya dosalah yang merupakan hijab yang menutup hamba dari penciptaNya hingga ia tersulitkan untuk rindu kepada Allah. Namun ketika sudah muncul keinginan bertobat, menyesal dan merasa hina karena telah berbuat dosa, maka di saat itu Allah membuka pintu cahaya di dalam jiwanya , maka ia pun bergetar ingin mendekat kepada Yang Maha Suci, ia ingin suci dan tidak ingin hina, ia ingin mulia dan tidak ingin nista, ia ingin dekat dengan Rabbul ‘alamin dan rindu ingin berjumpa dengan Yang Maha Indah. Dimana ketika Nabiyullah Musa merintih, dalam firmanNya:

رَبِّ أَرِنِي أَنْظُرْ إِلَيْكَ
( الأعراف : 143 )
“ Ya tuhanku, tampakkanlah (diriMu) kepadaku agar aku dapat melihatMu”. ( QS. Al A’raf: 143)

Allah menjawab dengan firmanNya:

قَالَ لَنْ تَرَانِي وَلَكِنِ انْظُرْ إِلَى الْجَبَلِ فَإِنِ اسْتَقَرَّ مَكَانَهُ فَسَوْفَ تَرَانِي فَلَمَّا تَجَلَّى رَبُّهُ لِلْجَبَلِ جَعَلَهُ دَكًّا وَخَرَّ مُوسَى صَعِقًا فَلَمَّا أَفَاقَ قَالَ سُبْحَانَكَ تُبْتُ إِلَيْكَ وَأَنَا أَوَّلُ الْمُؤْمِنِين
( الأعراف: 143 )
“ Allah berfirman: engkau tidak akan ( sanggup ) melihatKu, namun lihatlah ke gunung itu jika ia tetap di tempatnya niscaya engkau dapat melihatKu, maka ketika tuhannya menampakkan (keagunganNya) kepada gunung itu, gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan ”. ( QS. Al A’raf: 143 )

Firman Allah: “ Sungguh engkau tidak akan mampu melihatKu ”, maksudnya adalah penglihatan nabi Musa tidak akan mampu Allah. Ketika Allah membuka tabir cahaya kewibawaanNya kepada gunung, maka gunung itu hancur lebur dan tidak lagi terlihat. Diriwayatkan di dalam tafsir Imam Ibn Katsir, tafsir Imam thabari, tafsir Imam Qurthubi dan lainnya, bahwa keadaan gunung yang demikian tinggi dan besar itu, ketika Allah menunjukkan cahaya kewibawaanNya maka tiba-tiba gunung itu terpendam ke dalam bumi. Dan bahwa gunung itu tidak muncul lagi hingga hari kiamat karena takutnya dari cahaya kewibawaan Rabbul ‘alamin.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Diriwayatkan di dalam tafsir Imam Ibn Katsir bahwa Allah menutup dzatNya dengan 70.000 tabir, dan setiap tabir itu adalah paduan dari cahaya, kegelapan dan air. Ketiga komponen itu, air, cahaya, dan kegelapan itu dipadu menjadi satu tabir yang demikian dahsyat, dan terdapat 70.000 tabir yang menutup antara makhluk dan Sang Khaliq, dijelaskan oleh Al Imam Ibn Katsir menukil salah satu riwayat yang shahih, bahwa apabila manusia mendengar suara gemuruh air yang menjadi salah satu tabir yang menutup makhluk dengan Allah maka hatinya akan lepas dan terlempar dari tubuhnya karena takut mendengar dahsyatnya gemuruh air dari salah satu 70.000 tabir yang membentengi antara makhluk dengan Allah. Diriwayatkan dalam riwayat yang tsiqah bahwa jika tabir itu terbuka satu saja dan tersingkaplah sedikit cahaya Rabbul ‘alamin kepada gunung maka gunung itu lebur tidak tersisa dan tidak akan muncul lagi hingga hari kiamat. Dan dalam riwayat lain gunung itu hancur menjadi debu karena takutnya dari kewibawaan Ilahi, maka ketika itu robohlah nabiyullah Musa ‘alaihissalam.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Demikianlah cahaya keagungan Ilahi yang tertup dengan tabir air, cahaya dan kegelapan. Air, cahaya dan kegelapan itu berpadu dan tidak bisa terbayangkan bagaimana dahsyatnya. Diriwayatkan oleh Al Imam At Тhabari dalam menafsirkan ayat ini bahwa ketika nabiyullah Musa meminta untuk melihat Allah maka Allah berfirman : “ Wahai Musa engkau tidak akan melihatKu bahkan melihat pasukan-pasukanKu pun engkau tidak akan mampu ”, maka Allah perlihatkan para tentaraNya di bumi dan berdatanganlah seluruh halilintar yang berada di bumi, seluruh awan hitam dan seluruh malaikat yang ada di bumi mengelilingi nabiyullah Musa dan bertakbir dan bertasbih, yang mana takbir dan tasbih mereka lebih dahsyat dari gemuruhnya ombak yang besar, kemudian Allah memerintahkan malaikat yang di langit pertama untuk turun dan diperlihatkan kepada Nabiyullah Musa, maka nabi Musa as melihat para malaikat yang demikian besar dan dahsyat dengan bentuk-bentuk yang belum pernah dilihat, dengan warna warni yang belum pernah terlihat mereka bergemuruh dengan takbir dan tasbih mengagungkan nama Allah, dan suara satu dari mereka lebih dahsyat dari gemuruhnya guntur dan jumlah mereka yang demikian banyak mengelilingi nabiyullah Musa As. Maka Allah perintahkan malaikat yang berada di langit kedua untuk turun dan diperlihatkan kepada nabiyullah Musa, demikian pula malaikat yang ada di langit ketiga, keempat, kelima dan keenam turun untuk menghadap Nabi Musa As yang sudah tidak mampu lagi berdiri, sehingga ia roboh berdiri dengan lututnya, dan ia menyesal karena telah meminta untuk melihat Allah dan ia pun jatuh dan terduduk, maka Jibril As berkata : “ Bertahanlah wahai Musa, karena kau akan melihat yang lebih dahsyat dari hal ini sebgaimana permintaanmu ”, maka nabiyullah Musa pun merapatkan tubuhnya di dinding pegunungan seraya berkata : “ Wahai tuhanku, aku tidak berani berbuat apa-apa, jika aku diam niscaya aku akan mati karena ketakutan dan kerisauan, dan jika aku bergerak maka aku akan terbentur dengan triliyunan malaikatMu yang sedang mengelilingiku ”, maka disaat itulah Allah membuka langit ketujuh dan membuka salah satu dari 70.000 tabir yang menutupNya dengan makhlukNya, kemudian diperlihatkan kepada gunung maka gunung itu terpendam kedalam bumi dan tiada akan muncul lagi hingga hari kiamat.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Rahasia kewibawaan Ilahi Yang Maha menguasai seluruh jagad raya, Dia Allah subhanahu wata’ala Yang Maha mengenalkan dzatNya, Maha Pengampun, Maha dekat, Maha Pengasih dan Maha Penyayang, Maha berwibawa dan Maha berkuasa Yang berfirman:

مَا يَفْعَلُ اللَّهُ بِعَذَابِكُمْ إِنْ شَكَرْتُمْ وَآَمَنْتُمْ وَكَانَ اللَّهُ شَاكِرًا عَلِيمًا
( النساء : 147 )
“ Allah tidak akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman. Dan Allah Maha berterimakasih lagi Maha Mengetahui ”. ( QS. An Nisa’: 147 )

Sungguh Allah Maha berterima kasih dan Maha mengetahui perbuatan kita dan getaran pemikiran kita, dan Allah Maha berterima kasih dan membalas setiap kebaikan kita dengan sepuluh kali lebih besar dari kebaikannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda riwayat Shahih Al Bukhari :

مَنْ كَانَ فِي حَاجَةِ أَخِيهِ كَانَ اللَّهُ فِي حَاجَتِهِ
( صحيح البخاري )
“ Barangsiapa yang (peduli) terhadap kebutuhan saudaranya, maka Allah ( peduli ) pada hajatnya ”. ( Shahih Al Bukhari )

Hadirin hadirat, jika hajat ( kebutuhan ) orang lain kita pedulikan maka Allah akan peduli kepada hajat kita dan terlebih lagi jika kita peduli pada hajat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, apa hajat beliau?, Hajat beliau adalah tersebar luasnya dakwah beliau, dan banyak cara untuk menyebarkannya, mungkin dengan ucapan, perbuatan, internet, SMS, email, surat, harta, jabatan, bahkan dengan doa dan munajat. Hadirin hadirat, berkhidmahlah untuk hajat sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka siang dan malam Allah subhanahu wata’ala akan menyelasaikan segala hajat kita . Rabbi, jadikanlah kami selalu berkhidmah kepada nabi yang paling Engkau cintai, sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.

Hadirin hadirat, terbuka segenap hijab di malam Isra’ dan Mi’raj untuk sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika 70.000 tabir dibuka maka Jibril pun mundur seraya berkata : “ Aku tidak akan melanjutkan lagi, jika aku melanjutkannya maka aku akan terbakar oleh cahaya Allah”, maka Allah subhanahu wata’ala membuka 70.000 tabir itu hingga sang nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berhadapan dengan Allah. Allah subhanahu wata’ala yg berfirman:

ثُمَّ دَنَا فَتَدَلَّى ، فَكَانَ قَابَ قَوْسَيْنِ أَوْ أَدْنَى
( النجم : 8-9 )
“ kemudian dia mendekat (pada Muhammad), lalu bertambah dekat, sehingga jaraknya (sekitar) dua busur panah atau lebih dekat (lagi) ”. ( QS. An Najm: 8-9 )

Saat itu nabi Muhammad sangat dekat dengan Allah, sebgaiamana dijelaskan di dalam kitab As Syifaa oleh hujjatul islam wabarakatul anam Al Imam Qadhi ‘Iyadh Ar (Ar : alaihi rahmtaullah : semoga baginya Rahmat Allah), bahwa Allah subhanahu wata’ala befirman kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, ketika ketika Rasulullah melihat langit pertama yang begitu dahsyat dengan gemuruh para malaikat yang bertasbih kepada Allah, demikian pula di langit kedua, ketiga, dan seterusnya, nabi berjumpa dengan para rasul dan para malaikat dan disetiap langit disambut oleh para malaikat, maka sampailah ke muntaha al khalaiq, yang batas itu tidak bisa ditembus, tetapi beliau menembusnya dan disaat itu hilanglah semua suara, dan segala bentuk pemandangan, dan disaat itulah nabi Muhammad berhadapan dengan Rabbul ‘alamin Allah subhanahu wata’ala, dan nabi saw mendengar suara yang sangat berwibawa namun penuh dengan kelembutan : “ mendekatlah wahai Muhammad dan singkirkan ketakutanmu wahai Muhammad ”, maka beliau bersujud dan mengucapkan kalimat:

التَّحِيَّاتُ الْمُبَارَكَاتُ الصَّلَوَاتُ الطَّيِّبَاتُ لِلّه

Kemuliaan, kesucian, keluhuran, keberkahan, milik Allah, dan beliau saw pun mendengarkan jawaban Allah :

السَّلاَمُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ
“ Salam sejahtera, serta rahmat dan keberkahan Allah untukmu wahai nabi ”

Allah bersalam kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, dan nabi menjawab:

اَلسَّلاَمُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللهِ الصَّالِحِيْنَ
“ Salam sejahtera untuk kami, dan para hamba yang shalih ( nabi dan para malaikat )”.

Rasul membawa seluruh nama malaikat dan nama ummatnya untuk mendapatkan dan termuliakan dengan salam Allah kepada beliau, Rasul membagikan salam itu kepada seluruh nabi, rasul, malaikat dan ummatnya dengan jawaban : “ salam sejahtera untuk kami ( bukan untukku semata) dan para hamba Allah yang shalih ”, semua dibawa oleh Rasul didalam keagungan salam Allah subhanahu wata’ala, oleh sebab itulah sudah sepantasnya kita selalu bersalam kepada sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, maka shalawat dan salam kepada nabi Muhammad saw merupakan rukun didalam shalat. Ucapan yang kita ucapkan didalam tahiyyat itu adalah rahasia kemuliaan mi’raj disaat terbukanya 70.000 tabir, Rasul berhadapan dengan Allah. Ucapan yang diucapkan antara Allah dan RasulNya itulah yang selalu kita ulang-ulang disaat kita shalat, betapa agungnya shalat itu.

Allah subhanahu wata’ala berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ ثَوَابَ الدُّنْيَا فَعِنْدَ اللَّهِ ثَوَابُ الدُّنْيَا وَالْآَخِرَةِ وَكَانَ اللَّهُ سَمِيعًا بَصِيرًا
( النساء: 134 )
“ Barangsiapa menghendaki pahala di dunia, maka ketahuilah bahwa di sisi Allah ada pahala dunia dan akhirah, dan Allah Maha mendengar lagi Maha Melihat ”. ( QS. An Nisa’: 134 )

Barangsiapa yang menginginkan balasan di dunia atas amalan pahalanya, ia ingin kesuksesan di dunia, ia ingin kemakmuran dan kebahagiaan di dunia, Allah mengatakan agar niatnya disempurnakan karena sungguh Allah memiliki balasan di dunia dan di akhirah. Jadi, orang-orang yang beramal shalih yang mengikuti tuntunan sang pembawa keluhuran dari Yang Maha Luhur maka ia akan mendapatkan balasan kemuliaan di dunia dan di akhirah, demikian janji Rabbul ‘alamin. Namun ajakan-ajakan syaitan itulah yang membuat kita terjauhkan dari keluhuran, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala:

الشَّيْطَانُ يَعِدُكُمُ الْفَقْرَ وَيَأْمُرُكُمْ بِالْفَحْشَاءِ وَاللَّهُ يَعِدُكُمْ مَغْفِرَةً مِنْهُ وَفَضْلًا وَاللَّهُ وَاسِعٌ عَلِيمٌ
( البقرة:268 )
“Syaitan itu menjanjikan ( menuntun pada ) kemiskinan kepadamu dan menyuruh kamu berbuat keji ( kikir ), sedangkan Allah menjanjikan ampunan dan karunia Nya kepadamu, dan Allah Maha Luas lagi Maha mengetahui ”. ( QS.Al Baqarah: 268 )

Sungguh syaitan selalu mengajak dan menuntun kepada kesusahan dan kefakiran, orang sudah susah ingin dijadikan lebih susah lagi oleh syaitan, dan syaitan juga selalu mengajak kepada kejahatan. Meskipun kau sudah terjebak oleh ajakan syaitan, tetapi Allah tetap mengajakmu kepada anugerah-anugerah dan pengampunan di sisiNya, dan Allah Maha Luas dan Maha Mengetahui. Maha Luas pemberianNya dan Maha mengetahui kebutuhan hamba-hambaNya.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Pada hakikatnya kekayaan dan kemiskinan bukanlah ukuran senang dan susah, bukanlah ukuran kenikmatan dan kesengsaraan, karena apa?, karena jika Allah subhanahu wata’ala mencabut kenikmatannya maka si pemilik harta itu akan merasa lebih susah dari orang yang miskin, banyak orang-orang yang kekayaannya dan hartanya berlimpah ruah tetapi ia sakit tidak bisa makan ini dan itu. Rumahnya, mobilnya, kantornya semua ber AC, tetapi ia tidak boleh menikmati makanan yang enak-enak, makan daging tidak boleh, makanan ini dan itu tidak boleh, makanan yang manis-manis tidak boleh, harus selalu makan yang pahit-pahit, maka ia akan iri dengan para petani atau para kuli, karena mereka sesukanya bisa makan nasi tiga kali sehari sebanyak-banyaknya dengan semua lauk yang di inginkan karena dia tidak sakit apa-apa, maka ia akan iri pada petani atau kuli itu dengan makanan-makanannya tetapi ia tidak boleh menyentuh dan memakannya karena takut gula darahnya akan naik, kolesterolnya naik dan lain sebagainya, ia seperti di penjara padahal ia dalam kekayaan, namun orang yang susah melihat orang kaya dengan pikirannya : “enak sekali ia tidak kepanasan di pagi, siang, sore atau malam, selalu sejuk dengan AC sedangkan kita selalu kepanasan, malam diserang nyamuk, siang diserang lalat terus kita dalam kesusahan ”, padahal kesemuanya dalam kesusahan jika tidak diberi kenikmatan oleh Allah, tetapi jika Allah memberi kenikmatan maka orang yang di penjara pun tetap bisa tertawa terbahak- terbahak, orang miskin atau gelandangan yang di jalanan pun bisa tersenyum dan tertawa, namun kenikmatan sempurna yang diberikan oleh Allah adalah kecukupan. Jika ia membutuhkan suatu hajat maka dicukupi oleh Allah, apalagi yang ia butuhkan selain hajatnya?, kalau hajatnya dikabulkan dan diberi oleh Allah sebelum ia meminta, apalagi yang ia butuhkan selain terus mendekat kepada Allah?!, ini adalah balasan Allah untuk para pengikut sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَآَمَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَأَصْلَحَ بَالَهُمْ
( محمد: 2 )
“ Dan orang-orang yang beriman (kepada Allah) dan mengerjakan kebajikan serta beriman kepada apa yang diturunkan kepada nabi Muhammad, dia itulah kebenaran dari tuhan mereka, Allah menghapus kesalahan-kesalahan mereka dan memperbaiki keadaan mereka ”. ( QS. Muhammad: 2 )

Mereka yang beriman dan beramal shalih dan mengikuti apa-apa yang dibawa oleh sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, yang mana beliau adalah Al Haqq ( kebenaran ) dari tuhan mereka maka Allah akan menghapus dosa-dosa mereka dan Allah perbaiki keadaan mereka di dunia dan di akhiratnya. Jika masalah akhiratnya masih berantakan maka Allah yang memperbaiki, nafkahnya masih berantakan maka Allah yang akan memperbaiki, masalah keluarganya berantakan maka Allah yang memperbaiki, usahanya berantakan Allah yang akan memperbaiki, jasadnya berantakan Allah yang memperbaiki, wafatnya Allah pula yang mengurusnya, ruhnya Allah juga yang mengurusnya, dan surganya Allah pula yang menyiapkannya, demikian keadaan para pecinta sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Semoga Allah menjadikan aku dan kalian ada diantara mereka, dipelihara dengan seindah-indah bimbingan Allah subhanahu wata’ala.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Sampailah kita pada hadits yang mulia ini, dimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dikatakan oleh sayyidina Abdullah bin Umar bahwa ketika itu Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam mengimami shalat isya’ dan itu adalah shalat Rasulullah yang terakhir sebelum wafatnya beliau, setelah itu beliau tidak lagi mengimami shalat karena terus sakit dan akhirnya wafat. Setelah beliau mengimami shalat maka beliau berdiri dan menoleh kepada jama’ah seraya bersabda: “ sungguh seratus tahun yang akan datang tidak ada lagi yang tersisa di muka bumi ini ”, maksudnya yang hidup di masa itu, 14 abad yang silam ketika beliau mengatakan hal itu beliau sudah melihat usia semua penduduk yang ada di daratan permukaan bumi dan tidak satu pun yang akan hidup lebih dari 100 tahun mulai dari beliau mengucapkan bahwa semua penduduk bumi yang ada pada saat itu akan wafat 100 tahun kemudian. Dijelasakan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam kitabnya Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari, menukil dari syarah Al Imam An Nawawy bahwa yang dimaksud adalah di masa itu ketika beliau mengucapkan 100 tahun kemudian tidak ada lagi yang tersisa hidup dari yang hidup di saat itu, tapi setelah beliau berucap, dan barangkali ada yang lahir, maka bisa saja usianya melebihi dari 100 tahun, tetapi mereka yang ada di saat nabi berucap , maka mulai dari bayi hingga orang yang paling tua tidak ada yang akan hidup melebihi 100 tahun, hadits ini mengandung hikmah yang sangat dalam, diantaranya banyak hal-hal ghaib yang diperlihatkan kepada nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam bahkan beliau melihat usia seluruh penduduk di daratan permukaan bumi akan berakhir berapa usia mereka. Demikian Allah subhanahu wata’ala singkapkan tabir-tabir rahasia yang tidak diketahui oleh makhluk tetapi diketahui oleh nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam. Yang kedua adalah kita renungkan bagaimana luasnya pemikiran Rasulullah saw bisa menguasai dan mengetahui seluruh usia penduduk bumi akan berakhir sebelum 100 tahun dari ucapan beliau. Dan salah satu hikmah yang perlu kita renungkan juga, barangkali di majelis ini juga hanya tersisa satu atau dua orang saja yang akan berusia sampai 100 tahun lagi, dan sisanya mungkin sudah tiada lagi, sebagian besar barangkali sudah dikubur dalam makamnya, semoga kita semua dalam husnul khatimah.

Kita yang berkumpul di malam hari ini mudah-mudahan selalu berkumpul bersama dengan Rasulullah shallallah ‘alaihi wasallam di alam barzakh. Acara ini juga disiarkan secara langsung di www.majelisrasulullah.org, seluruh dunia bisa melihatnya. Semoga yang menyaksikan dari kejauhan menonton juga dilimpahi keberkahan oleh Allah, amin.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Ketahuilah bahwa dosa dan kesalahan sesungguhnya ada pada manusia, dan syaitan adalah hamba yang sangat takut kepada Allah, syaitan tidak pernah berbuat dosa, maksudnya kesalahannya adalah iblis, dan perbuatan dosa syaitan adalah menggoda, syaitan tidak berbuat dosa (berbeda dg Iblis pimpinan mereka yg menolak perintah Allah swt). Para Syaitan tidak minum arak tetapi dia hanya menggoda orang untuk meminumnya, syaitan tidak berzina tetapi menggoda manusia untuk berzina, dan syaitan tidak berjudi tetapi menggoda manusia untuk berjudi, demikian perbuatan syaitan. Allah subhanahu wata’ala berfirman:

كَمَثَلِ الشَّيْطَانِ إِذْ قَالَ لِلْإِنْسَانِ اكْفُرْ فَلَمَّا كَفَرَ قَالَ إِنِّي بَرِيءٌ مِنْكَ إِنِّي أَخَافُ اللَّهَ رَبَّ الْعَالَمِينَ
( الحشر: 16 )
“ (bujukan orang-orang munafik itu) seperti (bujukan) setan ketika ia berkata kepada manusia, “ membangkanglah kamu! ”, kemudian ketika manusia itu menjadi kufur ia berkata, “ sesungguhnya aku berlepas diri dari kamu, karena sesungguhnya aku takut kepada Allah, tuhan semesta alam ”. ( QS. Al Hasyr: 16 )

Dan jika orang itu telah kufur dan berpaling dari agama Allah dan kelak ketika bertemu di hari kiamat, maka syaitan itu berkata : “ aku berlepas diri darimu, aku takut kepada Allah ”. Syaitan takut kepada Allah, kesalahannya hanya menggoda, namun Allah jadikan syaitan itu bersama dengan yang digodanya, demikian pula makhluk yang mengajak kepada kebaikan maka Allah jadikan dia bersama dengan orang yang diajaknya dan yang mengikutinya, dan orang yang mengajak kepada kejahatan, akan bersama dengan orang-orang yang diajaknya, dan semoga kita termasuk orang-orang yang terajak oleh tuntunan nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan bersama nabi Muhammad bukan bersama syaitan.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Sisakan hari-hari kita di dalam keluhuran, sisakan hari-hari kita dalam rindu kepada Allah subhanahu wata’ala. Kita telah dengar Allah subhanahu wata’ala begitu dahsyat kewibawaannya dan tabir yang menutup antara makhluk dengan khaliq adalah hijab jasadiah, tetapi kalau sanubari, sungguh sanubari itu bisa melihat atau merasa dilihat Allah subhanahu wata’ala, karena dikatakan oleh hujjatul islam wabarakatul anam Al Imam An Nawawy AR di dalam syarah nawawiyah ‘ala Shahih Muslim, bahwa bukanlah hal yang mustahil seseorang di dunia melihat Allah, namun tentunya dengan perasaan dan hatinya bukan dengan matanya.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Ketika ditanyakan kepada sayyidina Ali bin Abi Thalib Ra : “ Wahai Ali, apakah engkau telah melihat Allah?, sampaikah derajatmu untuk melihat Allah? ”, maka sayyidina Ali menjawab: “ bagaimana aku beriman kepada yang tidak aku lihat, aku sudah melihat Allah ”, bagaimana engkau melihatNya?, sayyidina Ali berkata: “ Aku melihatNya dengan sanubari dan kekuatan iman ”, karena Rasul telah bersabda:

اَلْإِحْسَانُ أَنْ تَعْبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإنَّهُ يَرَاكَ

“ Ihsan adalah menyembah Allah seakan-akan engkau melihatNya, jika engkau tidak melihatNya maka sungguh Allah melihamu ”

Ingat Allah tidak sama dengan segala sesuatu, jika muncul hayalan dalam perasaan kita tentang bentuk-bentuk Allah, sungguh hal itu adalah bisikan syaitan, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam riwayat Shahih Al Bukhari, ketika syaitan berkata : “ ini ciptaan siapa, itu ciptaan siapa, maka hati kita akan terus menjwab: “ Allah, Allah, Allah ”, lalu syaitan akan berkata: “ Lalu siapa yang menciptakan Allah?”, maka Rasul bersabda : “ jika kalian sampai pada hal itu maka berlindunglah kepada Allah karena hal itu sudah berada di jurang kekufuran ”.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Hati-hati dengan lintasan perasaan keraguan dengan Allah, karena itu adalah bisikan syaitan. Allah itu ada sebelum segala sesuatu ada, pertanyaan yang akan muncul sejak kapan Allah itu ada? Sudah sejak ribuan tahun alam semesta ada, maka sejak kapan Allah ada? Apakah ada begitu saja?. Maka jawabannya adalah Allah itu ada sebelum kalimat “kapan” itu ada. Kalimat “kapan” belum ada, Allah subhanahu wata’ala sudah ada. Jadi Allah tidak bisa diikat dengan kalimat “kapan”, karena kalimat “kapan” yang ditanyakan adalah waktu, sedangkan Allah lah yang menciptakan waktu dan menciptakan kalimat “kapan” itu. Demikianlah Allah subhanahu wata’ala yang maha luhur, membukakan bagi kita rahasia keluhuran setiap waktu dan saat.

Muncul pertanyaan kepada saya tentang foto-foto wali Allah bagaiamana hukumnya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda diriwayatkan di dalam Shahih Al Bukhari : “ Wahai Umar, apabila syaitan berjalan dan berhadapan denganmu maka syaitan akan menghindar darimu dan mencari jalan lain ”, diperkuat dengan riwayat lain bahwa syaitan itu lari ketika melihat bayangan sayyidina Umar ra. Dijelaskan oleh hujjatul islam wabarakatul anam Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari bahwa tidak hanya sayyidina Umar yang mencapai derajat ini, tapi banyak dari para sahabat, para tabi’in dan para imam-imam dan shalihin setelahnya yang mencapai derajat ditakuti oleh syaitan, berlandaskan firman Allah:

إِنَّ عِبَادِي لَيْسَ لَكَ عَلَيْهِمْ سُلْطَانٌ إِلَّا مَنِ اتَّبَعَكَ مِنَ الْغَاوِينَ
( الحجر:42 )

“ Sesungguhnya kamu (iblis) tidak mampu berkuasa atas hamba-hambaKu, kecuali mereka yang mengikutimu yaitu orang-orang yang sesat ”. ( QS.Al Hijr: 42 )

Ini menunjukkan bahwa tidak hanya sayyidina Umar yang ditakuti oleh syaitan, tetapi hamba-hamba Allah yang shalih pun tidak bisa terkecohkan oleh syaitan, dan juga berdasarkan sabda Rasulullah kepada para sahabat riwayat Imam Al Bukhari di dalam kitabnya Adab Al Mufrad : “ Maukah kalian kukabarkan tentang orang-orang yang terbaik diantara kalian?”, maka para sahabat menjawab: “ betul wahai Rasulullah, saya ingin mendengar siapa orang-orang yang terbaik diantara kami ”, Rasulullah menjawab: “ mereka adalah orang-orang yang ketika kalian memandangnya maka kalian akan mengingat Allah, membuat kalian ingin dekat kepada Allah, membuat kalian malu kepada Allah, membuat kalian enggan berbuat dosa ”. Wajah-wajah yang seperti itulah wajah yang terbaik diantara kalian.

Hadirin hadirat, lalu bagaimana dengan foto-foto para shalihin?, segala sesuatu yang bisa membuat kita semakin dekat dan ingat kepada Allah maka hal itu baik dipandang. Bagaimana dengan Ka’bah manakah yang lebih afdhal, bangunan batu atau wajah seorang shalih? Tentunya wajah orang yang shalih lebih afdhal. Sebagaimana hajar al aswad yang mana sayyidina Umar bin Khattab berkata:

إِنِّي أَعْلَمُ أَنَّكَ حَجَرٌ لَا تَضُرُّ وَلَا تَنْفَعُ وَلَوْلَا أَنِّي رَأَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُقَبِّلُكَ مَا قَبَّلْتُكَ
“ Sesungguhnya aku mengetahui kau adalah batu yang tidak memberi bahaya dan manfaat, kalau bukan karena aku melihat Rasulullah menciummu, niscaya aku tidak menciummu ”(Shahih Bukhari)

Berbeda dengan orang-orang shalih karena Allah turunkan malaikat dengan keberadaan mereka, dimanapun mereka berada maka Allah turunkan malaikat disana. Hadirin hadirat, boleh dibuktikan orang-orang yang asyik hadir di maulid nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam dan bersih dari makanan yang syubhat maka mereka tidak akan melihat jin atau syaitan yang menakutkan, bukan mereka tidak melihat tetapi jin atau syaitan tidak berani memperlihatkan dirinya kepada mereka karena mereka diikuti para malaikat, tetapi orang-orang yang terus makan makanan haram, jarang hadir maulid nabi, jarang berdzikir, jarang shalat, maka jin dan syaitan akan terus menampakkan dirinya dengan bentuk yang berbeda-beda, mungkin berambut panjang, dengan rupa nenek-nenek atau kakek-kakek atau dengan rupa bayi dan lain sebgainya agar manusia takut, tetapi jika ia adalah orang yang beriman dan mencintai sayyidina Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, cahaya para malaikat muqarrabin mengelilinginya, maka jin atau syaitan tidak berani mendekat atau menampakkan dirinya.

Hadirin hadirat, sampaikanlah dirimu pada derajat itu, maka engkau akan tenang dari semua gangguan, di saat seorang hamba berdzikir mengingat Allah maka Allah jaga dia dari segala sesuatu.

Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah
Betapa mulianya orang-orang yang merindukan Allah, oleh sebab itu wajah-wajah mereka dipajang. Al Imam Ibn Hajar Al Asqalany di dalam kitabnya Fathul Bari bisyarh Shahih Al Bukhari mencantumkan satu riwayat yang tsiqah bahwa salah satu istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ketika didatangi oleh salah seorang sahabat dan berkata: “ wahai ummul mu’minin, aku belum sempat memandang wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam karena ketika itu aku masih kecil, maka gambarkanlah kepadaku seperti apa wajah beliau ”, berkatalah ummul mu’minin Ra: “ apakah engkau ingin melihat wajah Rasulullah?”, sahabat itu berkata: “iya, wahai ummul mu’minin”, maka ummul mu’minin mengeluarkan sebuah cermin kecil dan di cermin itu tergambarkan wajah wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Cermin itu ketika dipakai bercermin oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam maka cermin itu tidak mau lahi memunculkan wajah yang lainnya kecuali wajah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam maka cermin itu tidak mau menangkap pemandangan yang lain selain wajah nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, ummul mu’minin berkata: “ Jika aku merindukan Rasulullah maka aku buka cermin ini dan aku melihat wajah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam ”. Kita tidak bisa melihat wajah Rasulullah, maka dipajanglah wajah-wajah orang yang dicintai oleh Rasulullah dari para shalihin dan para awliyaa’, karena hal itu akan mengingatkan kita kepada Allah, bukan membuat kita musyrik justru membuat kita semakin taat, hanya saja syaitan tidak suka karena syaitan terbakar jika melihat wajah-wajah mereka. Maka syaitan berkata singkirkan foto-fotonya karena hal itu musyrik, kalau foto artis dipajang di rumah tidak apa-apa, atau foto gedung-gedung yang mengingatkan kepada hal-hal keduniawian dipajang di rumah tidak apa-apa, tapi kalau foto orang shalih maka musyrik..!, hal yang seperti ini ajaran seorang muslim atau ajaran syaitan?!. Hadirin hadirat, ada logika yang menjelaskannya. saya tidak berpanjang lebar menjelasakan.

Kita bermunjat semoga Allah memuliakan kita dalam keluhuran, semoga Allah subhanahu wata’ala terus memberikan keindahan dzatnya kepada sanubari kita sehingga kita selalu merasa dekat kepada Allah. Rabbi, singkapkan 70.000 tabir yang menutup antara kami dan diriMu, bukakan seluruh tabir itu untuk sanubari kami sehingga kami selalu asyik dan rindu padaMu , kami mendengar dari sang nabi shallallahu ‘alaihi wasallam: “ Barangsiapa yang rindu berjumpa dengan Allah, maka Allah pun rindu berjumpa dengannya ”. Dan kami mendengar sabda nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam, Engkau berfirman dalam hadits qudsy riwayat Shahih Al Bukhari :

مَنْ أَحَبَّ لِقَائِيْ أَحْبَبْتُ لِقَاءَهُ مَنْ كَرِهَ لِقَائِيْ كَرِهْتُ لِقَاءَهُ
“ Barangsiapa yang ingin perjumpaan denganKu maka Aku pun rindu berjumpa dengannya, barangsiapa yang benci untuk berjumpa denganKu Akupun benci berjumpa dengannya ”.

Pastikan kami adalah orang yang selalu rindu berjumpa denganMu wahai Rabbi, munculkan kerinduan di dalam sanubari kami untuk berjumpa denganMu wahai Rabbi. Wahai Yang Maha Indah, wahai yang maha melimpahkan anugerah, wahai yang maha menyiapkan surga terindah bagi hamba-hamba yang merindukanMu, dari cahaya kerinduan yang terbit dari jiwa kami Engkau munculkan keberkahan dan kemudahan di dunia dan akhirah, pengabulan hajat dunia dan akhirah…

فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا …

Ucapkanlah bersama-sama

يَا الله…يَا الله… ياَ الله
ياَرَحْمَن يَارَحِيْم
…لاَإلهَ إلَّاالله
لاَ إلهَ إلاَّ الله مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ

by. Habib Munzir Al Musawa

13 Oktober 2012

Sejarah Makkah

oleh alifbraja

Sejarah Baitullah, MEKKAH


Nabi Ibrahim a.s bermimpi diperintahkan oleh Allah SWT untuk membangun rumah Allah yang disampaikan kepada putranya Ismail.

Nabi Ibrahim menjelaskan hikmah Allah Ta’ala yang telah terjadi dari perkara-perkara yang samar. Nabi Ibrahim berkata kepada Ismail: “Wahai Ismail, sesungguhnya Allah s.w.t memerintahkan padaku suatu perintah” ketika datang perintah pada Nabi Ibrahim untuk menyembelihnya, beliau menjelaskan kepadanya persoalan itu dengan gamblang. Dan sekarang ia hendak mengemukakan perintah lain yang sama agar ia mendapatkan keyakinan bahwa Ismail akan membantunya. Kita di hadapan perintah yang lebih penting daripada penyembelihan. Perintah yang tidak berkenaan dengan pribadi nabi tetapi berkenaan dengan makhluk.

Ismail berkata: “Laksanakanlah apa yang diperintahkan Tuhanmu padamu.” Nabi Ibrahim berkata: “Apakah engkau akan membantuku?” Ismail menjawab: “Ya, aku akan membantumu.” Nabi Ibrahim berkata: “Sesungguhnya Allah s.w.t memerintahkan aku untuk membangun rumah di sini.” Nabi Ibrahim mengisyaratkan dengan tangannya dan menunjuk suatu bukit yang tinggi di sana.

فِيهِ آيَاتٌ بَيِّـنَاتٌ مَّقَامُ إِبْرَاهِيمَ وَمَنْ دَخَلَهُ كَانَ آمِناً وَلِلَّهِ عَلَى ٱلنَّاسِ حِجُّ ٱلْبَيْتِ مَنِ ٱسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلاً وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ ٱلله غَنِىُّ عَنِ ٱلْعَالَمِينَ

“Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadat) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia[214]. ” (al-Imran: 96.)
[214]. Ahli kitab mengatakan bahwa rumah ibadah yang pertama dibangun berada di Baitul Maqdis, oleh karena itu Allah membantahnya.

Ka’bah sudah ada sejak Nabi Adam, Nabi Adam membangun suatu khemah yang di dalamnya ia menyembah Allah s.w.t. Adalah hal yang biasa bagi Nabi Adam – sebagai seorang Nabi – untuk membangun sebuah rumah untuk menyembah Allah s.w.t. Tempat itu dipenuhi dengan rahmat. Kemudian Nabi Adam meninggal dan berlalulah abad demi abad sehingga rumah itu hilang dan tersembunyi tempatnya. Maka Nabi Ibrahim mendapatkan perintah dari Allah s.w.t untuk membangun kedua kalinya agar rumah itu tetap berdiri sampai hari kiamat dengan izin Allah s.w.t. Nabi Ibrahim mulai membangun Ka’bah.
Dan karena Nabi Adam adalah manusia yang pertama turun ke bumi, maka keutamaan pembangunannya kembali padanya. Para ulama berkata: “Sesungguhnya Nabi Adam membangunnya dan ia melakukan tawaf di sekelilingnya seperti para malaikat yang tawaf di sekitar Arasy Allah s.w.t.

Batu-batu rumah itu telah dibangun dari ketenteraman hati Nabi Adam dan kedamaian Nabi Ibrahim serta cintanya dan kesabaran Nabi Ismail serta ketulusannya. Oleh karena itu, ketika Anda memasuki Masjidil Haram Anda akan merasakan suatu gelombang kedamaian yang sangat dalam.
Ketika engkau pergi ke haji engkau tidak akan melihat dirimu dan rumah itu yang engkau lihat hanya pemelihara rumah itu. Ini adalah haji yang hakiki. Inilah hikmah yang pertama dari pembangunan Ka’bah.

Allah s.w.t berfirman:

وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ ٱلْقَوَاعِدَ مِنَ ٱلْبَيْتِ وَإِسْمَاعِيلُ رَبَّنَا تَقَبَّلْ مِنَّآ إِنَّكَ أَنتَ ٱلسَّمِيعُ ٱلْعَلِيمُ
رَبَّنَا وَٱجْعَلْنَا مُسْلِمَيْنِ لَكَ وَمِن ذُرِّيَّتِنَآ أُمَّةً مُّسْلِمَةً لَّكَ وَأَرِنَا مَنَاسِكَنَا وَتُبْ عَلَيْنَآ إِنَّكَ أَنتَ ٱلتَّوَّابُ ٱلرَّحِيمُ
رَبَّنَا وَٱبْعَثْ فِيهِمْ رَسُولاً مِّنْهُمْ يَتْلُواْ عَلَيْهِمْ آيَاتِكَ وَيُعَلِّمُهُمُ ٱلْكِتَابَ وَٱلْحِكْمَةَ وَيُزَكِّيهِمْ إِنَّكَ أَنتَ ٱلعَزِيزُ ٱلحَكِيمُ

“Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar baitullah bersama Ismail (seraya berdoa): ‘Ya Tuhan kami terimalah dari kami (amalan kami), sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. Ya Tuhan kami, jadikanlah kami berdua orang yang tunduk dan patuh kepada Engkau dan (jadikanlah) di antara anak cucu kami umat yang tunduk patuh kepada Engkau dan tunjukkanlah kepada kami cara-cara dan tempat-tempat ibadah haji kami, dan terimalah taubat kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang. Ya Tuhan kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka, yang akan membacakan kepada mereka ayat-ayat Engkau, dan mengajarkan kepada mereka al-Kitab (Al-Quran) dan al-Hikmah (as-Sunnah) serta menyucikan mereka. Sesungguhnya Engkaulah yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. ” (QS. al-Baqarah: 127-129)

Ka’bah dibangun terakhir kalinya, dan tenaga yang dicurahkan oleh orang-orang yang membangunnya sangat terbatas di mana mereka tidak menggali dasarnya sebagaimana Nabi Ibrahim menggalinya. Dari sini kita memahami bahwa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail mencurahkan tenaga keras yang tidak dapat ditandingi oleh ribuan laki-laki. Rasulullah saw telah menegaskan bahwa kalau bukan kerana kedekatan kaum dengan masa jahiliah dan kekuatiran orang- orang akan menuduhnya dengan berbagai tuduhan jika beliau menghancurkannya dan membangunkannya kembali, niscaya beliau ingin merobohkannya dan mengembalikannya ke pondasi Nabi Ibrahim.

Kita tidak mengetahui berapa banyak waktu yang digunakan untuk membangun Ka’bah sebagaimana kita tidak mengetahui waktu yang digunakan untuk membuat perahu Nabi Nuh. Yang penting adalah, bahwa perahu Nabi Nuh dan Ka’bah sama-sama sebagai tempat perlindungan manusia dan tempat yang membawa keamanan dan kedamaian. Ka’bah adalah perahu Nabi Nuh yang tetap di atas bumi selama-lamanya. Ia selalu menunggu orang-orang yang menginginkan keselamatan dari kedahsyatan angin taufan yang selalu mengancam setiap saat. Allah s.w.t tidak menceritakan kepada kita tentang waktu pembangunan Ka’bah. Allah s.w.t hanya menceritakan perkara yang lebih penting dan lebih bermanfaat. Dia menceritakan tentang kesucian jiwa orang-orang yang membangunnya dan doa mereka saat membangunnya:

Itulah puncak keikhlasan orang-orang yang ikhlas, ketaatan orang-orang yang taat, ketakutan orang-orang yang takut, dan kecintaan orang-orang yang mencintai:

Sesungguhnya doa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail menyingkap isi manusia seorang mukmin. Mereka membangun rumah Allah s.w.t dan pada saat yang sama mereka disibukkan dengan urusan akidah (keyakinan). Itu mengisyaratkan bahwa rumah itu sebagai simbol dari akidah. Akhirnya, doa tersebut terkabul ketika Allah s.w.t. mengutus Muhammad bin Abdullah saw. Doa tersebut terwujud setelah melalui masa demi masa. Selesailah pembangunan Ka’bah dan Nabi Ibrahim menginginkan batu yang istimewa yang akan menjadi tanda khusus di mana tawaf di sekitar Ka’bah akan dimulai darinya. Ismail telah mencurahkan tenaga di atas kemampuan manusia biasa. Beliau bekerja dengan sangat antusias sebagai wujud ketaatan terhadap perintah ayahnya. Ketika beliau kembali, Nabi Ibrahim telah meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. “Siapakah yang mendatangkannya (batu) padamu wahai ayahku?” Nabi Ibrahim berkata: “Jibril as yang mendatangkannya.” Selesailah pembangunan Ka’bah dan orang- orang yang meng Esakan Allah s.w.t serta orang-orang Muslim mulai bertawaf di sekitarnya. Nabi Ibrahim berdiri dalam keadaan berdoa kepada Tuhannya sama dengan doa yang dibacanya sebelumnya, yaitu agar Allah s.w.t menjadikan manusia cenderung pada tempat itu:

رَّبَّنَآ إِنَّيۤ أَسْكَنتُ مِن ذُرِّيَّتِى بِوَادٍ غَيْرِ ذِى زَرْعٍ عِندَ بَيْتِكَ ٱلْمُحَرَّمِ رَبَّنَا لِيُقِيمُواْ ٱلصَّلاَةَ فَٱجْعَلْ أَفْئِدَةً مِّنَ ٱلنَّاسِ تَهْوِيۤ إِلَيْهِمْ وَٱرْزُقْهُمْ مِّنَ ٱلثَّمَرَاتِ لَعَلَّهُمْ يَشْكُرُونَ

Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati, ya Tuhan kami (yang demikian itu) agar mereka mendirikan shalat, maka jadikanlah hati sebagian manusia cenderung kepada mereka dan beri rezkilah mereka dari buah-buahan, mudah-mudahan mereka bersyukur. (QS. Ibrahim: 37)

Dan yang lebih penting dari semua itu adalah cinta yang dalam terhadap Tuhan, Baitullah dan telaga zamzam yaitu, Tuhan alam semesta. Allah s.w.t berfirman berkenaan dengan orang-orang yang mendebat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail:

مَا كَانَ إِبْرَاهِيمُ يَهُودِيّاً وَلاَ نَصْرَانِيّاً وَلـٰكِنْ كَانَ حَنِيفاً مُّسْلِماً وَمَا كَانَ مِنَ ٱلْمُشْرِكِينَ

“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani, akan tetapi dia adalah seorang yang lurus[201] lagi berserah diri (kepada Allah) dan sekali-kali bukanlah dia termasuk golongan orang-orang musyrik. (QS. Ali ‘Imran: 67)

[201]. Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan.

Allah s.w.t mengabulkan doa Nabi Ibrahim dan beliau yang pertama kali menamakan kita sebagai orang-orang Muslim. Allah s.w.t berfirman:

وَجَاهِدُوا فِى ٱللَّهِ حَقَّ جِهَادِهِ هُوَ ٱجْتَبَاكُمْ وَمَا جَعَلَ عَلَيْكمْ فِى ٱلدِّينِ مِنْ حَرَجٍ مِّلَّةَ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ هُوَ سَمَّاكُمُ ٱلْمُسْلِمِينَ مِن قَبْلُ وَفِى هَـٰذَا لِيَكُونَ ٱلرَّسُولُ شَهِيداً عَلَيْكُمْ وَتَكُونُواْ شُهَدَآءَ عَلَى ٱلنَّاسِ فَأَقِيمُواْ ٱلصَّلواَةَ وَآتُواْ ٱلزَّكَواةَ وَٱعْتَصِمُواْ بِٱللَّهِ هُوَ مَوْلاَكُمْ فَنِعْمَ ٱلْمَوْلَىٰ وَنِعْمَ ٱلنَّصِيرُ

“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dan dahulu. ” (QS. al- Hajj: 78)

Ka’bah berbentuk bangunan kubus yang berukuran 12 x 10 x 15 meter (Lihat foto berangka Ka’bah). Ka’bah disebut juga dengan nama Baitallah atau Baitul Atiq (rumah tua) yang dibangun dan dipugar pada masa Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail setelah Nabi Ismail berada di Mekkah atas perintah Allah.Di atasnya ditutup oleh kain hitam yang disebut kiswah. Kiswah ini setiap tahun diganti dengan yang baru, di atasnya dihiasi oleh surat-surat Al Quran dari emas dan perak setinggi 3 sampai 4 meter.

Kiswah yang terbuat dari benang emas dan perak seberat 400 kg tipisnya sepertiga milimeter dan terbuat dari emas murni 999 karat

Mekah 4000 tahun yang lalu

Mekah sampai berdirinya Ka’bah ditengarai tidak terlepas dari suku Al Amalik dan Jurhum. Sesudah nabi Ismail dan Ibrahim as kurang lebih 2000 SM alias 4000 tahun yang lalu membangun fundamen Baitul Haram pun (lihat sketsa), masih lama lagi baru Mekah berkembang menjadi sebuah kota atau sejenis kota, karena para sejarawan masih menemukan sisa-sisa kehidupan nomaden. Demikian juga dengan administrasi Baitul Haram lama sesudah nabi Ismail as meninggal dunia, masih ada di tangan suku Jurhum, sebuah suku yang selalu tinggal di Mekah.

Kekuasaan suku Jurhum atas Mekah berakhir ketika Mudad Ibn Al Harith mengalahkan suku Amalik. Di generasi inilah perdagangan Mekah maju pesat dan mengalami kesejahteraan dan kenyamanan yang tinggi sehingga mereka menjadi lengah bahwa mereka tinggal di sebuah lembah yang tidak subur dan harus selalu dirawat dan dijaga dengan seksama, sehingga air Zam-zam pun menjadi kering.Karena itu masyarakat menjadi gelisah dan suku Khuzza berusaha mengambil alih kekuasaan. Mudad kemudian pergi ke sumber air Zamzam dan menggali lubang di sana, di mana kemudian ia menyembunyikan dua gazelle dari emas, pedang dan kekayaan lainnya dengan harapan suatu hari akan mengambilnya lagi. Ia kemudian meninggalkan Mekah bersama dengan turunan Ismail. Semenjak itu maka Mekah kemudian jatuh ke tangan suku Khuzza.

Mekah 1600 tahun yang lalu sampai Islam datang

Saat kunci dari Baitul Haram ada di tangan Hulail dan kemudian Hulail meninggal kunci jatuh ke tangan putrinya, Hubba, yang menikah dengan Kusaij ibn Kilab (kakek dari nabi Muhammad saw di generasi kelima, tahun 400 M). Namun karena Hubba tidak ingin mengurusinya, kunci kemudian diserahkan ke Abu Ghibschan Al Chuzai, seorang peminum yang saat mabuk untuk membeli minuman anggur menjualnya ke Kusaij. Suku Khuzza lalu memprotes jatuhnya kunci Baitul Haram ke Kusaij tapi karena Kusaij oleh beberapa suku dianggap penduduk Mekah yang paling bijaksana, mereka bergabung dengan Kusaij dan kemudian mengusir suku Khuzza dari Mekah. Kusaij kemudian menyatukan semua kantor dari rumah suci dan suku-suku ini pun menyatakan setuju dengan kepemimpinan Kusaij.

Sebelum itu, tidak satupun bangunan boleh dibuat di dekat Ka’bah karena memang kaum Khuzza maupun Jurhum tidak menginginkan rumah Allah bertetangga dengan bangunan lainnya. Untuk itu mereka bila malam pulang ke tempat yang agak jauh di luar. Namun atas perintah Kusaij, penguasa baru Mekah, mulai dibangunlah dekat Ka’bah bangunan-bangunan lain serta sebuah balai kota, di mana tetua Mekah di bawah pimpinannya merundingkan segala urusan kota dan bermusyawarah. Tidak ada pernikahan yang tidak dilakukan di Baitul Haram ini. Kaum Qurais membangun rumah-rumah mereka dan menyediakan cukup tempat untuk kemungkinan perluasan.

Ketika Kusaij semakin tua dan lemah, ia merasa tidak lagi mampu mengurusi Mekah. Maka kemudian ia berikan Hijaba (kantor pengawasan) dan kemudian kunci rumah ke Abdud Dar, putra tertua Kusaij. Selain itu Kusaij juga memiliki seorang putra Abdu Manaf yang lebih dihormatí dan dipanuti oleh masyarakat kota Mekah. Selanjutnya diberikan pula Sikaja (urusan minum para pelawat), Liwa (bendera) dan Rifada (urusan makanan para pelawat). Rifada ini adalah sejumlah dana yang diberikan kaum Qurais setiap tahunnya dari harta mereka ke Kusaij. Di saat lawatan Kusaij menggunakan dari uang ini untuk membeli makanan bagi yang membutuhkan. Kusaij adalah orang pertama yang mewajibkan rifada terhadap kaum Qurais.

Abdud Dar setelah itu mengurus kantor Kaaba sesuai dengan yang diperintahkan ayahnya dan kemudian putra-putranya yang melanjutkannya. Putra-putra Abdu Manaf yakni Hasim, Abdu Syam, Al Muttalib dan Naufal, lebih disukai dan dikenal daripada putra-putra Abdud Dar. Karena itu kemudian mereka berempat bersatu dan berusaha mengambil alih kekuasaan yang ada ditangan sepupunya.

Sehingga terpecahlah Qurais dalam 2 partai, “Partai Berparfum” adalah turunan Abdu Manaf, disebut seperti itu karena mereka telah mencelupkan tangan mereka ke dalam parfum dan datang ke Kaaba dan bersumpah untuk tidak akan memecah belah ikatan itu. Sedangkan turunan Abdud Dar bersatu dalam “Partai Persekutuan”. Kedua belah partai ini hampir saja berperang dan saling menghancurkan diri mereka sendiri namun kemudian mereka sepakat pada solusi : bani Abdu Manaf kemudian mengurus Sikaja serta rifada dan Abdud Dad mengurus hijaba, Liwa dan nadwa. Keduanya puas dengan solusi ini dan tetap seperti itu hingga Islam datang.

Haschim (464 n. Chr.) adalah pemimpin sukunya dan sangat kaya. Ia mengurusi sikaja dan rifada. Seperti yang telah dilakukan kakeknya ia pun menghimbau rakyatnya untuk menyumbangkan sebagian hartanya untuk mengurusi para pelawat, karena pengunjung dan pelawat rumah Allah adalah tamu Allah dan tamu memiliki hak dilayani dengan baik.

Hasim selain itu juga tidak pelit: kebaikan dan kemurahan hatinya juga berlaku untuk penduduk Mekah. Saat musim kering, ia menyediakan makan dan tarid, sehingga senyum di wajah penduduk Mekah dalam musim kering tidak hilang dari wajah. Selain itu Hasimlah yang memasukkan karavan musim dingin ke Yaman dan karavan musim panas ke As Syam. Melalui aturan inilah kemudian Mekah berkembang dan mencapai kejayaan sampai kemudian diakui sebagai ibukota.

Di saat Mekah jaya ini, putra-putra Abdu Manaf melakukan perjanjian keamanan dan perdamaian dengan daerah tetangga. Hasyim sendiri melakukan perjanjian dengan kerajaan Romawi dan dengan bangsawan Ghassan untuk kedamaian dan persahabatan bertetangga. Ia pula yang mengusahakan izin dari kekaisaran Romawi bagi kaum Qurais, untuk menyebrangi Asy Syam. Abdu Syam mengadakan perjanjian dagang dengan Negus dari Abesinia, Naufal dan Al Muttalib dengan Persia dan perjanjian dagang dengan Hinjar di Yaman. Ketenaran Mekah semakin meningkat dengan bertambahnya kesejahteraan, dan tidak seorang pun dapat menyaingi kemahiran orang Mekah berdagang. Karavan datang dari semua arah ke Mekah dan meninggalkannya di sana. Untuk itu orang Mekah berhasil mengumpulkan pengalaman dalam hal perkreditan dan per-bungaan dan semua hal yang berhubungan dengan perdagangan.

Hasyim tetap menjadi pemimpin Mekah hingga tua, bahkan ketika keponakannya Umaya ibn Abdu Syam selesai pendidikan tetap kekuasaan di tangan Hasyim, sehingga Umayya pindah ke Asy Syam untuk 10 tahun lamanya.

Dalam perjalanan ke Madina, Hasyim menikah dengan Salma Bint Amr dari suku Khazraj dan darinya lahirlah Syaiba dan tinggal kemudian di Madina dengan ibunya. Setelah kematian Hasyim, saudaranya Al Muttalib yang melanjutkan tanggung jawab Hasyim, walaupun Al Muttalib lebih muda dari Abdu Syam tapi di masyarakat Mekah lebih dikenal dan dihormati. Bangsa Qurais menyebutnya “sang dermawan”.

Suatu hari Al Muttalib ingat ke putra Hasyim yang di Madina dan kemudian ia pergi ke Madina dan membawanya serta ke Mekah, ia pun kemudian mendudukkan putra Hasyim yang telah berangkat remaja di belakangnya di atas onta. Kaum Qurais mengira Al Muttalib membawa budaknya karena itu dipanggillah putra Hasyim ini dengan sebutan Abdul Muttalib, walaupun Al Muttalib berusaha menjelaskan bahwa anak itu adalah putra Hasyim. Tapi nama Abdul Muttalib lebih dikenal daripada Syaiba.

Ketika Al Muttalib akan memberikan harta Hasyim pada putranya, Naufal menolak dan menyimpannya untuk diri sendiri. Kemudian Abdul Muttalib dengan bantuan pamannya dari Madina melawan pamannya di Mekah ini untuk merebut yang menjadi haknya. Setelah kematian Al Muttalib, Abdul Muttalib mengambil alih tanggung jawab Hasyim yakni Sikaja dan Rifada.

Setelah keringnya air zamzam, maka untuk memenuhi kebutuhan air minum harus diambil dari beberapa sumber air di sekitar Mekah dan disimpan dalam kolam air dekat Ka’bah. Bila ia memiliki banyak putra tentulah hal ini tidak masalah, tapi karena ia hanya memiliki satu putra saja, Abdul Muttalib menjadi sangat khawatir.

Pada masa itu, orang-orang Arab seringkali mengingat kembali sumber air zamzam yang saat masa Mudad kering dan ditutup oleh harta karun. Mereka seringkali berharap agar air zamzam kembali mengalir. Lebih dari yang lain tentu saja terutama hal ini menjadi beban pikiran Abdul Muttalib. Hingga masalah ini terbawa ke dalam mimpinya, di mana di dalam mimpi itu ia diminta untuk menggali sumber air di mana nabi Ismail as dulu keluar. Sehingga karena panggilan untuk menggali ini demikian nyata, ia kemudian segera mencari sumber air zamzam dan berhasil menemukannya di antara berhala Isaf dan Naila. Dibantu oleh putranya Al Harits mulailah ia menggali sampai terpancarlah air zamzam keluar demikian juga dengan kedua gazel dari emas dan pedang Mudad.

Kaum Qurais menginginkan bagian dari sumber air dan apa yang telah ditemukan oleh Abdul Muttalib. Namun ia tidak setuju dan mengusulkan untuk melakukan undian yang kemudian juga disetujui oleh kaum Qurais. Undian ini ternyata dimenangkan oleh Abdul Muttalib. Pedang diambil oleh Abdul Muttalib dan gazelle emas untuk Ka’bah. Oleh Abdul Muttalib pedang kemudian dilebur dan dijadikan pintu untuk Ka’bah dan gazelle emas dijadikan dekorasi untuk Baitul Haram. Semenjak itu pengurusan Sikaja menjadi lebih mudah dengan ditemukannya air Zamzam ini.

Masa Nabi Muhammad SAW

Pada awalnya bangunan Ka’bah terdiri atas dua pintu serta letak pintu ka’bah terletak diatas tanah , tidak seperti sekarang yang pintunya terletak agak tinggi sebagaimana pondasi yang dibuat Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Namun ketika Renovasi Ka’bah akibat bencana banjir pada saat Muhammad SAW berusia 30 tahun dan sebelum diangkat menjadi rasul, karena merenovasi ka’bah sebagai bangunan suci harus menggunakan harta yang halal dan bersih, sehingga pada saat itu terjadi kekurangan biaya. Maka bangunan ka’bah dibuat hanya satu pintu serta ada bagian ka’bah yang tidak dimasukkan ke dalam bangunan ka’bah yang dinamakan Hijir Ismail yang diberi tanda setengah lingkaran pada salah satu sisi ka’bah. Saat itu pintunya dibuat tinggi letaknya agar hanya pemuka suku Quraisy yang bisa memasukinya. Karena suku Quraisy merupakan suku atau kabilah yang sangat dimuliakan oleh bangsa Arab.

Mekah sesudah zaman nabi Muhammad SAW

Sesudah zaman nabi besar SAW, Mekah telah berkali-kali diduduki. Di abad ke-13, Mesir mengambil alih kota Mekah. Mulai tahun 1517 Mekah dibawah Usmani yang kemudian menjadi kalifah. Di masa ini untuk pertama kali Ka’bah diperluas. Tahun 1916 syerif Hussein ibn Ali yang kemudian menjadi raja Hija berhasil mengalahkan kekuasaan Turki atas Mekah. Tahun 1924 Abd al-Aziz ibn Saud, sultan lama dari Naj menduduki Mekah. Ia yang membuat Mekah menjadi pusat keagamaan dari Saudi Arabia.

Mekah, Ka’bah dan Sumber air zamzam sekarang

Mekah sekarang berpenduduk sekitar 26,712,824 orang pada tahun 2010. Pelindung dan penguasa dari Mekah dan Madina sejak tahun 1986 adalah raja Saudi. Sejak tahun 2005 adalah Abdullah ibn Abdulaziz Al Sa’du.

Akhirnya aku tetap merindukan Ka’bah dalam bermunajat, bersujud dengan khusu’ dan melimpahkan segala doa dibawah kaki Ka’bah.

11 Oktober 2012

Membuka hijab ruh suci dalam diri dengan istighfar

oleh alifbraja

Dan manusia bertanya kepadamu tentang ruh.. katakanlah ruh itu termasuk urusan Tuhanku, dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit (QS. Al Isra; : 85)

Selanjutnya Allah menjelaskan dalam ayat lainnya : Apabila telah Kusempurnakan kejadiannya dan Ku tiupkan ruhKu, maka hendaklah kamu tersungkur sujud kepadanya. ( QS Shad : 72 )

Karena itulah, dalam proses penciptaan Adam as, setelah ditiupkan ruhNya, malaikatpun sujud kepadanya. “Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para malaikat, “Sujudlah kamu kepada Adam, maka sujudlah mereka semua kecuali Iblis ; ia enggan dan takabbur dan ia adalah termasuk orang-orang yang kafir  ( QS.Al Baqarah : 34 )

Sujudnya Malaikat kepada Adam (manusia), karena dalam diri manusia yang telah disempurnakanNya sebenarnya mengandung Zat Tuhan atau “Energi Ilahiyah” – yaitu yang disebut “ruh Ku” dalam surat Shad ayat 72, bukan kepada sifat kemanusiannya. Kita sebagai keturunan Adam as juga diberikan ruhNya. Ruh yang diturunkan Allah kepada tanah yang diberi rupa adalah berasal dari tiupan Ilahi yang suci, yang membawa misi memelihara serta mengendalikan bumi (khalifah).

Namun, ketika pikiran dan perasaan manusia, mengikuti bisikan qalbunya yang sakit serta hawa nafsunya yang tidak terkendali, maka “unsur yang sangat mulia” itu mulai terbungkus, sehingga kualitas insan mengalami degradasi.

Akhirnya kesadaran dirinya jatuh kedalam lumpur tanah, sehingga ruh suci itu tampak gelap dan tidak bersinar. Ia tidak mampu mengendalikan tubuhnya, sehingga yang mengendalikan tubuhnya adalah setan. Tinggallah kini, ruh tak dapat berbuat apa-apa. Setanlah yang menggantikan kedudukan nurani sebagai pengendali pikiran, perasaan, dan bathin manusia.

Dengan demikian, yang mengendalikan pikiran dan tubuh bukan kesadaran jiwa, akan tetapi dorongan-dorongan seperti rasa lapar, rasa haus, seks, rasa marah, dan malas. Semua itu timbul karena aktivitas tubuh.

“…tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpaannya seperti anjing” (QS. A’Raf : 176). Inilah yang dinamakan jiwa yang mengikuti nafsu binatang.

Pada kondisi seperti inilah RUH berada dilubuk hati yang paling dalam, seolah ruh berada jauh didasar sekali. Ini menunjukkan ruh tidak dapat melakukan tugasnya sebagai utusan Allah , yang mengatur anggota tubuhnya dengan sinar keilahian untuk menata kehidupan sesuai dengan fitrah ilahi.

Secara hakekat, Ruh suci inilah Al qur’an sejati yang tidak tertulis dengan tinta dan tidak berupa suara, sehingga keabadian firmanNya tetap terjaga karena tersimpan dalam kalam yang suci…..

Sesungguhnya.. Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim ( QS : Al-Ankabuut 29:49 )

Manusia harus berjuang menemukan kembali unsur yang akan menjadikannya sebagai makhluk yang paling mulia di alam semesta. Jika manusia belum mengenal ruhnya, kedudukan manusia sama seperti hewan, yang memiliki kesadaran jiwa yang rendah.

Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami? Mereka itu tidak lain hanyalah seperti binatang ternak, atau bahkan lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu. (QS.Furqan : 44)

Pada kondisi ini sifat-sifat manusia sangat didominasi oleh sifat-sifat hewani, yaitu : makan, minum, tidur, seks dan egois. Dominasi ego dan nafsu sangat kuat mempengaruhi kehidupan manusia. Ego adalah produk pikiran (alam akal). Manusia dengan kesadaran rendah masih belum mampu melakukan kontrol terhadap panca indera yang dimilikinya, sehingga dia pun tidak dapat melakukan kontrol terhadap egonya.

Apabila hati telah dikuasai Ego, maka dapat dipastikan manusia tersebut tidak akan dapat mendengar suara Rabbnya. Suara/Petunjuk Allah hanya dapat didengar atau diketahui manusia melalui alam rasa (hati nurani). Karena itu, pada kenyataanya banyak manusia yang hatinya telah diselubungi oleh ego beranggapan bahwa suara ego tersebut adalah suara/petunjuk Tuhan yang diberikan pada dirinya.

Kekeliruan manusia yang menganggap ego sebagai petunjuk Allah akan timbul akibat sebagai berikut :

1. Munculnya sifat serakah, mau menang sendiri, merasa paling suci, sombong dll

2.Hatinya tidak akan merasakan tenang dan damai. Karena ego tidak mengenal batasan “cukup”, hingga hidupnya selalu dipenuhi dengan kecemasan.

3.Merasa hidupnya selalu dipenuhi oleh berbagai masalah, bahkan rahmat Allah pun seringkali dirasakan sebagai masalah, dan sulit untuk bersyukur pada kehendak Allah swt. Pikiran dan perasaannya selalu dihantui oleh rasa takut yang tak berkesudahan, takut ditinggal oleh Tuhan-tuhan palsu yang telah hidup dalam hatiNya.

Manusia yang RUHnya masih terselubung (masih rendah kesadarannya), melaksanakan ibadah hanya karena mengejar pahala, menggapai surga dan takut akan neraka. Seluruh pelaksanaan ibadah dilaksanakan hanya terbatas pada pelaksanaan hukum-hukum, rukun, dan belum menyentuh maknanya. Karena itu, kebanyakan manusia yang berkesadaran rendah pada akhirnya, disadari atau tidak, akan menjadikan hukum-hukum syariat sebagai tuhan-tuhan palsu dihatinya ” yang mereka sembah sebenarnya adalah ajarannya bukan Allah swt sebagai pencipta dan pemilik ajaran-ajaran itu sendiri  “.

Kebanyakan manusia tidak menyadari bahwa beribadah sebenarnya bukanlah bertujuan mengejar pahala, tetapi sebagai training/latihan untuk mencapai derajat taqwa atau kesejatian diri yang sesungguhnya, sehingga menjadi manusia yang mampu menjalankan hidup didalam pimpinan ruh yang hidup.

Untuk dapat meningkatkan kualitas kesadaran rendah menjadi kualitas kesadaran yang lebih tinggi, maka yang pertama kali harus dilakukan adalah menurunkan dominasi ego yang ada dalam diri kita. Apabila ego sudah tidak menguasai hati, maka suara hati merupakan suara/petunjuk dari Allah, dapat didengar dengan jelas. Selanjutnya, yang bertindak sebagai pengendali tubuh adalah jiwa yang berserah kepada Allah (mukhlisin). Allah menggambarkan, setan pun tidak mampu menjangkau keadaan jiwa yang berserah diri kepada Allah : “Demi kekuasaan Engkau, aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hambaMu yang mukhlis di antara mereka” (QS Shad : 82-83)

Jelas sudah ruh merupakan pimpinan bagi jasad dan jiwa. Lalu sudahkah hidup kita dipimpin oleh ruh yang hidup ? Maka penyingkapan misteri ruh merupakan langkah awal yang harus kita lakukan. Lalu bagaimana caranya membuka hijab atau tabir ruh ?

Ada berbagai cara yang bisa dilakukan untuk menyibak hijab ruh. Terapi Istighfar , suatu lembaga kajian hikmah dan dzikir yang menggiring ummat untuk memiliki kesadaran akan pentingnya ruh suci, yang merupakan zat tuhan yang ada pada diri kita sebagai pemimpin jasad dan jiwa dalam menjalankan hidup dan kehidupan.

Pada tahap awal, ruh suci (zat tuhan) yang terhijab dalam selubung qalb dan nafs harus dibuka tabirnya, membuka hijab versi Terapi Istighfar diistilahkan dengan sebutan “ waris ”  dengan terbukanya tabir ruh, maka RUH akan kembali menjalankan fungsinya sebagai “ unsur yang mulia ” yaitu bersifat Energi Ilahiyah. Energi Ilahiyah ini bukan saja berfungsi sebagai “ zat hidup ”, namun juga sebagi energi yang memberikan kehidupan. pada tahap selanjutnya, Energi Ilahiyah ini kemudian diselaraskan dengan energi alam semesta (energi sunatullah).

Adapun manfaat yang dapat diperoleh setelah membuka tabir “ruh” adalah :

1. Membantu menyelaraskan alam akal dan alam rasa lewat praktek dan latihan di Terapi Istighfar. Apabila alam akal dan alam rasa telah terbiasa dalam keadaan selaras, maka prilaku seseorang tidak lagi dikuasai/dikontrol oleh ego.

2. Sebagai problem solving, dimana energi ilahiyah (zat tuhan) dalam diri dapat digunakan untuk upaya pengobatan bagi diri sendiri maupun orang lain, secara lahir maupun bathin.

3.Meningkatkan kekhusyu’an dalam beribadah.

4.Membersihkan hati sebagai tempat bersemayamnya Zat Allah ada pada tubuh manusia melalui praktek/latihan (lewat dzikir, meditasi, khalwat, dll)  Hal ini akan meredam timbulnya sifat-sifat negatif manusia.

5.Menambah tingkat keimanan kepada Allah, dengan belajar dan terus belajar berserah diri kepadaNya lewat pasrah, ikhlas dan syukur. Senang, susah, suka, duka, rindu dan cinta, bukan karena dirinya, bukan pula karena dunianya, tetapi semuanya lillahi ta’ala (karena Allah).

Namun semua manfaat tersebut tidaklah serta merta didapat begitu saja setelah RUH dibuka tabirnya, melainkan semua itu butuh proses dan juga izinNya.

Katakanlah :

Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan
Kau beri kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki
Dan Kau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki
Kau muliakan orang dari orang yang Engkau kehendaki
Dan Kau hinakan orang yang Engkau kehendaki
Ditangan Engkaulah segala kebaikan
Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu
Engkau masukkan malam kedalam siang
Dan Engkau masukkan siang kedalam malam
Engkau keluarkan yang hidup dari yang mati
Dan Engkau keluarkan yang mati dari yang hidup
Dan Engkau beri rizki kepada siapa yang Engkau kehendaki tanpa perhitungan
Mudah-mudahan kami termasuk orang-orang yang Kau sukai
Amin Ya Rabb…

Allahu Akbar (3x)… Lillahi Ta’ala

Terapi Istighfar untuk memperbaiki syahadatnya, dan membuka hijab RUH nya, agar RUHnya menjadi pemimpin bagi jasad dan jiwanya dan menjadi manusia yang mampu menjalankan hidup didalam pimpinan ruh yang hidup, untuk mencapai ma’rifatNya.

SELANJUTNYA ARTIKEL Huruf BA’ – Bahr Al Qudra

3 Oktober 2012

POHON FIRQAH

oleh alifbraja
(6 FIRQAH DAN CABANG-CABANGNYA)
Al-Imam Al-Qurthubi rahimahullah menyebutkan tentang 6 firqah dan berikut cabang-cabangnya (pecahannya) ketika Baliau menafsirkan ayat Alloh Ta’ala yang artinya : “ Dan berpegang teguhlah kepada tali agama Alloh dan jangan kalian bercerai berai.”
Dan beliau juga mmengisaratkan kepada hadits iftiroqul ummah (perpecahan ummat) “Ummatku akan terpecah menjadi 73 golongan.”(jilid 4 hal 158). Dan beliau juga menyebutkan i’tiqod (prinsip kepercayaan) masing-masing kelompok secara ringkas.
Teruntuk saudaraku kaum muslimin agar berhati-hati jangan sampai terjerumus didalamnya. Dan tidak ada yang tersembunyi bahwa pada zaman ini telah muncul berbagai kelompok dengan penampilan baju yangDan tidak ada yang tersembunyi bahwa pada zaman ini telah muncul berbagai kelompok dengan penampilan baju yang berbeda isi ajarannya sama. Maka kaum muslimin wajib memiliki semangat yang kuat untuk mengikuti manhaj yang lurus (jalan yang lurus).
Dibawah ini adalah gambar tentang 6 firqah yang memiliki banyak cabang-cabanya  dari masing-masing firqah . Semoga kita tidak tertipu,dan semoga kita tidak terjerumus didalamnya