Posts tagged ‘al qur’

14 April 2013

keazalian dan keabadian Tuhan melalui argumentasi rasional

oleh alifbraja

Di antara sifat dzati (esensial) Allah Swt adalah keazalian (azaliyah) dan keabadian (abadiyah). Kedua sifat ini bermakna bahwa keberadaan Tuhan tidak berpermulaan dan juga tidak berkesudahan. Terkadang dua sifat ini juga disebut oleh para teolog dengan nama sarmadi. Dia adalah Awal dan juga Akhir.[1] Al-Qur’an dalam hal ini menyatakan, Dia-lah Yang Maha Awal dan Yang Maha Akhir, Yang Maha Zahir dan Yang Maha Batin; dan Dia Maha Mengetahui segala sesuatu.(Qs. Al-Hadid [57]:3)

Amirul Mukminin Ali bin Abi Thalib As bersabda, “Keazalian-Nya tidak berawal, dan kebaqaan-Nya tidak berakhir. Ia adalah yang pertama dan azali. la kekal tanpa batas.”[2] 

Imam Shadiq As ditanya tentang makna “awwal” dan “akhir”, beliau bersabda, “Dia pertama sebelum bermulanya segala sesuatu sedangkan permulaan tidak mendahului-Nya. Dia akhir yang tidak berpenghujung sebagaimana yang dipahami dari sifat-sifat makhluk. Allah Swt adalah qadim, awwal dan akhir. Dia senantiasa ada dan akan ada, tanpa berpermulaan dan berpenghujung; fenomena tidak akan terjadi pada-Nya dan tidak mengalami perubahan dari satu keadaan ke keadaan yang lain; Pencipta segala sesuatu.”[3]

 Sebagai kesimpulannya, keawalan-Nya bermakna bahwa Dia tidak berpermulaan sebagaimana keakhiran-Nya juga bermakna bahwa Dia tidak berpengakhiran. Keluasan eksistensial-Nya mencakup masa dan sebelum masa; karena wujud-Nya adalah metamasa dan berada di atas masa.

Setelah makna keazalian dan keabadian Tuhan menjadi jelas, sekarang giliran untuk menetapkan dua sifat ini bagi Allah Swt. Salah satu dalil terpendek dalam masalah ini terbentuk berdasarkan Wâjib al-Wujud (Wujud Mesti) Allah Swt. Karena itu, sebelum menetapkan keazalian dan keabadian Tuhan, kita akan menyebutkan abstrak salah satu dalil rasional yang paling kuat untuk menetapkan keberadaan Tuhan (Wajib al-Wujud), yaitu argumen imkan dan wujub:

“Di alam luaran (khârij) sudah barang tentu dan niscaya terdapat sebuah entitas (realitas). Apabila entitas ini Wâjib al-Wujûd maka ideal kita tertetapkan (dimana Wâjib al-Wujud ini adalah wujud Tuhan itu sendiri). Apabila entitas tersebut adalah mumkin al-wujud (contingen being), mengingat kebutuhannya terhadap sebab dan kemustahilan tasalsul (infinite circle) dan daur (circular reasoning), maka ia membutuhkan entitas yang wujudnya bukan merupakan akibat dari entitas lainnya, dan entitas semacam inilah yang layak menyandang predikat sebagai Wâjib al-Wujûd (baca: Tuhan)”[4]

Adapun penetapan keazalian dan keabadian (sarmadi) Tuhan dapat dilakukan melalui argumen wujub dan imkan sebagaimana berikut: Tatkala kita telah menetapkan bahwa Allah Swt itu Wâjib al-Wujud dan tetapnya wujud bagi Tuhan bersifat mesti dan mustahil keberadaan-Nya dapat dinafikan dari Zat-Nya, maka karena itu, kemestian wujud meniscayakan mustahilnya penafian wujud dari Zat Ilahi.[5] Hal ini bermakna bahwa Zat Ilahi tidak didahului oleh ketiadaan sebagaimana ketiadaan juga tak akan menyusulnya. Dan hal ini tidak lain adalah keazalian dan keabadian Tuhan. Khaja Nashiruddin Thusi dengan kalimat pendek menyinggung burhan ini, “Wa wujub al-wujud yadullu ‘ala sarmadiyatihi” (Bahwa Wâjib al-Wujud bagi Tuhan menunjukkan keabadian dan keazalian-Nya [sarmadi]).[6]

Penjelasan lebih jauh, bahwa Zat Allah Swt adalah sebuah eksisten bersifat mesti, yang sama sekali tidak dapat dinegasikan dan dinafikan. Keberadaan adalah identik dengan Zat-Nya. Karena itu, dengan memperhatikan bahwa Allah Swt itu adalah Wâjib al-Wujud maka hal itu merupakan pemandu bagi kita pada keabadian dan keazalian-Nya; karena ketiadaan sebuah entitas pada satu penggalan masa menunjukkan kebutuhannya, maka wujud yang demikian adalah wujud kontingen. Sementara Zat Allah Swt adalah sebuah entitas (eksisten) yang pertama: Keberadaan-Nya tidak diterima dari luar sehingga kita berkata pada suatu masa keberadaan diberikan kepada-Nya. Kedua, keberadaaan-Nya juga bukan merupakan pinjaman, sehingga suatu masa akan diambil dari-Nya (melainkan keberadaan adalah identik dengan Zat-Nya). Karena itu, entitas seperti ini senantiasa ada dan akan senantiasa ada.[7]

 Di samping itu, berdasarkan argumen wujub (burhan wujub), Wâjib al-Wujud adalah satu dan tidak ada duanya; karena itu Dia tidak memiliki non-wujud sehingga wujud dapat dinegasikan dari Tuhan; karena seluruh entitas pada keberadaannya butuh kepada-Nya; sebagaimana mustahil Wâjib al-Wujud meniadakan diri-Nya; karena wujud-Nya bersifat mesti dan niscaya. Dan apabila Dia ingin mengambil kemestian ini dari diri-Nya maka akan terjadi pergolakan dalam esensi-Nya dan hal ini tidak sesuai dengan status Wâjib al-Wujud Allah Swt.[8] Dan demikianlah makna keazalian dan keabadian Tuhan.

 Poin lain yang dapat disimpulkan dari argumentasi ini adalah bahwa keabadian dan keazalian dengan makna yang telah disebutkan di atas bersifat mesti di antara keduanya (mutual). Apabila sebuah entitas itu adalah azali maka tentu saja ia akan abadi.[9]

 Dalam pandangan para filosof Ilahi, “Karena Allah Swt adalah Wâjib al-Wujud secara esensial, maka tidak terdapat pada diri-Nya ketiadaan—sebelum dan sesudah-Nya. Apabila kita meninjau masalah ini dari sudut pandang ketiadaan sebelumnya, maka hal itu disebut sebagai keazalian dan qidam. Dan bilamana kita melihatnya tidak memiliki kesudahan, maka hal itu disebut sebagai keabadian dan baqa. Dan bilamana kita memandang keduanya (qidam dan baqa), maka kita mencirikannya sebagai sarmadi. Terkadang sarmadiyat (keabadian dan keazalian) bersinonim dengan keabadian dan baqa.”[10]

 


[1]. Para penafsir dalam menafsirkan dua redaksi ayat “awwal” dan “akhir” mengemukakan beberapa kemungkinan, nampaknya yang dimaksud dari dua sifat ini adalah sifat azali dan abadi. Makna ini disokong oleh beberapa riwayat.  

 

[2]. Nahj al-Balâghah, Khutbah 162.

لَیْسَ لاِوَّلِیَّتِهِ ابْتِداءٌ، وَ لا لاِزَلِیَّتِهِ انْقِضاءٌ.هُوَالاْوَّلُ لَمْ یَزَلْ، وَ الْباقى بِلا اَجَل

 

[3]. Ushûl al-Kâfi, jil. 1, hal. 90.  

 

[4]. Diadaptasi dari Pertanyaan 1286 (Site: 1330), Indeks: Dalil-dalil Wujud dan Proses Penciptaan Tuhan.  

 

[5]. Karena setiap entitas yang memiliki latar belakang ketiadaan (‘adam) atau ada kemungkinan sirnanya (zawal) maka ia tidak dapat menjadi Wâjib al-Wujud.  

 

[6]. Nashiruddin Muhammad bin Hasan Thusi, Kasyf al-Murâd,  Maqshad Sewwum, Fashl Duwwum, Masalah Ketujuh, Korektor Allamah Hasan Zadeh Amuli, Muassasah al-Nasyr al-Islami, Qum, 1407 H.  

 

[7]. Nashir Makarim Syirazi, Payâm-e Qur’ân, jil. 4, hal. 194.  

 

[8]. Muhammad Ridha Kasyif, Majmu’e Pursesy-hâ wa Pâsukh-hâ, Khudâsyinâsi wa Parjâm, hal. 77.  

 

[9]. Muhammad Taqi Mishbah Yazdi, Âmuzesy ‘Aqâid (Iman Semesta), jil. 1, hal. 84-85.  

 

[10]. Kasyf al-Murâd, Maqshad Sewwum, Fashl Duwwum, Masalah Ketujuh. 

12 April 2013

Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya

oleh alifbraja

Redaksi-redaksi kunci dan sentral pada ayat yang dimaksud adalah “yahulu” dan “qalb”.

A.     Yahulu

Yahulu artinya merintangi, membatasi dan menghalangi. Kalimat ini derivasinya dari kata haûl (batas, rintangan, halangan). Dan makna-maknanya yang digunakan untuk kata ini adalah perubahan dan pergantian, mediasi antara dua hal.[1]

Sesuai dengan makna kedua; misalnya apabila matahari berada di antara bulan dan bumi kita berkata bahwa antara matahari terdapat dua penghalang dan pembatas. Tatkala ungkapan ihwal halangan (hâil) mengemuka artinya pertama, harus terdapat dua hal yang menjadi penghalang dan pembatas bagi hal yang ketiga dan memisahkan dua hal tersebut. Kedua, sesuai dengan kaidah dua hal tersebut jaraknya harus berdekatan sehingga hal ketiga menghalangi dan membatasi kedekatan dan kekerabatan ini.

B.      Qalb

Makna leksikal qalb (hati) adalah perubahan (inqilâb) dan pergolakan. Apabila indra tertentu manusia yang berada di bagian dada kiri disebut sebagi hati hal ini dikarenakan bahwa hati senantiasa mengalami perubahan dan usaha sehingga dengan gerakan teraturnya ia menata kehidupan manusia.[2]

Yang dimaksud dengan qalb (hati) dalam al-Qur’an adalah substansi abstrak dan transendental yang dengannnya kemanusiaan manusia bergantung. Serta kebanyakan kondisi ruh dan psikologis manusia disandarkan kepada hati. Misalnya pencerapan (idrâk), baik pencerapan presentif (hudhuri) atau perolehan (hushuli), atau cinta, benci dan sebagainya.

Bahkan ketika al-Qur’an menafikan pencerapan yang dilakukan hati, sejatinya al-Qur’an ingin menegaskan bahwa realitas ini yaitu hati bukan merupakan hati yang sehat (sâlim).[3]

Mengingat bahwa hati merupakan anggota sentral badan dapat dikatakan bahwa yang dimaksud adalah badan itu sendiri atau asli wujud hati. Oleh itu, dalam budaya dan penggunaan al-Qur’an, orang-orang yang tidak memiliki pemahaman dan pandangan dapat dicirikan sebagai orang yang tidak memiliki hati. Allamah Thaba-thabai Ra berpandangan bahwa hati itu adalah jiwa manusia yang dengan dibekali dengan kekuatan dan pelbagai afeksi batin sehingga manusia menata kehidupannya.[4] Dan hati adalah sesuatu yang menghukumi, mencinta atau membenci.

Dengan kata lain, mengapa Allah Swt memilih sebuah hakikat yang bernama hati untuk menjadi pembatas di antara seluruh anggota badan manusia. Dan bercerita tentangnya, sementara Dia adalah pencipta manusia dan mendominasi satu demi satu anggota badannya. Dan dalam kondisi apa pun Dia dapat menguasainya, lalu menjadi pembatas antara manusia dan telinganya, antara manusia dan hatinya, yang bermakna anggota dari anggota badan material manusia dan sebagainya?

Jawab: Karena al-Qur’an bukan sekedar Kitab ilmiah semata, melainkan juga merupakan Kitab petunjuk. Dari sisi lain, jalan untuk sampai kepada maarif Ilahiah tidak semata bersandar pada jalan rasional dan pemikiran, akan tetapi melalui juga melalui jalan hati. Oleh karena itu, pada kebanyakan ayat-ayat, secara langsung berurusan dengan hati dan al-Qur’an sebagai kitab samawi bagi seluruh manusia pada setiap masa dan zaman serta setiap generasi, karena itu al-Qur’an lebih menghargai jalan hati dan fitrah melebihi jalan pikiran.

Terkadang manusia memiliki pikiran yang kuat sehingga dalam pancaran pemikiran, hati bergerak dan terkadang hati yang bergerak dan dalam siluet gerakan hati kemudian lahir pemikiran. Dan al-Qur’an meletakkan keduanya di hadapan kita. Akan tetapi asas tarbiyah manusia adalah bergantung pada hidup-matinya hatinya. Dan tatkala hati manusia berubah dan berpaling kepada Tuhan maka hati tersebut akan memiliki nilai.[5]

Dalam hal ini, Imam Ali As bersabda: “Hati-hati ini adalah media dan sebaik-baik hati adalah hati yang bersemayam padanya pengetahuan-pengetahuan tentang kebenaran dan berniat baik.” Sebagian periset berkata, hati adalah penyebab kemuliaan dan keutamaan manusia yang lantaran kemuliaan tersebut manusia memiliki keunggulan atas seluruh makhluk. Melalui perantara hati Tuhan berikut sifat-sifat-Nya dapat dikenal. Dan pada akhirnya siap untuk menjadi tempat bersemayam maarif Ilahiah.

Dengan demikian, sejatinya hati yang mengenal (‘âlim) Tuhan dan merupakan pelakasana bagi titah Tuhan dan berusaha meniti jalan menuju Tuhan. Hati sedemikian adalah hati yang mengenal dirinya dan karena ia mengenal dirinya maka ia mengenal Tuhan. Apabila suatu waktu hati tidak mengenal Tuhan (jâhil) maka sesungguhnya ia jahil terhadap dirinya. Dan jahil ihwal dirinya adalah jahil terhadap Tuhan. Dan secara pasti, seseorang yang jahil terhadap dirinya maka ia akan lebih jahil terhadap selainnya. Dan kebanyakan manusia yang lalai terhadap hatinya dan menjadi pembatas antara hati dan dirinya.[6]

Sebagai hasilnya, ayat yang menjadi obyek pembahasan “Sesungguhnya Allah membatasi antara manusia dan hatinya” maka manusia harus membina kedekatan dan kekerabatan dengan hatinya sehingga Tuhah menjadi perantara di antara keduanya.

Dengan demikian, tentu hati yang dimaksud di sini bukan makna lahirnya yaitu sanubari manusia. Karena itu pembatasan dan penghalangan di sini tidak bermakna material. Dan perkara ini merupakan perkara maknawi dan non-material. Sebagaimana tatkala Allah Swt berfirman: “Dan Kami lebih dekat kepadanya daripada urat nadinya.” (Qs. Al-Qaf [50]:16) kedekatan ini bukan merupakan kedekatan material melainkan perkara maknawi dan murni non-material. Terlebih, hati manusia merupakan media pencerapan, pemahaman, berpandangan, dan sejatinya keniscayaan hidup rasional manusia. Dan tanpanya kehidupan manusia hanya akan bercorak material dan lahiriya belaka.

Pada ayat yang difirmankan ini, Kami membatasi antara manusia dan media pencerapan dan pemahamannya. Apabila kita berkata bahwa hati manusia juga merupakan salah satu yang paling dekat kepada-Nya (sebagaimana urat nadi) maka Allah membatasi antara manusia dan sesuatu yang paling dekat kepada-Nya. Dalam bentuk ini, Tuhan dalam surah al-Qaf (50) ayat 16 ingin menjelaskan kehadiran-Nya dan pada ayat tersebut hendak mendeklarasikan dominasi dan kekuasaan-Nya.

Lebih dekat kepada urat nadi melebihi dekatnya manusia merupakan perlambang kehadiran Tuhan. Meski dengan alasan tirai yang dihasilkan oleh kelalaian sehingga kehadiran ini tidak kita rasakan. Dan menjadi medium antara manusia dan hatinya menujukkan kekuasaan Tuhan atas manusia dan hatinya. Dan kehadiran tersebut merupakan syarat utama atas kekuasaan dan dominasi ini. Oleh karena itu kita berada di bawah dominasi dan kekuasaan Tuhan.

Penafsiran lain yang dapat ditunjukkan atas pembatasan ini:

A.      Tuhan dengan kematian membatasi antara manusia dan hatinya. Dan lantaran kematian berada di tangan-Nya dan hal ini merupakan tanda kekuasaan-Nya setelah kematian, antara manusia dan hatinya Dia menjadi jarak dan membuat batasan. Boleh jadi kelanjutan ayat yang menyatakan: “Dan sesungguhnya kepada-Nya kalian dikumpulkan” menyiratkan kepada kematian ini dimana pertama: dengan kematian, antara manusia dan hatinya terbentang jarak dan batasan. Kedua manusia dengan kematian akan memasuki padang masyhar, hari kebangkitan dan alam akhirat.

B.      Karena kematian tidak mesti bermakna keluarnya ruh manusia dari badannya, melainkan segala sesuatu yang kematian niscaya baginya, adalah jenis kematian dan pada akhirnya menjadi jarak dan batasan antara manusia dan hatinya; misalnya kesesatan adalah jenis kematian. Sebagaimana petunjuk dan penerimaan seruan nabi merupakan jenis kehidupan dan bagian pertama ayat yang menjadi obyek bahasan, “Penuhilah seruan Allah dan Rasul-Nya jika ia menyerumu yang menghidupkanmu.” (Qs. Al-Anfal [6]:24) adalah mengisyaratkan bahwa petunjuk dan menyambut seruan nabi adalah jenis kehidupan. Tatkala seseorang tidak menyambut seruan Tuhan maka ia tidak memiliki kehidupan yang dihasilkan dari menjawab seruan Tuhan ini. Orang seperti ini terpuruk dalam jurang kesesatan dan sejatinya telah mati. Allah Swt juga mengunci mata-hati orang sedemikian, sebagaimana firman-Nya “Allah mengunci mata hati mereka.” (Qs. Al-Baqarah [2]:7) dan dengan demikian terbentang jarak, batasan dan hijab antara manusia dan hatinya.

Iya seluruh yang menolak petunjuk dan terpeleset ke dalam jurang kesesatan dan kelalaian sesungguhnya telah bersua dengan kematian. Sebagaimana orang-orang yang mendapat petunjuk meski secara lahir mati maka sesungguhnya mereka menjumpai kehidupan, “Mereka bahkan hidup dan mendapatkan rezki di sisi Tuhan mereka.” (Qs. Ali Imran [3]:169)

Adalah hal yang natural bahwa tatkala dengan kematian terbentang jarak antara manusia dan hatinya maka manusia sedemikian adalah hampa pemikiran, pandangan, rasionalitas, pemahaman dan pencerapan, “Pada mereka telinga tapi tidak untuk mendengar, dan pada mereka hati tapi tidak untuk memahami.” (Qs. Al-A’raf [7]:179)

C.      Orang yang melupakan Tuhan maka Tuhan menjadikan mereka melupakan diri mereka sendiri. Artinya lantaran mereka melupakan Tuhan telah menjadi sebab Tuhan membuat mereka melupakan diri mereka sendiri. Dan orang yang melupakan dirinya atau, dengan terma modernnya, teralienasi maka terbentang jarak dan batasan antara dirinya dan kekuatan pencerapan dan rasionalnya. Kemampuan mencerap dan memahami telah hilang dari dirinya, sesuai dengan firman Allah Swt, “Lalu mereka melupakan diri mereka sendiri.” (Qs. Al-Hasyr [59]:19) dan terjerembab pada orang yang melupakan Tuhan. Iya, sedemikian ia terjerembab sehingga secara tidak sadar terjauhkan dari kehidupan tayyibah yang bersandar pada dzikruLlah dan mengingat Tuhan singkatnya mengikut, patuh dan taat kepada-Nya. Dan bukan saja ia melupakan Tuhan, bahkan ia juga telah melupakan dirinya sendiri.

D.      Sebagian nash-nash tentang pembatasan ini dimaknai sbagai pembatasan makna dan mereka berkata, “maksud dari “yahulu baina al-mar’i wa qalbihi adalah bahwa terkadang manusia mengambil keputusan untuk melakukan sebuah perbuatan, kemudian setelah itu Tuhan membuatnya menyesali perbuatan tersebut dan tidak membiarkan orang ini melanjutkan keputusan atau perbuatan tersebut.[7]

 

Makna ini kurang-lebih adalah makna tengah-tengah (mutawassith), akan tetapi apabila kita memiliki dalil rasional yang sesuai dengan ayat yang dimaksud dan terdapat dalil-dalil lainnya yang menyokong pandangan tersebut, maka tidak ada alasan bagi kita meninggalkan ayat ini secara lahir yang menyatakan : “Tuhan membatasi antara manusia dan dirinya.” Karena manusia bukan merupakan maujud yang berisi, melainkan laksana makhluk-makhluk kontingen (mumkin) lainnya yang ajwaf (tengahnya melompong). Sebagaimana Tsiqah al-Islam Kulaini menegaskan matlab ini dengan menukil sebuah riwayat dari Abu Ja’far As yang bersabda: “Sesungguhnya Allah Swt menciptakan Bani Adam ajwaf.”[8]

Mengingat manusia adalah ajwaf dan tengahnya kosong maka antara manusia dan diri manusia terbentang jarak kekuasaan wujud Tuhan, oleh karena itu Tuhan dekat kepada segala sesuatu. Apabila Tuhan dekat maka Dia mendekat dengan segala sifat-sifatnya. Karena sifat-sifat dzati Tuhan adalah dzat-Nya itu sendiri dan apabila sifat-sifat dzati Tuhan hadir,[9] sifat-sifat perbutan juga mengikuti sifat-sifat dzati serta akan berpengaruh dan berlaku aktif (fa’âl).[10]

 

Hasil-hasil Pelbagai Pembatasan

1.       Kita tahu bahwa setiap halangan ke arah dua sisinya dari setiap sisi ke sisi yang lain adalah lebih dekat. Oleh itu, manusia lebih cepat dan lebih baik mengenal Tuhan dari hatinya sendiri. Dan dengan ilmu hudhuri, ia mencerap Tuhan. Sebagai hasilnya dalam menentukan instanta luaran (mishdaq) ia tidak menyimpang, tidak dapat meragukan dan mencari-cari dalih atas seruan Tuhan dan penyeru kebenaran kepada kalimat Tauhid.

2.       Mengingat Tuhan lebih mengetahui hati manusia daripada manusia itu sendiri, oleh itu manusia tidak dapat mendua (munafik) dalam menerima seruan tahuid dan para penyeru kepada kebenaran dan hanya menerimanya dalam bentuk lahir saja. Melainkan ia harus mentransfernya ke dalam lisan dan hatinya dan meyakini serta beriman kepadanya.

3.       Tatkala sifat terpuji disandarkan kepada manusia maka hal itu juga disandarkan kepada Tuhan tanpa perantara. Oleh itu, apabila manusia bersikap congkak terhadap niatnya yang tulus atau seluruh sifat-sifat terpuji maka sesungguhnya hal itu merupakan kesempurnaan kebodohannya.[11] Dan di antara kebodohan manusia adalah memandang dirinya sebagai mandiri dalam penguasaan hati dan beranggapan dirinya memiliki kekuasaan mutlak.

4.       Allah Swt dapat kapan saja Dia hendaki membuat manusia tidak dapat menikmati hatinya sehingga tidaklah demikian bahwa manusia senantiasa dapat menebus apa yang telah berlalu. Dengan demikian, ia harus sesegera mungkin melaksanan perintah Ilahi dan tidak menunda-nunda ketaatan kepada-Nya.

5.       Pembatasan ini menunjukkan kehadiran dan pengawasan Tuhan di setiap tempat dan penguasaan-Nya atas seluruh makhluk.[12]

Kekuatan dan kesuksesan bersumber dari-Nya, aktifitas akal dan juga ruh berada di tangan-Nya. Oleh karena itu, manusia tidak dapat menyembunyikan sesuatu apa pun dari-Nya, melainkan dalam setiap kesempatan dan keadaan senantiasa memohon taufik dari-Nya dan menjadikan Allah sebagai penolong-Nya dan tidak mencari penolong selain-Nya.[13]

 

Sebagai penutup kami akan mengakhiri pembahasan ini dengan menyebutkan dua riwayat berikut ini.

Hisyam bin Salim menukil dari Imam Shadiq As, maksud ayat tersebut adalah bahwa Allah menghalangi orang yang menemukan ilmu bahwa yang batil itu adalah kebenaran.[14]

Dalam riwayat yang lain disebutkan Imam Shadiq As bersabda: Demikianlah manusia melakukan sesuatu dengan telinga, mata dan tangan, pikiran, namun tatkala sesuatu itu datang kepadanya, hatinya mengingkarinya dan memahami bahwa sesuatu itu bukan kebenaran.[]

 

Untuk telaah lebih jauh:

Allamah Thaba-thabai,  Tafsir al-Mizân, jil. 9, hal. 24, surah al-Anfal

Muhsin Qira’ati, Tafsir Nur, jil. 4, hal. 25, surah al-Anfal

Ja’far Subhani, Mansyur-e Jâvid-e Qur’ân, hal. 295

Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 1, hal. 89.

 


[1]. Raghib Isfahani, al-Mufrâdât fii Gharib al-Qur’ân, hal. 137

[2]. Ja’far Subhani, Mansyur-e Jâvid-e Qur’ân, hal. 295.  

[3]. Makarim Syirazi, Tafsir Nemune, jil. 1, hal. 89

[4]. Allamah Thaba-thabai, Tafsir al-Mizân, terjemahan Sayid Muhammad Baqir Musawi, jil. 9, hal. 58.   

[5]. Ayatullah Jawadi Amuli, Zan dar Aine Jalâl wa Jamâl, hal. 281.  

[6]. Muhsin Faidh Kasyani,  Mahajjatul Baidhâ, jil.5, hal. 3.

[7]. Majma al-Bayân, jil. 4, hal. 820

[8]. Muhammad Ya’qub Kulaini, Al-Kâfi, jil. 6, hal. 282)   

[9]. Bagian-bagian sifat-sifat Tuhan: 1. Sifat-sifat dzat: dimana dalam mengabstrasikannya cukup dengan memperhatikan dzat seperti sifat-sifat “Mengetahui (‘Alim), Berkuasa (Kudrat), Hidup (Hayat) dan sebagainya. Sifat-sifat perbuatan: Sifat ini adalah sifat yang dalam mengabstrasikannya tidak cukup sekedar memperhatikan dzat Ilahi namun dzat tersebut harus ditinjau pada tataran perbuatan dan penciptaan kemudian mengabstrasikannya. Misalnya sifat-sifat pencipta (Khâliq), Pengampun (Ghafur), Pemberi rezeki (Râziq) dan sebagainya.

[10]. Jawadi Amuli, Hikmat-e Ibadah, pembahasan ketujuh, hal. 213. link dengan no.89

[11]. Allamah Thaba-thabai, terjemahan Tafsir al-Mizân, jil. 9, hal. 58.  

[12]. Allamah Thab-thabai, Op cit, jil. 9, hal. 58

[13]. Muhsin Qira’ati, Tafsir Nur, jil. 4, hal. 313.

[14]. Allamah Thaba-thabai, Op cit, jil. 9, hal. 62.

2 April 2013

Maksud kisah fitnah dari arah timur (Najd)

oleh alifbraja

Dalam kitab-kitab induk dan muktabar (diakui kesahihannya) Ahlusunnah, di antaranya adalah Shahih al-Bukhâri, terdapat riwayat yang dinukil dari Rasulullah Saw dimana sebagian ulama menafsirkannya dengan kemunculan kelompok Wahabiyah.

Dalam hadis yang perawinya adalah Abdullah bin Umar, putera khalifah kedua, Rasulullah Saw bersabda: “Ya Allah, jadikanlah daerah Syam itu penuh berkah bagi kami! Jadikanlah daerah Yaman itu penuh berkah bagi kami!”.

Beberapa orang sahabat beliau yang ketika itu hadir di sana berkata : “Ya Rasulallah, doakan pula daerah kami, Najd, agar dipenuhi berkah”. Tetapi Rasulullah Saw tidak memperhatikan permohonan mereka. Setelah mereka memaksa beliau sampai tiga kali, maka Rasulullah Saw berkata bahwa tempat itu (Najd) merupakan pusat kerusuhan dan kekacauan, dan tanduk setan akan muncul dari tempat itu.[1]

Para komentator (pensyarah) Shahih al-Bukhâri menafsirkan tanduk setan sebagai umat setan dan para pengikut setan.[2]

Dalam hadis lainnya dalam kitab Shahih al-Bukhâri, Rasulullah Saw memberikan isyarah bahwa  fitnah itu dimulai dari arah Timur (Masyriq). Dan ciri-ciri para penebar fitnah itu adalah bahwa mereka tekun membaca Al-Qur’an, tetapi pengaruh dan manfaat bacaan mereka itu hanya sampai di tenggorokan mereka saja (artinya bahwa bacaan Al-Qur’an mereka tidak membuat tingkah laku mereka itu baik). Ciri lainnya adalah: mereka biasa mencukur habis rambut mereka.[3]

Dengan memahami penjelasan di atas, maka perhatikanlah beberapa poin berikut ini:

1.  Riwayat di atas disebutkan dalam kitab hadis Ahlusunnah yang paling muktabar (diakui keabsahannya), sementara di dalam kitab-kitab induk Syi’ah tidak ditemukan. Adapun yang disebutkan dalam kitab-kitab sekunder Syi’ah tercantum sebagai nukilan dari kitab Ahlusunnah.[4] Karena itu, tidak mungkin kaum Syi’ah dapat dituduh telah membuat-buat riwayat semacam itu.

2.  Walaupun Najd bermakna dataran tinggi, tetapi mungkin saja berbagai daerah lainnya memiliki ciri khusus tersebut. Apabila kata tersebut (Najd) digunakan secara mandiri dan tidak dibarengi dengan qarinah (tanda-tanda) lainnya (sehingga bermakna dataran tinggi secara umum), maka para ahli teks sejarah tidak merasa ragu sedikitpun bahwa kata Najd yang dimaksudkan di dalam riwayat adalah daerah Saudi Arabia yang saat ini mempunyai ibu kota bernama Riyadh. Dan kota Barideh dan ‘Anizeh adalah  dua kota yang merupakan pusat gerakan Wahabiyah.

3.  Dalam sebagian riwayat, dijelaskan bahwa sumber fitnah ini berasal dari arah Timur dan pada riwayat lainnya dari Najd. Jika kita mengamati peta dunia, akan kita temukan bahwa daerah Najd itu terletak tepat di sebelah Timur kota Madinah yang merupakan tempat tinggal Rasulullah Saw.

4.  Menerapkan hadis tersebut kepada daerah Irak sama sekali tidak tepat. Karena Irak itu terletak di sebelah utara kota Madinah, sekalipun agak condong ke arah timur. Dengan kata lain Irak itu terletak di sebelah Timur Laut (Syimal Syarqi, Norhteast). Karena itu, merupakan kekeliruan jika seseorang mengatakan bahwa Irak itu terletak di sebelah timur kota Madinah.

5.  Sebagian ciri-ciri khusus yang terdapat pada riwayat di atas, seperti penekanan atas suara yang indah dalam membaca Al-Qur’an, tetapi tanpa tadabbur (merenungkan ayat dan maknanya), maka ciri ini memang terdapat pada kelompok Wahabiyah. Karena itu sebagian peneliti berpandangan bahwa fitnah yang disinggung pada riwayat di atas, tidak lain selain fitnah dan kejahatan Wahabiyah.

 

Kesimpulan:

Jawaban final kami atas pertanyaan Anda adalah: Sekalipun berdasarkan bukti-bukti dan tanda-tanda yang ada bahwa fitnah yang terdapat di dalam riwayat itu sesuai dengan kemunculan firqah Wahabiyah, akan tetapi kami tidak meyakininya secara pasti dan seratus persen bahwa fitnah itu adalah “Fitnah Wahabiyah”. Karena bisa jadi riwayat itu berkaitan dengan fitnah yang saat ini belum muncul.[IQuest]


[1]. Shahih al-Bukhâri,  jil. 2, hal. 23, Dar al-Fikr, Beirut.  

[2]. Ibnu Hajar al-Atsqalani, Mukaddimah Fathu al-Bâri, hal. 168, Dar al-Ma’rifah liththiba’ah wa al-nasyr, Beirut.   

[3]. Shahih al-Bukhâri, jil. 8, hal. 218. Rasulullah Saw bersabda: “Sekelompok manusia akan keluar dari arah timur, mereka membaca Al-Qur’an tetapi bacaan mereka itu tidak melewati tenggorokan mereka……….Dan ciri mereka adalah mencukup rambut”.   

[4]. Muhaddis al-Nuri, Mustadrak al-Wasâ’il, juz 10, hal. 207, hadis 11867, muassasah Al al-Bait, Qum, 1408 H.

25 Oktober 2012

Hakikat Basmalah Menurut Syekh Al-Akbar Ibnu ‘Arabi

oleh alifbraja

Dalam suatu hadits Nabi saw. Beliau bersabda, Setiap kandungan dalam seluruh kitab-kitab Allah diturunkan, semuanya ada di dalam Al-Qur’an. Dan seluruh kandungan Al-Qur’an ada di datam Al-Fatihah. Dan semua yang ada dalam Al-Fatihah ada di dalam Bismillnahirrahmaanirrahiim.”

 

Bahkan disebutkan dalam hadits lain, “setiap kandungan yang ada dalam Bismillahirrahmaanirrahiim ada di dalam huruf Baa’, dan setiap yang terkandung di dalam Baa’ ada di dalam titik yang berada dibawah Baa’”.

Sebagian para Arifin menegaskan, “Dalam perspektif orang yang ma’rifat kepada Allah, Bismillaahirrahmaanirrahim itu kedudukannya sama dengan “kun” dari Allah”.

 

Perlu diketahui bahwa pembahasan mengenai Bismillahirrahmaanirrahiim banyak ditinjau dari berbagai segi, baik dari segi gramatikal (Nahwu dan sharaf) ataupun segi bahasa (etimologis), disamping tinjuan dari materi huruf, bentuk, karakteristik, kedudukan, susunannya serta keistemewaanya atas huruf-huruf lainnya yang ada dalam Surat Pembuka Al-Qur’an, kristalisasi dan spesifikasi huruf-huruf yang ada dalam huruf Baa’, manfaat dan rahasianya.

 

Tujuan kami bukan mengupas semua itu, tetapi lebih pada esensi atau hakikat makna terdalam yang relevan dengan segala hal di sisi Allah swt, Pembahasannya akan saling berkelin dan satu sama lainnya, karena seluruh tujuannya adalah Ma’rifat kepada Allah swt.

 

Kami memang berada di gerbangNya, dan setiap ada limpahan baru di dalam jiwa maka ar-Ruhul Amin turun di dalam kalbunya kertas. Ketahuilah bahwa Titik yang berada dibawah huruf Baa’ adalah awal mula setiap surat dan Kitab Allah Ta’ala. Sebab huruf itu sendiri tersusun darititik, dan sudah semestinya setiap Surat ada huruf yang menjadi awalnya, sedangkan setiap huruf itu ada titik yang menjadi awalnya huruf. Karena itu menjadi keniscayaan bahwa titik itu sendiri adalah awal dan pada setiap surat dan Kitab Allah Ta’ala.

 

Kerangka hubungan antara huruf Baa’ dengan Tititknya secara komprehensfih akan dijeaskan berikut nanti. Bahwa Baa’ dalam setiap surat itu sendiri sebagai keharusan adanya dalam Basmalah bagi setiap surat, bahkan di dalam surat Al-Baqarah. Huruf Baa’itu sendiri mengawali ayat dalam surat tersebut. Karena itu dalam konteks inilah setiap surat dalam Al-Qur’an mesti diawali dengan Baa’ sebagaimana dalam hadits di atas, bahwa seluruh kandungan Al-Qur’an itu ada dalam surah Al-Fatihah, tersimpul  lagi di dalam Basmalah, dan tersimpul lagi dalam Huruf Baa’, akhirnya pada titik.

 

Hal yang sama , Allah SWT dengan seluruh yang ada secara paripurna sama sekali tidak terbagi-bagi dan terpisah-pisah. Titik sendiri merupakan syarat-syarat dzat Allah Ta’ala yang tersembunyi dibalik khasanahnya ketika dalam penampakkan-Nya terhadap mahlukNya.

 

Amboi, titik itu tidak tampak dan tidak Layak lagi bagi anda untuk dibaca selamanya mengingat kediaman dan kesuciannya dari segala batasan, dari satu makhraj ke makhraj lainya.

 

Sebab ia adalah jiwa dari seluruh huruf yang keluar dari seluruh tempat keluarnya huruf. Maka,camkanlah, dengan adanya batin dari Ghaibnya sifat Ahadiyah.

 

Misalnya anda membaca titik menurut persekutuan, seperti huruf Taa’ dengan dua tik, lalu Anda menambah satu titik lagi menjadi huruf Tsaa’, maka yang Anda baca tidak lain kecuali Titik itu sendiri. Sebab Taa’ bertitik dua, dan Tsaa’ bertitik tiga tidak terbaca,karena bentuknya satu, yang tidak terbaca kecuali titiknya belaka. Seandainya Anda membaca di dalam diri titik itu niscaya bentuk masing-masing berbeda dengan lainnya. Karena itu dengan titik itulah masing-masing dibedakan, sehingga setiap huruf sebenarnya tidak terbaca kecuali titiknya saja. Hal yang sama dalam perspektif makhluk, bahwa makhluk itu tidak dikenal kecuali Allah.

 

Bahwa Anda mengenal-Nya dari makhluk sesungguhnya Anda mengenal-Nya dari Allah swt. Hanya saja Titik pada sebagian huruf lebih jelas satu sama lainnya, sehingga sebagian menambah yang lainnya untuk menyempurnakannya, seperti dalam huruf-huruf yang bertitik, kelengkapannya pada ttik tersebut. Ada sebagian yang tampak pada kenyataannya seperti huruf Alif dan huruf-huruf tanpa Titik. Karena huruf tersebut juga tersusun dari titik-titik. Oleh sebab itulah, Alif lebih mulia dibanding Baa’,karena Titiknya justru menampakkan diri dalam wujudnya, sementara dalam Baa’ itu sendiri tidak tampak (Titik berdiri sendiri). Titik di dalam huruf Baa’ tidak akan tampak, kecuali dalam rangka kelengkapannya menurut perspektif penyatuan. Karena Titik suatu huruf Merupakan kesempurnaan huruf itu sendiri dan dengan sendirinya menyatu dengan huruf tersebut. Sementara penyatuan itu sendiri mengindikasikan adanya faktor lain, yaitu faktor yang memisahkan antara huruf dengan titiknya.

 

Huruf Alif itu sendiri posisinya menempati posisi tunggal dengan sendirinya dalam setiap huruf. Misalnya Anda bisa mengatakan bahwa Baa’ itu adalah Alif yang di datarkan Sedang Jiim, misalnya, adalah Alif dibengkokkan’ dua ujungnya. Daal adalah Alif yang yang ditekuk tengahnya.

 

Sedangkan Alif dalam kedudukan titik, sebagai penyusun struktur setiap huruf ibarat Masing-masing huruf tersusun dari Titik. Sementara Titik bagi setiap huruf ibarat Neucleus yang terhamparan. Huruf itu sendiri seperti tubuh yang terstruktur. Kedudukan Alif dengan kerangkanya seperti kedudukan Titik. Lalu huruf-huruf itu tersusun dari Alif sebagimana kita sebutkan, bahwa Baa’ adalah Alif yang terdatarkan.

 

Demikian pula Hakikat Muhammadiyyah merupakan inti dimana seluruh jagad raya ini diciptakan dari Hakikat Muhammadiyah itu. Sebagaimana hadits riwayat Jabir, yang intinya Allah swt. menciptakan Ruh Nabi saw dari Dzat-Nya, dan menciptakan seluruh alam dari Ruh Muhammad saw. Sedangkan Muhammad saw. adalah Sifat Dzahirnya Allah dalam makhluk melalui Nama-Nya dengan wahana penampakan Ilahiyah.

 

Anda masih ingat ketika Nabi saw. diisra’kan dengan jasadnya ke Arasy yang merupakan Singgasana Ar-Rahman. Sedangkan huruf Alif, —walaupun huruf-huruf lain yang tanpa titik sepadan dengannya, dan Alif merupakan manifestasi Titik yang tampak di dalamnya dengan substansinya — Alif memiliki nilai tambah dibanding yang lain. Sebab yang tertera setelah Titik tidak lain kecuali berada satu derajat. Karena dua Titik manakala disusun dua bentuk alif, maka Alif menjadi sesuatu yang memanjang. Karena dimensi itu terdiri dari tiga: Panjang, Lebar dan Kedalaman.

 

Sedangkan huruf-huruf lainnya menyatu di dalam Alif,seperti huruf Jiim. Pada kepala huruf Jiim ada yang memanjang, lalu pada pangkal juga memanjang, tengahnya juga memanjang. Pada huruf Kaaf misalnya, ujungnya memanjang, tengahnya juga memanjang namun pada pangkalnya yang pertama lebar. Masing-masing ada tiga dimensi. Setiap huruf selain Alif memiliki dua atau tiga jangkauan yang membentang. Sementara Alif sendiri lebih mendekati titik. Sedangkan titik , tidak punya bentangan. Hubungan Alif diantara huruf-huruf yang Tidak bertitik, ibarat hubungan antara Nabi Muhammad saw, dengan para Nabi dan para pewarisnya yang paripurna. Karenanya Alif mendahului semua huruf.

 

Diantara huruf-huruf itu ada yang punya Titik di atasnya, ada pula yang punya Titik dibawahnya,Yang pertama (titik di atas) menempatip osisi “Aku tidak melihat sesuatu sebelumnya) kecuali melihat Allah di sana”.

 

Diantara huruf itu ada yang mempunyai Titik di tengah, seperti Titik putih dalam lobang Huruf Mim dan Wawu serta sejenisnya, maka posisinya pada tahap, ”Aku tidak melihat sesuatu kecuali Allah didalamnya.” Karenanya titik itu berlobang, sebab dalam lobang itu tampak sesuatu selain titik itu sendiri Lingkaran kepada kepala Miim menempati tahap, “Aku tidak melihat sesuatu” sementara Titik putih menemptai “Kecuali aku melihat Allah di dalamnya.”

 

Alif menempati posisi “Sesungguhnya orang-orang yang berbaiat kepadamu sesungguhnya mereka itu berbaiat kepada Alllah.” Kalimat “sesungguhnya” menempati posisi arti “Tidak”, dengan uraian “Sesungguhnya orang-orang berbaiat” kepadamu tidaklah berbaiat kepadamu tidaklah berbaiat kepadamu, kecuali berbaiat kepada Allah.”

 

Dimaklumi bahwa Nabi Muhammad saw. dibaiat, lalu dia bersyahadat kepada Allah pada dirinya sendiri, sesungguhnya tidaklah dia itu berbaiat kecuali berbaiat kepada Allah. Artinya, kamu sebenarnya tidak berbaiat kepada Muhammad saw.  tetapi hakikat-nya berbaiat kepada Allah swt. Itulah arti sebenarnya dari Khilafah tersebut.

 

Menurut Ibnu Araby dalam Kitab Tafsir Tasawufnya, “Tafsirul Qur’anil Karim” menegaskan, bahwa dengan (menyebut) Asma Allah, berarti Asma-asma Allah Ta’ala diproyeksikan yang menunjukkan keistimewaan-nya, yang berada di atas Sifat-sifat dan Dzat Allah Ta’ala. Sedangkan wujud Asma itu sendiri menunjukkan arah-Nya, sementara kenyataan Asma itu menunjukkan Ketunggalan-Nya.

 

Allah itu sendiri merupakan Nama bagi Dzat (Ismu Dzat) Ketuhanan. dari segi Kemutlakan Nama itu sendiri. Bukan dari konotasi atau pengertian penyifatan bagi Sifat-sifat-Nya, begitu pula bukan bagi pengertian “Tidak membuat penyifatan”.

 

“Ar- Rahman” adalah predikat yang melimpah terhadap wujud dan keparipurnaan secara universal. menurut relevansi hikmah. dan relevan dengan penerimaan di permulaan pertama.

 

“Ar-Rahiim” adalah yang melimpah bagi keparipurnaan maknawi yang ditentukan bagi manusia jika dilihat dari segi pangkal akhirnya. Karena itu sering. disebutkan, “Wahai Yang Muha Rahman bagi Dunia dan akhirat, dan Maha Rahim bagi akhirat”.

 

Artinya, adalah proyeksi kemanusiaan yang sempuma, dan rahmat menyeluruh, baik secara umum maupun khusus, yang merupakan manifestasi dari Dzat Ilahi. Dalam konteks, inilah Nabi Muhammad saw. Bersabda, “Aku diberi anugerah globalitas Kalam, dan aku diutus untuk menyempurnakan akhlak (menuju) paripurna akhlak”.

 

Karena. kalimat-kalimat merupakan hakikat-hakilkat wujud dan kenyataannya. Sebagaimana Isa as, disebut sebagai Kalimah dari Allah, sedangkan keparipurnaan akhlak adalah predikat dan keistimewaannya. Predikat itulah yang menjadi sumber perbuatan-perbuatan yang terkristal dalam jagad kemanusiaan. Memahaminya sangat halus. Di sanalah para Nabi – alaihimus salam – meletakkan huruf-huruf hijaiyah dengan menggunakan tirai struktur wujud. Kenyataan ini bisa djtemukan dalam periode! Isa as, periode Amirul Mukminin Sayyidina Ali Karromallahu Wajhah, dan sebagian masa sahabat, yang secara keseluruhan menunjukkan kenyataan tersebut.

 

Disebutkan, bahwa Wujud ini muncul dari huruf Baa’ dari Basmalah. Karena Baa’ tersebut mengiringi huruf Alif yang tersembunyi, yang sesungguhnya adalah Dzat Allah. Disini ada indikasi terhadap akal pertama, yang merupakan makhluk awal dari Ciptaan Allah, yang disebutkan melalui firman-Nya, “Aku tidak menciptakan makhluk yang lebih Kucintai dan lebih Kumuliakan ketimbang dirimu, dan denganmu Aku memberi. denganmu Aku mengambil, denganmu Aku memberi pahala dan denganmu Aku menyiksa”. (Al-hadits).

 

Huruf-huruf yang terucapkan dalam Basmalah ada 18 huruf. Sedangkan yang tertera dalam tulisan berjumlah 19 huruf. Apabila kalimat-kalimat menjadi terpisah. maka jumlah huruf yang terpisah menjadi 22.

 

Delapan belas huruf mengisyaratkan adanya alam-alam yang dikonotasikannya dengan jumlahnya. 18 ribu alam. Karena huruf Alif merupakan hitungan sempurna yang memuat seluruh struktur jumlah. Alif merupakan induk dari seluruh strata yang tidak lagi ada hitungan setelah Alif. Karena itu dimengerti sebagai induk dari segala induk alam yang disebut sebagai Alam Jabarut, Alam Malakut, Arasy, Kursi, Tujuh Langit., dan empat anasir, serta tiga kelahiran yang masing masing terpisah dalam bagian-bagian tersendiri.

 

Sedangkan makna sembilan belas, menunjukkan penyertaan Alam Kemanusiaan. Walau pun masuk kategori alam hewani, namun alam insani itu menurut konotasi kemuliaan dan universalitasnya atas seluruh alam dalam bingkai wujud, toh ada alam lain yang memiliki ragam jenis yang prinsip. Ia mempunyai bukti seperti posisi Jibril diantara para Malaikat.

 

Tiga Alif yang tersembunyi yang merupakan pelengkap terhadap dua puluh dua huruf ketika dipisah-pisah, merupakan perunjuk pada Alam Ilahi Yang Haq, menurut pengertian Dzat. Sifat dan Af ‘aal. Yaitu tiga Alam ketika dipisah-pisah, dan Satu Alam ketika dinilai dari hakikatnya.

Sementara tiga huruf yang tertulis menunjukkan adanya manifestasi alam-alam tersebut pada tempat penampilannya yang bersifat agung dan manusiawi.

 

Dan dalam rangka menutupi Alam Ilahi, ketika Rasulullah saw, ditanya soal Alif yang melekat pada Baa’, “dari mana hilangnya Alif itu?” Maka Rasulullah saw, menjawab, “Dicuri oleh Syetan”.

 

Diharuskannya memanjangkan huruf Baa’nya Bismillah pada penulisan, sebagai ganti dari Alifnya, menunjukkan penyembunyian Ketuhanannya predikat Ketuhanan dalam gambaran Rahmat yang tersebar. Sedangkan penampakannya dalam potret manusia, tak akan bisa dikenal kecuali oleh ahlinya. Karenanya, dalam hadist disebutkan, “Manusia diciptakan menurut gambaran Nya”.

 

Dzat sendiri tersembunyikan oleh Sifat, dan Sifat tersembunyikan oleh Af’aal. Af’aal tersembunyikan oleh jagad-jagad dan makhluk.

Oleh sebab itu, siapa pun yang meraih Tajallinya Af’aal Allah dengan sirnanya tirai jagad raya, maka ia akan tawakkal. Sedangkan siapa yang meraih Tajallinya Sifat dengan sirnanya tirai Af’aal, ia akan Ridha dan Pasrah. Dan siapa yang meraih Tajallinya Dzat dengan terbukanya tirai Sifat, ia akan fana dalam kesatuan. Maka ia pun akan meraih Penyatuan Mutlak. Ia berbuat, tapi tidak berbuat. Ia membaca tapi tidak membaca “Bismillahirrahmaanirrahiim”.

 

Tauhidnya af’aal mendahului tauhidnya Sifat, dan ia berada di atas Tauhidnya Dzat. Dalam trilogi inilah Nabi saw, bermunajat dalam sujudnya, “Tuhan, Aku berlindung dengan ampunanmu dari siksaMu, Aku berlindung dengan RidhaMu dari amarah dendamMu, Aku berlindung denganMu dari diriMu”.

 

Tafsir ini dikutip dari Tafsirul Qur’anil Karim, karya Ibnu Araby

10 Oktober 2012

Makna Dan Hakekat “Laa Ilaha Illa Allah”

oleh alifbraja

الحمد لله الذي خلق الإنسان لعبادته، فقال سبحانه: (وما خلقت الجن والإنس إلا ليعبدون)، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك إله الأولين والآخرين، وأشهد أن محمدا عبده ورسوله أرسله الله داعية إلى إخلاص الدين لرب العالمين، فصلوات الله وسلامه عليه وعلى آله الطيبين الطاهرين وصحابته الغر الميامين ومن اقتفى أثره واتبع هداه إلى يوم الدين، أما بعد:

Kalimat tauhid yaitu (لا إله إلا الله) adalah hikmah utama penciptaan manusia, pengutusan para rasul dan diturunkannya Al Qur’an, ia adalah keadilan yang utama, oleh karenanya langit dan bumi ciptakan dan neraca keadilan ditegakkan, ia sebagai pembeda antara muslim dengan orang kafir, dengannya manusia tebagi menjadi orang orang yang bahagia penghuni syurga dan orang orang yang sengsara penghuni nereka.

Akan tetapi yang sangat disayangkan bahwa manyoritas kaum muslimin yang mengucapkan kailmat yang mulia ini tidak memahami makna dan kakekatnya serta persyaratannya, sedang ulama telah sepakat bahwa kalimat tauhid tidak cukup sekedar ucapan dilisan saja, akan tetapi harus diketahui maknanya dan dilaksanakan tuntutannya serta diaplikasikan kensekuensinya.

Pada makalah yang sederhana ini akan dijelaskan insyallah makna kalimat tauhid sebagaimana yang dijelaskan oleh Al Qur’an dan Sunnah, serta persyaratan persyaratan yang wajib terpenuhi dalam mengamalkannya.

Kalimat tauhid (لا إله إلا الله) tersusun dari dua kalimat (لا إله) yang dikenal dengan “kalimat penapian” dan (إلا الله) yang dikenal dengan “kalimat istbat (penetapan)”, kedua kalimat tersebut (penapian) dan (penetapan) dikenal dengan dua rukun kalimat tauhid, dan itulah hakekat tauhid. Dan (إله) dalam bahasa arab artinya (معبود) “yang diibadati”.

Maksudnya : kalimat penapian (لا إله) menapikan seluruh peribadatan kepada selain Allah, dan (إلا الله) menetapan bahwa peribadatan yang hak dan benar semata mata hanya kepada Allah. Maka makna dari (لا إله إلا الله) yaitu (لا معبود بحق إلا الله) “tiada yang berhak diibadati secara benar kecuali Allah”.

Kenapa dalam maknanya harus ditambah kalimat (yang benar/hak) karena seluruh peribadatan kepada selain Allah adalah batil dan ila yang diibadati secara benar adalah Allah Ta’ala, sebagaimana firman Allah Ta’ala: (Artinya: )

“(Kuasa Allah) Yang demikian itu, adalah karena sesungguhnya Allah, Dialah Yang Haq dan sesungguhnya apa saja yang mereka seru/ibadati selain dari Allah, itulah yang batil, dan sesungguhnya Allah, Dialah Yang Maha Tinggi lagi Maha Besar”.(Al-Hajj:62)

Makna dan hakekat tauhid diatas telah dijelaskan oleh Allah dan Rasul-Nya, berikut ayat ayat dan hadits hadits yang menafsirkan kalimat tauhid:

قال تعالى: (واعبدوا الله ولا تشركوا به شيئا). النساء: 36

“Dan ibadati Allah dan jangan kamu persekutukan dengan-Nya sesuatu apapun”.

Dalam ayat ini terdapat perintah untuk mengibadati Allah, karena tiada seembahan yang berhak diibadati selain-Nya, nah inilah makna kalimat (إلا الله) dan terdapat larang dari melakukan kesyirikan, karena seluruh peribadatan kepada selain Allah adalah syirik dan itu adalah kebatilan dan inilah makna (لا إله).

وقال تعالى: (وقضى ربك ألا تعبدوا إلا إياه). الإسراء: 23.

“Dan Rabmu telah memerintahkan agat kamu tidak mengibadati kecuali Dia”.

Nah kalimat (ألا تعبدوا إلا إياه) itulah kalimat tauhid dan makna (لا إله إلا الله).

وقال تعالى: (ولقد بعثنا في كل أمة رسولا أن اعبدوا الله واجتنبوا الطاغوت). النحل: 36

“Dan sungguh kami telah mengutus pada setiap umat seorang Rasul (untuk menyerukan) “ibadatilah Allah dan tinggalkanlah Thagut”.

Thogut adalah seluruh peribadatan dan sesembahan kepada selain Allah, nah perintah perintah mengibadati Allah dan meninggalkan thogut itulah makna kalimat tauhid, karena peribadatan kepada selain Allah yaitu thogut adalah kebatilan.

وقال: (وما أرسلنا من قبلك من رسول إلا نوحي إليه أنه لا إله إلا أنا فاعبدون). الأنبياء: 25

“Dan tidaklah Kami mengutus sebelummu seorang rasul kecuali Kami wahyukan kepadanya bahwa tiada ila yang berhak diibadati kecuali Aku, maka ibadatilah Aku”.

Nah kalimat (لا إله إلا أنا فاعبدون) itulah kalimat tauhid dan makna (لا إله إلا الله).

Kalimat inilah yang pertama sekali yang dikatakan oleh setiap nabi kepada kaum, sebagaimana dalam ayat ayat berikut:

(وإلى عاد أخاهم هودا، قال يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره). الأعراف: 65.

Dan (Allah mengutus) kepada kaum ‘Aad saudara mereka (nabi) Hud, ia berkata: wahai kaumku ibadatilah Allah, tidak ada bagi kalai ila yang berhak diibadati selain-Nya”.

وقال: (وإلى ثمود أخاهم صالحا قال يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره) الأعراف: 73

Dan (Allah mengutus) kepada kaum Tsamud saudara mereka (nabi) Soleh, ia berkata: wahai kaumku ibadatilah Allah, tidak ada bagi kalai ila yang berhak diibadati selain-Nya”.

وقال: (وإلى مدين أخاهم شعيبا قال يا قوم اعبدوا الله ما لكم من إله غيره). الأعراف: 85

Dan (Allah mengutus) kepada kaum Madyan saudara mereka (nabi) Syu’aib, ia berkata: wahai kaumku ibadatilah Allah, tidak ada bagi kalai ila yang berhak diibadati selain-Nya”.

Nah kalimat (ما لكم من إله غيره) itulah kalimat tauhid dan makna laa ilaha illa Allah.

Diantara ayat yang menjelaskan dan menafsirkan kalimat tauhid (لا إله إلا الله) adalah firman Allah Ta’ala:

(وإذ قال إبراهيم لأبيه وقومه إنني براء مما تعبدون إلا الذي فطرني فإنه سيهدين وجعلها كلمة باقية في عقبه لعلهم يرجعون). الزخرف: 26-28.

26. Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan kaumnya: “Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kamu sembah/ibadati, 27. kecuali (Rab) Yang menjadikanku; karena sesungguhnya Dia akan memberi hidayah kepadaku. 28. Dan (lbrahim a. s.) menjadikan kalimat tauhid itu kalimat yang kekal pada keturunannya supaya mereka kembali kepada kalimat tauhid itu.

Nah ayat (إنني براء مما تعبدون) itulah makna (لا إله) dan (إلا الذي فطرني) itulah makna (إلا الله).

Dan firman Allah Ta’ala:

(قل يا أهل الكتاب تعالوا إلى كلمة سواء بيننا وبينكم ألا نعبد إلا الله ولا نشرك به شيئا ولا يتخذ بعضها بعضا أربابا من دون الله فإن تولوا فقولوا اشهدوا بأنا مسلمون). آل عمران، 63.

64. Katakanlah: “Hai Ahli Kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai tuhan selain Allah.” Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah).”

Nah ayat (ألا نعبد إلا الله ولا نشرك به شيئا ولا يتخذ بعضنا بعضا أربابا من دون الله) itulah makna kalimat tauhid (لا إله إلا الله).

Diantara ayat yang menafsirkan tauhid adalah firman Allah:

(وما أمروا إلا ليعبدوا الله مخلصين له الدين حنفاء ويقيموا الصلاة ويؤتوا الزكاة وذلك دين القيمة) البينة: 5

5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan (ibadah) kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.

وقال تعالى: (وما أمروا إلا ليعبدوا إلها واحدا لا إله إلا هو). التوبة: 31

“Dan mereka tidak diperintahkan kecuali agar mengibadati ilaa yang satu, tidak ada ila yang berhak diibadati selain-Nya”.

Itulah sebagian ayat yang menjelaskan makna (Laa Ilaha Illa Allah) dan hakekat tauhid. Nah kalau kita membaca dan merenungi sunnah kita dapati hadits hadits yang menjelaskan makna tauhid, diantaranya:

Dalam hadits pengutusan Mu’adz kenegeri Yaman, Rasulullah berwasiat kepadanya:

(فليكن أول ما تدعوهم إليه إلى أن يوحدوا الله). البخاري (7372).

Dalam riwayat lain

(فليكن أول ما تدعوهم إليه عبادة الله). البخاري (1458) ومسلم (31).

Riwayat ini menafsirkan bahwa yang dimaksud dengan tauhid pada riwayat yang pertama adalah mengikhlaskan ibadati kepada Allah

Dalam riwayat lain:

(فإذا جئتهم فادعهم إلى أن يشهدوا ألا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله). مسلم (19).

Maka dalam riwayat ini Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam menjadikan syahdah (Laa Ilaa Illa Allah) sebagai makna Tauhid.

وفي حديث عمرو بن عبسة أنه أتى النبي صلى الله عليه وسلم فقال: ما أنت؟ قال: (نبي الله) قال: آلله أرسلك؟ قال: (نعم) قال: بأي شيء؟ قال: (…وأن يوحد الله ولا يشرك به شيئا). مسلم (832).

Dalam hadits Amru Bin ‘Abasah bahwa beliau datang kepada Nabi shalallahu’alaihi wasallam seraya bertanya: siapakah anda? Beliau menjawab: (Nabiyullah), ia bertanya lagi: apakah Allah yang menutusmu? Beliau menjawab: (Ya benar), ia bertanya lagi: dengan apa? Beliau bersabda: (…dan untuk mentauhid Allah dan tidak dipersekutukan dengan sesuatu apapun”.

Dan dalam hadits Jibril yang panjang, tatkala ia bertanya kepada Rasullah shalallahu’alahi wasallam tentang islam, beliau menjawab:

(الإسلام: أن تشهد ألا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله…) الحديث رواه مسلم من حديث عمر بن الخطاب رضي الله عنه.

Dalam riwayat lain dari hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dengan lafadz:

(أن تعبد الله ولا تشرك به شيئا…).

“Kamu mengibadati Allah dan tidak mempersekutukannya dengan sesuatu apapun”.

Riwayat ini menjelaskan makna syahadah Laa Ilaha Illa Allah dalam riwayat yang pertama.

Dalam hadits Abdullah Bin Umar radhiyallahu ‘anhuma tentang rukun islam, Rasulullah bersabda:

(بني الإسلام على خمس: شهادة أن لا إله إلا الله وأن محمدا رسول الله…) الحديث رواه البخاري ومسلم.

Dalam riwayat lain dengan lafadz:

(بني الإسلام على خمس: على أن يعبد الله ويكفر بما دونه…).

“islam didirikan diatas lima dasar: diatas mengibadati Allah dan kufur (menginkari) selain peribadatan kepada-Nya”.

Riwayat kedua ini menjelaskan makna syahadah Laa Ilaha Illa Allah dan Tauhid, yaitu keikhlasan beribadah kepada Allah dan mengingkari seluruh peribadatan kepada selain Allah, karena itu adalah kebatilan.

Dan menjelaskan juga bahwa agama islam adalah agama tauhid karena seluruh ibadah wajib di ikhlaskan kepada Allah Ta’ala.

Dalam hadits lain:

(من قال : لا إله إلا الله وكفر بما يعبد من دون الله حرم ماله ودمه وحسابه على الله) رواه مسلم (رقم: 139). وفي روية: (من وحّد الله…). رواه أحمد (رقم: 27213/ 27755)، وابن حبان في صحيحه (رقم:171) والبزار في مسنده (رقم:2768) وأبو عبيد في كتاب الأموال (رقم: 47).

“Barangsiapa yang mengatakan “Laa Ilaha Illa Allah” dan kufur terhadap apa yang diibadati selain Allah maka haram harta dan darahnya, dan hisabnya hanya atas Allah”. (HR, Muslim).

Dalam riwayat lain: “Barangsiapa yang mentauhidkan Allah…”.

Makna inilah (mengikhlaskan ibadah kepada Allah) yang dipahami oleh para shahabat Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam tentang kalimat tauhid (Laa Ilaha Illa Allah) dan kalimat yang mereka gunakan dalam perkataan mereka, sebagaimana yang diungkapkan oleh Jabir Bin Abdullah radhiyallahu ‘anhu dalam hadits yang menjelaskan sifat haji Nabi shalallahu’alaihi wasallam:

(فأهلَّ بالتوحيد “لبيك اللهم لبيك، لبيك لا شريك لك، إن الحمد والنعمة لك والملك لا شريك لك).

“Maka ia (Rasulullah) bertalbiyah dengan tauhid, kami datang memenui panggilan-Mu, kami datang memenuhi panggilan-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu, sesungguhnya segala puji dan nikmat serta kerajaan (kekuasan) adalah milik-Mu, tidak ada sekutu bagi-Mu”.

Maka talbiyah haji tersebut dinamakan dengan tabiyatuttauhid, karena makna dan hakekatnya adalah keikhlasan beribadah kepada Allah, sebagaimana segala pujian, nikmat dan kerajaan hanyalah milik Allah semata, maka begitu juga seluruh ibadah hanya berhak diperuntukkan kepada-Nya.

Makna ini pulalah yang dipahami oleh ulama islam yang memahami hakekat dakwah Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam, sebagaimana dalam sebagian ungkapan mereka:

Imam Syafi’i berkata:

سُئِلَ مَالِكٌ عَنِ الْكَلاَمِ وَالتَّوْحِيْدِ، فَقَالَ: مُحَالٌ أَنْ نَظُنَّ بِالنَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم أَنَّهُ عَلَّمَ أُمَّتَهُ الاسْتِنْجَاءَ، وَلَمْ يُعَلِّمْهُمْ التَّوْحِيْدَ، وَالتَّوْحِيْدُ مَا قَالَهُ النَّبِيُّ صلى الله عليه وسلم: ” أُمِرْتُ أَنْ أُقَاتِلَ النَّاسَ حَتَّى يَقُوْلُوْا لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ “، فَمَا عَصَمَ بِهِ الدَّمَ وَالْمَالَ حَقِيْقَةُ التَّوْحِيْدِ.

“Imam Malik pernah ditanya tentang  masalah kalam dan tauhid, maka beliau menjawab: Mustahil kalau Nabi mengajarkan kepada umatnya tentang tata cara istinja’ (buang kotoran) tetapi tidak mengajarkan mereka tentang tauhid. Tauhid adalah apa yang dikatakan oleh Nabi: “Saya diperintahkan untuk memerangi manusia sehingga mereka mengatakan Laa Ilaha Illa Allah, apa yang dapat menjaga darah dan harta maka itulah hakekat tauhid”.[1]

Imam Ad Darimi –salah seorang ulama syafi’iyah- berkata:

(تفسير التوحيد عند الأمة وصوابه: قول لا إله إلا الله وحده لا شريك له).

“Tafsir tauhid yang benar menurut umat (islam) adalah: ucapan “Laa Ilaha Illa Allah” dan tidak ada sekutu bagi-Nya”[2].

Imam Abul Abbas Ibnu Suraij –salah seorang ulama syafi’iyyah- ditanya:

)ما التوحيد ؟ قال: توحيد أهل العلم وجماعة المسلمين : أشهد أن لا إله إلا  الله وأشهد أن محمداً رسول الله ، وتوحيد أهل الباطل من المسلمين الخوض في  الأعراض والأجسام ، وإنما بعث النبي صلى الله عليه وسلم بإنكار ذلك).

Apakah (yang dimaksud dengan) tauhid? Beliau menjawab: tauhid para ulama dan jama’ah kaum muslimin adalah: syadahah “Laa Ilaha Illa Allah” dan Muhammad adalah Rasulullah, sedangkan tauhid orang orang yang sesat dari kalangan kaum muslimin adalah sibuk membahasa masalah Al A’raadh dan Al Ajsaam[3], dan Nabi shalallahu’alaihi wasallam diutus untuk menginkari hal itu”.[4]

Itulah makana dan kakekat kalimiat tauhid, jadi ia bukanlah sekedar ucapan lisan tanpa ilmu dan amalan, bukanlah sekedar keyakinan tanpa aplikasi tuntuan dan persyaratan, tetapi ia adalah kalimat yang mulia mengandung makna yang kekekat yang agung yang wajib di pelajari dan diketahui, dan keonsekwensi yang harus diaplikasikan.

Semogah Allah Ta’ala membimbing kita semua untuk memahmai kalimat tauhid dan mengamalkan dalam kehidupan sehari hari.

Wassalam.

Disampaikan oleh Penulis pada kajian Umum di Islamic Center Al-Hunafa’ Masjid ‘Aisyah Lawata Mataram pada Jum’at   malam tanggal 04/02/2011

Download Audio:

Makna dan Hakekat Laa Ilaha illallah

Sumber:  www.alhujjah.com

Artikel: www.ibnuabbaskendari.wordpress.com


[1] Siyar A’lam Nubala 3/3282 oleh adz-Dzahabi.

[2] Naqdu ad Darimi ala Marriisi” hal: 6

[3] Al A’raadh (sifat suatu benda) dan Al Ajsaam (tempat berdirinya sifat) dua istilah ahlulkalam yang mereka gunakan dalam berdalil untuk menetapkan bahwa alam semesta ini adalah makhluk, maka setiap yang makhluk tentu ada yang menciptkan, itulah Allah. Ini adalah metoda yang bid’ah yang bertentangan dengan Al Qur’an dan Sunnah dan manhaj salaf dan telah di hujat dan diingkari oleh para ulama Ahlussunnah.

[4] Diriwayatkan oleh Imam Qowamussunnah dalam kitab “Al Hujjah fi bayanil mahajjah” (1/107).

8 Oktober 2012

AL-QUR’AN DAN RAHASIANYA 7

oleh alifbraja

ORANG-ORANG YANG TERBUNUH DI JALAN ALLAH TIDAKLAH MATI
Allah telah mengungkapkan dalam al-Qur’an, bahwa orang-orang yang meninggal di jalan-Nya sesungguhnya tidaklah “mati”, tetapi hidup di sisi-Nya. Keadaan mereka ini diungkapkan dalam ayat-ayat sebagai berikut:
“Janganlah kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; bahkan mereka itu hidup di sisi Tuhannya dengan mendapat rezeki. Mereka dalam ke adaan gembira disebabkan karunia Allah yang diberikan-Nya kepada mereka, dan mereka bersenang hati terhadap orang-orang yang masih tinggal di belakang yang belum menyusul mereka, bahwa tidak ada kekha watiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. Mereka bersenang hati dengan nikmat dan karunia yang besar dari Allah, dan bahwa Allah tidak menyia-nyia kan pahala orang-orang yang beriman.” (Q.s. Ali Imran: 169-71).
“Dan janganlah kamu mengatakan terha dap orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati. Bahkan mereka itu hidup tetapi kamu tidak menyadarinya.” (Q.s. al-Baqa rah: 154).
Bahwa Allah akan menyempurnakan rah mat bagi orang-orang yang syahid dan bahwa mereka akan dimasukkan ke dalam surga merupakan rahasia Allah lainnya yang diung kapkan dalam al-Qur’an.
“Dan orang-orang yang gugur di jalan Allah, Allah tidak akan menyia-nyiakan amal mereka. Allah akan memberi pimpinan kepada mereka dan memperbaiki keadaan mereka, dan memasukkan mereka ke dalam surga yang telah diperkenankan-Nya kepada mereka.” (Q.s. Muhammad: 4-6).
“Maka Tuhan mereka mengabulkan per mohonan mereka, ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain. Maka orang-orang yang berhijrah, yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku, yang berperang dan yang dibunuh, pastilah akan Aku hapuskan kesalahan-kesalahan mereka dan pastilah Aku masuk kan mereka ke dalam surga yang mengalir sungai-sungai di bawahnya, sebagai pahala di sisi Allah. Dan Allah pada sisi-Nya pahala yang baik’.” (Q.s. Ali Imran: 195).
“Dan orang-orang yang berhijrah di jalan Allah, kemudian mereka dibunuh atau mati, benar-benar Allah akan memberikan kepada mereka rezeki yang baik. Dan sesungguhnya Allah adalah sebaik-baik pemberi rezeki. Se sung guhnya Allah akan memasukkan mereka ke dalam suatu tempat yang mereka menyu kainya. Dan sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.” (Q.s. al-Hajj: 58-9).
Kenyataan yang diungkapkan dalam ayat-ayat di atas tentang orang-orang yang gugur di jalan Allah adalah di antara rahasia-rahasia dalam al-Qur’an, yang pada umumnya tidak diketahui orang banyak.

ALLAH PEMBERI KEMULIAAN
Banyak orang yang tidak mempercayai akhirat, sehingga berlomba mencari keku asaan, kekuatan, dan kehebatan di dunia, mereka menganggap bahwa kehidupan itu hanyalah kehidupan dunia. Sepanjang hidup mereka, mereka berusaha dengan tamak untuk mencapai tujuan ini. Mereka memiliki nilai dan patokan tersendiri tentang keku asaan, kekuatan, dan kemuliaan. Menurut kriteria mereka, orang perlu kaya, memiliki peran penting dalam masyarakat, dan kemasy huran. Seandainya mereka tidak memiliki salah satu di antara kriteria tersebut, mereka menganggap bahwa mereka tidak memiliki harga diri, kemuliaan, dan gengsi. Padahal itu merupakan pandang an yang salah. Kesalahan ini dijelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Dan mereka telah mengambil sembahan-sembahan selain Allah, agar sembahan-sembahan itu menjadi pelindung bagi mereka. Sekali-kali tidak, kelak mereka (sembahan-sembahan) itu akan mengingkari penyem bahan terhadapnya, dan mereka (sembahan-sembahan) itu akan menjadi musuh bagi mereka.” (Q.s. Maryam: 81-2).
Satu-satunya pemiliki kekuatan dan keku asaan adalah Allah, dan Dialah yang mem berikan kekuatan dan kekuasaan kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dengan demi kian, orang-orang yang menggunakan asbab lain untuk memperoleh kekuatan dan keku asa an selain dari berdoa kepada Allah sesung guhnya telah menyekutukan-Nya. Hal ini karena kekayaan, prestise, atau kedudukan tidak dapat memberikan kekuatan kepada seseorang. Di samping itu, bagi Allah hanya memerlukan waktu sedetik saja untuk men cabut kekuasaan itu dari seseorang. Misalnya, seorang top-eksekutif bisa saja kehilangan seluruh kekayaannya, kehormatannya, dan kedudukannya dalam sesaat, karena satu-satu nya pemilik yang hakiki dari segala sesuatu adalah Allah.
Allah mengaruniakan kekuatan dan kemu lia an kepada hamba-hamba-Nya yang dekat dengan-Nya, yang dengan sepenuh hati meng­abdi kepada-Nya, dan yang mengikuti al-Qur’an. Seseorang yang hidup berdasarkan al-Qur’an tidak pernah melakukan apa pun yang dapat membawa kepada kehinaan, penye salan, atau malu di hadapan Tuhan. Orang-orang yang benar-benar beriman tidak takut kepada siapa pun dan kekuasaan mana pun, dan tidak pernah menjilat siapa pun. Yang mereka inginkan hanyalah memperoleh ridha Allah dan hanya takut kepada Allah. Itulah sebabnya mereka tidak merasa lemah dan tidak pernah merasa kekurangan. Meski pun mereka tidak memiliki harta benda, keka yaan, jabatan, atau prestise, Allah memberi kan kepada mereka kekuatan dan kemuliaan. Orang-orang seperti itu me miliki ketinggian dan kemuliaan karena iman mereka, dan mereka hidup berdasarkan ajaran al-Qur’an. Tentang hal ini, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin, tetapi orang-orang munafik itu tidak mengetahui.” (Q.s. al-Munafiqun: 8).

RAHASIA MENCARI JALAN YANG BENAR
Hampir setiap orang memiliki kriteria sendiri-sendiri tentang yang benar dan yang salah. Kriteria yang digunakan untuk mene tap kan yang benar dan yang salah ini sangat berbeda-beda. Sebuah buku, seseorang, se orang politisi, atau kadang-kadang seorang filsuf, barangkali dijadikan pembimbing dalam kehidupan seseorang. Namun demi kian, jalan yang benar, sebagai satu-satunya jalan yang menuju kepada keselamatan, ada lah agama yang telah dipilihkan oleh Allah. Menurut jalan ini, tujuan utamanya adalah untuk mencari keridhaan, rahmat, dan surga Allah. Sedangkan jalan-jalan lainnya, betapa pun menariknya jalan itu kelihatannya, hanya lah menipu dan menjerumuskan kepada kehancuran, keputusasaan, penderitaan, dan siksa yang pedih, baik di dunia maupun di akhirat.
Orang-orang yang dibimbing ke jalan yang benar merupakan rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an. Mereka adalah hamba-hamba yang dibimbing Allah kepada jalan-Nya dan yang memperoleh surga-Nya.
Beriman dengan Penuh Keyakinan
Sebelum yang lain-lainnya, orang perlu memiliki iman agar dapat memperoleh bim bingan kepada jalan yang lurus. Jika seseorang meyakini bahwa pemilik dan Pencipta langit dan bumi dan segala sesuatu di antara langit dan bumi itu adalah Allah, dan ia merasa yakin bahwa tujuan keberadaannya di dunia adalah untuk menjadi hamba Allah, dan ia mencari ridha Allah dalam seluruh kehidup­annya, maka Allah akan membimbingnya ke jalan yang lurus. Beriman kepada Allah, akhirat, dan al-Qur’an haruslah merupakan iman yang teguh dan yakin. Meskipun seba gian orang mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang yang beriman, tetapi mereka menyimpan keraguan. Ketika mereka ber kum pul dengan orang-orang kafir dan berada di bawah pengaruh mereka, orang-orang seper ti itu kemungkinan menampakkan kelemahan dan bersikap memusuhi terhadap Allah dan agama-Nya. Akan tetapi, orang-orang yang dibimbing Allah kepada jalan yang lurus memiliki iman yang teguh dan tidak tergoyahkan:
“Dan agar orang-orang yang telah diberi ilmu meyakini bahwa al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhanmu lalu mereka beriman dan hati mereka tunduk kepadanya, dan sesung guhnya Allah adalah Pemberi Petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.” (Q.s. al-Hajj: 54).
Berpaling kepada Allah dengan
Penye rahan yang Sempurna
Orang-orang beriman yang berpaling kepada Allah dengan penyerahan yang sem purna merupakan rahasia lain dalam memper oleh petunjuk ke jalan yang lurus. Bagi orang yang beriman kepada Allah dan takut akan akhirat, dunia ini tidaklah menarik baginya.
Karena yang didambakannya hanya men cari ridha Allah, orang-orang yang benar-benar beriman berpaling kepada Allah dalam semua perbuatan mereka, dan mereka menge tahui bahwa Allah menguji mereka, mereka berserah diri kepada Allah atas takdir mereka yang telah ditetapkan Allah. Allah telah mem beri tahu bahwa orang-orang yang berserah diri kepada-Nya akan memperoleh petunjuk kepada jalan yang lurus:
“Dan bagaimanakah kamu menjadi kafir, padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu, dan Rasul-Nya pun berada di tengah-tengah kamu? Barangsiapa berpegang teguh kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus.” (Q.s. Ali Imran: 101).
“Dia telah mensyariatkan bagi kamu ten tang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiat kan kepada Ibrahim, Musa, dan Isa, yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada-Nya orang yang kembali kepada-Nya.” (Q.s. asy-Syura: 13).
Mengikuti Nasihat yang Diberikan
Perintah Allah lainnya kepada hamba-hamba-Nya yang menginginkan petunjuk kepada jalan yang lurus adalah sebagai ber ikut:
“Dan sesungguhnya kalau mereka melak sanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih mengu atkan mere ka. Dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjukkan mereka ke jalan yang lurus.” (Q.s. an-Nisa’: 66-8).
Orang-orang beriman yang bertakwa kepada Allah berusaha untuk membersihkan diri mereka dari kesalahan dan berusaha untuk memperoleh kesempurnaan akhlak yang menjadikan Allah ridha kepadanya. Namun, orang perlu bersikap rendah hati agar kesalahan-kesalahannya diampuni dan agar memperoleh petunjuk kepada jalan yang lurus. Orang yang rendah hati yang berusaha untuk membersihkan dirinya, pertama-tama akan bersungguh-sungguh mengikuti perin tah-perintah Allah. Di samping itu, orang-orang beriman yang ikhlas saling menjadi teman dan pelindung bagi orang lain. Mereka memerintahkan yang benar dan melarang yang mungkar. Dengan demikian, karena mengetahui bahwa peringatan seorang yang beriman itu sangat penting bagi penghisaban seseorang di akhirat, maka orang-orang yang beriman juga harus saling mau menerima nasihat. Orang yang mau mengikuti nasihat yang baik akan memperoleh petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah memberikan kabar gembira kepada hamba-hamba-Nya yang men jauhi bujukan setan dan menaati orang-orang yang menyeru kepada al-Qur’an dan perintah-perintah-Nya:
“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.s. az-Zumar: 17-8).

NAFSU MANUSIA MEMERINTAHKAN
PERBUATAN FASIK
Nafsu manusia merupakan kekuatan dari dalam yang mendorong dan mengetahui kefasikan dan cara menjauhinya. Dengan kata lain, ia merupakan nafsu yang mengilhamkan kefasikan dan kejahatan. Allah menceritakan dua sifat nafsu ini dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
“Dan nafsu serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada nafsu itu kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan nafsu itu.” (Q.s. asy-Syams: 7-9).
Nafsu disebutkan dalam ayat tersebut sebagai sumber semua keburukan dan kesa lah an bagi manusia. Karena memiliki sifat seperti itu, nafsu merupakan salah satu di antara musuh manusia yang sangat berbahaya. Nafsu itu bersifat sombong dan memen ting kan diri sendiri; ia selalu ingin memuas kan kehendaknya dan kesombongannya. Ia hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri, ke pen tingannya sendiri, dan hanya mencari kesenangan. Ia berusaha melakukan apa saja untuk memperdayakan manusia, karena nafsu selalu tidak mungkin dapat memenuhi ke ingin annya melalui cara yang benar. Ucapan Nabi Yusuf menjelaskan keadaan ini dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
“Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. Yusuf: 53).
Bahwa nafsu seseorang dengan kuat meng ilhamkan perbuatan fasik dan jahat merupa kan rahasia penting yang diungkapkan kepa da orang-orang beriman, dan takut kepada Allah. Dengan diungkapkannya rahasia ini, mereka dapat mengetahui bahwa nafsu tidak pernah berhenti bekerja, sekalipun hanya sede tik. Melalui godaan, ia selalu berusaha menjerumuskan manusia dari jalan Allah. Berdasarkan rahasia ini, nafsu tidak akan per nah diam; ia akan selalu membenarkan perbu atannya dalam keadaan apa saja, ia akan selalu mencintai dirinya sendiri melebihi yang lain, ia semakin sombong, meng ingin kan benda apa saja dan menginginkan kenik­matan. Pen dek kata, ia berusaha dengan cara apa saja agar seseorang melakukan perbu atan yang berten tangan dengan hal-hal yang diridhai Allah.
Sesungguhnya, perilaku dan perbuatan orang-orang kafir yang tidak sesuai dengan ajar an al-Qur’an sepenuhnya dibentuk oleh nafsu mereka. Karena tidak takut kepada Allah, orang-orang kafir tidak memiliki ke hen dak untuk mengikuti hati nurani mereka, tetapi lebih cenderung untuk meng ikuti nafsu mereka. Percekcokan, konflik kepen tingan, dan ketidakbahagiaan yang melanda masyara kat dan agama diabaikan, berakar dari indi vidu-individu yang terjerat oleh nafsu mereka dan kepentingan diri mere ka, sehingga akibatnya, mereka kehilangan sifat-sifat ma nu sia seperti kasih sayang, saling menghor mati, dan pengorbanan.
Itulah sebabnya mengapa rahasia yang diungkapkan oleh Allah ini sangat penting. Jika seseorang mencamkan rahasia ini dalam hatinya, ia dapat mewaspadai nafsu dan mela kukan perbuatan yang benar. Nafsu dapat ditun dukkan dengan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang diperin tahkan. Misalnya, ketika nafsu memerin tahkan untuk bermalas-malas, kita harus bekerja lebih keras. Ketika nafsu memerin tahkan untuk memen ting kan diri sendiri, kita harus lebih banyak berkorban. Ketika nafsu memerintahkan untuk berbuat kikir, kita harus menjadi lebih dermawan.
Di samping sisi nafsu yang jahat, dari surat asy-Syams kita mengetahui bahwa Allah juga mengilhamkan kepada nafsu hati nurani yang menjadikan seseorang dapat mengendalikan nafsunya agar tidak memuaskan keinginan nya yang rendah. Yaitu, di samping nafsu itu mendordong kepada kefasikan, ia juga men dorong kepada kebajikan. Setiap orang me nge tahui akan bisikan ini dan dapat menge­nali perbuatan fasik dan perbuatan baik. Namun, hanya orang-orang yang takut kepa da Allah yang dapat mengikuti hati nurani mereka.

RAHASIA KEMAKMURAN DAN KEKAYAAN YANG DIBERIKAN KEPADA MANUSIA
Seluruh alam raya ini adalah milik Allah, dan Dia memberikan apa saja yang Dia kehendaki kepada siapa saja yang Dia kehen daki. Allahlah yang memberi rezeki kepada manusia, Dialah yang menjadikan mereka kaya, dan Dialah yang memberi panen yang berlimpah kepada mereka. Sebagaimana Allah menyatakan dalam sebuah ayat, Allah meluas kan rezeki kepada hamba-hamba-Nya menu rut kehendak-Nya, dan Dialah juga yang menyempitkan rezeki tersebut. Dia melaku kan ini untuk alasan tertentu dan karena hikmah tertentu. Baik orang-orang yang reze ki nya diluaskan maupun yang rezekinya disempitkan, pada hakikatnya merupakan ujian dari Allah. Orang-orang yang tidak menjadi sombong dan boros karena apa yang telah diberikan kepada mereka, tetapi bersyu kur kepada Allah atas segala sesuatu yang di karuniakan kepada mereka, orang-orang yang bertawakal kepada Allah dan tetap bersabar ketika harta mereka disempitkan, mereka adalah hamba-hamba yang diridhai Allah. Ucapan Nabi Sulaiman yang diketengahkan dalam al-Qur’an menjelaskan bahwa nikmat dari Allah yang dikaruniakan kepada manusia pada hakikatnya merupakan bagian dari ujian:
“Seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab berkata, ‘Aku akan membawa singga sana itu kepadamu sebelum matamu berke dip.’ Maka ketika Sulaiman melihat singga sana itu terletak di hadapannya, ia pun ber kata, ‘Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau ingkar. Dan barangsiapa yang bersyu kur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia’.” (Q.s. an-Naml: 40).
Ucapan Nabi Sulaiman yang menyatakan, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk men coba aku apakah aku bersyukur atau ingkar,” menjelaskan salah satu alasan mengapa orang-orang diberi harta.
Apa yang Allah nyatakan sebagai “kese nang an dunia” dalam al-Qur’an — termasuk harta benda, anak-anak, istri, sanak keluarga, kedudukan, kehormatan, kecerdasan, kecan tikan atau ketampanan, kesehatan, perdagang an yang menguntungkan, keberhasilan, pendek kata segala sesuatu yang diberikan tersebut merupakan ujian bagi manusia.
Rahasia Kemakmuran yang Diberikan
kepada Orang-orang Kafir
Banyak manusia di dunia ini, meskipun tidak beriman kepada Allah, mereka menik mati umur yang panjang, memiliki kekayaan yang tak terhitung banyaknya, memiliki kebun yang berbuah dan anak-anak yang sehat. Orang-orang seperti ini bukannya men cari keridhaan Allah, tetapi semua karunia yang dinikmatinya tersebut justru menjauh kan dirinya dari Allah. Orang-orang seperti ini, yang menjalani kehidupannya yang panjang dengan mendurhakai Allah dan yang melakukan dosa semakin banyak hari demi hari, menganggap bahwa apa yang mereka miliki itu merupakan kebaikan bagi mereka. Namun, al-Qur’an mengingatkan kita tentang rahasia lain dan tujuan Allah di balik nikmat dan waktu yang diberikan kepada mereka:
“Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keada an kafir.” (Q.s. at-Taubah: 85).
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa Kami menang guhkan mereka itu lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami menang guhkan mereka hanyalah supaya bertam bah dosa mereka, dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (Q.s. Ali Imran: 178).
“Maka biarkanlah mereka dalam kesesat annya sampai suatu waktu. Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu Kami ber segera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (Q.s. al-Mu’minun: 54-6).
Sebagaimana dijelaskan dalam ayat terse but, apa yang dimiliki orang-orang tersebut sesungguhnya bukanlah merupakan kebaikan bagi mereka. Waktu yang diberikan kepada mereka hanyalah untuk menambah dosa mereka. Ketika waktu yang diberikan kepada mereka sudah habis; kekayaan mereka, anak-anak mereka, atau kedudukan mereka, tidak dapat menyelamatkan mereka dari siksa yang pedih. Sesungguhnya, Allah telah menceri takan keadaan umat-umat terdahulu yang hidup dengan kekayaannya dan harta yang melimpah, namun mereka ditimpa azab yang pedih:
“Berapa banyak umat yang telah Kami binasa kan sebelum mereka , sedang mereka lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata.” (Q.s. Maryam: 74).
Ayat berikut ini menjelaskan alasan me nga pa orang-orang tersebut diberi perpan jangan waktu:
“Katakanlah, ‘Barangsiapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo bagi nya; sehingga apabila mereka telah me lihat apa yang diancamkan kepadanya, baik siksa maupun Kiamat, maka mereka akan menge tahui siapa yang lebih jelek keduduk annya dan lebih lemah penolong-penolong nya?” (Q.s. Maryam: 75).
Allah adalah Mahaadil dan Maha Penya yang. Dia menciptakan segala sesuatu dengan kebijaksanaan dan kebaikan, dan setiap orang akan dibalas sepenuhnya atas apa yang mereka kerjakan. Menyadari hal ini, orang-orang yang beriman melihat berbagai peristiwa dengan maksud untuk melihat kebijaksanaan dan kebaikan yang diciptakan Allah dalam setiap peristiwa. Jika tidak, orang-orang akan menjalani hidupnya dengan tertipu dan jauh dari kenyataan.
RAHASIA MENGAPA ALLAH TIDAK SEGERA MENYIKSA ORANG-ORANG KAFIR
Salah satu rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an adalah bahwa manusia tidak segera dibalas atas perbuatan buruk yang mereka lakukan, tetapi siksa tersebut ditang guhkan hingga waktu tertentu. Hal ini dike mukakan dalam ayat-ayat sebagai berikut:
“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia dise babkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun akan tetapi Allah menangguhkan mereka, sampai waktu tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (Q.s. Fathir: 45).
“Dan Tuhanmulah Yang Maha Peng am pun lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung daripada nya.” (Q.s. al-Kahfi: 58).
Bahwa banyak orang yang tidak segera dibalas atas perbuatan buruk mereka menye babkan mereka beranggapan bahwa mereka tidak akan pernah diminta tanggung jawab atas perbuatan jahat mereka. Anggapan ini menyebabkan mereka tidak mau bertobat, merasa menyesal, dan memperbaiki kesalahan mereka. Di samping itu, hal tersebut semakin menambah keangkuhan mereka. Karena ter jauh dari hikmah, mereka tidak dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan itu akan menyebabkan datangnya azab, bahkan azab ter­sebut semakin berat di akhirat kelak. Da lam al-Qur’an, Allah menyatakan sebagai ber ikut:
“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tang guh kepada mereka hanyalah supaya bertam bah-tambah dosa mereka, dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (Q.s. Ali Imran: 178).
Inilah penangguhan yang diberikan Allah untuk menguji manusia. Namun, tentu saja ada waktu yang telah ditetapkan Allah sehing ga setiap orang akan dibalas atas apa yang mere ka perbuat. Ketika waktu yang ditetap kan ini tiba, maka waktu tersebut tidak dapat ditunda atau dipercepat, meskipun hanya sesaat. Allah memberi tahu kita bahwa setiap orang pasti akan memperoleh balasan:
“Dan sekiranya tidak ada suatu ketetapan dari Allah yang telah terdahulu atau tidak ada ajal yang telah ditentukan, pasti (azab itu) menimpa mereka.” (Q.s. Thaha: 129).
“Dan Aku tangguhkan mereka. Sesung guh nya rencana-Ku amat teguh.” (Q.s. al-A‘raf: 183).

KESIMPULAN
Setiap orang yang membaca al-Qur’an kemudian dicamkan dalam hati dan jiwanya, yang memikirkan tentang kehidupan, ber bagai peristiwa, dan orang-orang di sekitarnya dengan sikap seorang yang beriman, dan yang menganggap Allah sebagai satu-satunya penolong dapat melihat rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an. Tidak ada satu peristiwa pun, yang penting dan yang remeh, terjadi begitu saja; tak ada sesuatu pun yang terjadi secara kebetulan. Di balik sebuah rahasia terdapat tujuan yang baik, dan hikmah yang diciptakan oleh Allah. Jika manusia berbuat dengan ikhlas dan selalu berpaling kepada Allah, maka mereka dapat mengetahui rahasia-rahasia ini dan hikmah di balik rahasia-rahasia tersebut.
Orang yang dapat memahami rahasia-raha sia al-Qur’an dan memperhatikan rahasia-rahasia dalam kehidupan ini semakin dekat kepada Allah dan hubungan dengan-Nya akan semakin kokoh. Orang-orang seperti ini sema kin mengenal Rabbnya, Pencipta langit dan bumi dan akan semakin memahami keku asaan-Nya, hikmah-Nya, dan ilmu-Nya. Mereka menyadari bahwa tidak ada penolong atau pelindung selain Allah. Mereka merasa bergembira ketika melihat dan memahami hikmah dan rahasia yang diciptakan Allah setiap saat. Allah menyingkapkan lebih banyak rahasia-rahasia ciptaan-Nya kepada orang-orang seperti itu. Sekalipun kehidupan orang seperti itu tampaknya biasa-biasa saja bagi orang lain, namun sesungguhnya Allah menciptakan sesuatu yang luar biasa kepada orang tersebut setiap saat. Allah akan menun jukkan hal ini kepada setiap orang yang dengan ikhlas ingin memahami hikmah dan rahasia dalam ciptaan-Nya.
Allah menyatakan dalam al-Qur’an:
“Sesungguhnya (dalam al-Qur’an) terda pat peringatan yang jelas bagi orang-orang yang menyembah.” (Q.s. al-Anbiya’: 106).

KEPALSUAN TEORI EVOLUSI
Setiap bagian di alam semesta ini menun jukkan adanya penciptaan yang luar biasa. Sebaliknya, faham materialisme, yang ber usaha menolak fakta tentang penciptaan alam semesta, tidak lain hanyalah merupakan faham palsu yang tidak ilmiah.
Jika faham materialisme telah tumbang, maka semua faham lainnya yang berdasarkan pada filsafat ini juga tidak memiliki landasan. Hampir semua penganut faham ini adalah penganut Darwinisme, yakni teori evolusi. Teori ini, yang berpendirian bahwa kehidupan berasal dari benda mati, yang terjadi secara kebetul an, telah ditumbangkan oleh kenya taan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah. Ahli astrofisika Amerika, Hugh Ross, menya ta kan sebagai berikut:
Atheisme, Darwinisme, dan pada dasarnya semua “isme” yang muncul dari filsafat abad kedelapan belas hingga abad kedua puluh, yang dibangun berdasarkan asumsi, yakni asumsi yang tidak benar, bahwa alam semesta ini tak terbatas. Keajaiban alam semesta telah membawa kita berhadapan dengan sebab atau penyebab utama di balik/ di belakang/ di hadapan alam semesta dan semua isinya, termasuk kehidupan itu sendiri.1
Allah-lah yang menciptakan alam semesta dan Yang merancangnya hingga ke bagian-bagiannya yang terkecil. Dengan demikian teori evolusi yang menyatakan bahwa makh luk hidup itu tidak diciptakan oleh Allah, tetapi terjadi secara kebetulan, adalah teori yang sama sekali tidak benar.
Tidak heran jika kita memperhatikan teori evolusi, maka kita akan melihat bahwa teori ini dikecam oleh penemuan ilmiah. Rancang an kehidupan ini sangatlah kompleks dan menakjubkan. Di dunia makhluk tak bernya wa misalnya, kita dapat melihat betapa luar biasanya keseimbangan pada atom-atom. Belum lagi pada dunia makhluk bernyawa, kita dapat melihat betapa kompleksnya ran cang an dari kumpulan atom, dan betapa luar biasanya cara kerja dan struktur seperti pro tein, enzim, dan sel, yang diciptakan di dalam nya.
Rancangan yang luar biasa dalam kehidup an ini menumbangkan Darwinisme pada akhir abad kedua puluh.
Kita telah membicarakan dengan sangat detail masalah ini dalam beberapa kajian kami lainnya, dan kami akan terus melakukannya. Namun mengingat pentingnya persoalan ini, tentunya akan bermanfaat jika pada kesem patan ini diketengahkan ringkasannya.
Ilmu Pengetahuan Menumbangkan Darwinisme
Meskipun doktrin ini berasal dari zaman Yunani kuno, teori evolusi dikembangkan secara luas pada abad ke-19. Perkembangan terpenting yang menjadikan teori ini menjadi topik terbesar dalam dunia sains adalah buku karya Charles Darwin yang berjudul The Origin of Species, yang diterbitkan pada tahun 1859. Dalam buku ini, Darwin menolak bahwa berbagai spesies yang hidup di bumi, masing-masing diciptakan oleh Tuhan. Menurut Darwin, semua makhluk hidup me mi liki nenek moyang yang sama dan makh luk-makhluk tersebut kemudian men jadi beraneka ragam dengan berjalannya waktu melalui perubahan-perubahan kecil.
Teori Darwin tidak berdasarkan pada pembuktian ilmiah yang kongkret; sebagai mana yang diakuinya sendiri, tetapi hanya berupa “asumsi”. Tambahan pula, sebagai mana pengakuan Darwin dalam bab panjang dari bukunya yang berudul Difficulties of the Theory, teori tersebut tidak mampu meng hadapi berbagai pertanyaan penting.
Darwin menumpukan semua harapannya pada penemuan-penemuan ilmiah baru, yang ia harapkan dapat memberikan pemecahan atas Difficulties of the Theory. Namun, ber lawanan dengan harapannya, pembuktian ilmiah justru semakin memperluas dimensi dari kesulitan-kesulitan ini.
Kekalahan Darwinisme atas ilmu penge tahuan dapat disimpulkan menjadi tiga topik dasar:
1) Teori tersebut sama sekali tidak men je las kan tentang bagaimana asal mula kehidup an di bumi.
2) Tidak ada pembuktian ilmiah yang me nunjukkan bahwa “mekanisme evolusi oner” yang diajukan dalam teori tersebut memiliki kekuatan untuk berkembang.
3) Apa yang dikemukakan dalam teori evolusi tersebut sama sekali bertolak belakang dengan Catatan fosil.
Dalam bagian ini, kita akan mengkaji tiga poin dasar tersebut secara garis besar:
Langkah Pertama yang Tidak Dapat Diatasi:
Asal-usul Kehidupan
Teori evolusi berpendirian bahwa semua spesies hidup berasal dari satu sel hidup tunggal yang muncul di bumi 3.8 milyar tahun yang lalu. Bagaimanakah sebuah sel tunggal dapat menghasilkan jutaan spesies hidup yang kompleks, dan jika evolusi semacam itu benar-benar terjadi, mengapa jejak-jejaknya tidak dapat dilihat pada catatan fosil, itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh teori evolusi. Namun, yang pertama dan utama, dari langkah pertama yang dinyatakan oleh proses evolusioner tersebut muncul pertanyaan: Bagaimanakah asal mula terjadinya “sel pertama” tersebut?
Karena teori evolusi menolak penciptaan dan tidak menerima campur tangan superna tural dalam bentuk apa pun, maka ia berpen dirian bahwa “sel pertama” muncul secara kebetulan berdasarkan hukum alam, tanpa ada rancangan atau perencanaan. Menurut teori ini, materi tak bernyawa menghasilkan sel bernyawa sebagai akibat dari munculnya sel pertama secara kebetulan tersebut. Namun, pernyataan ini bahkan tidak sesuai dengan hukum biologi yang paling tidak terban tah kan.
Kehidupan Berasal dari Kehidupan
Dalam bukunya, Darwin tidak pernah me nye but asal-usul kehidupan. Pemahaman kuno tentang ilmu pengetahuan pada zaman nya berangkat dari asumsi bahwa makhluk hidup memiliki struktur yang sangat seder hana. Semenjak zaman pertengahan, generasi spontan, yakni teori yang menyatakan bahwa materi tak bernyawa muncul untuk mem bentuk organisme hidup diterima secara luas. Pada umumnya diyakini bahwa serangga terjadi dari sisa-sisa makanan, dan tikus ber asal dari gandum. Berbagai eksperimen yang menarik dilakukan untuk membuktikan teori ini. Beberapa gandum diletakkan pada sebi dang kain kotor, kemudian diyakini bahwa setelah beberapa saat tikus akan muncul dari nya.
Demikian pula, ulat yang muncul dalam daging dianggap sebagai bukti dari teori tentang generasi spontan. Namun, tidak lama kemudian diketahuilah bahwa ulat tidak muncul dari daging secara spontan, tetapi dibawa oleh lalat dalam bentuk larva, yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.
Bahkan pada periode ketika Darwin menu lis The Origin of Species, keyakinan bahwa bakteri dapat terwujud dari materi tak ber nyawa diterima secara luas dalam dunia ilmu pengetahuan.
Namun, lima tahun setelah buku Darwin diterbitkan, penemuan Louis Pasteur mema tah kan keyakinan ini, yang merupakan landasan evolusi. Setelah melakukan peneli tian dan eksperimen yang melelahkan, Pas teur menyimpulkan secara ringkas, “Pernya taan bahwa materi tak bernyawa dapat memun culkan kehidupan telah dikubur dalam sejarah untuk selamanya.”2
Para pendukung teori evolusi menolak penemuan Pasteur dalam waktu yang lama. Namun, ketika perkembangan ilmu penge tahuan berhasil menjelaskan tentang struktur sel dari makhluk hidup yang kompleks, gagasan bahwa kehidupan dapat muncul secara kebetulan bahkan semakin mengha dapi kebuntuan yang lebih besar.
Usaha-usaha yang Tidak Pernah Meng hasilkan
Kesimpulan pada Abad Ke-20
Ahli evolusi pertama yang menggeluti masalah asal-usul kehidupan pada abad ke-20 adalah ahli biologi Rusia terkenal, Alexan der Oparin. Dengan berbagai tesisnya yang ia ajukan pada tahun 1930-an, ia berusaha membuktikan bahwa sel dari sebuah makhluk hidup dapat terjadi secara kebetulan. Namun, penelitian ini ternyata mengalami kegagalan, dan Oparin harus membuat pengakuan seba gai berikut:
Sayang, asal-usul sel tetap menjadi tanda tanya, yang sesungguhnya merupakan titik paling gelap dari seluruh teori evolusi.3
Para penganut teori evolusi Oparin berusa ha untuk meneruskan eksperimen untuk meme cahkan masalah asal-usul kehidupan. Yang paling terkenal di antara eksperimen-eksperimen ini dilakukan oleh ahli kimia Amerika, Stanley Miller pada tahun 1953. Dalam permulaan eksperimennya, ia me nyata kan bahwa gabungan gas telah ada pada atmosfer bumi pada zaman kuno, dan dengan menambahkan energi pada campurannya, Miller mensitesakan beberapa molekul orga nik (asam amino) yang ada dalam struktur protein.
Beberapa tahun berlalu, eksperimen terse but tidak berhasil mengungkapkan apa pun, yang pada saat itu dilakukan sebagai langkah penting atas nama evolusi, terbukti tidak valid, sedangkan atmosfer yang digunakan dalam eksperimen tersebut sangat berbeda dengan kondisi bumi yang sesungguhnya.4
Setelah diam dalam jangka waktu yang lama, Miller mengakui bahwa medium atmosfer yang ia gunakan tidaklah realistik.5
Semua usaha ahli evolusi yang dilakukan pada abad ke-20 untuk menjelaskan asal-usul kehidupan berakhir dengan kegagalan. Ahli geokimia Jeffrey Bada dari San Diego Scripps Institute, mengakui kenyataan ini dalam sebuah artikel yang dipublikasikan dalam majalah Earth pada tahun 1998:
Dewasa ini, ketika kita meninggalkan abad kedua puluh, kita masih menghadapi perso alan sangat besar yang belum terpecahkan yang harus kita hadapi ketika kita memasuki abad kedua puluh: Bagaimanakah asal-usul kehidupan di Bumi ini?6
Struktur Kehidupan yang Kompleks
Alasan utama mengapa teori evolusi berakhir dalam kebuntuan besar tentang asal-usul kehidupan adalah bahwa organisme hidup yang dianggap sangat sederhana ter nyata memiliki struktur yang sangat kom pleks. Sel dari makhluk hidup lebih kompleks dibandingkan dengan semua produk tekno logi yang dihasilkan oleh manusia. Dewasa ini, bahkan dalam laboratorium yang paling maju di seluruh dunia sekalipun, sebuah sel hidup tidak dapat dihasilkan dari materi inorganik.
Persyaratan yang diperlukan bagi terben tuk nya sebuah sel terlalu besar kuantitasnya untuk diabaikan dengan berpegang pada landasan bahwa terbentuknya sel tersebut terjadi secara kebetulan. Probabilitas tentang protein, perkembangan blok dalam sel, disentesakan secara kebetulan adalah 1 dalam 10950 untuk rata-rata protein yang terdiri dari 500 asam amino. Dalam matematika, suatu probabilitas yang lebih kecil dari 1 dibanding 1050 dengan sendirinya dianggap tidak mung kin.
Molekul DNA yang terletak di inti sel dan yang menyimpan informasi genetik merupa kan bank data yang luar biasa. Jika informasi yang ada dalam DNA ditulis, maka ia akan merupakan perpustakaan raksasa yang terdiri dari 900 jilid ensiklopedi yang masing-masing terdiri dari 500 halaman.
Dalam masalah ini muncul dilema yang sangat menarik: DNA hanya dapat direplikasi dengan bantuan protein-protein khusus (enzim). Namun, sintesa dari enzim-enzim ini hanya dapat diwujudkan melalui informasi yang tercatat dalam DNA. Karena keduanya saling tergantung, mereka harus ada pada waktu yang bersamaan untuk replikasi. Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan yang menyatakan bahwa kehidupan itu berasal dari dirinya sendiri mengalami kebuntuan. Prof. Leslie Orgel, seorang ahli evolusi ternama dari Universitas San Diego, Kalifornia, mengakui fakta ini di majalah Scientific American yang diterbitkan pada September 1994:
Sangat mustahil bahwa protein dan asam, yang keduanya sama-sama memiliki struktur yang kompleks, muncul dengan sendirinya pada waktu dan tempat yang sama. Namun juga mustahil jika yang satu ada tanpa adanya yang lain. Demikian pula, secara sekilas orang dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya kehidupan tidak mungkin berasal dari sarana kimiawi.7
Mekanisme Evolusi Imajiner
Persoalan penting kedua yang menafikan teori Darwin adalah bahwa kedua konsep yang dikemukakan oleh teori tersebut sebagai “mekanisme evolusioner” pada dasarnya tidak memiliki kekuatan evolusioner.
Darwin mendasarkan pernyataan evolusi nya sepenuhnya pada mekanisme “seleksi alam”. Pernyataan yang ia tekankan tentang mekanisme ini dapat dilihat dalam bukunya: The Origin of Species, By Means of Natural Selection…
Seleksi alam berpendirian bahwa makhluk-makhluk hidup yang lebih kuat dan lebih cocok bagi kondisi alam pada habitat mereka akan dapat bertahan dalam bergulat untuk mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh, pada kawanan rusa yang menghadapi ancam­an serangan binatang buas, maka rusa-rusa yang berlarinya lebih cepat dapat memper ta hankan kehidupannya. Dengan demikian, kawanan rusa itu terdiri dari individu-indivi du yang lebih cepat dan lebih kuat. Namun tak dapat disangkal bahwa mekanisme ini tidak menyebabkan rusa tersebut muncul dan berubah menjadi spesies hidup yang lain, misalnya menjadi kuda.
Dengan demikian, mekanisme seleksi alam tidak memiliki kekuatan evolusioner. Darwin juga menyadari fakta ini sehingga ia harus menyatakan dalam bukunya The Origin of Species:
Seleksi alam tidak dapat berbuat apa pun hingga terjadi peluang variasi yang sesuai.8
Pengaruh Lamarck
Lalu, bagaimanakah “variasi yang sesuai” ini terjadi? Darwin berusaha untuk menjawab pertanyaan ini dari sudut pandang pema haman ilmu pengetahuan kuno pada zaman nya. Menurut ahli biologi Prancis, Lamarck, yang hidup sebelum Darwin, makhluk hidup memiliki karakter yang dibutuhkan selama jangka hidupnya hingga generasi selanjutnya, dan karakter ini berakumulasi dari satu gene rasi ke generasi seterusnya sehingga menye babkan terbentuknya spesies baru. Misalnya, menurut Lamarck, jerapah terjadi dari kijang, karena kijang-kijang itu berjuang untuk makan daun dari pohon yang tinggi, sehingga lehernya memanjang dari generasi ke gene rasi.
Darwin juga memberikan contoh serupa dalam bukunya, The Origin of Species, misal nya, ia berkata bahwa sebagian beruang ada yang menyelam ke air untuk mencari makan an sehingga berubah menjadi ikan paus sete lah beberapa lama.9
Namun, hukum genetika yang ditemukan oleh Mendel dan dibuktikan oleh ilmu gene tika yang berkembang pada abad ke-20, meno lak mentah-mentah anggapan yang mengata kan bahwa karakter itu diteruskan kepada generasi selanjutnya. Dengan demikian, seleksi alam bertentangan dengan kenyataan seperti halnya mekanisme evolusioner.
Neo-Darwinisme dan Mutasi
Agar dapat menemukan pemecahan, para pengikut Darwin mengajukan “Teori Sintesa Modern” atau lebih dikenal sebagai Neo-Darwinisme, pada akhir tahun 1930an. Neo-Darwinisme menambahkan mutasi, yakni penyimpangan yang dimunculkan oleh gen-gen makhluk hidup karena adanya faktor-faktor eksternal seperti radiasi atau kesalahan replikasi, sebagai “penyebab variasi yang sesuai” di samping mutasi alam.
Dewasa ini, model yang mewakili evolusi di dunia adalah Neo-Darwinisme. Teori ter sebut berpendirian bahwa berjuta-juta makh luk hidup yang ada di bumi ini terjadi sebagai akibat dari suatu proses di mana ber bagai organ-organ kompleks dari beberapa organ isme seperti telinga, mata, paru-paru, sayap, mengalami “mutasi”, yakni penyim pang an genetis. Namun terdapat fakta ilmiah yang sama sekali bertentangan dengan teori ini: Mutasi tidak menyebabkan makhluk hidup berkembang, sebaliknya mutasi menye babkan kerusakan.
Adapun alasannya sangat sederhana: DNA memiliki struktur yang sangat kompleks, dan efek kebetulan hanya dapat menyebabkan kerusakan baginya. Ahli genetika Amerika, B.G. Ranganathan, menjelaskan hal ini seba gai berikut:
Mutasi itu kemungkinannya sangat kecil, kebetulan, dan merusak. Mutasi hampir-hampir tidak terjadi dan kemungkinan besar tidak membawa pengaruh. Empat karakteris tik mutasi ini menunjukkan bahwa mutasi tidak menyebabkan terjadinya pekembangan evolusioner. Perubahan yang terjadi secara kebetulan pada organisme yang sangat khusus tidak ada pengaruhnya dan tidak merusak. Perubahan yang terjadi secara kebetulan pada sebuah arloji tidak dapat memperbaiki arloji tersebut. Bahkan dapat merusak atau paling-paling tidak berpengaruh. Sebuah gempa bumi tidak mungkin memperbaiki kota, tetapi ia menyebabkan kerusakan10
Dengan demikian tidak ada contoh mutasi yang bermanfaat, yakni yang dapat mengem bangkan aturan genetika yang pernah dilihat buktinya hingga saat ini. Semua mutasi ter bukti bersifat merusak. Maka perlu dipahami bahwa mutasi yang dinyatakan sebagai “meka­nisme evolusioner” sesungguhnya me ru pakan peristiwa genetik yang merusak makhluk hidup dan menimbulkan gangguan. (Pengaruh mutasi yang sangat umum pada manusia adalah kanker). Tidak diragukan lagi bahwa suatu mekanisme destruktif tidak dapat menjadi “mekanisme evolusioner”. Dalam pada itu, seleksi alam “tidak dapat melakukan apa pun bagi dirinya sendiri,” sebagaimana juga diakui oleh Darwin. Fakta ini menunjukkan pada kita bahwa tidak ada “meka nisme evolusioner” di alam. Karena meka nisme evolusioner itu tidak ada, maka juga tidak terjadi proses imajiner yang disebut sebagai evolusi itu.
Catatan Fosil: Tidak Ada Bukti-bukti
tentang Bentuk-bentuk Antara
Bukti yang sangat jelas bahwa pernyataan sebagaimana yang disebutkan dalam teori evolusi itu tidak pernah terjadi adalah berda­sarkan catatan fosil.
Menurut teori evolusi, setiap spesies hidup muncul dari yang mendahuluinya. Suatu spesies yang dahulu pernah ada, lambat laun berubah kepada bentuk lainnya dan semua spesies muncul dengan cara seperti ini. Menu rut teori ini, transformasi ini berjalan dengan pelan-pelan selama jutaan tahun.
Seandainya hal ini benar, maka banyak sekali spesies antara yang ada dan hidup dalam periode transformasi yang panjang.
Misalnya, binatang-binatang yang separuh berben tuk ikan dan separuhnya lagi berben tuk reptil tentu pernah hidup pada masa lampau sehingga memiliki karakter reptil di samping juga memiliki karakter ikan. Atau pernah ada burung-reptil, yang memiliki karakter burung di samping karakter reptil. Karena semua ini berada dalam fase transisi, makhluk-makhluk hidup tersebut tentu akan lumpuh, cacat, atau pincang. Para ahli evolusi menyebut makhluk-makhluk imajiner ini, yang mereka yakini pernah hidup pada masa lampau, sebagai “bentuk-bentuk transisi”.
Jika binatang seperti itu benar-benar ada, tentunya terdapat jutaan, bahkan milyaran jumlahnya dan variasinya. Dan yang lebih penting, sisa-sisa dari makhluk-makhluk aneh seperti itu tentu ada dalam jejak fosil. Dalam The Origin of Species, Darwin menjelaskan:
Jika teori saya benar, maka tentu terdapat sangat banyak varietas perantara yang saling menghubungkan antara spesies-spesies dari kelompok yang sama. …Dengan demikian, bukti tentang keberadaannya pada masa lalu hanya dapat ditemukan di antara pening galan-peninggalan fosil.11
Harapan Darwin yang Kandas
Bagaimanapun, sekalipun ahli-ahli evolusi telah bekerja keras untuk menemukan fosil sejak pertengahan abad ke-19 di seluruh dunia, tidak ada bentuk-bentuk transisi yang mereka temukan. Semua fosil yang digali menunjukkan, berlawanan dengan harapan ahli-ahli evolusi, kehidupan muncul di muka bumi secara tiba-tiba dan telah berbentuk sempurna.
Seorang ahli paleontologi ternama dari Inggris, Derek V. Ager, mengakui fakta ini, sekalipun ia seorang penganut evolusi:
Persoalan pun menjadi jelas ketika saya meneliti bukti-bukti fosil secara detail, entah itu pada tingkatan ordo atau spesies, berulang kali kami menemukan bahwa bukannya evolusi yang terjadi secara lambat laun, tetapi yang terjadi adalah satu kelompok muncul secara tiba-tiba, demikian pula kelompok lainnya.12
Ini artinya bahwa bukti fosil menunjukkan bahwa semua spesies hidup tiba-tiba muncul dalam bentuk yang telah sempurna, tanpa melalui bentuk perantara. Hal ini berlawanan dengan asumsi Darwin. Demikian pula, ter dapat bukti yang sangat kuat bahwa makhluk hidup itu ada karena diciptakan. Satu-satunya penjelasan yang dapat diberikan adalah bahwa spesies hidup itu muncul dengan tiba-tiba dan telah sempurna setiap detail tanpa melalui nenek moyang yang berevolusi, dengan demi kian spesies tersebut adalah diciptakan. Fakta ini juga diakui oleh sebagian besar ahli biologi evolusi, Douglas Futuyma:
Penciptaan dan evolusi, di antara keduanya memerlukan penjelasan tentang asal-usulnya dari benda-benda hidup. Organisme muncul di bumi dalam keadaan telah berkembang secara sempurna atau tidak berkembang. Jika organisme tidak berkembang, organisme itu pasti telah berkembang dari spesies yang pernah ada melalui proses-proses modifikasi. Jika organisme itu muncul dalam keadaan yang telah berkembang secara sempurna, organisme tersebut tentu telah diciptakan oleh sesuatu yang luar biasa cerdasnya.13
Berbagai fosil menunjukkan bahwa makh luk hidup muncul dalam keadaan yang sem purna di bumi. Ini artinya bahwa “asal-usus spesies”, bertentangan dengan asumsi Dar win, bukan merupakan evolusi tetapi merupa kan penciptaan.
Dongeng tentang Evolusi Manusia
Persoalan yang seringkali dikemukakan oleh para pendukung teori evolusi adalah persoalan tentang asal-usul manusia. Para pengikut Darwin menyatakan pendiriannya bahwa manusia modern dewasa ini merupa kan hasil evolusi dari makhluk yang menye rupai kera. Menurut mereka, selama proses evolusi ini, yang diperkirakan telah dimulai 4-5 juta tahun yang lalu, konon terdapat beberapa “bentuk transisi” antara manusia modern dengan nenek moyang mereka. Dalam pernyataan yang sepenuhnya bersifat khayalan ini, disebutkan tentang empat “kategori” dasar:
1. Australopithecus
2. Homo habilis
3. Homo erectus
4. Homo sapiens
Para ahli evolusi menyebut apa yang dina makan sebagai nenek moyang manusia per tama yang menyerupai monyet sebagai “Austra lopithecus” yang artinya “Monyet Afrika Selatan”. Makhluk hidup ini sesung guhnya tidak lain adalah spesies monyet kuno yang telah punah. Riset yang mendalam yang dilakukan pada berbagai sampel Australo pithecus oleh dua orang ahli anatomi ternama dunia dari Inggris dan Amerika Serikat, yakni Lord Solly Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, telah menunjukkan bahwa Australo pithecus tersebut merupakan spesies monyet biasa yang telah punah dan terbukti tidak memiliki kemiripan dengan manusia.14
Para ahli evolusi mengklasifikasikan tahap selanjutnya dari evolusi manusia sebagai “homo”, yakni “manusia”. Menurut pernya taan ahli evolusi, makhluk hidup pada sejum lah Homo lebih berkembang dibandingkan Australopithecus. Para ahli evolusi telah me ngem­bangkan skema evolusi khayalan dengan menyusun berbagai fosil dari makhluk-makhluk ini dalam urutan tertentu. Skema ini bersifat khayalan karena tidak pernah terbukti bahwa terdapat hubungan evolusioner antara beberapa kelas ini. Ernst Mayr, salah seorang pembela teori evolusi yang terkemuka pada abad ke-20 mengakui fakta ini dengan menga takan bahwa “mata rantai yang sampai kepada Homo sapiens sesungguhnya terputus”.15
Dengan membuat pembagian mata rantai seperti “Australopithecus — Homo habilis — Homo erectus — Homo sapiens”, para ahli evolusi memaksudkan bahwa masing-masing spesies ini merupakan nenek moyang bagi yang lain. Namun, penemuan terkini dari ahli paleoantrhropologi telah mengungkapkan bahwa Australopithecus, Homo habilis dan Homo erectus hidup di bagian yang berlainan di dunia pada saat yang sama.16
Di samping itu, segmen manusia tertentu yang diklasifikasikan sebagai Homo erectus telah hidup hingga zaman modern. Homo sapiens neandarthalensis dan Homo sapiens sapiens (manusia modern) hidup bersama-sama di kawasan yang sama.17
Situasi ini seolah-olah menunjukkan keab sahan klaim tersebut yang menyatakan bahwa mereka adalah nenek moyang bagi lainnya. Seorang ahli paleontologi dari Univer sitas Harvard, Stephen Jay Gould, menjelas kan ke bun tuan teori evolusi meskipun ia sendiri seorang penganut evolusi:
Apa yang menjadi tangga bagi kita jika ada tiga garis silsilah hominid (A. africanus, australo pi thecines yang tegap, dan H. habilis), tak satu pun yang jelas-jelas berasal dari yang lain. Lagi pula, tak satu pun dari ketiganya yang menun jukkan kecenderungan berevolusi selama mereka mendiami bumi.18
Pendek kata, pandangan tentang evolusi manusia, yang berusaha mencari dukungan dengan bantuan berbagai gambaran makhluk “separuh manusia, separuh kera” yang mun cul di media dan buku pelajaran, dan dengan bantuan propaganda, terus terang saja hanya­lah dongeng yang tidak memiliki landasan ilmiah.
Lord Solly Zuckerman, salah seorang ilmu wan yang terkenal dan dihormati di Inggris, yang melakukan riset tentang persoalan ini selama beberapa tahun, dan secara khusus meneliti fosil-fosil Australopithecus selama 15 tahun, pada akhirnya berkesimpulan bahwa meskipun ia sendiri seorang penganut evolusi, namun sesungguhnya tidak ada tiga cabang famili seperti itu antara makhluk yang menye rupai kera dengan manusia.
Zuckerman juga membuat sebuah “spek trum ilmu pengetahuan” yang menarik. Ia membentuk sebuah spektrum ilmu pengeta huan dari pernyataan yang dianggap ilmiah hingga pernyataan yang dianggap tidak ilmiah. Menurut spektrum Zuckerman, yang paling “ilmiah”, yakni yang tergantung pada medan data kongkret dalam ilmu pengeta huan adalah kimia dan fisika. Setelah kedua nya, muncullah ilmu biologi, kemudian ilmu sosial. Pada akhir dari spektrum tersebut, sebagai bagian yang dianggap paling “tidak ilmiah” adalah konsep “persepsi di luar panca indera” seperti telepati dan indera keenam, dan akhirnya “evolusi manusia”. Zuckerman menjelaskan alasannya:
Kemudian kami segera beralih untuk mencatat kebenaran objektif dalam bidang-bidang yang dianggap sebagai ilmu biologi, seperti persepsi di luar panca indera atau interpretasi tentang sejarah fosil manusia, di mana bagi orang-orang yang mempercayainya (penganut evolusi) apa saja mungkin — dan bagi orang yang sangat memper cayainya (dalam evolusi) kadang-kadang dapat memper­cayai beberapa hal yang bertentangan pada waktu yang bersamaan.19
Dongeng tentang evolusi manusia semakin tidak berarti, tetapi interpretasi tentang fosil-fosil yang digali oleh orang-orang tertentu tetap dipercayai oleh orang-orang yang meng anut teori ini dengan membabi buta.
Teknologi Mata dan Telinga
Persoalan lainnya yang tetap tak terjawab oleh teori evolusi adalah kemampuan panca indera yang luar biasa pada mata dan telinga.
Sebelum melanjutkan pembicaraan ten tang mata, marilah kita jawab secara sepintas tentang pertanyaan “bagaimanakah kita me lihat”. Cahaya yang masuk dari sebuah benda jatuh secara berlawanan pada retina mata. Di sini, cahaya ditransmisikan menjadi sinyal-sinyal elektris oleh sel, dan cahaya tersebut sam pai ke titik kecil di belakang otak yang disebut sebagai pusat penglihatan. Sinyal-sinyal elektris ini di pusat otak terlihat sebagai bayangan setelah melewati serangkaian pro ses. Dengan latar belakang teknis ini, marilah kita berpikir sejenak.
Otak terlindung dari cahaya. Ini artinya bahwa di bagian dalam otak sama sekali gelap, dan cahaya tidak sampai ke lokasi otak. Tempat yang disebut sebagai pusat pengli hatan benar-benar gelap, dan cahaya tidak pernah mencapainya. Bahkan mungkin meru­pakan tempat yang paling gelap yang pernah anda ketahui. Namun, anda melihat dunia yang cemerlang dan terang benderang dari tempat yang sangat gelap.
Gambar yang terbentuk di mata sangat tajam dan sangat jelas, bahkan teknologi abad ke-20 tidak mampu menyamainya. Misalnya, perhatikanlah buku yang anda baca, tangan yang dengannya anda memegang, kemudian angkatlah kepala anda dan lihatlah sekitar anda. Pernahkah anda melihat bayangan yang sangat tajam dan sangat jelas seperti ini di tempat lain? Bahkan layar televisi yang paling unggul yang diproduksi oleh pabrik televisi dunia yang paling canggih sekalipun tidak akan mampu menyajikan gambar yang sangat tajam kepada anda. Gambar di mata ini ber bentuk tiga dimensi, berwarna, dan sangat tajam. Selama lebih dari seratus tahun, ribuan insinyur telah berusaha untuk menghasilkan ketajaman ini. Pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan raksasa pun didirikan, berbagai riset dilakukan, berbagai rencana dan desain dilakukan untuk mencapai tujuan ini. Sekali lagi, lihatlah ke layar TV dan buku yang anda pegang. Anda akan melihat bahwa terdapat perbedaan besar dalam ketajaman dan kejelas an. Di samping itu, layar TV menunjukkan gambar dua dimensi, sedangkan dengan mata anda, anda melihat gambar tiga dimensi yang memiliki ketajaman.
Selama beberapa tahun, sepuluh dari seribu insinyur telah berusaha untuk membuat TV tiga dimensi yang dapat menyamai kualitas pandangan seperti mata. Ya, mereka telah membuat sistem televisi tiga dimensi, tetapi mustahil untuk melihatnya tanpa mengena kan kaca mata, lagi pula, gambar itu merupa kan gambar tiga dimensi yang artifisial. Latar belakang tampak kabur, latar depan tampak seperti setting kertas. Sampai kapan pun mustahil untuk menghasilkan pandangan yang tajam dan jelas seperti pandangan pada mata. Baik kamera maupun televisi tidak memiliki kualitas gambar yang tajam dan jelas.
Para ahli evolusi menyatakan bahwa meka nisme yang menghasilkan gambar yang tajam dan jelas ini terjadi secara kebetulan. Seka­rang, jika seseorang mengatakan kepada anda bahwa televisi yang ada di kamar anda terjadi secara kebetulan, semua atomnya datang secara kebetulan lalu membentuk peralatan yang dapat menghasilkan gambar, maka bagaimanakah pendapat anda? Bagaimana mungkin atom-atom dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh ribuan orang?
Jika suatu peralatan yang menghasilkan gambar yang lebih primitif daripada mata tidak dapat terjadi secara kebetulan, maka jelaslah bahwa mata dan gambar yang terlihat oleh mata tidak dapat terjadi secara kebetulan. Keadaan yang sama juga berlaku pada telinga. Telinga bagian luar menangkap suara yang ada melalui daun telinga lalu megarahkan suara itu ke bagian tengah telinga, dan bagian tengah telinga mengirimkan getaran suara ke otak dengan mengubah suara itu menjadi sinyal-sinyal elektrik. Sebagaimana mata, proses mendengar berakhir di pusat pende ngaran di otak.
Situasi pada mata juga berlaku pada telinga. Yakni, otak terlindung dari suara sebagaimana ia terlindung dari cahaya: ia tidak membiarkan suara apa pun mema suki nya. Dengan demikian, betapapun berisiknya suara di luar, bagian dalam otak sepenuhnya sunyi senyap. Namun demikian, otak dapat menangkap suara dengan sangat jelas. Di otak anda, yang terlindung dari suara, anda men dengar simponi dari sebuah orkestra, dan anda mendengar semua bunyi di keramaian. Namun demikian, jika tingkat suara di otak anda diukur dengan peralatan yang akurat pada saat itu, maka akan diketahui bahwa yang terjadi dalam otak adalah kesunyian.
Sebagaimana pada kasus alat perekam gambar, selama puluhan tahun telah dilaku kan usaha untuk menghasilkan suara sebagai mana dalam bentuk aslinya. Hasil dari usaha tersebut adalah perekam suara “high fidelity system”, dan sistem untuk merekam suara. Meskipun teknologi ini telah digali dan ribu an insinyur dan ahli telah bekerja keras, tetapi tidak ada suara yang diperoleh, yang memiliki ketajaman dan kejelasan seperti suara yang ditangkap oleh telinga. Perhati kanlah HI-FI sistem dengan kualitas sangat tinggi yang dihasilkan oleh perusahaan terbesar dalam industri musik. Bahkan dalam peralatan ini, ketika suara direkam, sebagian suara ada yang hilang; atau ketika anda meng hidupkan HI-FI, anda selalu mendengar suara yang men desis sebelum musik dimulai. Namun, suara-suara yang merupakan produk dari teknologi tubuh manusia sangat tajam dan jelas. Telinga manusia tidak pernah menang kap suara yang disertai dengan bunyi men desis sebagaimana pada HI-FI; telinga me nang kap suara seperti apa adanya, tajam dan jelas. Keadaan ini ber laku semenjak manusia pertama kali dicip takan.
Sejauh ini, tidak ada peralatan visual atau perekam suara yang dihasilkan oleh manusia yang sangat peka dan berhasil menangkap data indera sebagaimana mata dan telinga.
Namun, sepanjang yang berkaitan dengan penglihatan dan pendengaran, terdapat fakta yang lebih besar di balik semua itu.
Siapakah yang Memberi Kemampuan
Otak untuk Melihat dan Mendengar?
Siapakah yang memberi kemampuan pada otak sehingga ia dapat melihat gemerlapnya dunia, mendengar simponi kicau burung, dan mencium bunga mawar?
Rangsang yang datang dari mata, telinga, dan hidung manusia diteruskan ke otak sebagai impuls syaraf elektro-kimia. Dalam buku-buku biologi, fisiologi, dan biokimia, anda dapat menemukan penjelasan bagaima nakah gambar tersebut terbentuk di otak. Namun, anda tidak akan pernah menemukan fakta yang paling penting tentang persoalan ini: Siapakah yang mengatur terjadinya impuls syaraf elektro-kimia tersebut sebagai gambar, suara, bau, dan penginderaan di otak? Terdapat suatu kesadaran di otak yang mampu menangkap semuanya tanpa harus memer lukan mata, telinga, dan hidung. Siapakah yang memberi kemampuan ini? Tidak diragu kan lagi bahwa kemampuan ini tidak dimiliki oleh syaraf, lapisan lemak, dan syaraf-syaraf yang terdapat di otak. Itulah sebabnya peng­ikut Darwin dan kaum materialis tidak mem percayai bahwa segala sesuatu terdiri dari materi, tidak dapat memberikan jawaban apa pun terhadap pertanyaan ini.
Kemampuan ini adalah ruhani yang dicip takan oleh Allah. Ruhani tidak memer lukan mata untuk melihat gambar, atau telinga untuk mendengar suara. Di samping itu, ia juga tidak memerlukan otak untuk berpikir.
Setiap orang yang membaca fakta yang jelas dan ilmiah ini harus berfikir tentang Tuhan Yang Mahakuasa, takut kepada-Nya, dan berlin dung kepada-Nya, Dialah Yang mengu asai seluruh alam semesta dan sebuah bidang yang gelap yang luasnya beberapa sentimeter kubik dalam bentuk tiga dimensi, berwarna, teduh, dan terang benderang.
Keyakinan Kaum Materialis
Informasi yang kami ketengahkan hingga kini menunjukkan kepada kita bahwa teori evolusi adalah pernyataan yang sangat ber beda dengan temuan ilmiah. Pernyataan yang diberikan oleh teori tersebut tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, dan mekanisme evolusioner yang diajukannya tidak memiliki pengaruh evolusioner, dan fosil-fosil yang ditunjukkan tentang bentuk-bentuk transisi untuk mendukung teori tersebut tidak pernah ada. Dengan demikian, tentu saja teori evolusi harus dienyahkan karena ia adalah gagasan yang tidak ilmiah, sebagaimana gagasan yang menyatakan bahwa alam semesta ini berpusat pada bumi telah dienyahkan dari agenda ilmu pengetahuan di sepanjang sejarah.
Namun, teori evolusi tetap dimasukkan dalam agenda ilmu pengetahuan. Bahkan sebagian orang berusaha untuk mengajukan kritik terhadap orang-orang yang membantah teori tersebut sebagai “serangan terhadap ilmu pengetahuan”. Mengapa?
Alasannya adalah, bahwa teori evolusi me ru pakan keyakinan dogmatis yang tidak boleh dibantah bagi beberapa kalangan. Kalangan ini dengan membabi buta mengab di kepada filsafat materialis dan menerapkan Darwin isme, karena ia merupakan satu-satunya pen jelasan ilmiah yang dapat dikemu kakan tentang bekerjanya alam.
Yang cukup menarik, kadang-kadang mereka juga mengakui fakta ini. Seorang ahli genetik dan seorang penganut evolusi yang jujur, Richard C. Lewontin dari Universitas Harvard mengakui bahwa dialah yang “mula-mula dan terutama sebagai seorang materialis, kemudian menjadi seorang limuwan”:
Bagaimanapun, bukannya metode dan institusi ilmu pengetahuan yang memaksa kita untuk menerima penjelasan material tentang dunia fenomenal, tetapi sebaliknya, kita dipaksa oleh kesetiaan kita yang a priori terhadap penyebab material untuk menciptakan peralatan penelitian dan seperangkat konsep yang menghasilkan penjelasan material, meskipun ia bertentangan dengan intuisi, dan meskipun ia menyesatkan bagi orang-orang awam. Di samping itu, bahwa materialisme itu absolut sehingga kami tidak dapat membiarkan Kaki Tuhan memasuki pintu.20
Itulah pernyataan terus terang yang menya takan bahwa Darwinisme adalah sebuah dogma yang tetap dipertahankan demi kesetiaannya kepada filsafat materialis. Dogma ini berpendirian bahwa tidak ada being (yang ada) kecuali materi. Dengan demikian ia berpendapat bahwa pencipta kehidupan adalah materi tak bernyawa dan tidak memi liki kesadaran. Ia berpendapat bahwa jutaan spesies hidup yang berbeda-beda; misalnya burung, ikan, jerapah, harimau, serangga, pohon, bunga, ikan paus, dan manusia itu terwujud sebagai hasil dari interaksi antara materi seperti hujan yang turun, kilat yang menyambar, dan sebagainya, dari materi tak bernyawa. Pandangan ini bertentangan dengan akal maupun ilmu pengetahuan. Namun, Darwinisme tetap memper tahan kan nya hanya agar “jangan sampai Kaki Tuhan masuk di pintu”.
Siapa pun yang tidak memperhatikan asal-usul makhluk hidup dengan pandangan mate rialis akan melihat kebenaran yang nyata ini: Semua makhluk hidup adalah karya dari Sang Pencipta, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana, dan Maha Mengetahui. Sang Pencipta ini adalah Allah, Yang menciptakan seluruh alam semesta dan semua makhluk dari tidak ada, dan merancangnya dalam bentuk yang sangat sempurna.
“Mereka berkata, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Me nge tahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.s. al-Baqarah: 32).
Allah menjelaskan berbagai rahasia kepada manusia melalui al-Qur’an, doa, perintah, larangan, dan akhlak yang mulia. Semua ini merupakan rahasia yang sangat penting, dan orang yang berpikir dapat menyaksikan rahasia-rahasia ini dalam hidupnya. Tidak ada sumber lain kecuali al-Qur’an yang menje laskan rahasia ini. al-Qur’an merupakan satu-satunya sumber rahasia sehingga orang-orang yang sangat cerdas dan sangat pandai sekali pun tidak akan menemukan rahasia ini di mana pun juga.
Jika sebagian orang dapat memahami sedangkan orang lain tidak dapat memahami pesan-pesan yang tersembunyi dalam al-Qur’an, ini merupakan rahasia lain yang diciptakan Allah. Orang-orang yang tidak memahami rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an ini hidup dalam penderitaan dan kesulitan. Anehnya, mereka tidak pernah mengetahui penyebab penderitaannya. Dalam pada itu, orang-orang yang mengkaji rahasia-rahasia dalam al-Qur’an menjalani hidupnya dengan mudah dan gembira.
Buku ini membicarakan tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ayat-ayat yang diungkapkan oleh Allah kepada manusia sebagai sebuah rahasia. Manakala orang membaca ayat-ayat ini, dan perhatiannya didtumpukan kepada rahasia-rahasia dalam ayat-ayat ini, apa yang harus ia lakukan adalah berusaha mengetahui tujuan Allah yang tersembunyi dalam setiap peristiwa kemudian mengkaji segala sesuatunya berdasarkan al-Qur’an. Kemudian, orang pun akan menya dari dengan kegembiraan tentang rahasia-rahasia ini, bahwa al-Qur’an mengendalikan kehidupannya dan kehidupan orang lain.
Wassalamu Alaikum……………….

8 Oktober 2012

AL-QUR’AN DAN RAHASIANYA 6

oleh alifbraja

ALLAH MENJADIKAN AGAMANYA TINGGI
JIKA ORANG-ORANG HANYA MENYEMBAH DIA SAJA
Salah satu tujuan terpenting bagi seorang Muslim dalam hidup ini adalah mendak wahkan ajaran-ajaran al-Qur’an ke seluruh dunia, sehingga orang-orang dapat menyem bah Allah sebagaimana yang seharusnya. Dalam al-Qur’an, Allah telah menunjukkan kepada orang-orang beriman jalan untuk mencapai tujuan ini, dan Dia memerintahkan sebagai berikut:
“Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal saleh, bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang yang sebelum mere ka berkuasa, dan sungguh Dia akan mene guh kan bagi mereka agama mereka yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mere ka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap me nyem bah-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apa pun dengan Aku. Dan barang siapa yang kafir sesudah itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik.” (Q.s. an-Nur: 55).
Berdasarkan rahasia Allah yang diungkap kan kepada orang-orang beriman, Allah akan meneguhkan nilai-nilai al-Qur’an di seluruh dunia jika orang-orang beriman dan hanya me nyem bah Allah, tanpa menyekutukan-Nya. Ini merupakan rahasia yang sangat pen ting, karena hal ini menunjukkan bahwa sesung guhnya merupakan tanggung jawab setiap orang beriman untuk mendakwahkan ajaran al-Qur’an kepada manusia. Dengan demikian setiap orang beriman yang memiliki hati nurani harus menjauhkan diri dengan sung guh-sungguh dari menyekutukan Allah dan hanya menyembah-Nya. Dibandingkan hal-hal lainnya, menyekutukan Allah meru pa kan dosa yang tidak akan diampuni oleh Allah dan orang yang melakukannya akan dimasukkan ke dalam neraka. Bagaimanapun, tampaknya sebagian besar manusia terlibat dalam ajaran-ajaran orang musyrik yang me nyembah ber hala. Manusia harus waspada terhadap “kemusyrikan yang tersembunyi”. Dalam bentuk kemusyrikan seperti ini, orang tersebut menyatakan beriman kepada Allah, mengakui Allah itu satu, Allah Yang Mencip ta kan, dan Yang wajib ditaati. Tetapi, ia juga takut kepada makhluk selain Allah, mengang gap persetujuan dan dukungan orang lain lebih penting, menganggap bahwa perdagang an, keluarga, dan anak cucu lebih penting dari pada Allah dan berjuang di jalan-Nya, sesungguhnya semua ini merupakan bentuk kemusyrikan yang nyata. Keimanan yang benar sebagaimana yang dijelaskan dalam al-Qur’an adalah memandang bahwa keridhaan Allah adalah di atas segala-galanya. Mencintai makhluk lain selain Allah hanyalah sebagai asbab untuk mencari keridhaan-Nya. Orang-orang yang merasa berutang budi kepada manusia yang telah memberi sesuatu kepada mereka, yang memandang manusia sebagai pelindungnya, sesungguhnya mereka adalah orang-orang musyrik. Hal ini karena Yang memberi rezeki hanyalah Allah, Yang mem beri makan, menolong, dan melindungi setiap makhluk hidup dan menyembuhkan orang yang sakit, hanyalah Allah. Jika Allah meng hendaki, Dia dapat menyembuhkan orang yang sakit melalui tangan seorang dokter. Dalam hal ini, sungguh tidak masuk akal jika seseorang menumpukan harapannya hanya pada dokter. Karena, tak seorang dokter pun yang dapat menyembuhkan pasiennya kecuali jika Allah menghendaki. Seseorang yang melihat kesehatannya membaik harus meli hat, bahwa dokter itu sebagai orang yang dipakai tangan nya oleh Allah untuk menyem buhkannya, sehingga ia akan menghormati dokter itu dengan semesti nya. Namun, karena ia menge tahui bahwa se sung guhnya yang menyem­buhkan adalah Allah, maka hanya kepada Allah saja ia harus bersyukur. Jika tidak demi kian, berarti ia telah menyeku tu kan Allah dan menganggap sama sifat Allah dengan sifat manusia. Semua Muslim harus menjauhi dengan sungguh-sung guh syirik yang tersem bunyi ini, dan jangan sampai menjadikan penolong dan pelindung selain Allah.

KEHIDUPAN DUNIA INI SANGAT SINGKAT
Sebagian besar manusia sangat mencintai dunia ini seakan-akan mereka tidak akan per nah mati, sehingga mereka menjauhi kehi dup­an agama, tidak ingat mati dan akhirat. Padahal, kehidupan dunia yang sangat mereka cintai ini sesungguhnya sangatlah singkat dan sementara. Bahkan orang-orang yang umur nya sangat panjang pada suatu saat pasti akan menghadapi kematian. Di samping itu, kehi­dupan dunia ini sesungguhnya tidaklah sebagaimana yang tampak. Allah mengung kapkan rahasia ini kepada manusia dalam beberapa ayat al-Qur’an:
“Allah bertanya, ‘Berapa tahunkah lama nya kamu tinggal di bumi?’ Mereka menja wab, ‘Kami tinggal (di bumi) sehari atau setengah hari, maka tanyakanlah kepada orang-orang yang menghitung.’ Allah berfir man, ‘Kamu tidak tinggal (di bumi) melain kan sebentar saja, kalau kamu sesungguhnya mengetahui.’ Maka apakah kamu mengira bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main, dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (Q.s. al-Mu’minun: 112-15).
“Dan pada hari terjadinya Kiamat, orang-orang yang berdosa bersumpah bahwa mereka tidak berdiam melainkan sesaat, seperti itulah mereka selalu dipalingkan dari kebenaran.” (Q.s. ar-Rum: 55).
Percakapan di atas adalah percakapan antara orang-orang yang dikumpulkan untuk dihisab. Sebagaimana yang ditunjukkan dalam percakapan tersebut, setelah mati orang-orang menyadari bahwa sesungguhnya mereka tinggal di dunia hanya sebentar. Yaitu, waktu yang tampaknya enam puluh atau tujuh puluh tahun dalam kehidupan dunia ini, sesungguhnya sama singkatnya dengan satu hari, atau bahkan lebih singkat lagi. Hal ini bagaikan kisah seseorang yang menganggap bahwa ia telah menghabiskan beberapa hari, bulan, atau bahkan beberapa tahun dalam mimpinya, tetapi setelah bangun baru menya dari bahwa mimpi tersebut hanya berlangsung selama beberapa detik.
Dengan bertafakkur, orang akan dapat memahami betapa singkatnya dan betapa sementaranya kehidupan dunia ini. Misalnya, setiap orang membuat rencana yang jelas dan menetapkan beberapa tujuan dalam hidup nya. Rencana-rencana ini merupakan tujuan yang tidak pernah berakhir. Antara keduanya saling mengikuti. Demikian pula orang yang baru lulus dari SLTA, lalu masuk ke Pergu ruan Tinggi, lalu bekerja di sebuah perusa haan. Betapapun, semua ini merupakan pe nga laman yang bersifat sementara. Ketika muda, orang hampir-hampir tidak dapat membayangkan ia akan berumur tiga puluh tahun. Tetapi tahu-tahu ia telah berumur empat puluh tahun.
Singkatnya kehidupan dunia ini merupa kan kepastian dari Allah yang diungkapkan dalam al-Qur’an, yang dapat dipahami oleh siapa pun sebelum mati. Bagi orang yang me ma haminya, betapa bodohnya jika ia meng abai kan kehidupan yang nyata dan tidak berakhir di akhirat, hanya untuk mengejar kehidupan yang singkat dan sementara ini. Sebagian di antara ayat-ayat, yang di dalam nya Allah mengingatkan manusia tentang singkatnya kehidupan dunia adalah sebagai berikut:
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara, dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (Q.s. Ghafir: 39).
“Sesungguhnya mereka menyukai kehi dup an dunia yang sementara dan mereka tidak mempedulikan hari yang berat.” (Q.s. al-Insan: 27).

ALLAH MEMASUKKAN RASA TAKUT KE DALAM HATI ORANG-ORANG KAFIR
Allah menyatakan dalam beberapa ayat bahwa Dia memasukkan perasaan takut ke dalam hati orang-orang kafir:
“Ketika Tuhanmu mewahyukan kepada para malaikat, ‘Sesungguhnya Aku bersama kamu, maka teguhkanlah orang-orang yang telah beriman.’ Kelak akan Aku jatuhkan rasa ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir.” (Q.s. al-Anfal: 12).
“Dialah yang mengeluarkan orang-orang kafir di antara ahli kitab dari kampung-kampung mereka pada saat pengusiran kali yang pertama. Kamu tidak menyangka bahwa mereka akan keluar dan mereka pun yakin bahwa benteng-benteng mereka akan dapat mempertahankan mereka dari (siksa an) Allah; maka Allah mendatangkan kepa da mereka (hukuman) dari arah yang tidak mereka sangka-sangka. Dan Allah mencam pakkan ketakutan ke dalam hati mereka; mereka memusnahkan rumah-rumah mereka dengan tangan mereka sendiri dan tangan orang-orang yang beriman. Maka ambillah untuk menjadi pelajaran, hai orang-orang yang mempunyai pandangan.” (Q.s. al-Hasyr: 2).
Apa yang diceritakan dalam ayat-ayat ter sebut merupakan mukjizat dari Allah. Dengan cara memasukkan perasaan takut ke dalam hati mereka, Allah menghilangkan kekuatan orang-orang yang menentang orang-orang beriman dan yang menolak Allah dan agama-Nya. Sangatlah penting agar orang-orang beriman merenungkan ayat-ayat ini dan meng ambil pelajaran bagi diri mereka. Hal ini karena — sebagaimana disebutkan pada bab-bab terdahulu — hati kita berada di tangan Allah, dan Allah memasukkan apa saja ke dalam hati, kepada siapa saja yang dikehen daki-Nya. Tugas orang-orang beriman bukan lah berusaha untuk menciptakan pengaruh kepada orang lain, tetapi hanya supaya ikhlas. Misalnya, seorang beriman memiliki tang gung jawab untuk mengingatkan seseorang berdasarkan ayat-ayat Allah. Namun, orang itu hanya akan memperoleh hidayah dari nasi hat yang diberikan — betapapun penjelas annya itu sangat terang — Allah membim bing orang itu ke jalan yang benar. Dengan penjelasan tersebut, seorang beriman tidak berdaya menghadapi bahaya. Demikian pula, ia tidak mempunyai kekuatan untuk menjadi kan musuh ketakutan. Tetapi Allah melin dungi dan menolong orang-orang beriman yang ikhlas dan dalam melakukan usahanya hanya untuk mencari ridha Allah. Misalnya, sebagaimana dikatakan dalam ayat di atas, Dia memasukkan perasaan takut ke dalam hati musuh, dan menjadikan mereka terjerumus dalam kesulitan mereka sendiri. Dengan cara inilah Allah memberikan jalan keluar kepada orang-orang yang beriman.
Allah memasukkan berbagai ketakutan ke dalam hati orang-orang kafir seperti takut mati, takut masa depan, takut terluka, takut akan bencana, atau takut kehilangan harta. Demikian pula, mereka takut mati karena tidak mempercayai akhirat dan sangat men cintai dunia. Meyakini bahwa ia akan lenyap dan kehilangan semua kekayaannya, ketakut an terhadap mati semakin besar. Pada akhir nya, rasa takut ini berkembang menjadi sakit.
Allah menceritakan kepada kita bahwa rasa takut tersebut dimasukkan ke dalam hati orang-orang kafir karena mereka menyekutu kan Allah. Kesudahan orang-orang seperti ini diceritakan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Akan Kami masukkan ke dalam hati orang-orang kafir rasa takut, disebabkan mereka menyekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah sendiri tidak menurunkan kete rangan tentang itu. Tempat kembali mereka ialah neraka; dan itulah seburuk-buruk tempat tinggal orang-orang yang zalim.” (Q.s. Ali Imran: 151).

HIKMAH DAN PEMBICARAAN YANG JELAS ADALAH RAHMAT DARI ALLAH
Hikmah dan pembicaraan yang jelas adalah rahmat dari Allah, sebagaimana yang dicerita kan dalam ayat-ayat al-Qur’an sebagai ber­ikut:
“Allah memberikan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan yang banyak. Dan tak ada yang dapat meng ambil pelajaran kecuali orang-orang yang berakal.” (Q.s. al-Baqarah: 269).
“Dan Kami kuatkan kerajaannya dan Kami berikan kepadanya hikmah dan pembi ca raan yang jelas.” (Q.s. Shad: 20).
Hikmah dan kemampuan berbicara yang jelas adalah karunia yang besar dari Allah. Suatu persoalan dapat dijelaskan oleh berma cam-macam orang dengan gaya yang berbeda-beda. Namun, gaya yang paling berpengaruh adalah gaya yang mengesankan dan jelas. Pen­jelasan seperti itu dapat menjadikan seseorang memusatkan perhatiannya, membangun kannya dari kelalaian, mendorongnya untuk berpikir tentang hal-hal yang telah diketahui tetapi sering dilupakan. Seseorang yang me miliki kemampuan berbicara yang jelas tidak perlu berbicara panjang lebar, tetapi cukup menyatakan pikiran-pikirannya dan pandang an-pandangannya secara singkat, pa dat, namun memiliki pengertian yang sangat luas dan mengesankan. Seorang bijak yang menje las kan suatu persoalan dengan ikhlas menjadi kan penjelasan yang diberikannya menimbul kan kesan yang lebih kuat bagi orang lain. Satu hal yang patut disebutkan di sini — bahwa berbicara dengan jelas itu bukan meru pa kan sebuah bidang yang dapat dipe lajari. Ia tidak memiliki aturan atau teori yang rumit. Ia hanya memerlukan keikhlasan dan doa untuk meminta rahmat dari Allah. Ketika seseorang berbicara, Allah memberikan ilham kepada siapa saja yang Dia kehendaki.
Karya agung tentang hikmah dan pembica raan yang jelas adalah al-Qur’an , yang meru pa kan firman Allah secara langsung. Hikmah ini merupakan sesuatu yang istimewa dari semua kitab yang diturunkan Allah kepada umat manusia. Hal ini diceritakan dalam ayat berikut ini:
“Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka beberapa kisah yang di dalamnya terdapat cegahan: itulah suatu hikmah yang sempurna — tetapi peringatan-peringatan itu tidak berguna.” (Q.s. al-Qamar: 4-5).

MANUSIA JUGA AKAN DIMINTAI TANGGUNG JAWAB ATAS APA YANG MEREKA PIKIRKAN DAN MEREKA NIATKAN
Dalam al-Qur’an, Allah memerintahkan ma nu sia agar hidup berdasarkan asas-asas agama dengan kerelaan hati dan dengan khu syuk:
“Barangsiapa dengan kerelaan hati me nger jakan kebaikan, maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui.” (Q.s. al-Baqarah: 184).
“Peliharalah segala shalatmu, dan peli hara lah shalat wustha. Berdirilah untuk Allah (dalam shalatmu) dengan khusyuk.” (Q.s. al-Baqarah: 238).
“Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif. Dan sekali-kali bu kan­lah dia termasuk orang-orang yang mem per sekutukan Tuhan.” (Q.s. an-Nahl: 120).
Sebagaimana terlihat dalam ayat-ayat di atas, Allah memerintahkan umat manusia agar mengerjakan semua shalatnya dengan khusyuk. Di samping mengerjakan shalat, puasa, bersedekah, atau amal saleh lainnya, yang sesungguhnya sangat penting bagi sese­orang adalah niatnya. Dalam al-Qur’an, Allah mengingatkan kita tentang keadaan sebagian orang yang mengerjakan shalat atau yang menginfakkan hartanya hanya untuk pamer. Kemungkinan orang seperti ini tidak meng ingat Allah, tidak bersikap khusyuk dan khu­dhu’ di hadapan Allah dalam shalatnya, tetapi shalatnya hanya bersifat ritual saja. Mungkin seseorang secara lahiriah tampak melakukan kedermawanan, menyumbang sekolah, atau membantu orang miskin. Tetapi jika hal itu tidak dikerjakan untuk mencari ridha Allah, tidak menyadari kelemahannya, tidak merasa memerlukan Allah, tidak takut terhadap akhirat, amalan-amalan ini tidak akan diteri ma Allah. Allah menceritakan kepada kita bahwa darah binatang kurban tidak sampai kepada-Nya, tetapi yang sampai kepada-Nya adalah ketakwaannya:
“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat sampai kepada Allah, tetapi ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. Dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.” (Q.s. al-Hajj: 37).
Di antara kesalahan-kesalahan besar yang banyak dipercayai adalah bahwa manusia meng anggap, mereka hanya akan dimintai tanggung jawab atas perbuatan mereka. Pada hal, Allah memberi tahu kita bahwa manusia akan dimintai tanggung jawabnya atas niat­nya, pikirannya, bahkan apa yang tersimpan di dalam lubuk hatinya.
“Kepunyaan Allah segala apa yang ada di langit dan di bumi. Dan jika kamu melahir kan apa yang ada di dalam hatimu atau kamu menyembunyikannya, niscaya Allah akan membuat perhitungan dengan kamu tentang perbuatan itu. Maka Allah meng ampuni siapa yang dikehendaki-Nya dan menyiksa siapa yang dikehendaki-Nya; dan Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu.” (Q.s. al-Baqarah: 284).
Allah mengetahui apa yang ada dalam hati seseorang, apa yang ada dalam bawah sadar nya, apa yang dipikirkannya, dan apa yang tersembunyi dari orang lain. Allah menengahi antara seseorang dan hatinya. Dengan demiki an, manusia tidak mungkin menyembu nyi­kan segala sesuatu dari Allah. Keraguan apa pun yang terlintas dalam hati, bisikan-bisikan setan, keimanannya yang sesungguhnya, ke imanannya terhadap al-Qur’an, apa saja yang terlintas dalam hatinya ketika sedang shalat, semuanya diketahui satu per satu oleh Allah, dan semuanya diingat oleh Allah. Misal nya, Allah mengetahui ketika seseorang menger jakan shalat dengan malas, atau ketika pikir an nya mengalami pertentangan. Manu sia akan menjumpai semuanya itu pada Hari Akhir. Membersihkan hati, menjalani hidup berdasarkan agama dan dalam mengamal kan nya tidak hanya bersifat ritual tetapi dengan ikhlas dan penuh kekhusyukan, semua ini meru pakan jalan untuk mencapai keselamat an. Betapa bodohnya mengabaikan kehidupan yang abadi dan hakiki hanya untuk mengejar kehidupan yang singkat dan sementara. Di bawah ini diketengahkan beberapa ayat, yang di dalamnya Allah mengingatkan manusia tentang singkatnya kehidupan di dunia:
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan sementara dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal.” (Q.s. Ghafir: 39).
“Sesungguhnya mereka menyukai kehi dup an dunia dan mereka tidak mempedu likan hari yang berat.” (Q.s. al-Insan: 27).

ALLAH MEMASUKKAN RASA CINTA KE DALAM HATI MANUSIA
Dalam beberapa ayat, Allah menyatakan bahwa Dialah Yang memasukkan perasaan cinta dan kasih sayang ke dalam hati manusia. Misalnya, Allah telah menyatakan dalam ayat di bawah ini bahwa Dialah Yang mengum pul kan orang-orang beriman dan menyatukan hati mereka sebagai saudara:
“Dan berpeganglah kamu semuanya kepa da tali Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepa da mu ketika kamu dahulu bermusuhan, maka Allah menjinakkan antara hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demiki an lah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.” (Q.s. Ali Imran: 103).
Dalam ayat lainnya, Allah memberi tahu kita bahwa Dialah Yang memberikan kepada orang-orang beriman perasaan belas kasihan.
“Dan Kami berikan kepadanya hikmah selagi ia masih kanak-kanak, dan rasa belas kasihan yang mendalam dari sisi Kami dan kesucian. Dan ia adalah seorang yang bertak wa.” (Q.s. Maryam: 12-3).
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa kasih sayang.” (Q.s. Maryam: 96).
“Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cen derung dan merasa tentram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demi kian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir. (Q.s. ar-Rum: 21).
Allah juga menyatakan bahwa Dia akan memasukkan perasaan kasih sayang di antara orang-orang yang beriman dan orang-orang yang memusuhi mereka. Telah jelas bahwa Allahlah yang mengendalikan semua hati – baik orang-orang yang beriman maupun yang tidak beriman.
“Mudah-mudahan Allah menimbulkan kasih sayang antaramu dengan orang-orang yang kamu musuhi di antara mereka. Dan Allah adalah Mahakuasa. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. al-Mumtahanah: 7).

KEMATIAN ORANG-ORANG YANG BERIMAN DAN KAFIR TIDAK AKAN SAMA
Dalam al-Qur’an, Allah mengungkapkan suatu rahasia tentang kematian, yang tidak diketahui oleh banyak orang — bahwa saat kematian yang dialami oleh seseorang sesung guhnya tidaklah sebagaimana yang dilihat orang lain. Allah menceritakan kepada kita dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
“Maka mengapa ketika nyawa sampai di kerongkongan, padahal kamu ketika itu melihat, dan Kami lebih dekat kepadanya daripada kamu. Tetapi kamu tidak melihat.” (Q.s. al-Waqi‘ah: 83-5).
Rahasia lain yang diungkapkan Allah ten tang kematian adalah bahwa saat kematian itu bagi orang-orang kafir merupakan penga laman yang mengerikan dan menyeng sara kan. Tetapi orang-orang di sekitarnya tidak dapat menyaksikan kengerian itu. Allah me nya takan kenyataan ini dalam ayat-Nya sebagai berikut:
“Dan siapakah yang lebih zalim dari pada orang yang membuat kedustaan terha dap Allah atau yang berkata, ‘Telah diwahyu kan kepada saya,’ padahal tidak ada diwah yu kan sesuatu pun kepadanya, dan orang yang berkata, ‘Saya akan menurunkan seperti apa yang diturunkan Allah.’ Alangkah dah syat nya sekiranya kamu melihat di waktu orang-orang yang zalim berada dalam te kan an-tekanan sakaratul-maut, sedang para malai kat memukul dengan tangannya, sambil ber kata, ‘Keluarkanlah nyawamu.’ Di hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat meng hinakan, karena kamu selalu menga takan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyom bongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya. (Q.s. al-An‘am: 93).
“Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keada an kafir.” (Q.s. at-Taubah: 9).
Berdasarkan rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an, seorang kafir tampaknya saja mati dalam keadaan tenang di tempat tidurnya. Kelihatannya bagi orang-orang yang ada di sekitarnya ia sama sekali tidak mengalami kesakitan atau penderitaan pada saat kematiannya, kecuali matanya hanya ter tutup. Namun, Allah memberi tahu kita bahwa seorang kafir merasakan penderitaan yang dahsyat yang tidak dapat kita saksikan. Bagaimana para malaikat mencabut nyawa orang-orang kafir dijelaskan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Bagaimanakah apabila malaikat menca but nyawa mereka seraya memukul muka mereka dan punggung mereka? Yang demi kian itu adalah karena sesungguhnya mereka mengikuti apa yang menimbulkan kemur kaan Allah dan (karena) mereka membenci apa yang diridhai-Nya; sebab itu Allah meng hapus amal-amal mereka.” (Q.s. Muham mad: 27-8).
“Kalau kamu melihat ketika para mala ikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka mereka dan belakang mereka, ‘Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar. Demikian itu disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri. Sesung guhnya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-Nya’.” (Q.s. al-Anfal: 50-1).
Sebagai kebalikan dari kematian yang menyengsarakan yang dialami orang-orang kafir, orang-orang beriman mengalami kema tian dengan sangat mudah. Misalnya, seorang beriman yang berperang di medan peperangan di dekat nabi, kemudian ditikam dengan pedang, ia terbebas dari semua rasa takut, ia meng alami saat kematian yang damai. Seba gaimana diberitakan oleh Allah dalam ayat tersebut, nyawa orang-orang yang ber iman akan dicabut dalam keadaan suci dan mereka akan disambut oleh malaikat dengan salam dan berita gembira. Allah menjelaskan kema tian orang-orang beriman sebagai berikut:
“Orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan, ‘Salaamun’alaikum, masuklah kamu ke dalam surga itu disebabkan apa yang telah kamu kerjakan’.” (Q.s. an-Nahl: 32).

SHALAT MENJAUHKAN MANUSIA DARI
PERBUATAN JAHAT
Shalat diperintahkan kepada orang-orang beriman pada saat-saat yang telah ditetapkan setiap hari, sebagaimana telah dijelaskan dalam al-Qur’an. Allah menjanjikan pahala bagi orang-orang yang benar-benar menjaga shalatnya dan yang istiqamah dalam menger­jakannya. Pahala lain yang akan diberikan kepada orang-orang yang mengerjakan shalat dijelaskan dalam al-Qur’an, sebagai berikut:
“Bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu al-Kitab (al-Qur’an ) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (Q.s. al-‘Ankabut: 45).
Sebagaimana dinyatakan Allah dalam ayat di atas, orang-orang yang mengerjakan shalat dijauhkan dari perbuatan keji dan mungkar. Allah akan menolong untuk menjauhkannya dari perbuatan jahat.
Orang yang benar-benar menjaga dan mengerjakan shalat sebagaimana dijelaskan dalam al-Qur’an adalah orang yang bertakwa kepada Allah. Orang yang berdiri, ruku’, dan sujud di hadapan Allah pada waktu-waktu tertentu setiap hari pasti akan dijauhkan dari perbuatan jahat, dan ia akan sangat takut kepada Allah. Hati nurani orang-orang seperti itu, dengan kehendak Allah, akan senantiasa dijauhkan dari perbuatan keji dan mungkar. Sekalipun mereka melakukan kemungkaran untuk sementara waktu, mereka akan menya­dari kesalahan mereka pada saat berdoa dan bertafakkur di hadapan Allah Yang Maha kuasa. Kemudian mereka akan bertobat dan menjauhi kemungkaran tersebut pada masa berikutnya.

8 Oktober 2012

AL-QUR’AN DAN RAHASIANYA 3

oleh alifbraja

WAJAH ORANG-ORANG BERIMAN BERCAHAYA, DAN WAJAH ORANG-ORANG KAFIR DILIPUTI KEHINAAN
Salah satu rahasia yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an adalah bahwa keimanan dan kekufuran tercermin di wajah dan kulit manu­sia. Di beberapa ayat, Allah memberitahukan bahwa terdapat cahaya di wajah orang-orang beriman, sedangkan wajah orang-orang kafir diliputi kehinaan:
“Dan kamu akan melihat mereka dihadap kan ke neraka dalam keadaan tunduk karena hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu …” (Q.s. asy-Syura: 45).
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan ada tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak pula kehinaan. Mereka itulah peng huni surga, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan memperoleh balasan yang setimpal dan mere ka diliputi kehinaan. Tidak ada bagi mereka se orang pelindung pun dari azab Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.s. Yunus: 26-7).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayat tersebut, wajah orang-orang kafir diliputi oleh kehinaan. Sebaliknya, wajah orang-orang beriman bercahaya. Allah menyatakan bahwa mereka dikenal karena adanya bekas sujud pada wajah mereka:
Muhammad itu adalah Utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud…” (Q.s. al-Fath: 29).
Dalam ayat-ayat lainnya, Allah memberi tahu kan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang yang berdosa dikenali dari wajah mereka:
“Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka.” (Q.s. ar-Rahman: 41).
“Dan kalau kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka, dan Allah menge ta hui perbuatan-perbuatan kamu.” (Q.s. Muhammad: 30).
Keajaiban dan rahasia penting yang diung kapkan dalam al-Qur’an adalah adanya per ubah an fisik yang terjadi pada wajah sese orang. Hal itu tergantung pada keimanan dan dosa seseorang. Keadaan ruhani menghasil kan pengaruh fisik pada tubuh, sekalipun bentuknya tetap sama, namun ekspresi wajah dapat berubah, yakni wajahnya diliputi kege lapan atau cahaya. Jika Allah menghen daki, orang yang beriman dapat melihat keajaiban ini yang ditunjukkan kepada orang-orang.

RAHASIA MENGAPA ALLAH MENGHAPUS PERBUATAN BURUK
Orang-orang beriman bercita-cita mem peroleh keridhaan, kasih sayang, dan surga Allah. Namun, manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan lupa sehingga manusia melakukan banyak kesalahan dan memiliki banyak kelemahan. Allah Yang Maha Menge tahui keadaan hamba-hamba-Nya dan Maha Pengasih dan Penyayang memberitahukan kita bahwa Dia akan menghapus perbuatan buruk dari hamba-Nya yang ikhlas dan akan memberikan kepada mereka pemeriksaan yang mudah:
“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya dengan gembira.” (Q.s. al-Insyiqaq: 7-9).
Tentu saja Allah tidak mengubah perbuat an buruk setiap orang menjadi kebaikan. Adapun sifat orang-orang beriman yang per bu at an buruknya dihapus Allah dan diam puni-Nya diberitahukan dalam al-Qur’an.
Orang-orang yang Menjauhi Dosa-dosa Besar
Dalam sebuah ayat Allah menyatakan:
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang me nger jakannya, niscaya Kami hapus kesa lahan-kesalahanmu dan Kami masuk kan kamu ke tempat yang mulia.” (Q.s. an-Nisa’: 31).
Orang-orang yang beriman yang menge ta hui fakta ini berbuat dengan sangat hati-hati dengan memperhatikan batas-batas yang ditetapkan Allah, dan mereka menghindari hal-hal yang dilarang. Jika mereka melakukan kesalahan karena kealpaannya, mereka segera berpaling kepada Allah, bertobat, dan memo hon ampunan.
Allah memberitahukan kita dalam al-Qur’an tentang hamba-hamba-Nya yang tobat nya akan diterima. Dalam hal ini, jika kita mengetahui perintah Allah, namun dengan sengaja kita melakukan dosa dan ber kata, “Tidak apa-apa, apa pun yang terjadi saya akan diampuni.” Perkataan ini benar-benar menunjukkan cara berpikir yang salah, karena Allah mengampuni perbuatan dosa hamba-hamba-Nya yang dilakukan karena kealpaan dan ia segera bertobat dan tidak berniat mengulanginya lagi:
“Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanya lah tobat bagi orang-orang yang menger jakan kejahatan lantaran ketidaktahuan, yang kemu­dian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima tobatnya oleh Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah tobat itu di teri ma Allah dari orang-orang yang menger jakan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, ia menga takan, ‘Sesung guhnya saya bertobat seka rang.’ Dan tidak pula orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Q.s. an-Nisa’: 17-8).
Sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, menjauhi perbuatan dosa dengan sung guh-sungguh sangatlah penting jika seseorang ingin perbuatan-perbuatan buruknya diha pus kan, dan jika tidak menginginkan penye salan pada hari pengadilan kelak. Dalam pada itu, seorang beriman yang melakukan suatu dosa, hendaknya secepatnya memohon am pun kepada Allah.
Orang-orang yang Sibuk Mengerjakan Amal Saleh
Dalam ayat lainnya, Allah menyatakan bahwa Dia akan menutupi perbuatan buruk orang-orang yang beramal saleh. Sebagian dari ayat-ayat yang membicarakan masalah ini adalah sebagai berikut:
“Pada hari ketika Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari ditampakkannya kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal saleh, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang meng alir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar.” (Q.s. at-Tagha bun: 9).
“Kecuali orang-orang yang bertobat, ber iman, dan mengerjakan amal saleh, maka mere ka itu kejahatan mereka diganti dengan Allah dengan kebajikan. Dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. al-Furqan: 70).
Setiap perbuatan dan semua tindakan yang dilakukan untuk mencari karunia Allah adalah “amal saleh”. Misalnya, perbuatan seperti menyampaikan perintah agama Allah kepada manusia, memperingatkan seseorang yang tidak mau bertawakal kepada Allah atas takdirnya, menjauhi seseorang dari meng gunjing, memelihara rumah dan badan agar tetap bersih, memperluas wawasan dengan membaca dan belajar, berbicara dengan sopan, mengingatkan orang tentang akhirat, mera wat orang sakit, menunjukkan perasaan cinta dan kasih sayang kepada yang lebih tua, men cari nafkah dengan cara yang halal sehingga hasilnya dapat digunakan untuk kemanfaatan orang lain, mencegah kejahatan dengan ke baikan dan kesabaran, semua itu merupa kan amal saleh jika dilakukan untuk mencari keridhaan Allah. Orang-orang yang meng ingin kan agar kesalahannya diampuni dan diganti dengan kebaikan di akhirat, hendak nya selalu melakukan perbuatan yang sangat diridhai Allah. Untuk tujuan itu, hendaknya kita selalu ingat perhitungan pada Hari Pengadilan. Tentunya menjadi jelas bagaima na kah seseorang seharusnya berbuat, misal nya jika ia diletakkan di depan api neraka, kemudian kepadanya diperlihatkan perbuat an-perbuatan buruknya yang telah ia kerjakan semasa hidupnya, kemudian diingatkan bah­wa ia seharusnya berbuat benar agar diam puni. Seseorang yang melihat api neraka, yang mendengar keputusasaan, penyesalan, dan keluh kesah para penghuni neraka yang meng alami siksaan yang pedih, dan yang menyaksikan siksa neraka dengan matanya, tentu saja akan melakukan perbuatan yang sangat diridhai Allah dan akan berusaha dengan sekuat tenaganya. Orang ini akan me ngerjakan shalat tepat pada waktunya, mela ku kan amal saleh, tidak akan pernah lalai, tidak pernah berani melakukan perbuatan yang kurang diridhai Allah, jika ia menge tahui bahwa ada perbuatan lainnya yang lebih diridhai-Nya. Karena neraka yang ada di sisinya akan selalu mengingatkannya tentang kehidupan yang kekal abadi dan siksaan Allah. Ia akan segera melakukan apa yang diperintahkan oleh hati nuraninya. Ia akan berhati-hati dalam menjaga shalatnya. Se hing ga, dalam kehidupan di dunia ini, perbuatan buruk bagi orang-orang yang melakukan amal saleh, takut kepada Allah dan hari pengadilan, bagaikan orang yang melihat neraka lalu dikembalikan ke dunia, atau bagaikan mereka selalu melihat api neraka di sisinya sehingga ia segera melaku kan kebaikan. Orang-orang yang beriman ini merasa yakin tentang akhirat dan mereka sangat takut dengan azab Allah dan berusaha menjauhinya.

TUJUAN MEMBELANJAKAN HARTA DI
JALAN ALLAH
Salah satu amal ibadah yang terpenting yang dapat membersihkan kotoran kebendaan dan keruhanian, dan sebagai latihan bagi ruhani sehingga seseorang dapat mencapai derajat akhlak yang tinggi sehingga Allah akan ridha kepadanya adalah membelanjakan harta di jalan Allah. Allah telah berfirman kepada Nabi saw. agar mengambil zakat dari harta benda orang-orang beriman untuk mem bersihkan dan menyucikan harta terse but.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu member sihkan dan menyucikan mereka.” (Q.s. at-Taubah: 103).
Meskipun demikian, perbuatan membe lanjakan harta yang dapat membersihkan dan menyucikan orang-orang adalah jika dilaku kan berdasarkan ketentuan yang telah dise but kan dalam al-Qur’an. Orang-orang berang gapan bahwa mereka telah menunaikan tugas mereka ketika mereka memberikan sejumlah uang yang sangat sedikit yang diberikan kepada pengemis, memberikan pakaian bekas kepada orang miskin, atau memberi makan kepada orang yang lapar. Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan-perbuatan tersebut merupa kan perbuatan yang akan memperoleh pahala dari Allah jika niatnya untuk mencari ridha Allah. Namun sesungguhnya ada batas-batas yang telah ditentukan dalam al-Qur’an. Misal nya, Allah memerintahkan manusia agar menginfakkan apa saja yang melebihi keper luannya:
“Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah mene rang kan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Q.s. al-Baqarah: 219).
Manusia hanya memerlukan sedikit saja untuk memenuhi keperluan hidupnya di dunia. Harta benda yang di luar keperluan seseorang adalah harta yang berlebih. Yang terpenting bukan jumlah yang diberikan, tetapi apakah ia memberikannya dengan ikh las atau tidak. Allah mengetahui segala sesu atu dan Dia telah memberi hati nurani kepada manusia untuk menetapkan hal-hal yang sesungguhnya tidak diperlukan. Mengin fak kan harta benda merupakan bentuk ibadah yang mudah bagi orang-orang yang tidak di hinggapi ketamakan terhadap dunia dan yang tidak mengejar dunia, tetapi merindu kan akhirat. Allah telah memerintahkan kita untuk menginfakkan sebagian dari harta kita untuk menjauhkan cinta dunia. Menginfak kan harta benda merupakan sarana untuk mem­bersihkan diri dari sifat tamak. Tidak diragukan lagi bahwa bentuk ibadah ini sangat penting bagi orang-orang yang ber iman dalam kaitannya dengan perhitungan di akhirat. Rasulullah saw. juga bersabda bahwa orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah akan dirahmati Allah:
“Dua manusia akan dirahmati: Yang pertama adalah orang yang diberi oleh Allah al-Qur’an dan ia hidup berdasarkan al-Qur’an itu. Ia menganggap halal apa saja yang dihalalkan, dan menganggap haram apa saja yang diharamkan. Yang lain adalah orang yang diberi harta oleh Allah, dan harta itu dibelanjakannya kepada sanak keluarga dan dibelanjakan di jalan Allah.1
Manusia Harus Memberikan Apa yang Ia
Cintai kepada Orang Miskin
Orang sering kali cenderung memberikan sesuatu jika sesuatu yang diberikan itu tidak merugikan kepentingannya. Misalnya, ketika seseorang memberikan harta bendanya kepada orang miskin, sering kali ia memberi kan sesuatu yang tidak lagi diperlukannya dan tidak disukainya, sudah ketinggalan mode, atau tidak layak pakai. Tampaknya orang merasa berat untuk memberikan harta benda yang dicintainya, padahal sesungguhnya ke der mawanan seperti ini sangat penting untuk membersihkan diri dan agar mencintai amal kebajikan. Ini merupakan rahasia penting yang diungkapkan Allah kepada umat manu sia. Allah telah menyatakan bahwa tidak ada cara lain untuk mencapai kebajikan bagi manu sia kecuali melalui:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan sebelum kamu menafkahkan sebagian dari harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesung guhnya Allah mengetahuinya.” (Q.s. Ali Imran: 92).
“Hai orang-orang yang beriman, nafkah kanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik dan sebagian dari apa yang Kami kelu ar kan dari bumi untukmu. Dan ja ngan lah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sen diri tidak mau mengambilnya me lainkan dengan memicingkan mata terha dapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.s. al-Baqarah: 267).
Membelanjakan Harta di Jalan Allah sebagai
Sarana Agar Dekat Dengan-Nya
Bagi orang yang beriman, tidak ada sesuatu pun yang lebih dirindukan daripada memper oleh keridhaan Allah dan dicintai oleh-Nya. Orang yang beriman berusaha mencari asbab untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam hidupnya. Tentang hal ini, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bertak walah kepada Allah, dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihad lah di jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.s. al-Ma’idah: 35).
Sebagai sebuah rahasia dan berita gembira bagi orang-orang beriman, Allah mengung kapkan dalam al-Qur’an bahwa apa yang dibe lan­jakan akan menjadi asbab untuk mencapai kedekatan dengan-Nya. Dengan demikian bagi orang yang beriman, memberikan apa yang ia cintai dan yang melebihi keperlu annya kepada orang-orang miskin tidaklah sulit, tetapi merupakan kesempatan berharga untuk membuktikan bahwa ia adalah orang yang taat dan cinta kepada Allah. Tentang hal ini Allah menyatakan sebagai berikut:
“Dan diantara orang-orang Arab Badui ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, dan memandang apa yang dinaf kah­kannya itu sebagai jalan mendekat kannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk mem per oleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri. Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. at-Taubah: 99).
Apa Saja yang Dinafkahkan di Jalan Allah
akan Memperoleh Balasan yang Baik
Rahasia lain yang diungkapkan tentang membelanjakan harta seseorang di jalan Allah menurut al-Qur’an adalah, bahwa apa saja yang dinafkahkannya itu pasti akan memper oleh balasan. Ini merupakan janji Allah. Orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah tanpa takut akan men jadi mis kin, akan memperoleh rahmat yang menak jubkan dalam kehidupan mereka. Apa saja yang dibelanjakan di jalan Allah akan diganjar sepenuhnya. Sebagian ayat yang men ceritakan janji tersebut adalah sebagai berikut:
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah lah yang memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, maka pahalanya itu untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya.” (Q.s. al-Baqarah: 272).
“Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.” (Q.s. al-Anfal: 60).
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya.’ Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Q.s. Saba’: 39).
Orang-orang yang beriman hanya meng harapkan keridhaan Allah dan surga ketika mereka memberikan harta mereka; tetapi sebagai rahasia yang diungkapkan oleh Allah, apa saja yang mereka nafkahkan akan dikem balikan lagi kepada mereka. Pengembalian ini merupakan rahmat di dunia, dan di atas segalanya, Allah menyediakan surga bagi orang-orang yang beriman. Dalam pada itu, berkebalikan dengan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, Allah akan mengurangi rezeki orang-orang yang bakhil dalam menafkahkan kekayaan mereka, atau orang yang suka mengumpulkan kekaya an yang lebih banyak dan meng abaikan batasan-batasan Allah. Salah satu ayat yang berkaitan dengan masalah ini menceritakan tentang keadaan orang-orang yang memakan riba:
“Allah memusnahkan riba dan menyubur kan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Q.s. al-Baqarah: 276).
Allah memberitahukan tentang keber untungan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang memberikan harta mereka sebagai berikut:
“Perumpamaan orang-orang yang menaf kahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (Q.s. al-Baqarah: 261).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakitinya, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyi rami nya, maka hujan gerimis. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Q.s. al-Baqarah: 265).
Dalam setiap ayat tersebut terdapat rahasia yang diungkapkan Allah kepada orang-orang yang beriman dalam al-Qur’an. Orang-orang yang beriman memberikan harta benda mereka hanya untuk mencari keridhaan dan rahmat Allah dan surga-Nya. Namun, menya dari tentang rahasia-rahasia yang diungkap kan dalam al-Qur’an, mereka juga mengha rap kan rahmat dan karunia Allah. Semakin banyak mereka memberikan hartanya di jalan Allah, dan semakin mereka memperhatikan apa yang diharamkan dan yang dihalalkan, Allah akan semakin menambah kekayaan mereka, tugas-tugas mereka dijadikan mudah, dan Allah memberikan kesempatan yang semakin banyak untuk menafkahkan harta nya di jalan Allah. Setiap orang beriman yang bertakwa kepada Allah dan dalam hatinya tidak ada kekhawatiran terhadap masa depan, ia akan memahami rahasia ini dalam kehidup annya.

PENGARUH PERBUATAN BAIK DAN UCAPAN YANG BAIK
Manusia senantiasa mencari lingkungan yang tenang tempat mereka dapat hidup dengan aman, gembira, dan membina persa ha batan. Meskipun mereka merindukan keada an yang demikian itu, mereka tidak pernah melakukan usaha untuk menyu bur kan nilai-nilai tersebut, tetapi sebaliknya, mereka sendirilah yang menjadi penyebab terjadinya konflik dan kesengsaraan. Sering kali orang mengharapkan agar orang lain mem berikan ketenangan, kedamaian, dan bersikap bersahabat. Hal ini berlaku dalam hubungan keluarga, hubungan antarpegawai di perusahaan, hubungan kemasyarakatan, maupun persoalan internasional. Namun, untuk membina persahabatan dan mencip takan kedamaian dan keamanan dibutuhkan sikap mau mengorbankan diri. Konflik dan keresahan tidak dapat dihindari jika orang-orang hanya bersikukuh pada ucapannya, jika mereka hanya mementingkan kesenangannya sendiri tanpa bersedia melakukan kompromi atau pengorbanan. Bagaimanapun, orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah tidak bersikap seperti itu. Orang-orang yang beriman tidak mementingkan diri sendiri, suka memaafkan, dan sabar. Bahkan ketika mereka dizalimi, mereka bersedia mengabaikan hak-hak mereka. Mereka menganggap bahwa kedamaian, keamanan, dan kebahagiaan orang lain lebih penting dibandingkan dengan kepentingan pribadi mereka, dan mereka menunjukkan sikap yang santun. Ini merupakan sifat mulia yang dipe­rintahkan Allah kepada orang-orang beriman:
“Dan tidaklah sama kebaikan dan keja hat an. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianuge rahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keber un tungan yang besar.” (Q.s. Fushshilat: 34-5).
“Ajaklah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantah lah mereka dengan cara yang baik. Sesung guhnya Tuhanmu Dialah yang lebih menge tahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.s. an-Nahl: 125).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut, sebagai balasan atas perbuatan baik nya bagi orang-orang yang beriman, Allah mengubah musuh mereka menjadi “teman yang setia”. Ini merupakan salah satu rahasia Allah. Bagaimanapun juga, hati manu sia berada di tangan Allah. Dia mengubah hati dan pikiran siapa saja yang Dia kehendaki.
Dalam ayat lainnya, Allah mengingatkan kita tentang pengaruh ucapan yang baik dan lemah lembut. Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun a.s. agar mendatangi Fir‘aun dengan lemah lembut. Meskipun Fir‘aun itu zalim, congkak, dan kejam, Allah memerin tahkan rasul-Nya agar berbicara kepadanya dengan lemah lembut. Allah menjelaskan alasannya dalam al-Qur’an:
“Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Q.s. Thaha: 43-4).
Ayat-ayat ini memberitahukan kepada orang-orang yang beriman tentang sikap yang harus mereka terapkan terhadap orang-orang kafir, musuh-musuh mereka, dan orang-orang yang sombong. Tentu saja ini mendorong kepada kesabaran, kemauan, kesopanan, dan kebijakan. Allah telah mengungkapkan sebu ah rahasia bahwa Dia akan menjadikan per buatan orang-orang beriman itu akan meng­hasilkan manfaat dan akan mengubah musuh-musuh menjadi teman jika mereka menaati perintah-Nya dan menjalankan akhlak yang baik.

8 Oktober 2012

AL-QUR’AN DAN RAHASIANYA 2

oleh alifbraja

ALLAH MENAMBAHKAN NIKMATNYA KEPADA ORANG-ORANG YANG BERSYUKUR
Setiap orang sangat memerlukan Allah dalam setiap gerak kehidupannya. Dari udara untuk bernafas hingga makanan yang ia makan, dari kemampuannya untuk menggu na kan tangannya hingga kemampuan ber bicara, dari perasaan aman hingga perasaan bahagia, seseorang benar-benar sangat me mer lu kan apa yang telah diciptakan oleh Allah dan apa yang dikaruniakan kepadanya. Akan tetapi kebanyakan orang tidak menya dari kelemahan mereka dan tidak menyadari bahwa mereka sangat memerlukan Allah. Mereka menganggap bahwa segala sesuatunya terjadi dengan sendirinya atau mereka meng anggap bahwa segala sesuatu yang mereka peroleh adalah karena hasil jerih payah mere ka sendiri. Anggapan ini merupakan kesalah an yang sangat fatal dan benar-benar tidak mensyukuri nikmat Allah. Anehnya, orang-orang yang telah menyatakan rasa terima kasih nya kepada seseorang karena telah memberi sesuatu yang remeh kepadanya, mereka menghabiskan hidupnya dengan mengabaikan nikmat Allah yang tidak ter hitung banyaknya di sepanjang hidupnya. Bagaimanapun, nikmat yang diberikan Allah kepada seseorang sangatlah besar sehingga tak seorang pun yang dapat menghitungnya. Allah menceritakan kenyataan ini dalam sebuah ayat sebagai berikut:
“Dan jika kamu menghitung-hitung nikmat Allah, niscaya kamu tidak dapat menentukan jumlahnya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. an-Nahl: 18).
Meskipun kenyataannya demikian, ke banyak an manusia tidak mampu mensyukuri kenikmatan yang telah mereka terima. Adapun penyebabnya diceritakan dalam al-Qur’an: Setan, yang berjanji akan menyesat kan manusia dari jalan Allah, berkata bahwa tujuan utamanya adalah untuk menjadikan manusia tidak bersyukur kepada Allah. Pernyataan setan yang mendurhakai Allah ini menegaskan pentingnya bersyukur kepada Allah:
“Kemudian saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur. Allah berfirman, ‘Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir. Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan mengisi neraka Jahanam dengan kamu semuanya’.” (Q.s. al-A‘raf: 17-8).
Dalam pada itu, orang-orang yang beriman karena menyadari kelemahan mereka, di hadapan Allah mereka memanjatkan syukur dengan rendah diri atas setiap nikmat yang diterima. Bukan hanya kekayaan dan harta benda yang disyukuri oleh orang-orang yang beriman. Karena orang-orang yang beriman mengetahui bahwa Allah adalah Pemilik segala sesuatu, mereka juga bersyukur atas kesehatan, keindahan, ilmu, hikmah, kepa ham an, wawasan, dan kekuatan yang dikaru nia kan kepada mereka, dan mereka mencintai keimanan dan membenci kekufuran. Mereka bersyukur karena telah dibimbing dalam kebenaran dan dimasukkan dalam golongan orang-orang beriman. Pemandangan yang indah, urusan yang mudah, keinginan yang tercapai, berita-berita yang menggembirakan, perbuatan yang terpuji, dan nikmat-nikmat lainnya, semua ini menjadikan orang-orang beriman berpaling kepada Allah, bersyukur kepada-Nya yang telah menunjukkan rahmat dan kasih sayang-Nya.
Sebagai balasan atas kesyukurannya, sebu ah pahala menunggu orang-orang yang ber iman. Ini merupakan rahasia lain yang dinyatakan dalam al-Qur’an; Allah menam bah nikmat-Nya kepada orang-orang yang bersyukur. Misalnya, bahkan Allah memberi kan kesehatan dan kekuatan yang lebih banyak lagi kepada orang-orang yang bersyu kur kepada Allah atas kesehatan dan kekuatan yang mereka miliki. Bahkan Allah menga runia kan ilmu dan kekayaan yang lebih banyak kepada orang-orang yang mensyukuri ilmu dan kekayaan tersebut. Hal ini karena mereka adalah orang-orang yang ikhlas yang merasa puas dengan apa yang diberikan Allah dan mereka ridha dengan karunia tersebut, dan mereka menjadikan Allah sebagai pelin dung mereka. Allah menceritakan rahasia ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Dan ketika Tuhanmu memaklumkan: ‘Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih’.” (Q.s. Ibrahim: 7)
Mensyukuri nikmat juga menunjukkan tanda kedekatan dan kecintaan seseorang kepada Allah. Orang-orang yang bersyukur memiliki kesadaran dan kemampuan untuk melihat keindahan dan kenikmatan yang dikaruniakan Allah. Rasulullah saw. juga me nye butkan masalah ini, beliau saw. bersab da:
“Jika Allah memberikan harta kepadamu, maka akan tampak kegembiraan pada dirimu dengan nikmat dan karunia Allah itu.1
Dalam pada itu, seorang kafir atau orang yang tidak mensyukuri nikmat hanya akan melihat cacat dan kekurangan, bahkan pada lingkungan yang sangat indah, sehingga ia akan merasa tidak berbahagia dan tidak puas, maka Allah menjadikan orang-orang seperti ini hanya menjumpai berbagai peristiwa dan pemandangan yang tidak menyenangkan. Akan tetapi Allah menampakkan lebih ba nyak nikmat dan karunia-Nya kepada orang-orang yang ikhlas dan memiliki hati nurani.
Bahwa Allah menambah kenikmatan kepada orang-orang yang bersyukur, ini juga merupakan salah satu rahasia dari al-Qur’an. Bagaimanapun harus kita camkan dalam hati bahwa keikhlasan merupakan prasyarat agar dapat mensyukuri nikmat. Jika seseorang menunjukkan rasa syukurnya tanpa berpaling dengan ikhlas kepada Allah dan tanpa meng hayati rahmat dan kasih sayang Allah yang tiada batas, tetapi rasa syukurnya itu hanya untuk menarik perhatian orang, tentu saja ini merupakan ketidakikhlasan yang parah. Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati dan mengetahui ketidakikhlasannya tersebut. Orang-orang yang memiliki niat yang tidak ikhlas bisa saja menyembunyikan apa yang tersimpan dalam hati dari orang lain. Tetapi ia tidak dapat menyembunyikannya dari Allah. Orang-orang seperti itu bisa saja men syukuri nikmat ketika tidak menghadapi penderitaan. Tetapi pada saat-saat berada dalam kesulitan, mungkin mereka akan meng ingkari nikmat.
Perlu diperhatikan, bahwa orang-orang mukmin sejati tetap bersyukur kepada Allah sekalipun mereka berada dalam keadaan yang sangat sulit. Seseorang yang melihat dari luar mungkin melihat berkurangnya nikmat pada diri orang-orang yang beriman. Padahal, orang-orang beriman yang mampu melihat sisi-sisi kebaikan dalam setiap peristiwa dan keadaan juga mampu melihat kebaikan dalam penderitaan tersebut. Misalnya, Allah menya takan bahwa Dia akan menguji manu sia dengan rasa takut, lapar, kehilangan harta dan jiwa. Dalam keadaan seperti itu, orang-orang beriman tetap bergembira dan merasa bersyu kur, mereka berharap bahwa Allah akan memberi pahala kepada mereka berupa surga sebagai pahala atas sikap mereka yang tetap istiqamah dalam menghadapi ujian tersebut. Mereka mengetahui bahwa Allah tidak akan membebani seseorang melainkan sesuai dengan kekuatannya. Sikap istiqamah dan tawakal yang mereka jalani dalam mengha dapi penderitaan tersebut akan membuahkan sifat sabar dan syukur dalam diri mereka. Dengan demikian, ciri-ciri orang yang ber iman adalah tetap menunjukkan ketaatan dan bertawakal kepada-Nya, dan Allah berjanji akan menambah nikmat kepada hamba-hamba-Nya yang mensyukuri nikmat-Nya, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.

RAHASIA BERSERAH DIRI DAN BERTAWAKAL KEPADA ALLAH
Berserah diri kepada Allah merupakan ciri khusus yang dimiliki orang-orang mukmin, yang memiliki keimanan yang mendalam, yang mampu melihat kekuasaan Allah, dan yang dekat dengan-Nya. Terdapat rahasia penting dan kenikmatan jika kita berserah diri kepada Allah. Berserah diri kepada Allah maknanya adalah menyandarkan dirinya dan takdirnya dengan sungguh-sungguh kepada Allah. Allah telah menciptakan semua makh luk, binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa — masing-masing dengan tujuannya sendiri-sendiri dan takdir nya sendiri-sendiri. Matahari, bulan, lautan, danau, pohon, bunga, seekor semut kecil, sehelai daun yang jatuh, debu yang ada di bangku, batu yang menyebabkan kita tersan dung, baju yang kita beli sepuluh tahun yang lalu, buah persik di lemari es, ibu anda, teman kepala sekolah anda, diri anda — pendek kata segala sesuatunya, takdirnya telah ditetapkan oleh Allah jutaan tahun yang lalu. Takdir segala sesuatu telah tersimpan dalam sebuah kitab yang dalam al-Qur’an disebut sebagai ‘Lauhul-Mahfuzh’. Saat kematian, saat jatuh nya sebuah daun, saat buah persik dalam peti es membusuk, dan batu yang menye babkan kita tersandung — pendek kata semua peris tiwa, yang remeh maupun yang penting — semuanya tersimpan dalam kitab ini.
Orang-orang yang beriman meyakini tak dir ini dan mereka mengetahui bahwa takdir yang diciptakan oleh Allah adalah yang ter baik bagi mereka. Itulah sebabnya setiap detik dalam kehidupan mereka, mereka selalu berserah diri kepada Allah. Dengan kata lain, mereka mengetahui bahwa Allah mencipta kan semua peristiwa ini sesuai dengan tujuan ilahiyah, dan terdapat kebaikan dalam apa saja yang diciptakan oleh Allah. Misalnya, terse rang penyakit yang berbahaya, menghadapi musuh yang kejam, menghadapi tuduhan palsu padahal ia tidak bersalah, atau mengha dapi peristiwa yang sangat mengerikan, semua ini tidak mengubah keimanan orang yang beriman, juga tidak menimbulkan rasa takut da lam hati mereka. Mereka menyambut dengan rela apa saja yang telah diciptakan Allah untuk mereka. Orang-orang beriman menghadapi dengan kegembiraan keadaan apa saja, keadaan yang pada umumnya bagi orang-orang kafir menyebabkan perasaan ngeri dan putus asa. Hal itu karena rencana yang paling mengerikan sekalipun, sesung guh nya telah direncanakan oleh Allah untuk menguji mereka. Orang-orang yang meng hadapi semuanya ini dengan sabar dan ber tawakal kepada Allah atas takdir yang telah Dia ciptakan, mereka akan dicintai dan diridhai Allah. Mereka akan memperoleh surga yang kekal abadi. Itulah sebabnya orang-orang yang beriman memperoleh kenikmatan, ketenangan, dan kegembiraan dalam kehidupan mereka karena bertawakal kepada Tuhan mereka. Inilah nikmat dan rahasia yang dijelaskan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman. Allah menjelaskan dalam al-Qur’an bahwa Dia mencintai orang-orang yang bertawakal kepada-Nya. (Q.s. Ali ‘Imran: 159) Rasulullah saw. juga menyatakan hal ini, beliau bersabda:
“Tidaklah beriman seorang hamba Allah hingga ia percaya kepada takdir yang baik dan buruk, dan mengetahui bahwa ia tidak dapat menolak apa saja yang menimpanya (baik dan buruk), dan ia tidak dapat terkena apa saja yang dijauhkan darinya (baik dan buruk).”1
Masalah lainnya yang disebutkan dalam al-Qur’an tentang bertawakal kepada Allah adalah tentang “melakukan tindakan”. Al-Qur’an memberitahukan kita tentang ber bagai tindakan yang dapat dilakukan orang-orang yang beriman dalam berbagai keadaan. Dalam ayat-ayat lainnya, Allah juga menjelas kan rahasia bahwa tindakan-tindakan tersebut yang diterima sebagai ibadah kepada Allah, tidak dapat mengubah takdir. Nabi Ya‘qub a.s. menasihati putranya agar melakukan bebe rapa tindakan ketika memasuki kota, tetapi setelah itu beliau diingatkan agar bertawakal kepada Allah. Inilah ayat yang membicarakan masalah tersebut:
“Dan Ya‘qub berkata, ‘Hai anak-anakku, janganlah kamu masuk dari satu pintu gerbang, dan masuklah dari pintu-pintu ger bang yang berlainan, namun demikian aku tidak dapat melepaskan kamu barang sedikit pun dari (takdir) Allah. Keputusan menetap kan (sesuatu) hanyalah hak Allah; kepada-Nyalah aku bertawakal dan hendak lah kepada-Nya saja orang-orang yang berta wakal berserah diri’.” (Q.s. Yusuf: 67).
Sebagaimana dapat dilihat pada ucapan Nabi Ya‘qub, orang-orang yang beriman tentu saja juga mengambil tindakan berjaga-jaga, tetapi mereka mengetahui bahwa mereka tidak dapat mengubah takdir Allah yang dikehendaki untuk mereka. Misalnya, sese orang harus mengikuti aturan lalu lintas dan tidak mengemudi dengan sembarangan. Ini merupakan tindakan yang penting dan meru pa kan sebuah bentuk ibadah demi kesela matan diri sendiri dan orang lain. Namun, jika Allah menghendaki bahwa orang itu meninggal karena kecelakaan mobil, maka tidak ada tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah kematiannya. Terkadang tindakan pencegahan atau suatu perbuat an tampaknya dapat menghindari orang itu dari kematian. Atau mungkin seseorang dapat melakukan keputusan pen ting yang dapat mengubah jalan hidup nya, atau seseorang dapat sembuh dari penyakitnya yang memati kan dengan menunjukkan kekuatannya dan daya tahannya. Namun, semua peristiwa ini terjadi karena Allah telah menetapkan yang demikian itu. Sebagian orang salah menafsir kan peristiwa-peristiwa seperti itu sebagai “mengatasi takdir sese orang” atau “mengubah takdir seseorang”. Tetapi, tak seorang pun, bahkan orang yang sangat kuat sekalipun di dunia ini yang dapat mengubah apa yang telah ditetapkan oleh Allah. Tak seorang manusia pun yang memi liki kekuatan seperti itu. Sebaliknya, setiap makhluk sangat lemah dibandingkan dengan ketetapan Allah. Adanya fakta bahwa sebagian orang tidak menerima kenyataan ini tetap tidak meng ubah kebenaran. Sesungguhnya, orang yang menolak takdir juga telah ditetap kan demi kian. Karena itulah orang-orang yang meng hin dari kematian atau penyakit, atau meng ubah jalannya kehidupan, mereka mengalami peristiwa seperti ini karena Allah telah menetapkannya. Allah menceritakan hal ini dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Tidak ada suatu bencana pun yang me nimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul-Mahfuzh) sebelum Kami mencipta kannya. Sesungguhnya yang demikian itu mudah bagi Allah. Supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri. (Q.s. al-Hadid: 22-3).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat di atas, peristiwa apa pun yang terjadi telah dite tap kan sebelumnya dan tertulis dalam Lauh Mahfuzh. Untuk itulah Allah me nyata kan kepada manusia supaya tidak ber duka cita terhadap apa yang luput darinya. Misalnya, seseorang yang kehilangan semua harta ben da nya dalam sebuah kebakaran atau meng alami kerugian dalam perdagangannya, semua ini memang sudah ditetapkan. Dengan demi kian mustahil baginya untuk menghin dari atau mencegah kejadian tersebut. Jadi tidak ada gunanya jika merasa berduka cita atas kehilangan tersebut. Allah menguji hamba-hamba-Nya dengan berbagai kejadian yang telah ditetapkan untuk mereka. Orang-orang yang bertawakal kepada Allah ketika mereka menghadapi peristiwa seperti itu, Allah akan ridha dan cinta kepadanya. Seba liknya, orang-orang yang tidak berta wakal kepada Allah akan selalu mengalami kesulit an, keresahan, ketidakbahagiaan dalam kehidupan mereka di dunia ini, dan akan memperoleh azab yang kekal abadi di akhirat kelak. Dengan demiki­an sangat jelas bahwa bertawakal kepada Allah akan membuahkan keberuntungan dan kete nang an di dunia dan di akhirat. Dengan me­nyingkap rahasia-rahasia ini kepada orang-orang yang beriman, Allah membebaskan mereka dari berbagai kesulitan dan menjadi kan ujian dalam kehidupan di dunia ini mu dah bagi mereka.

TERDAPAT KEBAIKAN DALAM SETIAP PERISTIWA
Allah memberitahukan kita bahwa dalam setiap peristiwa yang Dia ciptakan terdapat kebaikan di dalamnya. Ini merupakan rahasia lain yang menjadikan mudah bagi orang-orang yang beriman untuk bertawakal kepada Allah. Allah menyatakan, bahkan dalam pe ris tiwa-peristiwa yang tampaknya tidak me nye nangkan terdapat kebaikan di dalam nya:
“Mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaik an yang banyak.” (Q.s. an-Nisa’: 19).
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu, pada hal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui sedangkan kamu tidak mengetahui.” (Q.s. al-Baqarah: 216).
Dengan memahami rahasia ini, orang-orang yang beriman menjumpai kebaikan dan keindahan dalam setiap peristiwa. Peristiwa-peristiwa yang sulit tidak membuat mereka merasa gentar dan khawatir. Mereka tetap tenang ketika menghadapi penderitaan yang ringan maupun berat. Orang-orang Muslim yang ikhlas bahkan melihat kebaikan dan hikmah Ilahi ketika mereka kehilangan selu ruh harta benda mereka. Mereka tetap ber syukur kepada Allah yang telah mengkaru nia kan kehidupan. Mereka yakin bahwa dengan kehilangan harta tersebut Allah sedang melindungi mereka dari perbuatan maksiat atau agar hatinya tidak terpaut dengan harta benda. Untuk itu, mereka ber syukur dengan sedalam-dalamnya kepada Allah karena kerugian di dunia tidak ada apa-apanya dibandingkan dengan kerugian di akhirat. Kerugian di akhirat artinya azab yang kekal abadi dan sangat pedih. Orang-orang yang tetap sibuk mengingat akhirat melihat setiap peristiwa sebagai kebaikan dan kein dah an untuk menuju kehidupan akhirat. Orang-orang yang bersabar dengan penderita an yang dialaminya akan menyadari bahwa dirinya sangat lemah di hadapan Allah, dan akan menyadari betapa mereka sangat memer lukan Dia. Mereka akan berpaling kepada Allah dengan lebih berendah diri dalam doa-doa mereka, dan dzikir mereka akan semakin mendekatkan diri mereka kepada-Nya. Tentu saja hal ini sangat bermanfaat bagi kehidupan akhirat seseorang. Dengan bertawakal sepe nuh nya kepada Allah dan dengan menun jukkan kesabaran, mereka akan memperoleh ridha Allah dan akan memperoleh pahala berupa kebahagiaan abadi.
Manusia harus mencari kebaikan dan kein dahan tidak saja dalam penderitaan, tetapi juga dalam peristiwa sehari-hari. Misal nya, masakan yang dimasak dengan susah payah ternyata hangus, dengan kehendak Allah, mungkin akan bermanfaat menjauhkan dari madharat kelak di kemudian hari. Sese orang mungkin tidak diterima dalam ujian masuk perguruan tinggi untuk menggapai harapan nya pada masa depan. Bagaimanapun, hen dak nya ia mengetahui bahwa terdapat ke baik an dalam kegagalannya ini. Demikian pula hendaknya ia dapat berpikir bahwa barang kali Allah menghendaki dirinya agar terhin dar dari situasi yang sulit, sehingga ia tetap merasa senang dengan kejadian itu. Dengan berpikir bahwa Allah telah menem patkan berbagai rahmat dalam setiap peris tiwa, baik yang terlihat maupun yang tidak, orang-orang yang beriman melihat keindahan dalam bertawakal mengharapkan bimbingan Allah.
Seseorang mungkin tidak selalu melihat kebaikan dan hikmah Ilahi di balik setiap peristiwa. Sekalipun demikian ia mengetahui dengan pasti bahwa terdapat kebaikan dalam setiap peristiwa. Ia memanjatkan doa kepada Allah agar ditunjukkan kepadanya kebaikan dan hikmah Ilahi di balik segala sesuatu yang terjadi.
Orang-orang yang menyadari bahwa segala sesuatu yang diciptakan Allah memiliki tujuan tidak pernah mengucapkan kata-kata, “Seandainya saya tidak melakukan…” atau “Seandainya saya tidak berkata …,” dan seba gai nya. Kesalahan, kekurangan, atau peris tiwa-peristiwa yang kelihatannya tidak meng untungkan, pada hakikatnya di dalam nya terdapat rahmat dan masing-masing merupa kan ujian. Allah memberikan pelajar an pen ting dan mengingatkan manusia tentang tuju an penciptaan pada setiap orang. Bagi orang-orang yang dapat melihat dengan hati nurani nya, tidak ada kesalahan atau pen de ritaan, yang ada adalah pelajaran, peringat an, dan hikmah dari Allah. Misalnya, seorang Muslim yang tokonya terbakar akan melaku kan mawas diri, bahkan keimanannya menja di lebih ikhlas dan lebih lurus, ia menganggap peristiwa itu sebagai peringatan dari Allah agar tidak terlalu sibuk dan terpikat dengan harta dunia.
Hasilnya, apa pun yang dihadapinya dalam kehidupannya, penderitaan itu pada akhirnya akan berakhir sama sekali. Seseorang yang me ngenang penderitaannya akan merasa takjub bahwa penderitaan itu tidak lebih dari sekadar kenangan dalam pikiran, bagaikan orang yang mengingat kembali adegan dalam film. Oleh karena itu, akan datang suatu saat ketika pengalaman yang sangat pedih akan tinggal menjadi kenangan, bagaikan bayangan adegan dalam film. Hanya ada satu yang masih ada: bagaimanakah sikap seseorang ketika menghadapi kesulitan, dan apakah Allah ridha kepadanya atau tidak. Seseorang tidak akan dimintai tanggung jawab atas apa yang telah ia alami, tetapi yang dimintai tang gung jawab adalah sikapnya, pikirannya, dan keikhlasannya terhadap apa yang ia alami. Dengan demikian, berusaha untuk melihat kebaikan dan hikmah Ilahi terhadap apa yang diciptakan Allah dalam situasi yang dihadapi seseorang, dan bersikap positif akan menda tang kan kebahagiaan bagi orang-orang ber iman, baik di dunia maupun di akhirat. Tidak duka cita dan ketakutan yang meng hing gapi orang-orang yang beriman yang memahami rahasia ini. Demikian pula, tidak ada manusia dan tidak ada peristiwa yang menjadikan rasa takut atau menderita di dunia ini dan di akhirat kelak. Allah menjelas kan rahasia ini dalam al-Qur’an sebagai ber ikut:
“Kami berfirman, ‘Turunlah kamu dari surga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan mereka tidak bersedih hati’.” (Q.s. al-Baqarah: 38).
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tidak bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu ber takwa. Bagi mereka berita gembira di dalam kehidup an di dunia dan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi kalimat-kalimat Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar.” (Q.s. Yunus: 62-4).

8 Oktober 2012

AL-QUR’AN DAN RAHASIANYA 1

oleh alifbraja

al-Qur’an menjelaskan raha sia-rahasia pencipta an Allah dengan penje lasan paling benar dan paling murni. Infor­masi apa pun yang tidak berdasarkan pada al-Qur’an adalah informasi yang tidak benar, dengan demikian informasi tersebut merupa­kan tipuan dan khayalan. Dengan demikian, orang-orang yang tidak berpegang pada al-Qur’an hidupnya dalam keadaan mengkhayal. Di akhirat, mereka akan dilaknat selama-lama nya.
Dalam al-Qur’an, juga dalam shalat, perin tah, larangan, dan akhlak yang baik, Allah menjelaskan berbagai rahasia kepada umat manusia. Sesungguhnya semuanya ini meru pa kan rahasia penting, dan mata yang mau memperhatikan dapat menyaksikan rahasia-rahasia ini di dalam hidupnya. Tidak ada sum ber lain selain al-Qur’an yang dapat menjelas kan rahasia-rahasia ini. Al-Qur’an adalah sum ber istimewa bagi rahasia-rahasia ini, sehingga siapa pun orangnya, betapapun ia orang yang cerdas dan melek huruf tidak akan pernah me ne mukan rahasia-rahasia ini di tempat lain.
Jika sebagian orang tidak dapat memahami pesan-pesan yang tersembunyi dalam al-Qur’an, sedangkan orang lain dapat memaha mi­nya, ini merupakan rahasia lain yang dicip takan oleh Allah. Orang-orang yang tidak mengkaji rahasia-rahasia yang diwahyu kan dalam al-Qur’an hidup dalam keadaan men derita dan berada dalam kesulitan. Ironis nya, mereka tidak pernah mengetahui penye bab penderitaan mereka. Dalam pada itu, orang-orang yang mempelajari rahasia-rahasia dalam al-Qur’an menjalani kehidupannya dengan mudah dan gembira.
Sebabnya adalah karena al-Qur’an itu jelas, mudah, dan cukup sederhana untuk dipahami oleh setiap orang. Dalam al-Qur’an, Allah me nya takan sebagai berikut:
“Wahai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. Kami telah menurunkan kepada mu cahaya yang terang benderang. Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada-Nya, niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya dan limpahan karunia-Nya, dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus.” (Q.s. an-Nisa’: 174-75).
Namun demikian, kebanyakan manusia, meskipun mereka sanggup memecahkan masa lah yang sangat sulit, memiliki pema ham an dan mampu mempraktikkan filsafat yang sangat membingungkan, ternyata tidak mam pu memahami hal-hal yang jelas dan seder hana yang terdapat dalam al-Qur’an. Sebagai mana tetah dijelaskan dalam buku ini, perso al an ini merupakan rahasia yang pen ting. Di samping tidak mampu memahami sifat dunia yang sementara, hari demi hari orang-orang seperti ini semakin dekat kepada kematian yang tak dapat dielakkan. Rahasia-rahasia dalam al-Qur’an merupakan rahmat bagi orang beriman, dan di sisi lain, al-Qur’an mem berikan ancaman bagi orang-orang kafir, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak. Allah menjelaskan kenyataan ini dalam sebu ah ayat sebagai berikut:
“Dan Kami turunkan dari al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan al-Qur’an itu hanya­lah menambah kerugian bagi orang-orang yang zalim.” (Q.s. al-Isra’: 82).
Buku ini membicarakan tentang persoalan-persoalan yang berhubungan dengan ayat-ayat yang telah diwahyukan Allah kepada manusia sebagai suatu rahasia. Ketika seseorang mem baca ayat-ayat ini, dan perhatiannya tertuju kepada rahasia-rahasia yang terkandung da lam ayat ini, maka yang harus ia lakukan ada lah berusaha mengetahui maksud Allah di balik berbagai peristiwa, lalu memikirkan segala sesuatunya berdasarkan al-Qur’an. Maka, orang-orang pun akan menyadari dengan kesadaran yang mendalam tentang rahasia-rahasia tersebut, sehingga al-Qur’an akan mengendalikan kehidupan mereka dan kehidupan orang lain.
Semenjak orang bangun pada pagi hari, wujud dari rahasia-rahasia yang diciptakan Allah ini dapat dilihat. Untuk memahami raha sia-rahasia ini, yang ia perlukan hanyalah selalu memperhatikannya, berpaling kepada Allah, dan bertafakur. Maka, ia akan menya dari bahwa hidupnya sama sekali tidak tergan tung pada hukum–hukum yang merugikan sebagaimana yang dipakai banyak orang, dan ia akan menyadari bahwa satu-satunya keku asa an dan hukum yang dapat dipercaya ha nya lah hukum Allah. Ini merupakan rahasia yang sangat penting. Tidak ada kebaikan di dalam aturan-aturan dan praktik-praktik yang digunakan kebanyakan orang selama berabad-abad yang dianggap sebagai kebenaran yang pasti. Sesungguhnya, orang-orang ini telah tertipu. Kebenaran adalah apa yang dinyata­kan dalam al-Qur’an. Siapa pun yang mem baca al-Qur’an dengan ikhlas, lalu memikir kan berbagai peristiwa berdasarkan al-Qur’an dan iman, dan mendekatkan diri kepada Allah, ia akan melihat dengan jelas rahasia-rahasia ini. Perbuatan inilah yang akan mem­berikan pemamahan yang lebih baik bahwa Allah adalah Yang Maha Esa Yang mengen dali kan setiap makhluk, hati, dan pikiran, sebagaimana pernyataan Allah dalam sebuah ayat:
“Kami akan memperlihatkan kepada mere ka tanda-tanda (kekuasaan) Kami di segenap ufuk dan pada diri mereka sendiri, sehingga jelaslah bagi mereka bahwa al-Qur’an itu benar. Dan apakah Tuhanmu tidak cukup (bagi kamu) bahwa sesungguhnya Dia me nyak sikan segala sesuatu?” (Q.s. Fush shilat: 53).

ALLAH MENGABULKAN DOA SETIAP ORANG
Allah Yang Mahakuasa, Maha Pengasih, dan Maha Penyayang, telah berfirman dalam al-Qur’an bahwa Dia dekat dengan manusia dan akan mengabulkan permohonan orang-orang yang berdoa kepada-Nya. Adapun salah satu ayat yang membicarakan masalah ter sebut adalah:
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka sesungguhnya Aku dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia berdoa kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi-Ku, dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebe nar an.” (Q.s. al-Baqarah: 186).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat di atas, Allah itu dekat kepada setiap orang. Dia Maha Mengetahui keinginan, perasaan, pikiran, kata-kata yang diucapkan, bisikan, bahkan apa saja yang tersembunyi dalam hati setiap orang. Dengan demikian, Allah Mende ngar dan Mengetahui setiap orang yang berpaling kepada-Nya dan berdoa kepada-Nya. Inilah karunia Allah kepada manusia dan sebagai wujud dari kasih-sayang-Nya, rahmat-Nya, dan kekuasaan-Nya yang tiada batas.
Allah memiliki kekuasaan dan pengeta huan yang tiada batas. Dialah Pemilik segala sesuatu di seluruh alam semesta. Setiap makh luk, setiap benda, dari orang-orang yang tam paknya paling kuat hingga orang-orang yang sangat kaya, dari binatang-binatang yang sangat besar hingga yang sangat kecil yang mendiami bumi, semuanya milik Allah dan semuanya berada dalam kehendak-Nya dan pegaturan-Nya yang mutlak.
Seseorang yang beriman terhadap kebenar an ini dapat berdoa kepada Allah mengenai apa saja dan dapat berharap bahwa Allah akan mengabulkan doa-doanya. Misalnya, sese orang yang mengidap penyakit yang tidak dapat disembuhkan tentu saja akan berusaha untuk melakukan berbagai macam pengo batan. Namun ketika mengetahui bahwa hanya Allah yang dapat memberikan kesehat an, lalu ia pun berdoa kepada-Nya memohon kesembuhan. Demikian pula, orang yang mengalami ketakutan atau kecemasan dapat berdoa kepada Allah agar terbebas dari keta kutan dan kecemasan. Seseorang yang meng hadapi kesulitan dalam menyelesaikan pekerjaan dapat berpaling kepada Allah untuk menghilangkan kesulitannya. Seseorang dapat berdoa kepada Allah untuk memohon berbagai hal yang tidak terhitung banyaknya seperti untuk memohon bimbingan kepada jalan yang benar, untuk dimasukkan ke dalam surga bersama-sama orang-orang beriman lainnya, agar lebih meyakini surga, neraka, Kekuasaan Allah, untuk kesehatan, dan seba gainya. Inilah yang telah ditekankan Rasu lullah saw. dalam sabdanya:
“Maukah aku beritahukan kepadamu suatu senjata yang dapat melindungimu dari keja hatan musuh dan agar rezekimu bertam bah?” Mereka berkata, “Tentu saja wahai Ra su lul lah.” Beliau bersabda, “Serulah Tuhan mu siang dan malam, karena ‘doa’ itu meru pakan senjata bagi orang yang ber iman.”1
Namun demikian, terdapat rahasia lain di balik apa yang diungkapkan dalam al-Qur’an yang perlu kita bicarakan dalam masalah ini. Sebagaimana Allah telah menyatakan dalam ayat:
“Dan manusia berdoa untuk kejahatan sebagaimana ia berdoa untuk kebaikan. Dan manusia itu tergesa-gesa.” (Q.s. al-Isra’:11).
Tidak setiap doa yang dipanjatkan oleh manusia itu bermanfaat. Misalnya sese orang memohon kepada Allah agar diberi harta dan kekayaan yang banyak untuk anak-anaknya kelak. Akan tetapi Allah tidak melihat kebaikan di dalam doanya itu. Yakni, kekaya an yang banyak itu justru dapat mema lingkan anak-anak tersebut dari Allah. Dalam hal ini, Allah mendengar doa orang tersebut, meneri manya sebagai amal ibadah, dan me ngabul kannya dengan cara yang sebaik-baik nya. Sebagai contoh lainnya, seseorang berdoa agar tidak terlambat dalam memenuhi per janjian. Namun tampaknya lebih baik baginya jika ia sampai di tujuan setelah waktu yang ditentu kan, karena ia dapat bertemu dengan sese orang yang memberikan sesuatu yang lebih bermanfaat untuk kehidupan yang abadi. Allah mengetahui masalah ini, dan Dia me nga bulkan doa bukan berdasarkan apa yang dipikirkan orang itu, tetapi dengan cara yang terbaik. Yakni, Allah mendengar doa orang itu, tetapi jika Dia melihat tidak ada kebaikan dalam doanya itu, Dia memberikan apa yang terbaik bagi orang itu. Tentu saja hal ini merupakan rahasia yang sangat penting.
Ketika doa tidak dikabulkan, orang-orang tidak menyadari tentang rahasia ini, mereka mengira bahwa Allah tidak mendengar doa mere ka. Sesungguhnya hal ini merupakan keyakinan orang-orang bodoh yang sesat, karena “Allah itu lebih dekat kepada manusia daripada urat lehernya sendiri.” (Q.s. Qaf: 16). Dia Maha Mengetahui perkataan apa saja yang diucap kan, apa saja yang dipikirkan, dan peristiwa apa saja yang dialami seseorang. Bahkan ketika seseorang tertidur, Allah mengetahui apa yang ia alami dalam mimpi nya. Allah adalah Yang menciptakan segala sesuatu. Oleh karena itu, kapan saja seseorang berdoa kepada Allah, ia harus menyadari bahwa Allah akan menerima doanya pada saat yang paling tepat dan akan memberikan apa yang terbaik baginya.
Doa, di samping sebagai bentuk amal ibadah, juga merupakan karunia Allah yang sangat berharga bagi manusia, karena melalui doa, Allah akan memberikan kepada manusia sesuatu yang Dia pandang baik dan berman faat bagi dirinya. Allah menyatakan penting nya doa dalam sebuah ayat:
“Katakanlah: ‘Tuhanku tidak mengindah kan kamu, andaikan tidak karena doamu. Tetapi kamu sungguh telah mendustakan-Nya, karena itu kelak azab pasti akan menim pamu’.” (Q.s. al-Furqan: 77)
Allah Mengabulkan Doa Orang-orang yang
Menderita dan Berada dalam Kesu litan
Doa adalah saat-saat ketika kedekatan sese orang dengan Allah dapat dirasakan. Sebagai hamba Allah, seseorang sangat me merlukan Dia. Hal ini karena ketika seseorang berdoa, ia akan menyadari betapa lemahnya dan betapa hinanya dirinya di hadapan Allah, dan ia menyadari bahwa tak seorang pun yang dapat menolongnya kecuali Allah. Keikhlasan dan kesungguhan seseorang dalam berdoa tergantung pada sejauh mana ia merasa memer lukan. Misalnya, setiap orang berdoa kepada Allah untuk memohon keselamatan di dunia. Namun, orang yang merasa putus asa di tengah-tengah medan perang akan ber doa lebih sungguh-sungguh dan dengan berendah diri di hadapan Allah. Demikian pula, ketika terjadi badai yang menerpa sebuah kapal atau pesawat terbang sehingga terancam bahaya, orang-orang akan memo hon kepada Allah dengan berendah diri. Mereka akan ikhlas dan berserah diri dalam berdoa. Allah menceritakan keadaan ini dalam sebuah ayat:
“Katakanlah: Siapakah yang dapat menyelamatkan kamu dari bencana di darat dan di laut, yang kamu berdoa kepada-Nya dengan berendah diri dengan suara yang lem but: ‘Sesungguhnya jika Dia menyelamat kan kami dari (bencana) ini, tentulah kami men ja di orang-orang yang bersyukur’.” (Q.s. al-An‘am: 63).
Di dalam al-Qur’an, Allah memerintahkan manusia agar berdoa dengan meren dahkan diri:
“Berdoalah kepada Tuhanmu dengan beren dah diri dan suara yang lembut. Sesung guhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Q.s. al-A‘raf: 55).
Dalam ayat lainnya, Allah menyatakan bahwa Dia mengabulkan doa orang-orang yang teraniaya dan orang-orang yang berada dalam kesusahan:
“Atau siapakah yang mengabulkan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilang kan kesu sah­an dan yang menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi? Apakah ada tuhan lain selain Allah? Sedikit sekali kamu yang mem­perhatikannya.” (Q.s. an-Naml: 62).
Tentu saja orang tidak harus berada dalam keadaan bahaya ketika berdoa kepada Allah. Contoh-contoh ini diberikan agar orang-orang dapat memahami maknanya sehingga mereka berdoa dengan ikhlas dan merenung kan saat kematian, ketika seseorang tidak lagi merasa lalai sehingga mereka berpaling kepada Allah dengan keikhlasan yang dalam. Dalam pada itu, orang-orang yang beriman, yang dengan sepenuh hati berbakti kepada Allah, selalu menyadari kelemahan mereka dan kekurangan mereka, mereka selalu ber paling kepada Allah dengan ikhlas, sekalipun mereka tidak berada dalam keadaan bahaya. Ini merupakan ciri penting yang membeda kan mereka dengan orang-orang kafir dan orang-orang yang imannya lemah.
Tidak Ada Pembatasan Apa pun dalam Berdoa
Seseorang dapat memohon apa saja kepada Allah asalkan halal. Hal ini karena sebagai mana telah disebutkan terdahulu, Allah adalah satu-satunya penguasa dan pemilik seluruh alam semesta; dan jika Dia menghen daki, Dia dapat memberikan kepada manusia apa saja yang Dia inginkan. Setiap orang yang berpaling kepada Allah dan berdoa kepada-Nya, haruslah meyakini bahwa Allah berku asa melakukan apa saja dan bersungguh-sungguhlah dalam berdoa sebagaimana disabda kan oleh Nabi saw.2 Ia perlu mengetahui bahwa mudah saja bagi-Nya untuk memenuhi keinginan apa saja, dan Dia akan memberikan apa yang diminta oleh seseorang jika di dalam­nya terdapat kebaikan bagi orang itu dalam doa tersebut. Doa-doa para nabi dan orang-orang beriman yang disebutkan dalam al-Qur’an merupakan contoh bagi orang-orang beriman tentang hal-hal yang dapat mereka mohon kepada Allah. Misalnya, Nabi Zakaria a.s. berdoa kepada Allah agar diberi keturunan yang diridhai, dan Allah pun mengabulkan doanya, meskipun istrinya mandul:
“Yaitu ketika ia berdoa kepada Tuhannya dengan suara yang lembut. Ia berkata: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya tulangku telah lemah dan kepalaku telah dipenuhi uban, dan aku belum pernah kecewa dalam berdoa kepada-Mu, ya Tuhanku. Dan sesungguhnya aku khawatir terhadap mawaliku sepeninggalku, sedang istriku adalah seorang yang mandul, maka anugerahilah aku dari sisi-Mu se orang putra. Yang akan mewarisi aku dan mewarisi sebahagian keluarga Ya‘qub; dan jadikanlah ia ya Tuhanku, seorang yang diridhai’.” (Q.s. Maryam: 3-6).
Maka Allah mengabulkan doa Nabi Zaka ria dan memberikan kepadanya berita gem bira tentang Nabi Yahya a.s.. Setelah meneri ma berita gembira tentang seorang anak laki-laki, Nabi Zakaria merasa heran karena istri nya mandul. Jawaban Allah kepada Nabi Zakaria menjelaskan tentang sebuah rahasia yang hendaknya selalu dicamkan dalam hati orang-orang yang beriman:
“Zakaria berkata, ‘Ya Tuhanku, bagai mana akan ada anak bagiku, padahal istriku adalah seorang yang mandul dan aku sesung guhnya sudah mencapai umur yang sangat tua.’ Tuhan berfirman, ‘Demikianlah.’ Tuhan berfirman, ‘Hal itu mudah bagi-Ku, dan se sung guhnya telah Aku ciptakan kamu sebe lum itu, padahal kamu belum ada sama sekali’.” (Q.s. Maryam: 8-9)
Ada beberapa Nabi lainnya yang disebut kan dalam al-Qur’an yang doa-doa mereka dikabulkan. Misalnya, Nabi Nuh a.s. memo hon kepada Allah untuk menimpakan azab kepada kaumnya yang tersesat meskipun ia telah berusaha sekuat tenaga untuk membim bing mereka kepada jalan yang lurus. Sebagai jawaban dari doanya, Allah menimpakan azab besar kepada mereka yang tercatat dalam sejarah.
Nabi Ayub a.s. menyeru Tuhannya ketika ia sakit, ia berkata, “… Sesungguhnya aku telah ditimpa penyakit dan Engkau adalah Tuhan Yang Maha Penyayang di antara semua penyayang.” (Q.s. al-Anbiya’: 83). Sebagai jawaban ter hadap doa Nabi Ayub, Allah berfirman seba gai berikut:
“Maka Kami pun mengabulkan doa nya itu, lalu Kami hilangkan penyakit yang menim pa nya dan Kami kembalikan keluar ganya kepadanya, dan Kami lipat gandakan bilangan mereka, sebagai suatu rahmat dari sisi Kami dan untuk menjadi peringatan bagi semua yang menyembah Allah. (Q.s. al-Anbiya’: 84).
Allah mengabulkan Nabi Sulaiman a.s. yang berdoa, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan anugerahkanlah kepadaku kerajaan yang tidak dimiliki oleh siapa pun sesudahku, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Pemberi.” (Q.s. Shad: 35). Maka Allah mengaruniakan kekuasaan yang besar dan kekayaan yang banyak kepada nya.
Oleh karena itu, orang-orang yang berdoa hendaknya mencamkan dalam hati ayat ini, “Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia meng­hendaki sesuatu hanyalah berkata kepada nya, ‘Jadilah.’ Maka terjadilah ia. (Q.s. Yasin: 82) Sebagaimana dinyatakan dalam ayat ini, segala sesuatu itu mudah bagi Allah dan Dia Mendengar dan Mengetahui setiap doa.
Allah Memberi Karunia di Dunia ini bagi Orang-orang yang Mengingin kannya, Tetapi di Akhirat Mereka akan Mende rita Kerugian
Orang-orang yang tidak memiliki ketak waan kepada Allah dalam hatinya, dan iman nya sangat lemah terhadap kehidupan akhirat, hanyalah menginginkan keduniaan. Mereka meminta kekayaan, harta benda, dan kedu duk an hanyalah untuk kehidupan di dunia ini. Allah memberi tahu kita bahwa orang-orang yang hanya menginginkan keduniaan tidak akan memperoleh pahala di akhirat. Tetapi bagi orang-orang yang beriman, mereka berdoa memohon dunia dan akhirat karena mereka percaya bahwa kehidupan di akhirat sama pastinya dan sama dekatnya dengan kehidupan dunia ini. Tentang masalah ini, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Di antara manusia ada orang yang ber doa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami (kebaik an) di dunia,’ dan tidak ada baginya bagian di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang berdoa, ‘Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat, dan peliharalah kami dari siksa neraka.’ Mereka itulah orang-orang yang mendapat bagian dari apa yang mereka usahakan, dan Allah sangat cepat perhitungan-Nya. (Q.s. al-Baqarah: 200-2).
Orang-orang yang beriman juga berdoa memohon kesehatan, kekayaan, ilmu, dan kebahagiaan. Akan tetapi, semua doa mereka adalah untuk mencari keridhaan Allah dan untuk memperoleh kebaikan bagi agamanya. Mereka memohon kekayaan misalnya, adalah untuk digunakan di jalan Allah. Berkenaan dengan masalah ini, Allah memberikan con toh tentang Nabi Sulaiman di dalam al-Qur’an. Jauh dari keinginan untuk memper oleh dunia, doa Nabi Sulaiman untuk memin ta kekayaan adalah demi tujuan mulia untuk digunakan di jalan Allah, untuk menyeru manusia kepada agama Allah, dan agar diri nya sibuk berdzikir kepada Allah. Kata-kata Nabi Sulaiman sebagaimana yang diceritakan dalam al-Qur’an menunjukkan niatnya yang ikhlas:
“Sesungguhnya aku menyukai kesenang an terhadap barang yang baik karena ingat kepada Tuhanku.” (Q.s. Shad: 32).
Maka Allah mengabulkan doa Nabi Sulai man a.s. tersebut dengan mengaruniakan kepa danya kekayaan yang sangat banyak di dunia dan ia akan memperoleh pahala di akhirat. Dalam pada itu, Allah juga menga bulkan keinginan orang-orang yang hanya menghendaki kehidupan dunia, namun azab yang pedih menunggu mereka di akhirat. Keuntungan yang telah mereka peroleh di dunia ini tidak akan mereka peroleh lagi di akhirat kelak.
Kenyataan yang sangat penting ini di cerita kan dalam al-Qur’an sebagai berikut:
“Barangsiapa menghendaki keuntungan di akhirat, akan Kami tambah keuntungan itu baginya, dan barangsiapa menghendaki keuntungan di dunia, Kami akan mem beri kan kepadanya sebagian dari keuntungan dunia, dan tidak ada baginya bagian sedikit pun di akhirat. (Q.s. asy-Syura: 20).
“Barangsiapa menghendaki kehidupan sekarang, maka Kami segerakan baginya di dunia apa yang Kami kehendaki bagi orang yang Kami kehendaki dan Kami tentukan bagi nya neraka Jahanam, ia akan mema sukinya dalam keadaan tercela dan terusir. (Q.s. al-Isra’: 18).