Posts tagged ‘azab allah’

8 Oktober 2012

AL-QUR’AN DAN RAHASIANYA 3

oleh alifbraja

WAJAH ORANG-ORANG BERIMAN BERCAHAYA, DAN WAJAH ORANG-ORANG KAFIR DILIPUTI KEHINAAN
Salah satu rahasia yang diungkapkan Allah dalam al-Qur’an adalah bahwa keimanan dan kekufuran tercermin di wajah dan kulit manu­sia. Di beberapa ayat, Allah memberitahukan bahwa terdapat cahaya di wajah orang-orang beriman, sedangkan wajah orang-orang kafir diliputi kehinaan:
“Dan kamu akan melihat mereka dihadap kan ke neraka dalam keadaan tunduk karena hina, mereka melihat dengan pandangan yang lesu …” (Q.s. asy-Syura: 45).
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan ada tambahannya. Dan muka mereka tidak ditutupi debu hitam dan tidak pula kehinaan. Mereka itulah peng huni surga, mereka kekal di dalamnya. Dan orang-orang yang mengerjakan kejahatan memperoleh balasan yang setimpal dan mere ka diliputi kehinaan. Tidak ada bagi mereka se orang pelindung pun dari azab Allah, seakan-akan muka mereka ditutupi dengan kepingan-kepingan malam yang gelap gulita. Mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.” (Q.s. Yunus: 26-7).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat-ayat tersebut, wajah orang-orang kafir diliputi oleh kehinaan. Sebaliknya, wajah orang-orang beriman bercahaya. Allah menyatakan bahwa mereka dikenal karena adanya bekas sujud pada wajah mereka:
Muhammad itu adalah Utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan dia keras terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka: kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud…” (Q.s. al-Fath: 29).
Dalam ayat-ayat lainnya, Allah memberi tahu kan bahwa orang-orang kafir dan orang-orang yang berdosa dikenali dari wajah mereka:
“Orang-orang yang berdosa dikenal dengan tanda-tandanya, lalu dipegang ubun-ubun dan kaki mereka.” (Q.s. ar-Rahman: 41).
“Dan kalau kami menghendaki, niscaya Kami tunjukkan mereka kepadamu sehingga kamu benar-benar dapat mengenal mereka dengan tanda-tandanya. Dan kamu benar-benar akan mengenal mereka dari kiasan-kiasan perkataan mereka, dan Allah menge ta hui perbuatan-perbuatan kamu.” (Q.s. Muhammad: 30).
Keajaiban dan rahasia penting yang diung kapkan dalam al-Qur’an adalah adanya per ubah an fisik yang terjadi pada wajah sese orang. Hal itu tergantung pada keimanan dan dosa seseorang. Keadaan ruhani menghasil kan pengaruh fisik pada tubuh, sekalipun bentuknya tetap sama, namun ekspresi wajah dapat berubah, yakni wajahnya diliputi kege lapan atau cahaya. Jika Allah menghen daki, orang yang beriman dapat melihat keajaiban ini yang ditunjukkan kepada orang-orang.

RAHASIA MENGAPA ALLAH MENGHAPUS PERBUATAN BURUK
Orang-orang beriman bercita-cita mem peroleh keridhaan, kasih sayang, dan surga Allah. Namun, manusia diciptakan dalam keadaan lemah dan lupa sehingga manusia melakukan banyak kesalahan dan memiliki banyak kelemahan. Allah Yang Maha Menge tahui keadaan hamba-hamba-Nya dan Maha Pengasih dan Penyayang memberitahukan kita bahwa Dia akan menghapus perbuatan buruk dari hamba-Nya yang ikhlas dan akan memberikan kepada mereka pemeriksaan yang mudah:
“Adapun orang yang diberikan kitabnya dari sebelah kanannya, maka dia akan diperiksa dengan pemeriksaan yang mudah, dan dia akan kembali kepada kaumnya dengan gembira.” (Q.s. al-Insyiqaq: 7-9).
Tentu saja Allah tidak mengubah perbuat an buruk setiap orang menjadi kebaikan. Adapun sifat orang-orang beriman yang per bu at an buruknya dihapus Allah dan diam puni-Nya diberitahukan dalam al-Qur’an.
Orang-orang yang Menjauhi Dosa-dosa Besar
Dalam sebuah ayat Allah menyatakan:
“Jika kamu menjauhi dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang kamu dilarang me nger jakannya, niscaya Kami hapus kesa lahan-kesalahanmu dan Kami masuk kan kamu ke tempat yang mulia.” (Q.s. an-Nisa’: 31).
Orang-orang yang beriman yang menge ta hui fakta ini berbuat dengan sangat hati-hati dengan memperhatikan batas-batas yang ditetapkan Allah, dan mereka menghindari hal-hal yang dilarang. Jika mereka melakukan kesalahan karena kealpaannya, mereka segera berpaling kepada Allah, bertobat, dan memo hon ampunan.
Allah memberitahukan kita dalam al-Qur’an tentang hamba-hamba-Nya yang tobat nya akan diterima. Dalam hal ini, jika kita mengetahui perintah Allah, namun dengan sengaja kita melakukan dosa dan ber kata, “Tidak apa-apa, apa pun yang terjadi saya akan diampuni.” Perkataan ini benar-benar menunjukkan cara berpikir yang salah, karena Allah mengampuni perbuatan dosa hamba-hamba-Nya yang dilakukan karena kealpaan dan ia segera bertobat dan tidak berniat mengulanginya lagi:
“Sesungguhnya tobat di sisi Allah hanya lah tobat bagi orang-orang yang menger jakan kejahatan lantaran ketidaktahuan, yang kemu­dian mereka bertobat dengan segera, maka mereka itulah yang diterima tobatnya oleh Allah; dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan tidaklah tobat itu di teri ma Allah dari orang-orang yang menger jakan kejahatan hingga apabila datang ajal kepada seseorang di antara mereka, ia menga takan, ‘Sesung guhnya saya bertobat seka rang.’ Dan tidak pula orang-orang yang mati sedang mereka di dalam kekafiran. Bagi orang-orang itu telah Kami sediakan siksa yang pedih.” (Q.s. an-Nisa’: 17-8).
Sebagaimana disebutkan dalam ayat di atas, menjauhi perbuatan dosa dengan sung guh-sungguh sangatlah penting jika seseorang ingin perbuatan-perbuatan buruknya diha pus kan, dan jika tidak menginginkan penye salan pada hari pengadilan kelak. Dalam pada itu, seorang beriman yang melakukan suatu dosa, hendaknya secepatnya memohon am pun kepada Allah.
Orang-orang yang Sibuk Mengerjakan Amal Saleh
Dalam ayat lainnya, Allah menyatakan bahwa Dia akan menutupi perbuatan buruk orang-orang yang beramal saleh. Sebagian dari ayat-ayat yang membicarakan masalah ini adalah sebagai berikut:
“Pada hari ketika Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan, itulah hari ditampakkannya kesalahan-kesalahan. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal saleh, niscaya Allah akan menutupi kesalahan-kesalahannya dan memasukkannya ke dalam surga yang meng alir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar.” (Q.s. at-Tagha bun: 9).
“Kecuali orang-orang yang bertobat, ber iman, dan mengerjakan amal saleh, maka mere ka itu kejahatan mereka diganti dengan Allah dengan kebajikan. Dan Allah itu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. al-Furqan: 70).
Setiap perbuatan dan semua tindakan yang dilakukan untuk mencari karunia Allah adalah “amal saleh”. Misalnya, perbuatan seperti menyampaikan perintah agama Allah kepada manusia, memperingatkan seseorang yang tidak mau bertawakal kepada Allah atas takdirnya, menjauhi seseorang dari meng gunjing, memelihara rumah dan badan agar tetap bersih, memperluas wawasan dengan membaca dan belajar, berbicara dengan sopan, mengingatkan orang tentang akhirat, mera wat orang sakit, menunjukkan perasaan cinta dan kasih sayang kepada yang lebih tua, men cari nafkah dengan cara yang halal sehingga hasilnya dapat digunakan untuk kemanfaatan orang lain, mencegah kejahatan dengan ke baikan dan kesabaran, semua itu merupa kan amal saleh jika dilakukan untuk mencari keridhaan Allah. Orang-orang yang meng ingin kan agar kesalahannya diampuni dan diganti dengan kebaikan di akhirat, hendak nya selalu melakukan perbuatan yang sangat diridhai Allah. Untuk tujuan itu, hendaknya kita selalu ingat perhitungan pada Hari Pengadilan. Tentunya menjadi jelas bagaima na kah seseorang seharusnya berbuat, misal nya jika ia diletakkan di depan api neraka, kemudian kepadanya diperlihatkan perbuat an-perbuatan buruknya yang telah ia kerjakan semasa hidupnya, kemudian diingatkan bah­wa ia seharusnya berbuat benar agar diam puni. Seseorang yang melihat api neraka, yang mendengar keputusasaan, penyesalan, dan keluh kesah para penghuni neraka yang meng alami siksaan yang pedih, dan yang menyaksikan siksa neraka dengan matanya, tentu saja akan melakukan perbuatan yang sangat diridhai Allah dan akan berusaha dengan sekuat tenaganya. Orang ini akan me ngerjakan shalat tepat pada waktunya, mela ku kan amal saleh, tidak akan pernah lalai, tidak pernah berani melakukan perbuatan yang kurang diridhai Allah, jika ia menge tahui bahwa ada perbuatan lainnya yang lebih diridhai-Nya. Karena neraka yang ada di sisinya akan selalu mengingatkannya tentang kehidupan yang kekal abadi dan siksaan Allah. Ia akan segera melakukan apa yang diperintahkan oleh hati nuraninya. Ia akan berhati-hati dalam menjaga shalatnya. Se hing ga, dalam kehidupan di dunia ini, perbuatan buruk bagi orang-orang yang melakukan amal saleh, takut kepada Allah dan hari pengadilan, bagaikan orang yang melihat neraka lalu dikembalikan ke dunia, atau bagaikan mereka selalu melihat api neraka di sisinya sehingga ia segera melaku kan kebaikan. Orang-orang yang beriman ini merasa yakin tentang akhirat dan mereka sangat takut dengan azab Allah dan berusaha menjauhinya.

TUJUAN MEMBELANJAKAN HARTA DI
JALAN ALLAH
Salah satu amal ibadah yang terpenting yang dapat membersihkan kotoran kebendaan dan keruhanian, dan sebagai latihan bagi ruhani sehingga seseorang dapat mencapai derajat akhlak yang tinggi sehingga Allah akan ridha kepadanya adalah membelanjakan harta di jalan Allah. Allah telah berfirman kepada Nabi saw. agar mengambil zakat dari harta benda orang-orang beriman untuk mem bersihkan dan menyucikan harta terse but.
“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu member sihkan dan menyucikan mereka.” (Q.s. at-Taubah: 103).
Meskipun demikian, perbuatan membe lanjakan harta yang dapat membersihkan dan menyucikan orang-orang adalah jika dilaku kan berdasarkan ketentuan yang telah dise but kan dalam al-Qur’an. Orang-orang berang gapan bahwa mereka telah menunaikan tugas mereka ketika mereka memberikan sejumlah uang yang sangat sedikit yang diberikan kepada pengemis, memberikan pakaian bekas kepada orang miskin, atau memberi makan kepada orang yang lapar. Tidak diragukan lagi bahwa perbuatan-perbuatan tersebut merupa kan perbuatan yang akan memperoleh pahala dari Allah jika niatnya untuk mencari ridha Allah. Namun sesungguhnya ada batas-batas yang telah ditentukan dalam al-Qur’an. Misal nya, Allah memerintahkan manusia agar menginfakkan apa saja yang melebihi keper luannya:
“Mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, ‘Yang lebih dari keperluan.’ Demikianlah Allah mene rang kan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (Q.s. al-Baqarah: 219).
Manusia hanya memerlukan sedikit saja untuk memenuhi keperluan hidupnya di dunia. Harta benda yang di luar keperluan seseorang adalah harta yang berlebih. Yang terpenting bukan jumlah yang diberikan, tetapi apakah ia memberikannya dengan ikh las atau tidak. Allah mengetahui segala sesu atu dan Dia telah memberi hati nurani kepada manusia untuk menetapkan hal-hal yang sesungguhnya tidak diperlukan. Mengin fak kan harta benda merupakan bentuk ibadah yang mudah bagi orang-orang yang tidak di hinggapi ketamakan terhadap dunia dan yang tidak mengejar dunia, tetapi merindu kan akhirat. Allah telah memerintahkan kita untuk menginfakkan sebagian dari harta kita untuk menjauhkan cinta dunia. Menginfak kan harta benda merupakan sarana untuk mem­bersihkan diri dari sifat tamak. Tidak diragukan lagi bahwa bentuk ibadah ini sangat penting bagi orang-orang yang ber iman dalam kaitannya dengan perhitungan di akhirat. Rasulullah saw. juga bersabda bahwa orang yang membelanjakan hartanya di jalan Allah akan dirahmati Allah:
“Dua manusia akan dirahmati: Yang pertama adalah orang yang diberi oleh Allah al-Qur’an dan ia hidup berdasarkan al-Qur’an itu. Ia menganggap halal apa saja yang dihalalkan, dan menganggap haram apa saja yang diharamkan. Yang lain adalah orang yang diberi harta oleh Allah, dan harta itu dibelanjakannya kepada sanak keluarga dan dibelanjakan di jalan Allah.1
Manusia Harus Memberikan Apa yang Ia
Cintai kepada Orang Miskin
Orang sering kali cenderung memberikan sesuatu jika sesuatu yang diberikan itu tidak merugikan kepentingannya. Misalnya, ketika seseorang memberikan harta bendanya kepada orang miskin, sering kali ia memberi kan sesuatu yang tidak lagi diperlukannya dan tidak disukainya, sudah ketinggalan mode, atau tidak layak pakai. Tampaknya orang merasa berat untuk memberikan harta benda yang dicintainya, padahal sesungguhnya ke der mawanan seperti ini sangat penting untuk membersihkan diri dan agar mencintai amal kebajikan. Ini merupakan rahasia penting yang diungkapkan Allah kepada umat manu sia. Allah telah menyatakan bahwa tidak ada cara lain untuk mencapai kebajikan bagi manu sia kecuali melalui:
“Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebajikan sebelum kamu menafkahkan sebagian dari harta yang kamu cintai. Dan apa saja yang kamu nafkahkan, maka sesung guhnya Allah mengetahuinya.” (Q.s. Ali Imran: 92).
“Hai orang-orang yang beriman, nafkah kanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik dan sebagian dari apa yang Kami kelu ar kan dari bumi untukmu. Dan ja ngan lah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan daripadanya, padahal kamu sen diri tidak mau mengambilnya me lainkan dengan memicingkan mata terha dapnya. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (Q.s. al-Baqarah: 267).
Membelanjakan Harta di Jalan Allah sebagai
Sarana Agar Dekat Dengan-Nya
Bagi orang yang beriman, tidak ada sesuatu pun yang lebih dirindukan daripada memper oleh keridhaan Allah dan dicintai oleh-Nya. Orang yang beriman berusaha mencari asbab untuk mendekatkan diri kepada Allah dalam hidupnya. Tentang hal ini, Allah menyatakan sebagai berikut:
“Hai orang-orang yang beriman, bertak walah kepada Allah, dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihad lah di jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.” (Q.s. al-Ma’idah: 35).
Sebagai sebuah rahasia dan berita gembira bagi orang-orang beriman, Allah mengung kapkan dalam al-Qur’an bahwa apa yang dibe lan­jakan akan menjadi asbab untuk mencapai kedekatan dengan-Nya. Dengan demikian bagi orang yang beriman, memberikan apa yang ia cintai dan yang melebihi keperlu annya kepada orang-orang miskin tidaklah sulit, tetapi merupakan kesempatan berharga untuk membuktikan bahwa ia adalah orang yang taat dan cinta kepada Allah. Tentang hal ini Allah menyatakan sebagai berikut:
“Dan diantara orang-orang Arab Badui ada orang yang beriman kepada Allah dan hari Kiamat, dan memandang apa yang dinaf kah­kannya itu sebagai jalan mendekat kannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk mem per oleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri. Kelak Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat-Nya, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. at-Taubah: 99).
Apa Saja yang Dinafkahkan di Jalan Allah
akan Memperoleh Balasan yang Baik
Rahasia lain yang diungkapkan tentang membelanjakan harta seseorang di jalan Allah menurut al-Qur’an adalah, bahwa apa saja yang dinafkahkannya itu pasti akan memper oleh balasan. Ini merupakan janji Allah. Orang-orang yang menafkahkan harta mereka di jalan Allah tanpa takut akan men jadi mis kin, akan memperoleh rahmat yang menak jubkan dalam kehidupan mereka. Apa saja yang dibelanjakan di jalan Allah akan diganjar sepenuhnya. Sebagian ayat yang men ceritakan janji tersebut adalah sebagai berikut:
“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah lah yang memberi petunjuk siapa yang dikehendaki-Nya. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, maka pahalanya itu untuk dirimu sendiri. Dan janganlah kamu membelanjakan sesuatu melainkan karena mencari keridhaan Allah. Dan apa saja harta yang baik yang kamu nafkahkan, niscaya kamu akan diberi pahalanya dengan cukup sedang kamu sedikit pun tidak akan dianiaya.” (Q.s. al-Baqarah: 272).
“Apa saja yang kamu nafkahkan di jalan Allah niscaya akan dibalasi dengan cukup kepadamu dan kamu tidak akan dianiaya.” (Q.s. al-Anfal: 60).
“Katakanlah, ‘Sesungguhnya Tuhanku melapangkan rezeki bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya diantara hamba-hamba-Nya dan menyempitkannya.’ Dan barang apa saja yang kamu nafkahkan, maka Allah akan menggantinya, dan Dialah Pemberi rezeki yang sebaik-baiknya.” (Q.s. Saba’: 39).
Orang-orang yang beriman hanya meng harapkan keridhaan Allah dan surga ketika mereka memberikan harta mereka; tetapi sebagai rahasia yang diungkapkan oleh Allah, apa saja yang mereka nafkahkan akan dikem balikan lagi kepada mereka. Pengembalian ini merupakan rahmat di dunia, dan di atas segalanya, Allah menyediakan surga bagi orang-orang yang beriman. Dalam pada itu, berkebalikan dengan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah, Allah akan mengurangi rezeki orang-orang yang bakhil dalam menafkahkan kekayaan mereka, atau orang yang suka mengumpulkan kekaya an yang lebih banyak dan meng abaikan batasan-batasan Allah. Salah satu ayat yang berkaitan dengan masalah ini menceritakan tentang keadaan orang-orang yang memakan riba:
“Allah memusnahkan riba dan menyubur kan sedekah. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran, dan selalu berbuat dosa.” (Q.s. al-Baqarah: 276).
Allah memberitahukan tentang keber untungan yang akan didapatkan oleh orang-orang yang memberikan harta mereka sebagai berikut:
“Perumpamaan orang-orang yang menaf kahkan hartanya di jalan Allah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap-tiap bulir ada seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan Allah Mahaluas lagi Maha Mengetahui.” (Q.s. al-Baqarah: 261).
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakitinya, seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah ia bersih. Mereka tidak menguasai sesuatu pun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.
“Dan perumpamaan orang-orang yang membelanjakan hartanya karena mencari keridhaan Allah dan untuk keteguhan jiwa mereka, seperti sebuah kebun yang terletak di dataran tinggi yang disiram oleh hujan lebat, maka kebun itu menghasilkan buahnya dua kali lipat. Jika hujan lebat tidak menyi rami nya, maka hujan gerimis. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu perbuat.” (Q.s. al-Baqarah: 265).
Dalam setiap ayat tersebut terdapat rahasia yang diungkapkan Allah kepada orang-orang yang beriman dalam al-Qur’an. Orang-orang yang beriman memberikan harta benda mereka hanya untuk mencari keridhaan dan rahmat Allah dan surga-Nya. Namun, menya dari tentang rahasia-rahasia yang diungkap kan dalam al-Qur’an, mereka juga mengha rap kan rahmat dan karunia Allah. Semakin banyak mereka memberikan hartanya di jalan Allah, dan semakin mereka memperhatikan apa yang diharamkan dan yang dihalalkan, Allah akan semakin menambah kekayaan mereka, tugas-tugas mereka dijadikan mudah, dan Allah memberikan kesempatan yang semakin banyak untuk menafkahkan harta nya di jalan Allah. Setiap orang beriman yang bertakwa kepada Allah dan dalam hatinya tidak ada kekhawatiran terhadap masa depan, ia akan memahami rahasia ini dalam kehidup annya.

PENGARUH PERBUATAN BAIK DAN UCAPAN YANG BAIK
Manusia senantiasa mencari lingkungan yang tenang tempat mereka dapat hidup dengan aman, gembira, dan membina persa ha batan. Meskipun mereka merindukan keada an yang demikian itu, mereka tidak pernah melakukan usaha untuk menyu bur kan nilai-nilai tersebut, tetapi sebaliknya, mereka sendirilah yang menjadi penyebab terjadinya konflik dan kesengsaraan. Sering kali orang mengharapkan agar orang lain mem berikan ketenangan, kedamaian, dan bersikap bersahabat. Hal ini berlaku dalam hubungan keluarga, hubungan antarpegawai di perusahaan, hubungan kemasyarakatan, maupun persoalan internasional. Namun, untuk membina persahabatan dan mencip takan kedamaian dan keamanan dibutuhkan sikap mau mengorbankan diri. Konflik dan keresahan tidak dapat dihindari jika orang-orang hanya bersikukuh pada ucapannya, jika mereka hanya mementingkan kesenangannya sendiri tanpa bersedia melakukan kompromi atau pengorbanan. Bagaimanapun, orang-orang yang beriman dan bertakwa kepada Allah tidak bersikap seperti itu. Orang-orang yang beriman tidak mementingkan diri sendiri, suka memaafkan, dan sabar. Bahkan ketika mereka dizalimi, mereka bersedia mengabaikan hak-hak mereka. Mereka menganggap bahwa kedamaian, keamanan, dan kebahagiaan orang lain lebih penting dibandingkan dengan kepentingan pribadi mereka, dan mereka menunjukkan sikap yang santun. Ini merupakan sifat mulia yang dipe­rintahkan Allah kepada orang-orang beriman:
“Dan tidaklah sama kebaikan dan keja hat an. Tolaklah kejahatan itu dengan cara yang lebih baik, maka tiba-tiba orang yang antaramu dan antara dia ada permusuhan seolah-olah telah menjadi teman yang sangat setia. Sifat-sifat yang baik itu tidak dianuge rahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keber un tungan yang besar.” (Q.s. Fushshilat: 34-5).
“Ajaklah kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantah lah mereka dengan cara yang baik. Sesung guhnya Tuhanmu Dialah yang lebih menge tahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Q.s. an-Nahl: 125).
Sebagaimana dinyatakan dalam ayat tersebut, sebagai balasan atas perbuatan baik nya bagi orang-orang yang beriman, Allah mengubah musuh mereka menjadi “teman yang setia”. Ini merupakan salah satu rahasia Allah. Bagaimanapun juga, hati manu sia berada di tangan Allah. Dia mengubah hati dan pikiran siapa saja yang Dia kehendaki.
Dalam ayat lainnya, Allah mengingatkan kita tentang pengaruh ucapan yang baik dan lemah lembut. Allah memerintahkan Nabi Musa dan Harun a.s. agar mendatangi Fir‘aun dengan lemah lembut. Meskipun Fir‘aun itu zalim, congkak, dan kejam, Allah memerin tahkan rasul-Nya agar berbicara kepadanya dengan lemah lembut. Allah menjelaskan alasannya dalam al-Qur’an:
“Pergilah kamu berdua kepada Fir‘aun, sesungguhnya dia telah melampaui batas. Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan ia ingat atau takut.” (Q.s. Thaha: 43-4).
Ayat-ayat ini memberitahukan kepada orang-orang yang beriman tentang sikap yang harus mereka terapkan terhadap orang-orang kafir, musuh-musuh mereka, dan orang-orang yang sombong. Tentu saja ini mendorong kepada kesabaran, kemauan, kesopanan, dan kebijakan. Allah telah mengungkapkan sebu ah rahasia bahwa Dia akan menjadikan per buatan orang-orang beriman itu akan meng­hasilkan manfaat dan akan mengubah musuh-musuh menjadi teman jika mereka menaati perintah-Nya dan menjalankan akhlak yang baik.

19 September 2012

Jangan BER-Dusta Mencintai Allah

oleh alifbraja

Jangan BER-Dusta Mencintai Allah

sebuah judul besar penyakit yang menghinggapi banyak umat hari ini. Eksistensi dunia melebihi eksistensi Allah. Celakanya lagi, bahkan banyak manusia yang sudah merusak fitrahnya sebagai makhluk. Dengan menuhankan dunia. Na’udzubillahi mindzaliq. Semoga hal yang demikian ini terhindar dari diri kaum muslimin dan orang-orang yang beriman. Orang-orang yang masih meninggikan asma-Nya, dan memuliakan kekasihnya, Muhammadur rasulullahu salallahu ’alaihi wasallam.

Penyakit cinta dunia dan takut mati memang bukan hari ini saja terjadi. Ini adalah kisah dan perilaku yang berulang-ulang. Tentu ingat bagaimana Fir’aun (Ramses II) yang menganggap dirinya Tuhan. Berkuasa penuh atas diri manusia. Tapi, ketika maut menjemputnya (tatkala ia digulung lautan saat mengejar nabi Musa as), barulah ia bermunajat pada Allah swt. Sayang, semuanya terlambat. Hanya saja, tubuhnya hingga kini tetap dijaga oleh Allah, sebagai pelajaran bagi umat di kemudian hari.

Dasar penyakit, cinta dunia hingga kini masih saja terus berulang. Wujud dan bentuknya beragam. Namun, pada prinsipnya, cinta dunia selalu dipicu oleh materi. Sehingga, banyak manusia hari ini berlomba-lomba mencari rezki tanpa mengenal siang dan malam. Kerja keras siang malam, pergi pagi pulang malam, peras keringat banting tulang demi dunia. Sayang, mereka lupa dengan Maha Pemilik Materi, Allah ’Azza wa Jalla. Tak takutkah mereka dengan azab Allah?

Obatnya segeralah bertobat. Kembalilah mencintai Allah dengan tidak menafikan dunia. Karena sungguh besar manfaatnya untuk jiwa dan raga. Syurga balasannya bagi orang yang mau mencintai Allah. Tapi tidak pula mencintai Allah dengan jalan riya’. Cintailah Allah dengan ikhlas. Zuhud-lah kepada Allah, seperti halnya Muhammad saw yang hingga akhir hayatnya memilih menjadi anak-anak langit, bukan anak-anak dunia.

Abu Bakr ash-Shiddiq ra, (rela) memberikan seluruh harta kekayaannya kepada Nabi Muhammad saw, demi berjuang di jalan Allah swt, demi Islam sebagai totalitas hidup. Seorang pecinta tidak akan menyembunyikan apa pun dari kekasihnya, bahkan ia akan memberikan segala sesuatu padanya. Begitulah pelajaran yang dapat dipetik dari Abu Bakar, orang terpandang di zamannya.

Syarat mencintai Allah memang dengan bala cobaan. Hal itu pulalah yang dilalui oleh nabi-nabi Allah terdahulu hingga Rasulullah saw. Maka, setiap bala cobaan disertai pula dengan kesetiaan. Agar tidak dicap hanya mengaku-ngaku cinta Allah dengan kebohongan, kemunafikan, dan riya’. Jalan (menuju) al-Haqq ’Azza wa Jalla membutuhkan kejujuran (kesungguhan-shidq) dan cahaya makrifat. Di akhir cinta itulah seorang muslim akan meraih kebahagiaan hidup yang diimpikannya. Seperti halnya Muhammad saw berhasil membuat Islam jaya berabad-abad lamanya.

Jikalau kedekatan dengan-Nya sudah benar-benar shahih, maka Dia akan mengucurkan anugerah kemurahan-Nya. Dia akan membuka pintu-pintu bagian-Nya (qadha dan qadar), pintu kelembutan, pintu rahmat, dan jendela anugerah-Nya. Dia genggam dunia untuk umat yang bersyukur, lalu membentangkannya seluas-luasnya. Tentunya semua anugerah ini hanya diberikan-Nya para manusia-manusia pilihan. Karena Dia Maha Mengetahui akan ketaqwaan mereka. Mereka tidak pernah menyibukkan diri dengan sesuatu sampai terlena melupakan-Nya.

Nabi saw termasuk orang yang ditawari dunia, namun tidak sibuk mengurusinya dan lupa melayani-Nya. Beliau tidak menoleh pada bagian-bagian (rezki) dengan segala kesempurnaan zuhud dan penentangan. Beliau pernah ditawari kunci-kunci kekayaan bui, namun justru beliau mengembalikannya sembari berkata, “Tuhan, hidupkanlah aku sebagai orang miskin dan matikan aku sebagai orang miskin, serta kumpulkan aku kelak bersama orang-orang miskin”. Bagi kita kaum muslimin, tentu perjuangan Rasulullah saw ini sangat mulia di sisi-Nya. Perjuangan yang diberikannya, adalah demi umat Islam, sebagai umat terbaik di atas bumi Allah swt.

Zuhud adalah anugerah kesalehan. Seorang Mukmin bebas lepas dari beban ambisi mengumpulkan duniawi, tidak pula rakus dan terburu-buru. Berzuhud atas segala sesuatu dengan segenap hati dan berpaling darinya dengan segenap nurani. Seorang muslim hanya sibuk dengan apa yang diperintahkan kepadanya. Dia tahu pasti bagiannya tidak akan lepas darinya, hingga dia pun tidak perlu mencarinya. Dia biarkan bagian-bagian (duniawi) berlari mengejar di belakangnya, merendah dan memohon-mohon padanya untuk menerimanya.

Dikisahkan kembali oleh ’Abdul Kadir al Jilani tentang Sufyan ash-Shawri, pada awal menuntut ilmu, di perutnya terikat sabuki himyan berisi uang 500 dinar untuk keperluan hidup dan belajar. Dia ketuk-ketuk sabuk itu dengan tangannya seraya berkata, ”Jika tidak ada engkau, pastilah mereka sudah membuang kita”. Setelah diperolehnya ilmu dan makrifat pengetahuan al-Haqq Azza wa Jalla, maka dia sumbangkan sisa uang yang ada padanya untuk kaum fakir dalam waktu satu hari seraya berkata, ”Jikalau langit adalah besi yang tak mencurahkan hujan, bumi berupa batu cadas yang menumbuhkan (tanaman) dan aku pun (harus) berkonsentrasi mencari rezki, maka pastilah aku menjadi kafir”.

Maka setiap orang mukmin bekerja dan berinteraksi dengan sarana sampai iman benar-benar kuat, baru setelah itu berpindah dari sarana (sabab) pada Pemberi sarana (Musabib). Para nabi juga bekerja, bermodal, dan berhubungan dengan sarana duniawi pada awal keadaan mereka, baru pada akhirnya, mereka pasrah diri (tawakal). Mereka mensinergikan kerja dan tawakal sebagai awalan dan akhiran, syariat dan hakikat. Diriwayatkan dari Nabi saw, “Bahwasanya seorang laki-laki datang menghadapnya, lalu berkata, ‘Aku mencintaimu karena Allah ‘Azza wa Jalla’. Beliau pun bersabda padanya, ’Jadikan bala cobaan sebagai jubah, jadikan kefakiran sebagai jubah’”. Sebuah pepatah Arab juga mengatakan: Jangan dekati ular dan macan, sebab mereka bisa membinasakanmu. Jika engkau seorang pawang, bolehlah engkau dekati ular itu, dan jika engkau sudah memilih kekuatan, maka dekatilah macan itu.

Nabi Sulaiman as, misalnya. Setelah Allah melengserkan tahta kerajaannya, kemudian Dia menghukumnya dengan banyak hal, di antaranya mengemis dan meminta-minta. Dulu pada masa pemerintahannya, dia bekerja dan bisa makan dari hasil keringatnya sendiri, namun kemudian al-Haqq ’Azza wa Jalla menyempitkan ruang geraknya, mengusirnya dari kerajaannya dan menyempitkan jalan rezki baginya, hingga terpaksa dia harus meminta-minta. Semua itu dikarenakan istrinya menyembah patung di rumahnya (Sulaiman) selama 40 hari, maka selama 40 hari juga ia terus mendapat siksaan hari demi hari.

Seorang laki-laki pernah bertemu Abu Yazid al-Bisthami, kemudian lama menengok ke kanan dan ke kiri. Abu Yazid pun menegurnya “Ada apa gerangan?” Ia menjawab, ”Aku ingin (mencari) tempat bersih untuk melaksanakan shalat”. Abu Yazid langsung menukas, “Bersihkan hatimu dulu dan barulah shalat sebagaimana kehendakmu”. Memang, riya’ adalah rintangan di tengah jalan kaum (Sufi) yang tidak mau harus mereka seberangi. Riya’, ujub, dan kemunafikan, termasuk anak-anak panah Setan yang dileparkan ke dalam hati.

Jangan terlena dengan hembusan-hembusan (bujuk rayu) Setan, dan jangan kalah oleh panah-panah nafsu. Sebab ia (nafsu) melempari jiwa orang mukmin dengan panah Setan, dan memang Setan tidak dapat menguasai jiwa orang mukmin kecuali dengan sarana nafsu. Setan jin tidak dapat menguasai kecuali lewat media Setan manusia, yaitu nafsu kolega-kolega yang buruk. Memohonlah kepada Allah ‘Azza wa Jalla’ dan mintalah tolong pada-Nya dalam menghadapi musuh-musuh ini, niscaya Dia akan memberi pertolongan.

Orang yang tertolak (al-mahrum) adalah orang yang menolak al-Haqq ‘Azza wa Jalla dan kehilangan kedekatan bersama-Nya di dunia dan akhirat. Allah ‘Azza wa Jalla berfirman dalam beberapa kitab-Nya, “Hai anak Adam! Jika Aku melewatkanmu, maka akan lepas (dari)mu segala sesuatu”. Bagaimana al-Haqq ‘Azza wa Jalla tidak melewatkan harapan orang mukmin jika mereka berpaling dari-Nya, dan dari kaum Mukmin serta hamba-hamba-Nya yang saleh, bahkan malah menyakiti mereka secara lahir dan batin. Nabi saw bersabda, “Menyakiti orang Mukmin lima belas kali lebih besar (dosanya) di sisi Allah daripada merobohkan Ka’bah dan a-Bait al-M’mur”.

Janganlah takut pada siapa pun, baik jin, manusia, maupun malaikat. Jangan takut pula pada apa pun, baik hewan yang berbicara maupun yang diam. Jangan takut dengan penderitaan dunia, dan jangan takut pula dengan siksa akhirat, akan tetapi takutlah pada Sang Pemberi azab siksaan. Yang menurunkan penyakit adalah juga yang menurunkan obat. Tentu saja, ia pula yang lebih mengerti tentang kemaslahatan daripada selainnya. Jangan kecam Allah ‘Azza wa Jalla’dalam segala tindakan-Nya (fi’l. Jika Allah menghendaki kebaikan pada seorang hamba, maka Dia akan merampasnya (ikhtiar dan duniawinya), jika memang ia bersabar (menghadapinya), maka Dia akan mengangkat (derajat)nya, membaguskan (taraf kehidupannya), memberinya (anugerah), dan membuatnya kaya.

Hal itu pulalah yang terjadi pada diri nabi-nabi Allah. Mohonlah pertolongan kepada Allah dalam menghadapi musuh-musuh umat. Si pemenang adalah orang yang bersabar menghadapinya, dan si pecundang adalah orang yang menyerah pada mereka. Kaum (saleh) tidak memiliki obat keceriaan bagi mendung kesedihan mereka, juga tidak meletakkan beban mereka, dan tidak pula memiliki permata kasih di mata mereka serta hiburan bagi musibah mereka, hingga mereka bertemu Tuhan mereka. Pertemuan kaum saleh dengan Tuhannya meliputi dua jenis; pertama, pertemuan di dunia, yaitu melalui hati dan nurani kaum saleh, dan ini termasuk jarang terjadi. Kedua, pertemuan di Akhirat. Kaum saleh baru bisa merasakan kebahagiaan dan keceriaan setelah bertemu dengan Tuhan mereka, meskipun sebelumnya, musibah (kesedihan) terus menerus menimpanya.

Abdul Qadir al-Jailani pernah berkata, “Cegahlah nafsu dari syahwat kesenangan dan kelezatan. Berilah dia makanan yang suci tanpa najis. Makanan yang suci adalah makanan yang halal. Adapun makanan yang najis adalah haram. Berilah dia sarapan yang halal hingga dia tidak menjadi sombong, tinggi hati, dan kurang ajar. Ya Allah, kenalkanlah kami dengan-Mu, hingga kami mengenal-Mu”. Amin…