Archive for September, 2012

29 September 2012

HAKIKAT NUR MUHAMMAD

oleh alifbraja

Pada kajian yang lalu tentang Hakikat Nur Muhammad telah disampaikan bahwa Muhammad itu merupakan Nur yang terpancar dari Zat Tuhan. Nur Muhammad adalah yang pertama diciptakan dan merupakan roh dari segala makhluk. Sehingga tidak ada makhluk tanpa adanya Nur Muhammad karena dengan Nur Muhammad inilah Allah SWT melahirkan secara nyata sifat ketuhanan – Nya dalam diri setiap makhluk ( bukan Zat )

Sekarang kita akan mencoba melanjutkan kajian tentang Hakikat Nur Muhammad dalam bentuk pemahaman lanjutan [ sebelumnya perlu disampaikan bahwa, kajian ini merupakan lanjutan dari kajian sebelumnya ( Hakikat Nur Muhammad dan Hakikat Zat Pada Sifat Allah ) ,mohon tidak melanjutkan memahami kajian ini apabila belum memahami secara benar apa yang dimaksud dengan kajian tersebut ]

Hidup kita karena hidupnya Muhammad dalam alam batang tubuh kita, Hidupnya Muhammad dalam batang tubuh kita karena Hayat – Nya Allah Taala. Jika tidak hidup Muhammad dalam alam batang tubuh kita, maka tidak nyata Hayat – Nya Allah Taala. Bukan kita yang hidup melainkan Muhammad.

Tahu kita karena tahunya Muhammad pada hati kita, Tahunya Muhammad pada hati kita dengan Ilmu – Nya Allah Taala. Jika tidak tahu Muhammad pada hati kita, maka tidak nyata Ilmu – Nya Allah Taala. Bukan kita yang tahu melainkan Muhammad.

Kuasa kita karena kuasa Muhammad pada tulang kita, Kuasanya Muhammad pada tulang kita dengan Qudrat – Nya Allah Taala. Jika tidak kuasa Muhammad pada tulang kita, maka tidak nyata Qudrat – Nya Allah Taala. Bukan kita yang kuasa melainkan Muhammad.

Berkehandak kita karena kehendak Muhammad pada nafsu kita, Berkehendaknya Muhammad pada nafsu kita dengan Iradat – Nya Allah Taala. Jika tidak berkehendak Muhammad pada nafsu kita, maka tidak nyata Iradat – Nya Allah Taala. Bukan kita yang berkehendak melainkan Muhammad.

Mendengar kita karena pendengaran Muhammad pada telinga kita, Mendengarnya Muhammad pada telinga kita dengan Samik – Nya Allah Taala. Jika tidak mendengar Muhammad pada telinga kita, maka tidaklah nyata Samik – Nya Allah Taala. Bukan kita yang mendengar melainkan Muhammad.

Melihat kita karena penglihatan Muhammad pada mata kita, Melihatnya Muhammad pada mata kita dengan Basir – Nya Allah Taala. Jika tidak melihat Muhammad pada mata kita, maka tidaklah nyata Basir – Nya Allah Taala. Bukan kita yang melihat melainkan Muhammad.

Berkata kita karena Berkatannya Muhammad pada lidah kita, Berkatanya Muhammad pada lidah kita dengan Kalam – Nya Allah Taala. Jika tidak berkata Muhammad pada lidah kita, maka tidaklah nyata Kalam – Nya Allah Taala. Bukan kita yang berkata melainkan kata Muhammad.

Awal Muhammad adalah Nurani, menjadi nyawa atau roh dalam alam batang tubuh kita. Akhir Muhammad itu adalah Ruhani, menjadi hati dalam alam batang tubuh kita. Zahir Muhammad itu adalah Insani, menjadi rupa atau wajah dalam alam batang tubuh kita. Batin Muhammad itu adalah Rabbani, menjadi ujud dalam alam batang tubuh kita

Sedangkan anasir Nyawa atau Roh Muhammad itu dapat difahami dalam empat kedudukan yaitu :

  • Ujud – Ujud merupakan penzahiran dari Zat Allah jadi rahasia pada kita dan pada hakikatnya merupakan keberadaan Muhammad
  • Ilmu – Ilmu merupakan penzahiran dari sifat Allah menjadi Nyawa atau Roh pada kita dan pada hakikatnya merupakan Nyawa atau Roh Muhammad
  • Nur – Nur merupakan penzahiran dari asma Allah menjadi hati pada kita dan pada hakikatnya merupakan hati Muhammad
  • Syuhud – Syuhud merupakan penzahiran dari Af’aal Allah menjadi tubuh pada kita dan pada hakikatnya merupakan tubuh Muhammad

Pemahaman tentang Ujud adalah Zat Allah, merupakan realitas iman dan keimanan. Artinya Ujud itu Ada dan yang diadakan. Pemahamannya adalah bahwa yang ada itu Allah dan yang diadakan itu Muhammad

Pemahaman tentang Ilmu adalah Sifat Allah, merupakan realitas nyawa atau roh, Artinya Ilmu itu mengetahui dan yang diketahui. Pemahamannya adalah bahwa yang mengetahui itu Allah dan yang diketahui itu Muhammad

Pemahaman tentang Nur adalah Asma Allah, merupakan realitas hati, Artinya Nur itu terang dan yang diterangi. Pemahamannya adalah bahwa yang terang itu Allah dan yang diterangi itu Muhammad

Pemahaman tentang Syuhud adalah Af’aal Allah, merupakan realitas tubuh insan, Artinya Syuhud itu memandang dan yang dipandang. Pemahamannya adalah bahwa yang memandang itu Allah dan yang dipandang itu Muhammad

Demikian Pemahaman Tentang Hakikat Nur Muhammad, semoga bermanfaat untuk menambah wawasan dan bahan dalam diskusi di majelis masing  masing dan sekalian mohon sampaikan salam hormat saya kepada para guru kita yang dimuliakan Allah dan tak lupa dan tak bosan  bosannya saya mengharapkan doa dari beliau semoga Allah selalu merahmati kami sekeluarga dengan hidayah-Nya yang tek terhingga. Amin

29 September 2012

Nur Muhammad Sumber segala Ciptaan

oleh alifbraja

Hakikat Awal Nur Muhammad

Hakikat Awal Nur Muhammad. Pamahaman tentang hakikat Nur Muhammad pada umumnya dimulai dari kajian asal yaitu ketika, seluruh alam belum ada dan belum satu pun makhluk diciptakan Allah swt. Pada saat itu yang ada hanya zat Tuhan semata-mata, satu-satunya zat yang ada dengan sifat Ujud-Nya. Banyak dari kalangan sufi memahami bahwa pada saat itu zat yang ujud yang bersifat qidam tersebut belumlah menjadi Tuhan karena belum bernama Allah, Untuk bisa dikatakan sebagai tuhan, sesuatu itu harus dan wajib ada yang menyembahnya. Apabila tidak ada yang menyembah maka tidak bisa sesuatu itu disebut Tuhan, demikianlah Logikanya.

Karena zat yang ujud-Nya besifat qidam tersebut pada saat itu hanya berupa zat, maka pada saat itu Dia belum menjadi Tuhan dan Dia belum bernama Allah, karena kata Allah sendiri dipakai dan diperkenalkan oleh Tuhan sendiri setelah ada makhluk yang akan menyembahnya serta hakikat makna dari kata Allah itu sendiri berarti yang disembah oleh sesuatu yang lebih rendah dari padanya. (untuk pembahasan ini kita cukup memahaminya seperti itu)

Setelah itu, barulah diciptakam Muhammad dalam ujud nur atau cahaya yang diciptakan atau berasal dari Nur atau Cahaya Zat yang menciptakannya ( sebagai perbandingan kaliamat Adam Diciptakan dari Tanah ). Yaitu Nur yang cahanya terang benderang lagi menerangi. ( kemudian nur tersebut difahami sebagai Nur Muhammad ). Nur itulah yang kemudian mensifati atau memberi sifat akan Zat yaitu sifat Ujud yang berati ada dan mustahil bersifat tidak ada karena sudah ada yang mengatakan ” ada ” atau meng-”ada”-kan yaitu Nur Muhammad.

Jabir ibn `Abd Allah r.a. berkata kepada Rasullullah s.a.w: “Wahai Rasullullah, biarkan kedua ibubapa ku dikorban untuk mu, khabarkan perkara yang pertama Allah jadikan sebelum semua benda.” Baginda berkata: “Wahai Jabir, perkara yang pertama yang Allah jadikan ialah cahaya Rasulmu daripada cahayaNya, dan cahaya itu tetap seperti itu di dalam KekuasaanNya selama KehendakNya, dan tiada apa, pada masa itu ( Hr : al-Tilimsani, Qastallani, Zarqani ) `Abd al-Haqq al-Dihlawi mengatkan bahwa Hadist ini Sahih.

Ali ibn al-Husayn daripada bapanya daripada kakaeknya berkata bahwa Rasullullah s.a.w berkata: “Aku adalah cahaya dihadapan Tuhanku selama empat belas ribu tahun sebelum Dia menjadikan Adam a.s. (HR.Imam-Ahmad,Dhahabi,dan-al-Tabrani)

Setelah Nur Muhamamad di ciptakan dari Nur atau Cahaya Zat – Nya, maka selanjutnya Nur Muhammad itu merupakan bagian yang tidak terpisahkan keberadaannya dengan Zat, karena dengan Nur Muhammad itulah, Zat melahirkan semua sifat yang disifati-Nya

” Allah (Pemberi) cahaya (kepada) langit dan bumi. perumpamaan cahaya Allah, adalah seperti sebuah lubang yang tak tembus[ * ], yang di dalamnya ada pelita besar. pelita itu di dalam kaca (dan) kaca itu seakan-akan bintang (yang bercahaya) seperti mutiara, yang dinyalakan dengan minyak dari pohon yang berkahnya, (yaitu) pohon zaitun yang tumbuh tidak di sebelah timur (sesuatu) dan tidak pula di sebelah barat(nya) [ ** ], yang minyaknya (saja) Hampir-hampir menerangi, walaupun tidak disentuh api. cahaya di atas cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia kehendaki, dan Allah memperbuat perumpamaan-perumpamaan bagi manusia, dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu. ” ( QS : 024. : An Nuur : ayat : 35 )

[*] Yang dimaksud lubang yang tidak tembus (misykat) ialah suatu lobang di dinding rumah yang tidak tembus sampai kesebelahnya, biasanya digunakan untuk tempat lampu, atau barang-barang lain.

[**] Maksudnya: pohon zaitun itu tumbuh di puncak bukit ia dapat sinar matahari baik di waktu matahari terbit maupun di waktu matahari akan terbenam, sehingga pohonnya subur dan buahnya menghasilkan minyak yang baik.

Ibn Jubayr dan Ka`b al-Ahbar berkata: “Apa yang dimaksudkan bagi cahaya yang kedua itu ialah Rasullullah s.a.w kerana baginda adalah PesuruhNya dan Penyampai dari Allah s.w.t terhadap apa yang menerangi dan terdzahir.” Ka`b berkata: ” Minyaknya bersinar akan berkilauan kerana Rasullullah s.a.w bersinar akan  diketahui kepada orang ramai walaupun jika baginda tidak mengakui bahawa baginda adalah seorang nabi, sama seperti minyak itu bersinar berkilauan walaupun tanpa dinyalakan.

Dari dalil-dalil yang disampaikan diatas dapatlah difahami bahwa hubungan antara Nur Muhammad dengan Zat Tuhan adalah hubungan yang tidak dapat dipisahkan yaitu, dimana Allah berdiri disana nur muhammad berada, Ketika Allah disebut, maka disana Muhammad ikut menyertainya seperti pada pada kalimat tauhid ” La Ila Ha Illaallah, Muhammad rasululullah ” Ketika Allah disebut, maka mutlak disana Muhammad ikut atau berada. Ibarat api dengan panasnya. Dimana api berada, maka disana pula panasnya berada. Dimana Zat berada disana pula Nur Muhammad berada. Bukanlah dikatakan api kalau tidak terasa panas. Ketika api disentuh, maka sesunggunya yang tersentuh hanyalah panasnya saja dan ketika terasa panasnya api pada hakikatnya yang dirasakan adalah api itu sendiri. Sehingga untuk memudahkan pemahaman, kalau diibaratkan ” api ” adalah zat dan ” panas ” adalah Nur Muhammad yang menjadi sifat yang tidak terpisahkan dari pada api.

Sebagai contoh lain dapat difahami melalui konsep laut dan gelombang. Tidaklah dikatakan sesuatu itu laut kalau dia tidak bergembang ( ombak ). Karena gelombang itu adalah sifat dari pada laut. Dimana ada laut, maka disana pula ada gelombangnya. Tidak bergoncang atau bergerak gelombang itu apabila laut tidak bergoncang. Karena gelombang itu adalah laut yang bergocang. Ketika kita memandang laut yang terlihat adalah gelombangnya. Dan ketika mata memandang gelombang, pada hakikatnya yang dipandang adalah laut . (Pemahaman ini sebaiknya disimpan dulu, untuk pemahaman kajian lebih lanjut) coba pelajari dan fahami hadist berikut dalam acuan pemahaman diatas

” Aku telah dimasukkan ke dalam tanah pada Adam dan adalah yang dijanjikan kepada ayahanda ku Ibrahim dan khabaran gembira kepada Isa ibn Maryam ” ( HR : Ahmad, Bayhaqi )

” Bila Tuhan menjadikan Adam, Dia menurunkan aku dalam dirinya (Adam). Dia meletakkan aku dalam Nuh semasa di dalam bahtera dan mencampakkan aku ke dalam api dalam diri Ibrahim. Kemudian meletakkan aku dalam diri yang mulia-mulia dan memasukkan aku ke dalam rahim yang suci sehingga Dia mengeluarkan aku dari kedua ibu-bapa ku. Tiada pun dari mereka yang terkeluar “. ( HR : Hakim, Ibn Abi `Umar al-`Adani )

Ada yang bertanya padaku tentang uraian ini, pertanyaannya sebagai berikut :
Dengan uraian tsb. lalu mau dikemanakan a.l. QS. 15:29 :

“Setelah Aku sempurnakan bentuknya (Adam) dan Aku tiupkan kepadanya (Adam) ruh-Ku, maka hendaklah kamu tunduk merendahkan diri kepadanya (Adam)”
Dari ayat ini dan masih banyak lagi ayat-ayat lain yang terkait dengan posisi Adam As. dapat disimpulkan tidak ‘terselip’ perkalimat pun riwayat Nur Muhammad.
Muhammad SAW manusia biasa, berbeda proses kelahirannya dengan Nabi Isa As. dan apalagi dengan penciptaan Adam As.

Katakan (hai Muhammad): “Aku tidak mengatakan kepada kamu, bahwa aku (Muhammad) mempunyai perbendaharaan Allah, tidak pula aku mengetahui yang ghaib dan tidak pula aku mengatakan, bahwa ‘aku malaikat’; hanyalah aku mengikut apa yang diwahyukan kepadaku”. Katakan: ‘Samakah orang buta dengan orang yang dapat melihat?’ Tidakkah kamu pikirkan? (QS. 6:50).

Jawabannya adalah :
Dhohir memang sama, antara kita dengan nabi, tapi apakah hakikat itu sama? tentu tidak. Kebodohan akan hakikat bersumber dari hakikat hati masing2 yang tidak bisa mengerti akan hakikat. Hanya makhluk bodoh yg berselisih tentang hakikat.

Adapun penjelasan ayat tersebut diatas bersifat perintah, dari Allah, Contohnya, ada seorang bawahan yang mengetahui banyak hal tentang segala sesuatu ditempat dia bekerja, lalu Pimpinannya memerintahkan dia untuk mengatakan bahwa dia tidak mengetahui apapun, ini bukan berarti dia benar-benar tidak mengetahui,berhati-hatilah menafsirkan ayat-ayat Allah, ingatlah, Alqur’an itu mempunyai 7 arti lahir dan 7 arti batin (hadist Qudsi), kita lihat lagi kalimat berikutnya, hanyalah aku mengikuti apa yang diwahyukan, kalimat ini memiliki pengertian yang sangat luas, jangan memikirkan kalau wahyu itu hanya berupa kalimat dan kata-kata saja, wahyu dari Allah adalah ibarat sebuah kitab yang dipenuhi dengan segala ilmu pengetahuan, datang kepada Rasulullah bukan berupa kalimat saja, tapi juga mencakup semua pengetahuan yang ada di langit dan dibumi. (ini sekedar pendekatan pengertian saja)

Man lam yazuq lam ya’rif: siapa tidak merasa pasti tidak tahu. Hanya orang yg merasalah yg dapat mengenal hakikat Nur Muhammad SAW.

“Dzohir boleh berbeda tapi hakikatnya Satu jua” ,”Syuhudul kasroh fi Wahdah”. Hakikat adalah rahasia kedalaman hati, karena itu jika sudah mencapai dasar dari hati, maka tidak ada perselisihan. Tapi jika Hakikat diletakkan pada akal akhirnya timbul sangka2 akhirnya timbul perselisihan, perbanyaklah bersholawat untuk menemukan hakikat yang sebenarnya, karena sholawat bisa menjadi pengganti Guru Mursyid yang sekarang ini susah untuk kita temui.

Diterangkan oleh hadits, asalnya Nabi Adam adalah dari saripati tanah-api-air-angin. Kalau tanah-api-air-angin, datang dari mana? Diterangkan oleh hadits, asalnya dari nur muhammad, yaitu cahaya empat perkara: cahaya hitam – hakikat tanah, cahaya putih – hakikat air, cahaya kuning – hakikat angin, dan cahaya merah – hakikat api.
Kalau nur muhammad, asalnya dari mana? Menurut keterangan dari hadits, asalnya dari Nur Maha Suci, yaitu jauhar awwal. Selepas ini, habis. Karena sudah dijelaskan di hadits dan Qur’an bahwa jauhar awwal adalah bibitnya tujuh bumi tujuh langit berikut segala isinya. Maka, yang dimaksud dengan dalil ‘bermula dari Allah’ adalah dari jauhar awwal ini.

inti dalam menjalankan Islam dan Tujuan Vertikal diri adalah Tarikat, Syariat, Hakikat dan MA’rifat…..

Nur Muhammad adalah cahaya yg berbinar sehingga terciptalah semuanya.. Manusia, Gunung, api, matahari , bahkan seluruh alam, baik itu surga maupun neraka, Para Malaikat, dalam arti kata seluruh ciptaan, selain Allah, semua bersumber dari Nur Muhammad, Alam Semesta bersalawat kepada Rasulullah dan Sujud kepada Allah SWT.

Firman Allah : ” Kalau bukan karna engkau wahai Muhammad, maka tak akan Aku ciptakan bumi dan segala isinya”

Firman Allah : ” Tiadalah Aku Mengutusmu ( Muhammad ) kecuali untuk merahmati seluruh ( sekalian ) alam”

Catatan : Kalimat Seluruh alam, itu berarti jamak, banyak, bukan satu atau tunggal, tapi lebih dari satu, mengcakup alam dunia, alam malakut, alam ruh, alam barsha, alam kubur, alam rahim, alam akhirat ( surga dan neraka ).

Pada penciptaan Adam.as, beliau di wajibkan untuk Menyebut 2 kalimat Syahadat…itu salah satu Bukti Nur Muhammad ada pada Diri Adam (dan pertama kali diciptakan) ketika di sempurnakan oleh ALLAH sebagai Hambanya memeluk Islam (pada waktu itu).

29 September 2012

Ilmu Haqiqat

oleh alifbraja

 

Ali bin Abi Tholib r.a Karamallahu Wajhah berkata : “Tidak Syah Sholat seseorang melainkan dengan Mengenal akan Allah”. Di dalam perjalanan Ma’rifatullah/Mengenal akan Allah maka di mulai dengan Mengenal akan Diri sendiri (Diri yang sebenar-benarnya Diri). Sebab diri yang dikatakan sebenar-benarnya diri itu, yang memiliki hubungan langsung dengan Tuhannya. Tentu bagi mereka yang sudah paham tentang Ma’rifat telah mengetahui yang mana sih…., diri yang harus di kenal itu.

Akan tetapi dari mereka-mereka yang telah kenal akan diri banyak yang tidak menyadari bahwasannya apa yang telah dilaluinya/diketahuinya itu masih sebatas Kulit dalam pandangan Arifbillah. Kenapa demikian..? karena diri yang banyak diketahui oleh sebagian penuntut Ma’rifatullah itu masih terbatas kepada diri yang ada pada dirinya sendiri. Dan ada juga yang terbatas pada pandangannya kepada orang yang diistimewakan dan diagungkannya. Sedangkan Ma’rifat yang sebenarnya dan sesempurna-sesempurnanya adalah Ma’rifat yang Universal, tidak ada batasanya dan tidak terbatasi oleh diri sendiri saja maupun orang tertentu saja. Setiap orang yang berada di dalam lingkaran Ma’rifat merujuk kepada SumberPengetahuan Allah/Sumber Hakikatullah yang di sebut dengan “Nur Muhammad”, sebagaimana dalil yang telah dipahami oleh mereka-mereka yang ber paham Ma’rifat bahwa “Nur Muhammad” itu awal-awal dari segala sesuatu.

Dengan Nur itu maka terciptalah Seluruh sekalian Alam beserta isinya. Rosulullah Saw bersabda : “Bahwasannya Allah Swt telah menjadikan akan Ruh-ku daripada Zat-Nya sedangkan sekalian Alam beserta isinya terbit dari pada Nur-ku (Nur Muhammad)”. Sabda Rosulullah Saw yang lain : “Sesungguhnya Aku adalah Bapak sekalian Ruh sedangkan Adam adalah Bapak dari sekalian batang tubuh (Jasad)”. Dari dalil tersebut telah menguraikan bahwa Hakikat Nur Muhammad itu tidak hanya ada pada satu diri saja melainkan ada pada setiap yang maujud. Sehingga tak terbatas bagi Nur Muhamad itu, melainkan meliputi sekalian Alam termasuk pada diri sendiri.

Jika seseorang mengenal akan Allah melalui Nur-Nya (Nur Muhammad) yang ada pada dirinya sendiri maka belum lah dikatakan mengenal akan Allah yang meliputi sekalian Alam. Begitu juga jika seseorang mengenal akan Allah melalui Nur-Nya (Nur Muhammad) yang ada hanya pada orang-orang tertentu yang diistimewakannnya dan diagungkannya dari diri Ustadz-ustadznya, Guru-gurunya, Syaikhnya ataupun Mursyidnya maka sesungguhnya ia masih terhijab oleh yang sesuatu yang dipandangnya. Rumus dari pada Ma’rifatulah yang sebenarnya dan Universal itu adalah : “Syuhudul Wahdah Fil Katsroh, Syuhudul Katsroh Fil Wahdah”. (Memandang yang Satu (Nur) ada pada yang banyak, memandang yang banyak ada pada yang Satu).

Saya mau katakan bahwa seseorang yang mengenal Allah sebatas pandanganya kepada dirinya sendiri atau orang tertentu yang diistimewakan dan diagungkannya maka mereka itu mengenal akan Allah masih sebatas Kulit saja dari pemahaman Marifatullah yang sesungguhnya. Jika demikian!, bagaimana mungkin ia akan sampai kepada keikhlasan tertinggi dan bagaimana mungkin ia mengatakan telah bertemu dengan Allah sedangan di halaman Istana Allah saja (DARKATUL QUDRAT) ia belum memasukinya, karena masih terdinding/terhijab pandangannya dari sesuatu selain Allah Swt (HAQQUL HAQIQI). Jika anda benar-benar ingin menjumpai Allah dan bertemu dengan Allah (LIQO’) maka lepaskanlah pandangan hatimu dari sesuatu apapun. Jangan berhenti pada pandangan JAMALULLAH/ KEINDAHAN ALLAH maka niscaya engkau akan mabuk dan takjub di dalamnya.

Pandanganmu akan Hakikat Nur yang ada hanya pada dirimu saja atau yang ada hanya pada orang yang engkau kagumi dan istemawakan saja membuktikan bahwa tanpa engkau sadari engkau telah tenggelam dan mabuk di dalam sifat JAMALULLAH/KEINDAHAN ALLAH. Ketahuilah! Bahwa untuk sampai kepada Allah Swt dengan melalui EMPAT tahapan, yaitu : JALALULLAH (Kebesaran dan Keagungan Allah) JAMALULLAH (Keindahan Allah) QOHARULLAH (Kekerasan/Kepastian Allah) KAMALULLAH (Kesempurna’an Allah) Untuk bisa menaiki tahapan-tahapan tersebut agar sampai kepada KAMALULLAH (KESEMPURNAAN ALLAH), maka wajib baginya Satu Pandangan yaitu Allah Swt tanpa melalui perantara selain Nur Muhammad.

Sedangkan Nur Muhammad itu meliputi setiap yang Maujud termasuk pada diri sendiri. Sehingga yang dikatakan sebenar-benarnya Guru/Mursyid Murobbi adalah Nur Muhammad Rosulullah Saw sebagai pemegang Kunci Pintu Surga/MIFTAHUL JANNAH. Siapapun mereka itu, jika Satu yang di pandang yaitu Allah Swt, melalui Hakikat Nur Muhammad yang meliputi sekalian Alam maka tidak ada sebutan yang pantas baginya selain “ARIFBILLAH”. Jika masih ada pandangan yang terbatas atau dibatasi tentang Hakikat Nur Muhammad itu pada beberapa diri saja maka belumlah pantas baginya menyandang sebutan “ARIFBILLAH” melainkan mereka itu masih di sebut dengan orang yang berada pada “TARIKAT/Perjalanan” menuju kepada Allah. Mursyid Murobbi tidak hanya ada pada satu diri Melainkan Meliputi setiap “Kaun Maujudi” Siapa yang sanggup mematikan Diri Itulah Langkah Awal menuju Diri Sejati

Jangan tertipu dengan apa yang dipandang Karena semuanya hanyalah bayang-bayang Tidak terpisah Al-Haq dengan selayang pandang. Tujulah kepada satu yang ada di dalam pandang. Belumlah dikatakan sebenar-benarnya mengenal. Sebelum engkau mengerti JALAL, JAMAL, QOHAR DAN KAMAL Empat sifat yang maujud dan Nyata pada Nur-Nya. Alif itu menunjukkan akan Zat-Nya Lam Awal adalah ketetapan Sifat-Nya Lam Akhir kenyataan Asma’ Nya Sedangkan Ha adalah bukti dari Af’al-Nya Kesempurnaan Allah dalam keserba meliputannya Pada Muhammad Rosulullah segala rahasianya Sebagai inti dasar dari sekalian alam Menjadi saksi kemaujudannya Alif adalah jati diri Muhammad Kaf itu adalah Ilmu Muhammad Ba’ adalah Kelakuan Muhammad Ro’ itu kehendak pada diri Muhammad Dari situlah Maha Agung Allah Ta’ala Dalam keserba meliputan sekalian Alam Allah dan Muhammad satu Rahasia Menjadi Kalimah ALLAH dan AKBAR Karena itulah Rosulullah bersabda “Agungkanlah dan besarkanlah Kalimah Allah : Allahu Akbar…. Allahu Akbar…… Allahu Akbar Walillahil hamd”.

 

 

28 September 2012

Hikmah dalam Berdakwah (Bag-2 Habis)

oleh alifbraja

CONTOH-CONTOH PRAKTEK AKHLAK MULIA YANG MENENTUKAN KEBERHASILAN DAKWAH

4. Santun dalam menyampaikan nasehat, sambil memperhatikan kondisi psikologis orang yang dinasehati.

Dari Abu Hurairah, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

“وَالْكَلِمَةُ الطَّيِّبَةُ صَدَقَةٌ”

“Ucapan yang baik adalah shadaqah”. HR. Bukhari (hal. 606 no. 2989) dan Muslim (VII/96 no. 2332).

Kita bisa mengambil suri tauladan dari metode Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam dalam menasehati para sahabatnya.

Abu Umamah bercerita, “Suatu hari ada seorang pemuda yang mendatangi Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam seraya berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan aku berzina!”. Orang-orang pun bergegas mendatanginya dan menghardiknya, mereka berkata, “Diam kamu, diam!”. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam berkata, “Mendekatlah”. Pemuda tadi mendekati beliau dan duduk.

Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam bertanya, “Relakah engkau jika ibumu dizinai orang lain?”. “Tidak demi Allah wahai Rasul” sahut pemuda tersebut. “Begitu pula orang lain tidak rela kalau ibu mereka dizinai”. “Relakah engkau jika putrimu dizinai orang?”. “Tidak demi Allah wahai Rasul!”. “Begitu pula orang lain tidak rela jika putri mereka dizinai”. “Relakah engkau jika saudari kandungmu dizinai?”. “Tidak demi Allah wahai Rasul!”. “Begitu pula orang lain tidak rela jika saudara perempuan mereka dizinai”. “Relakah engkau jika bibi dari jalur bapakmu dizinai?”. “Tidak demi Allah wahai Rasul!”. “Begitu pula orang lain tidak rela jika bibi mereka dizinai”. “Relakah engkau jika bibi dari jalur ibumu dizinai?”. “Tidak demi Allah wahai Rasul!”. “Begitu pula orang lain tidak rela jika bibi mereka dizinai”.

Lalu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam meletakkan tangannya di dada pemuda tersebut sembari berkata, “Ya Allah, ampunilah kekhilafannya, sucikanlah hatinya dan jagalah kemaluannya”.

Setelah kejadian tersebut, pemuda itu tidak pernah lagi tertarik untuk berbuat zina”. HR. Ahmad (XXXVI/545 no. 22211) dan sanadnya dinilai sahih oleh Syaikh al-Albani.

Cermatilah bagaimana Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam tidak langsung menyalahkan pemuda tadi. Namun dengan sabar beliau mengajak pemuda tadi untuk berpikir sambil beliau juga memperhatikan kondisi psikologisnya. Mungkin sebagian kalangan yang kurang paham menilai bahwa metode tersebut terlalu panjang dan bertele-tele. Namun lihatlah apa hasilnya? Memang jalan dakwah itu panjang dan membutuhkan kesabaran.

 

5. Bersifat pemaaf terhadap orang yang menyakiti dan membalas keburukan dengan kebaikan.

Allah ta’ala berfirman,

“خُذِ الْعَفْوَ وَأْمُرْ بِالْعُرْفِ وَأَعْرِضْ عَنِ الْجَاهِلِينَ”.

“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan kebajikan, serta jangan pedulikan orang-orang jahil”. QS. Al-A’raf: 199.

Adapun potret praktek akhlak mulia ini dalam kehidupan Rasul Shalallahu ‘alaihi wassallam amatlah banyak, baik dengan sesama muslim, maupun dengan para musuh beliau dari kalangan orang-orang kafir dan kaum musyrikin.

Di antara contoh jenis pertama, apa yang dikisahkan Anas bin Malik,

“Suatu hari aku berjalan bersama Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam dan saat itu beliau berpakaian kain buatan Najran yang tepinya kasar. Tiba-tiba datanglah seorang Arab badui dari belakang dan menarik keras kain beliau, hingga aku melihat di pundaknya tergaris merah bekas kasarnya tarikan dia. Sembari berkata, “Berilah aku sebagian dari harta yang Allah berikan padamu!”. Beliaupun menengok kepadanya sembari tersenyum lalu memerintahkan agar ia diberi sebagian harta”. HR. Bukhari (hal. 642 no. 3149) dan Muslim (VII/147 no. 2426).

Contoh jenis kedua antara lain: apa yang dikisahkan Aisyah radhiyallahu’anha,

“Suatu hari aku bertanya kepada Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam, “Wahai Rasululllah, apakah engkau pernah melewati suatu hari yang lebih berat dibanding hari peperangan Uhud?”.

Beliau menjawab, “Aku telah menghadapi berbagai cobaan dari kaummu, dan cobaan yang paling kurasa berat adalah kejadian di hari Aqabah. Saat itu aku menawarkan dakwah kepada Ibn Abd Yâlil bin Abd Kulal, namun ia enggan menerimaku. Akupun pergi dalam keadaan amat sedih dan tidak tersadar melainkan tatkala sampai di Qarn ats-Tsa’âlib. Aku pun mendongakkan kepala, ternyata di atasku ada sebuah awan yang menaungiku. Kulihat di sana ada malaikat Jibril, ia memanggilku, “Sesungguhnya Allah telah mendengar ucapan kaummu dan bantahan mereka padamu. Allah telah mengirimkan untukmu malaikat gunung, supaya engkau memerintahkannya melakukan apa saja kepada mereka sesuai kehendakmu”. Malaikat gunung pun memanggilku dan mengucapkan salam lalu berkata, “Wahai Muhammad, jika engkau mau, akan kutimpakan dua gunung atas mereka!”. Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam pun menjawab, “Justru aku berharap, semoga Allah berkenan menjadikan keturunan mereka generasi yang mau beribadah kepada Allah semata dan tidak mempersekutukan-Nya dengan suatu apapun”. HR. Muslim (XII/365 no. 4629).

Biografi para ulama Islam penuh dengan contoh praktek sifat mulia ini. Salah satunya adalah Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah. Berikut ini adalah contoh praktek beliau dalam hal ini:

Contoh pertama: Suatu hari segerombolan ahlul bid’ah mencegat Ibn Taimiyah lalu mereka memukuli beliau ramai-ramai dan pergi. Tatkala kabar itu sampai ke telinga murid-murid dan para pendukung beliau, mereka pun bergegas datang kepadanya, untuk minta izin guna membalas dendam perbuatan jahat gerombolan ahlul bid’ah itu.

Namun Ibn Taimiyah melarang mereka, seraya berkata, “Kalian tidak boleh melakukan hal itu”. “Perbuatan mereka pun juga tidak boleh didiamkan, kami sudah tidak tahan lagi!”, tukas mereka.

Ibn Taimiyah menimpali, “Hanya ada tiga kemungkinan; hak untuk balas dendam itu milikku, atau milik kalian, atau milik Allah. Seandainya hak untuk balas dendam itu adalah milikku maka aku telah memaafkan mereka! Jika hak itu adalah milik kalian, seandainya kalian tidak mau mendengar nasehatku dan fatwaku maka berbuatlah semau kalian! Andaikan hak itu adalah milik Allah, maka Dia yang akan membalas jika Dia berkehendak!”. [Lih. Al-‘Uqûd ad-Durriyyah karya Ibn Abdil Hadi (hal. 224-225)]

Contoh kedua: Kisah makar ahlul bid’ah untuk menggantung Ibnu Taimiyyah.

Di antara penguasa yang mencintai dan mendukung dakwah Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah adalah Sultan Muhammad Qalawun. Di suatu tahun Sultan Qalawun pergi berhaji ke baitullah. Selama dia melakukan ibadah haji pemerintahan diserahkan kepada salah seorang wakilnya: Sultan al-Muzhaffar Ruknuddin Piprus, yang kebetulan dia adalah murid salah satu tokoh sufi abad itu: Nashr al-Manbajy, dan al-Manbajy ini amat benci sekali terhadap Ibnu Taimiyah.

Tatkala Piprus mengambil tampuk pemerintahan, ahlul bid’ah pun segera menyusun makar agar pemerintah mengeluarkan surat perintah hukum mati Ibnu Taimiyah. Namun sebelum makar mereka berhasil, Sultan Qalawun keburu kembali dari haji.

Tatkala mendengar berita akan makar ahlul bid’ah tersebut, Sultan Qalawun pun marah besar dan memerintahkan bawahannya untuk menghukum mati para pelaku makar tersebut. Tatkala mendengar berita itu, Ibn Taimiyah bergegas datang ke Sultan Qalawun dan berkata, “Adapun saya maka telah memaafkan mereka semua”. Akhirnya Sultan pun memaafkan mereka.

Setelah peristiwa itu, salah seorang musuh besar Ibn Taimiyah: Zainuddin bin Makhluf pun berkata, “Tidak pernah kita mendapatkan orang setakwa Ibn Taimiyah! Setiap ada kesempatan untuk mencelakakannya kami berusaha untuk memanfaatkan kesempatan itu sebaik-baiknya. Namun tatkala dia memiliki kesempatan untuk membalas, malah dia memaafkan kami!”. [Al-‘Uqûd ad-Durriyyah karya Ibn Abdil Hadi hal. 221]

Begitulah orang-orang berjiwa besar menyikapi kejahatan orang lain, dan lihatlah buahnya! Disegani lawan maupun kawan. Betapa banyak musuh bebuyutan yang berubah menjadi teman seperjuangan; berkat taufiq dari Allah dan ketulusan hati para da’i.

6. Menahan diri dari meminta-minta apa yang dimiliki orang lain.

Sifat ini lebih dikenal para ulama dengan istilah ‘iffah atau ‘afâf. Ini merupakan salah satu karakter para sahabat Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam sebagaimana Allah ceritakan dalam al-Qur’an,

“(Orang lain) yang tidak tahu menyangka bahwa mereka adalah orang-orang kaya; karena mereka menjaga diri (dari meminta-minta). Engkau (wahai Muhammad) mengenal mereka dari ciri-cirinya, mereka tidak meminta dengan cara mendesak kepada orang lain”. (QS. Al-Baqarah: 273).

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda:

“مَنْ يَسْتَعِفْ يُعِفَّهُ اللَّهُ، وَمَنْ يَسْتَغْنِ يُغْنِهِ اللَّهُ”.

“Barang siapa menjaga kehormatan dirinya (dengan tidak meminta-minta kepada manusia dan berambisi untuk memperoleh apa yang ada di tangan mereka) niscaya Allah akan menganugerahkan kepadanya iffah (kehormatan diri). Dan barang siapa merasa diri berkecukupan; niscaya Allah akan mencukupinya”. HR. Bukhari (hal. 283 no. 1427) dan Muslim (VII/145 no. 2421) dari Hakîm bin Hizâm.

KORELASI ANTARA SIFAT ‘IFFAH & KEBERHASILAN DAKWAH

Pertama: Orang yang menjaga diri dari meminta apa yang dimiliki orang lain, juga tidak silau dengan apa yang dimiliki orang lain; akan dicintai mereka. Sebab secara tabiat manusia tidak menyukai orang lain yang meminta-minta apa yang dimilikinya. Hal itu telah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam isyaratkan dalam nasehatnya untuk seseorang yang bertanya, “Wahai Rasulullah, beritahukan padaku suatu amalan yang jika kukerjakan; aku akan disayang Allah dan dicintai manusia!”. Beliaupun menjawab,

“ازْهَدْ فِي الدُّنْيَا يُحِبَّكَ اللَّهُ، وَازْهَدْ فِيمَا فِي أَيْدِي النَّاسِ يُحِبُّوكَ”.

“Bersifat zuhudlah di dunia; niscaya engkau akan disayang Allah. Dan bersikap zuhudlah dari apa yang ada di tangan manusia; niscaya mereka mencintaimu”. HR. Ibn Majah (IV/163 no. 4177) dari Sahl bin Sa’d as-Sâ’idy dan sanadnya dinilai hasan oleh Imam an-Nawawy dalam Riyâdh ash-Shâlihîn (hal. 216).

Jika seorang da’i telah dicintai masyarakat, maka mereka akan lebih mudah untuk menerima dakwahnya.

Kedua: Orang yang memiliki sifat ‘afâf, ketika ia berdakwah, masyarakat akan menilai bahwa dakwahnya tersebut ikhlas karena Allah, bukan karena mengharapkan balasan duniawi dari mereka. Saat mereka merasakan ketulusan niat da’i tersebut; jelas -dengan izin Allah- mereka akan lebih mudah untuk menerima dakwahnya. Allah ta’ala berfirman,

“اتَّبِعُوا مَن لاَّ يَسْأَلُكُمْ أَجْراً وَهُم مُّهْتَدُونَ”.

“Ikutilah orang yang tidak meminta imbalan kepadamu; dan mereka adalah orang-orang yang mendapat petunjuk”. QS. Yasin: 21.

28 September 2012

Hikmah dalam Berdakwah (Bag-1)

oleh alifbraja

PERINTAH UNTUK BERAKHLAK MULIA

Begitu banyak dalil dalam al-Qur’an maupun Sunnah yang memerintahkan kita untuk berakhlak mulia. Di antaranya Firman Allah ta’ala tatkala memuji Nabi-Nya Shalallahu ‘alaihi wassallam:

وَإِنَّكَ لَعَلى خُلُقٍ عَظِيمٍ

“Sesungguhnya engkau (wahai Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassallam) benar-benar berbudi pekerti yang luhur”. [QS. Al-Qalam: 4]

Juga sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam,

وَخَالِقِ النَّاسَ بِخُلُقٍ حَسَنٍ

“Berakhlak mulialah dengan para manusia”. HR. Tirmidzy (hal. 449 no. 1987) dari Abu Dzar, dan beliau menilai hadits ini hasan sahih.

APA ITU AKHLAK MULIA?

Banyak definisi yang ditawarkan para ulama, di antara yang penulis anggap cukup mewakili:

“بَذْلُ النَّدَى، وَكَفُّ الْأَذَى، وَاحْتِمَالُ الْأَذَى”

Akhlak mulia adalah: “berbuat baik kepada orang lain, menghindari sesuatu yang menyakitinya dan menahan diri tatkala disakiti” [Madârij as-Sâlikîn karya Imam Ibn al-Qayyim: II/318-319]

Dari definisi di atas kita bisa membagi akhlak mulia menjadi tiga macam:

1. Melakukan kebaikan kepada orang lain.

Contohnya: berkata jujur, membantu orang lain, bermuka manis dan lain sebagainya.

2. Menghindari sesuatu yang menyakiti orang lain.

Contohnya: tidak mencela, tidak berkhianat, tidak berdusta dan yang semisal.

3. Menahan diri tatkala disakiti.

Contohnya: tidak membalas keburukan dengan keburukan serupa.

 

 

BERDAKWAH MELALUI SIKAP

Dakwah, selain penyampaian secara lisan atau tulisan, juga meliputi contoh praktek amalan dan akhlak mulia, atau yang biasa diistilahkan dengan dakwah bil hâl. Bahkan justru yang terakhir inilah yang lebih berat dibanding dakwah dengan lisan dan lebih mengena sasaran. [Munthalaqât ad-Da’wah wa Wasâ’il Nasyriha, Hamd Hasan Raqîth (hal. 97-99)

Banyak orang yang pintar berbicara dan menyampaikan teori dengan lancar, namun amat sedikit orang-orang yang mewujudkan omongannya dalam praktek nyata. Di sinilah terlihat urgensi adanya qudwah (teladan) di masyarakat, yang tugasnya adalah menerjemahkan teori-teori kebaikan dalam amaliah nyata, sehingga teori tersebut tidak selalu hanya terlukis dalam lembaran-lembaran kertas. [It-hâf al-Khiyarah, Ummu Abdirrahman binti Ahmad al-Jaudar, hal. 14]

Jadi, dakwah dengan akhlak mulia maksudnya adalah: mempraktekkan akhlak mulia sebagai sarana untuk mendakwahi umat manusia kepada kebenaran.

CONTOH PRAKTEK AKHLAK MULIA & DAMPAK POSITIFNYA DALAM DAKWAH

Cakupan akhlak mulia sangatlah luas, di sini hanya akan dibawakan beberapa contoh saja:

1. Gemar membantu orang lain.

Sabda Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam,

“وَاللَّهُ فِي عَوْنِ الْعَبْدِ؛ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِي عَوْنِ أَخِيهِ”

“Allah akan membantu seorang hamba; jika ia membantu saudaranya”. HR. Muslim (XVII/24 no. 6793) dari Abu Hurairah.

Karakter gemar membantu orang lain akan membuahkan dampak positif yang luar biasa bagi keberhasilan dakwah pemilik karakter tersebut. Menarik untuk kita cermati ungkapan Ummul Mukminin Khadijah tatkala beliau menghibur suaminya; Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam yang ketakutan dan merasa khawatir tatkala wahyu turun pertama kali pada beliau. Khadijah berkata,

“كَلَّا وَاللَّهِ مَا يُخْزِيكَ اللَّهُ أَبَدًا؛ إِنَّكَ لَتَصِلُ الرَّحِمَ، وَتَحْمِلُ الْكَلَّ، وَتَكْسِبُ الْمَعْدُومَ، وَتَقْرِي الضَّيْفَ، وَتُعِينُ عَلَى نَوَائِبِ الْحَقِّ”.

“Demi Allah tidak mungkin! Allah tidak akan pernah menghinakanmu. Sebab engkau selalu bersilaturrahmi, meringankan beban orang lain, memberi orang lain sesuatu yang tidak mereka dapatkan kecuali pada dirimu, gemar menjamu tamu dan engkau membantu orang lain dalam musibah-musibah”. HR. Bukhari (hal. 2 no. 3) dan Muslim (II/376 no. 401).

Maksud perkataan Khadijah di atas adalah: “Sesungguhnya engkau Muhammad, tidak akan ditimpa sesuatu yang tidak kau sukai; karena Allah telah menjadikan dalam dirimu berbagai akhlak mulia dan karakter utama. Lalu Khadijah menyebutkan berbagai contohnya”, yang di antaranya adalah: gemar membantu orang lain.

Karena itu, seyogyanya kita berusaha menerapkan akhlak mulia ini dalam kehidupan sehari-hari. Tatkala ada tetangga yang meninggal dunia; kitalah yang pertama kali memberikan sumbangan belasungkawa kepada keluarganya. Manakala ada yang dioperasi karena sakit; kita turut membantu secara materi semampunya. Saat ada yang membutuhkan bantuan piutang; kita berusaha memberikan hutangan pada orang tersebut. Begitu seterusnya.

Jika hal ini rajin kita terapkan; lambat laun akan terbangun jembatan yang mengantarkan kita untuk masuk ke dalam hati orang-orang yang pernah kita bantu. Sehingga dakwah yang kita sampaikan lebih mudah untuk mereka terima.

2. Jujur dalam bertutur kata.

Allah ta’ala berfiman,

“يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُـوا اللَّهَ وَقُولُـوا قَوْلاً سَدِيداً”.

Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kalian kepada Allah dan ucapkanlah perkataan yang benar”. QS. Al-Ahzab: 70.

Kejujuran bertutur kata dalam kehidupan sehari-hari membuahkan kepercayaan masyarakat terhadap apa yang kita sampaikan, bukan hanya dalam perkara duniawi, namun juga dalam perkara agama.

Ibnu Abbas bercerita, bahwa tatkala turun firman Allah,

“وَأَنذِرْ عَشِيرَتَكَ الْأَقْرَبِينَ”.

“Berilah peringatan (wahai Muhammad) kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat”. QS. Asy-Syu’ara: 214.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam keluar dari rumahnya lalu menaiki bukit Shafa dan berteriak memanggil, “Wahai kaumku kemarilah!”. Orang-orang Quraisy berkata, “Siapakah yang memanggil itu?”. “Muhammad”, jawab mereka. Mereka pun berduyun-duyun menuju bukit Shafa.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam berkata, “Wahai bani Fulan, bani Fulan, bani Fulan, bani Abdi Manaf dan bani Abdil Mutthalib. Andaikan aku kabarkan bahwa dari kaki bukit ini akan keluar seekor kuda, apakah kalian mempercayaiku?”.

Mereka menjawab, “Kami tidak pernah mendapatkanmu berdusta!”.

“Sesungguhnya aku mengingatkan kalian akan datangnya azab yang sangat pedih!” lanjut Rasul Shalallahu ‘alaihi wassallam. HR. Bukhari (hal. 1082 no. 4971) dan Muslim (III/77 no. 507) dengan redaksi Muslim.

Lihatlah bagaimana Rasululullah Shalallahu ‘alaihi wassallam menjadikan kejujurannya dalam bertutur kata sebagai dalil dan bukti akan kebenaran risalah yang disampaikannya.

Seorang muslim yang telah dikenal di masyarakatnya jujur dalam bertutur kata, berhati-hati dalam berbicara dan menyampaikan berita; dia akan disegani oleh mereka. Ucapannya berbobot dan omongannya didengar. Dan ini adalah modal yang amat berharga untuk berdakwah. Didengarkannya apa yang kita sampaikan itu sudah merupakan suatu langkah awal yang menyiratkan keberhasilan dakwah. Andaikan dari awal saja, masyarakat sudah enggan mendengar apa yang kita sampaikan, karena kita telah dikenal, misalnya, mudah menukil berita tanpa diklarifikasi terlebih dahulu, tentu jalan dakwah berikutnya akan semakin terjal.

3. Bertindak ramah terhadap orang miskin dan kaum lemah.

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam bersabda,

“ابْغُونِي الضُّعَفَاءَ؛ فَإِنَّمَا تُرْزَقُونَ وَتُنْصَرُونَ بِضُعَفَائِكُمْ”.

“Tolonglah aku untuk mencari dan membantu orang-orang lemah; sesungguhnya kalian dikaruniai rizki dan meraih kemenangan lantaran adanya orang-orang miskin di antara kalian”. HR. Abu Dawud (III/52 no. 2594), dan sanadnya dinilai jayyid (baik) oleh an-Nawawy.

Bahkan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam pernah ditegur langsung Allah ta’ala tatkala suatu hari beliau bermuka masam dan berpaling dari seorang lemah yang datang kepada beliau; karena saat itu beliau sedang sibuk mendakwahi para pembesar Quraisy. Kejadian itu Allah abadikan dalam surat ‘Abasa. Namun setelah itu Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam amat memuliakan orang lemah tadi dan bahkan menunjuknya sebagai salah satu muadzin di kota Madinah. Orang tersebut adalah Abdullah Ibn Ummi Maktum radhiyallahu’anhu.

SEBUAH KISAH YANG PENUH HIKMAH & PELAJARAN BERHARGA

Banyak pelajaran berharga yang bisa dipetik dari kisah masuk Islamnya ‘Adiy bin Hâtim ath-Thâ’iy. Beliau adalah satu raja terpandang di negeri Arab. Ketika mendengar munculnya Rasul Shalallahu ‘alaihi wassallam dan pengikutnya dari hari kehari semakin bertambah; membuncahlah dalam hatinya kebencian dan rasa cemburu akan adanya raja pesaing baru. Hingga datanglah suatu hari di mana Allah membuka hatinya untuk mendatangi Rasul Shalallahu ‘alaihi wassallam.

Begitu mendengar kedatangan ‘Adiy, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam yang saat itu sedang berada di masjid beserta para sahabatnya pun bergegas menyambut kedatangannya dan menggandeng tangannya mengajak berkunjung ke rumah beliau. Di tengah perjalanan menuju ke rumah, ada seorang wanita lemah yang telah lanjut usia memanggil-manggil beliau. Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam pun berhenti dan meninggalkan ‘Adiy guna mendatangi wanita tersebut, beliau berdiri lama beserta dia melayani kebutuhannya. Manakala melihat ketawadhuan Nabi Shalallahu ‘alaihi wassallam ‘Adiy bergumam dalam hatinya, “Demi Allah, ini bukanlah tipe seorang raja!”.

Setelah selesai urusannya dengan wanita tua tersebut, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam menggamit tangan ‘Adiy melanjutkan perjalanan. Sesampai di rumah, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wassallam bergegas mengambil satu-satunya bantal duduk yang terbalut kulit dan berisikan sabut pohon kurma, lalu mempersilahkan ‘Adiy untuk duduk di atasnya. ‘Adiy pun menjawab, “Tidak, duduklah engkau di atasnya”. “Tidak! Engkaulah yang duduk di atasnya” sahut Rasul Shalallahu ‘alaihi wassallam “. Akhirnya ‘Adiy duduk di atas bantal tersebut dan Rasul Shalallahu ‘alaihi wassallam duduk di atas tanah. Saat itu ‘Adiy kembali bergumam dalam hatinya, “Demi Allah, ini bukanlah karakter seorang raja!”.

Lantas terjadi diskusi antara keduanya, hingga akhirnya ‘Adiy pun mengucapkan dua kalimat syahadat; menyatakan keislamannya. [Tahdzîb Sîrah Ibn Hisyâm oleh Abdussalam Harun (hal. 272-274)]

Badruddin Ibn Jama’ah (w. 723 H) menyebutkan bahwa di antara akhlak ulama, “Bermu’amalah dengan para manusia dengan akhlak mulia, seperti bermuka manis, menebar salam … berlemah lembut dengan kaum fakir, memperlihatkan kasih sayang terhadap tetangga dan kerabat …” [Tadzkirah as-Sâmi’ wa al-Mutakallim fî Adab al-‘Âlim wa al-Muta’allim (hal. 96-97)].

28 September 2012

Kitab Musarar

oleh alifbraja


kata2 itu kini telah terabaikan. Padahal yang terjadi saat ini merupakan hasil dari perjalanan sejarah. Dan apa yang terjadi saat ini telah diprediksikan oleh para leluhur kita Prabu Jayabaya dan R.Ng. Ronggowarsito, yang mana hasil karya mereka merupakan ayat-ayat Allah. Perlu kiranya saya sampaikan cuplikan terjemahan bebas dari karya mereka :

A. Prabu Jayabaya [Kitab Musarar] :
1. Nama rajanya Lung gadung rara nglikasi kemudian berganti gajah meta semune tengu lelaki. Enam puluh tahun menerima kutukan sehingga tenggelam negaranya dan hukum tidak karu-karuan.
Keterangan :
Lung Gadung Rara Nglikasi : Raja yang penuh inisiatif dalam segala hal, namun memiliki kelemahan suka wanita (Soekarno).
Gajah Meta Semune Tengu Lelaki : Raja yang disegani/ditakuti, namun nista (Soeharto).

2. Uang anggris dan uwang. Sebab saya diberi hidangan darah sepitrah. Kemudian negara geger. Tanah tidak berkhasiat, pemerintah rusak. Rakyat celaka. Bermacam-macam bencana yang tidak dapat ditolak.

3. Negara rusak. Raja berpisah dengan rakyat. Bupati berdiri sendiri-sendiri. Kemudian berganti jaman Kutila. Rajanya Kara Murka. Lambangnya Panji loro semune Pajang Mataram.
Keterangan :
– Bupati berdiri sendiri-sendiri : Otonomi Daerah.
– Jaman Kutila : Reformasi
– Raja Kara Murka : Raja-raja yang saling balas dendam.
– Panji Loro semune Pajang Mataram : Dua kekuatan dalam satu kubu yang saling ingin menjatuhkan (Gus Dur – Megawati).

4. Nakhoda ikut serta memerintah. Punya keberanian dan kaya. Sarjana tidak ada. Rakyat sengsara. Rumah hancur berantakan diterjang jalan besar. Kemudian diganti dengan lambang Rara ngangsu, randa loro nututi pijer tetukar.
Keterangan :
– Nakhoda : Orang asing.
– Sarjana : Orang arif dan bijak.
– Rara Ngangsu, Randa Loro Nututi Pijer Atetukar : Ratu yang selalu diikuti/diintai dua saudara wanita tua untuk menggantikannya (Megawati).

5. Tan kober apepaes, sinjang kemben tan tinolih itu sebuah lambang yang menurut Seh Ngali Samsujen datangnya Kala Bendu. Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti/memahami lambang tersebut.
Keterangan :
Tan Kober Apepaes Tan Tinolih Sinjang Kemben : Raja yang tidak sempat mengatur negara sebab adanya masalah-masalah yang merepotkan (SBY/Kalla).

6. Pajak rakyat banyak sekali macamnya. Semakin naik. Panen tidak membuat kenyang. Hasilnya berkurang. Orang jahat makin menjadi-jadi, orang besar hatinya jail. Makin hari makin bertambah kesengsaraan negara.

7. Hukum dan pengadilan negara tidak berguna. Perintah berganti-ganti. Keadilan tidak ada. Yang benar dianggap salah. Yang jahat dianggap benar. Setan menyamar sebagai wahyu. Banyak orang melupakan Tuhan dan orang tua.

8. Wanita hilang kehormatannya. Sebab saya diberi hidangan Endang seorang oleh ki Ajar. Mulai perang tidak berakhir. Kemudian ada tanda negara pecah.

9. Banyak hal yang luar biasa. Hujan salah waktu. Banyak gempa dan gerhana. Nyawa tidak berharga. Tanah Jawa berantakan. Kemudian raja Kara Murka Kutila musnah.

10. Kemudian kelak akan datang Tunjung Putih semune Pudak kasungsang. Lahir di bumi Mekah. Menjadi raja di dunia, bergelar Raja Amisan, redalah kesengsaraan di bumi, nakhoda ikut ke dalam persidangan.
Keterangan :
– Tunjung Putih semune Pudak Kesungsang : Raja berhati putih namun masih tersembunyi (Satriya Piningit).
– Lahir di bumi Mekah : Orang Islam yang sangat bertauhid.

11. Raja keturunan waliyullah. Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa. Letaknya dekat dengan gunung Perahu, sebelah barat tempuran. Dicintai pasukannya. Memang raja yang terkenal sedunia.
Keterangan :
– Berkedaton dua di Mekah dan Tanah Jawa : Orang Islam yang sangat menghormati leluhurnya dan menyatu dengan ajaran tradisi Jawa.

12. Waktu itulah ada keadilan. Rakyat pajaknya dinar sebab saya diberi hidangan bunga seruni oleh ki Ajar. Waktu itu pemerintahan raja baik sekali. Orangnya tampan senyumnya manis sekali.

B. R.Ng. Ronggowarsito :
Dipaparkan ada tujuh satrio piningit yang akan muncul sebagai tokoh yang dikemudian hari akan memerintah atau memimpin wilayah seluas wilayah “bekas” kerajaan Majapahit , yaitu : Satrio Kinunjoro Murwo Kuncoro, Satrio Mukti Wibowo Kesandung Kesampar, Satrio Jinumput Sumelo Atur, Satrio Lelono Topo Ngrame, Satrio Piningit Hamong Tuwuh, Satrio Boyong Pambukaning Gapuro, Satrio Pinandito Sinisihan Wahyu.Berkenaan dengan itu, banyak kalangan yang kemudian mencoba menafsirkan ke-tujuh Satrio Piningit itu adalah sebagai berikut :

1. SATRIO KINUNJORO MURWO KUNCORO.
Tokoh pemimpin yang akrab dengan penjara (Kinunjoro), yang akan membebaskan bangsa ini dari belenggu keterpenjaraan dan akan kemudian menjadi tokoh pemimpin yang sangat tersohor diseluruh jagad (Murwo Kuncoro). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Soekarno, Proklamator dan Presiden Pertama Republik Indonesia yang juga Pemimpin Besar Revolusi dan pemimpin Rezim Orde Lama. Berkuasa tahun 1945-1967.

2. SATRIO MUKTI WIBOWO KESANDUNG KESAMPAR.
Tokoh pemimpin yang berharta dunia (Mukti) juga berwibawa/ditakuti (Wibowo), namun akan mengalami suatu keadaan selalu dipersalahkan, serba buruk dan juga selalu dikaitkan dengan segala keburukan / kesalahan (Kesandung Kesampar). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Soeharto, Presiden Kedua Republik Indonesia dan pemimpin Rezim Orde Baru yang ditakuti. Berkuasa tahun 1967-1998.

3. SATRIO JINUMPUT SUMELA ATUR.
Tokoh pemimpin yang diangkat/terpungut (Jinumput) akan tetapi hanya dalam masa jeda atau transisi atau sekedar menyelingi saja (Sumela Atur). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai BJ Habibie, Presiden Ketiga Republik Indonesia. Berkuasa tahun 1998-1999.

4. SATRIO LELONO TAPA NGRAME.
Tokoh pemimpin yang suka mengembara / keliling dunia (Lelono) akan tetapi dia juga seseorang yang mempunyai tingkat kejiwaan Religius yang cukup / Rohaniawan (Tapa Ngrame). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai KH. Abdurrahman Wahid, Presiden Keempat Republik Indonesia. Berkuasa tahun 1999-2000.

5. SATRIO PININGIT HAMONG TUWUH.
Tokoh pemimpin yang muncul membawa kharisma keturunan dari moyangnya (Hamong Tuwuh). Tokoh yang dimaksud ini ditafsirkan sebagai Megawati Soekarnoputri, Presiden Kelima Republik Indonesia. Berkuasa tahun 2000-2004.

6. SATRIO BOYONG PAMBUKANING GAPURO.
Tokoh pemimpin yang berpindah tempat (Boyong / dari menteri menjadi presiden) dan akan menjadi peletak dasar sebagai pembuka gerbang menuju tercapainya zaman keemasan (Pambukaning Gapuro). Banyak pihak yang menyakini tafsir dari tokoh yang dimaksud ini adalah Susilo Bambang Yudhoyono. Ia akan selamat memimpin bangsa ini dengan baik manakala mau dan mampu mensinergikan dengan kekuatan Sang Satria Piningit atau setidaknya dengan seorang spiritualis sejati satria piningit yang hanya memikirkan kemaslahatan bagi seluruh rakyat Indonesia sehingga gerbang mercusuar dunia akan mulai terkuak. Mengandalkan para birokrat dan teknokrat saja tak akan mampu menyelenggarakan pemerintahan dengan baik. Ancaman bencana alam, disintegrasi bangsa dan anarkhisme seiring prahara yang terus terjadi akan memandulkan kebijakan yang diambil.

7. SATRIO PINANDITO SINISIHAN WAHYU.
Tokoh pemimpin yang amat sangat Religius sampai-sampai digambarkan bagaikan seorang Resi Begawan (Pinandito) dan akan senantiasa bertindak atas dasar hukum / petunjuk Allah SWT (Sinisihan Wahyu). Dengan selalu bersandar hanya kepada Allah SWT, Insya Allah, bangsa ini akan mencapai zaman keemasan yang sejati.

Dari kajian karya-karya leluhur kita di atas menyiratkan bahwa segala sesuatunya memang harus dan akan terjadi dan tidak dapat ditolak. Sementara berkaitan dengan bencana terakhir yang terjadi, yaitu meletusnya Gunung Merapi yang kemudian disusul dengan Gempa Yogya dan Pangandaran, serta Semburan Lumpur Panas Sidoarjo yang tak kunjung berhenti merupakan realita ucapan “Sabda Palon” kepada Prabu Brawijaya dan Sunan Kalijaga. Berikut ini saya paparkan Ramalan Sabdo Palon :

1. Ingatlah kepada kisah lama yang ditulis di dalam buku babad tentang negara Mojopahit. Waktu itu Sang Prabu Brawijaya mengadakan pertemuan dengan Sunan Kalijaga didampingi oleh Punakawannya yang bernama Sabda Palon Naya Genggong.

2. Prabu Brawijaya berkata lemah lembut kepada punakawannya: “Sabda Palon, sekarang saya sudah menjadi Islam. Bagaimanakah kamu? Lebih baik ikut Islam sekali, sebuah agama suci dan baik.”

3. Sabda Palon menjawab kasar: “Hamba tak mau masuk Islam Sang Prabu, sebab saya ini raja serta pembesar Dang Hyang se tanah Jawa. Saya ini yang membantu anak cucu serta para raja di tanah jawa. Sudah digaris kita harus berpisah.

4. Berpisah dengan Sang Prabu kembali ke asal mula saya. Namun Sang Prabu kami mohon dicatat. Kelak setelah 500 tahun saya akan mengganti agama Budha (maksudnya Kawruh Budi) lagi, saya sebar seluruh tanah Jawa.

5. Bila ada yang tidak mau memakai, akan saya hancurkan. Menjadi makanan jin setan dan lain-lainnya. Belum legalah hati saya bila belum saya hancur leburkan. Saya akan membuat tanda akan datangnya kata-kata saya ini. Bila kelak Gunung Merapi meletus dan memuntahkan laharnya.

6. Lahar tersebut mengalir ke barat daya. Baunya tidak sedap. Itulah pertanda kalau saya datang. Sudah mulai menyebarkan agama Buda (Kawruh Budi). Kelak Merapi akan bergelegar. Itu sudah menjadi takdir Hyang Widi bahwa segalanya harus bergantian. Tidak dapat bila diubah lagi.

7. Kelak waktunya paling sengsara di tanah Jawa ini pada tahun: Lawon Sapta Ngesthi Aji. Umpama seorang menyeberang sungai sudah datang di tengah-tengah. Tiba-tiba sungainya banjir besar, dalamnya menghanyutkan manusia sehingga banyak yang meninggal dunia.

8. Bahaya yang mendatangi tersebar seluruh tanah Jawa. Itu sudah kehendak Tuhan tidak mungkin disingkiri lagi. Sebab dunia ini ada ditangan-Nya. Hal tersebut sebagai bukti bahwa sebenarnya dunia ini ada yang membuatnya.

9. Bermacam-macam bahaya yang membuat tanah Jawa rusak. Orang yang bekerja hasilnya tidak mencukupi. Para priyayi banyak yang susah hatinya. Saudagar selalu menderita rugi. Orang bekerja hasilnya tidak seberapa. Orang tanipun demikian juga. Penghasilannya banyak yang hilang di hutan.

10. Bumi sudah berkurang hasilnya. Banyak hama yang menyerang. Kayupun banyak yang hilang dicuri. Timbullah kerusakan hebat sebab orang berebutan. Benar-benar rusak moral manusia. Bila hujan gerimis banyak maling tapi siang hari banyak begal.

11. Manusia bingung dengan sendirinya sebab rebutan mencari makan. Mereka tidak mengingat aturan negara sebab tidak tahan menahan keroncongannya perut. Hal tersebut berjalan disusul datangnya musibah pagebluk yang luar biasa. Penyakit tersebar merata di tanah Jawa. Bagaikan pagi sakit sorenya telah meninggal dunia.

12. Bahaya penyakit luar biasa. Di sana-sini banyak orang mati. Hujan tidak tepat waktunya. Angin besar menerjang sehingga pohon-pohon roboh semuanya. Sungai meluap banjir sehingga bila dilihat persis lautan pasang.

13. Seperti lautan meluap airnya naik ke daratan. Merusakkan kanan kiri. Kayu-kayu banyak yang hanyut. Yang hidup di pinggir sungai terbawa sampai ke laut. Batu-batu besarpun terhanyut dengan gemuruh suaranya.

14. Gunung-gunung besar bergelegar menakutkan. Lahar meluap ke kanan serta ke kiri sehingga menghancurkan desa dan hutan. Manusia banyak yang meninggal sedangkan kerbau dan sapi habis sama sekali. Hancur lebur tidak ada yang tertinggal sedikitpun.

15. Gempa bumi tujuh kali sehari, sehingga membuat susahnya manusia. Tanahpun menganga. Muncullah brekasakan yang menyeret manusia ke dalam tanah. Manusia-manusia mengaduh di sana-sini, banyak yang sakit. Penyakitpun rupa-rupa. Banyak yang tidak dapat sembuh. Kebanyakan mereka meninggal dunia.

16. Demikianlah kata-kata Sabda Palon yang segera menghilang sebentar tidak tampak lagi dirinya. Kembali ke alamnya. Prabu Brawijaya tertegun sejenak. Sama sekali tidak dapat berbicara. Hatinya kecewa sekali dan merasa salah. Namun bagaimana lagi, segala itu sudah menjadi kodrat yang tidak mungkin diubahnya lagi.
Keterangan :
Tanggal 13 Mei 2006 lalu bertepatan dengan hari Waisyak (Budha) dan hari Kuningan (Hindu), Gunung Merapi telah mengeluarkan laharnya ke arah Barat Daya (serta merta pada waktu itu ditetapkan status Merapi dari “Siaga” menjadi “Awas”). Dari uraian Ramalan Sabdo Palon di atas, maka dengan keluarnya lahar Merapi ke arah Barat Daya menandakan bahwa Sabdo Palon sudah datang kembali. 500 tahun setelah berakhirnya Majapahit (Th 1500 an) adalah sekarang ini di tahun 2000 an.

Sampai dengan redanya, letusan Merapi hanya memakan korban 2 orang meninggal. Sebelum letusan itu Sri Sultan Hamengkubuwono X menyatakan bahwa Merapi akan meletus dalam waktu 10 hari, ternyata tidak terbukti. Karena ucapan yang mendahului kehendak Allah (ndisiki kerso) yang tidak sepatutnya dilontarkan secara vulgar oleh seorang “raja”, maka Jogja pun digoyang gempa (disusul Pangandaran) yang banyak memakan korban jiwa dan harta benda. Bahkan kita semua tidak tersadar bahwa Merapi sebenarnya tetap meletus, namun berpindah tempat di Sidoarjo dengan semburan lumpur panasnya yang beracun. Semburan lumpur panas ini merupakan peristiwa yang sangat luar biasa yang dampaknya akan banyak menyedot dana dan memakan korban jiwa. Secara penglihatan spiritual, teknologi apapun dan kesaktian paranormal/ulama se-nusantarapun tidak akan mampu menghentikan semburan lumpur ini. Bahkan peristiwa ini akan berpotensi memicu terjadinya chaos (goro-goro) yang pada gilirannya akan dapat menjatuhkan pemerintah. Sementara bencana-bencana ini akan terus berlanjut. Hanya seorang Waliyullah (kekasih Allah) saja yang dapat meredakan semuanya. Namun sayang, orang seperti ini selalu saja sangat tersembunyi.

Semua peristiwa alam yang terjadi adalah merupakan peristiwa gaib, karena semua terjadi karena kehendak Yang Maha Gaib, Allah Azza wa Jalla. Sehingga tidak dapat dilawan dengan kesombongan akal pikiran. Solusi atau jawaban tentang apa yang terjadi pada bangsa ini sebenarnya telah ada di dalam misteri bait-bait Ramalan Joyoboyo, R.Ng. Ronggowarsito maupun Sabdo Palon. Kebenaran selalu saja tersembunyi. Kata sandi dari jawaban misteri ini adalah : JOGLOSEMAR. Joglo telah runtuh, yang ada tinggal Semar. Inilah hakekat kondisi negara saat ini. Sebagai panduan perlu saya garis bawahi kata kunci yang ada di dalam bait-bait karya leluhur kita, yaitu :

1. Di dalam ramalan R.Ng. Ronggowarsito menyiratkan bahwa Satria VI (Satriyo Boyong Pambukaning Gapura) harus menemukan dan bersinergi dengan seorang spiritualis sejati satria piningit (tersembunyi) agar kepemimpinannya selamat.

2. Dalam bait 22 ramalan Joyoboyo dikatakan “Di Semarang Tembayat itulah yang mengerti dan memahami lambang tersebut.”

3. Dari ucapan Sabdo Palon dalam ramalan Sabdo Palon tersirat bahwa dengan fenomena alam yang digambarkan (seperti yang terjadi saat ini) menandakan bahwa Sabdo Palon beserta momongan (asuhan) nya telah datang untuk mem-Budi Pekertikan bangsa ini (secara rinci terdapat di dalam Serat Darmogandul). Sabdo Palon secara hakekat adalah Semar.

4. JOGLOSEMAR = Jogja – Solo – Semarang. Dari peristiwa gempa Jogja telah membuktikan bahwa kerajaan Mataram Jogja & Solo sudah tidak memiliki aura lagi. Hal ini terbukti dengan hancurnya Bangsal Traju Mas (tempat penyimpanan pusaka kerajaan) dan Tamansari (tempat pertemuan raja dengan Kanjeng Ratu Kidul). Hal lain adalah robohnya gapura makam HB IX (Jogja) dan PB XII (Solo) di kompleks makam raja-raja Imogiri, sebagai perlambang bahwa Keraton Jogja – Solo sudah tidak memiliki aura dan kharisma. Sehingga yang tersisa tinggallah “Semarang” (Mataram Kendal).

Sebagai masukan kepada Yang Mulia Presiden SBY guna mengatasi carut marut yang terjadi pada bangsa ini, saya menyarankan :
”Kumpulkanlah ahli-ahli Thoriqoh negeri ini yaitu mursyid/syeh-syeh yang telah mencapai maqom “Mukasyafah”, Pedanda-pedanda sakti agama Hindu, Bhiksu-bhiksu agama Budha yang telah sempurna, serta kasepuhan waskito dari Keraton Jogja, Solo & Cirebon, untuk bersama-sama memohon petunjuk kepada Allah SWT mencari siapa sosok orang yang mampu mengatasi keadaan ini dan mencari jawab dari misteri ramalan para leluhur di atas. Gunakan 4 point panduan saya untuk memandu mereka. Insya Allah, jika Allah Azza wa Jalla memberikan ijin dan ridho-Nya akan diketemukan jawabannya.”

Sebagai catatan akhir dapat saya garis bawahi hal-hal sebagai berikut :

1. Guna mengatasi kondisi bangsa seperti sekarang ini (khususnya fenomena “Semburan Lumpur Sidoarjo” ), saya menyarankan : “Jangan terlalu mengandalkan akal / penalaran (lahiriah), tetapi utamakanlah hal yang bersifat Batin. Berpeganglah kembali kepada sebenar-benar SYAHADAT, yaitu yang pertama bersaksi tiada sesembahan lain selain Allah (Yang Maha Gaib), dan kemudian bersaksi bahwa Muhammad (manusia) adalah utusan Allah.” Maknanya: ALLAH (Yang Maha Gaib) mutlak diutamakan. Batin adalah lambang yang gaib. Sedangkan Muhammad (manusia yang bersifat lahir) adalah utusan Allah. Dengan arti kata lain, yang “Lahir” adalah utusannya yang “Batin”. Kondisi saat ini faktanya telah meninggalkan “Syahadat”. Apa yang diucapkan sangat tidak sesuai dengan apa yang dilakukan. Lahir diutamakan, sedangkan Batin di-nomor dua-kan dan bahkan ditinggalkan.

2. Semburan lumpur panas di Sidoarjo secara hakekat merupakan tanda / lambang bakal munculnya “Kebangkitan Majapahit II”. Ini merupakan fenomena awal dari ucapan Bung Karno bahwa suatu saat Indonesia akan menjadi “Mercusuar Dunia”.

3. Jawaban dan solusi guna mengatasi carut marut keadaan bangsa ini ada di “Semarang Tembayat” yang telah diungkapkan oleh Prabu Joyoboyo. Guna membantu memecahkan misteri ini dapatlah saya pandu sebagai berikut :

1. Sunan Tembayat adalah Bupati pertama Semarang. Sedangkan tempat yang dimaksud adalah lokasi dimana Kanjeng Sunan Kalijaga memerintahkan kepada Sunan Tembayat untuk pergi ke Gunung Jabalkat (Klaten). Secara potret spiritual, lokasi itu dinamakan daerah “Ringin Telu” (Beringin Tiga), berada di daerah pinggiran Semarang.
2. Semarang Tembayat juga bermakna Semarang di balik Semarang. Maksudnya adalah di balik lahir (nyata), ada batin (gaib). Kerajaan gaib penguasa Semarang adalah “Barat Katiga”. Insya Allah lokasinya adalah di daerah “Ringin Telu” itu.
3. Semarang Tembayat dapat diartikan : SEMARANG TEMpatnya BArat DaYA Tepi. Dapat diartikan lokasinya adalah di Semarang pinggiran arah Barat Daya. Ini merupakan deteksi gambaran secara spiritual.

Silahkan untuk dikonfirmasikan kepada ahli-ahli spiritual yang telah mencapai maqom (tingkatan) nya untuk dapat menembus dimensi tabir spiritual yang tertutup kabut ini. Insya Allah.

28 September 2012

Susah Menghadapi Orang Salah Paham

oleh alifbraja

Gus Dur: Susah Menghadapi Orang Salah Paham


Agama akan menjadi rahmat jika ia datang kepada manusia untuk kepentingan kemanusiaan. Tapi kalau untuk kepentingan manusianya sendiri, dan bukan untuk memenuhi kepentingan kemanusiaan, itu bukan agama namanya. Itu penggunaan agama yang salah. Benturan antar ”kebenaran” terjadi saat orang-orang berani mengambil-alih jabatan Tuhan, fungsi Tuhan, dan kerjaan Tuhan. Padahal, dalam ajaran tauhid, urusan kebenaran adalah hak prerogratif Tuhan. Demikian refleksi KH Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagaimana dituturkannya berulang-ulang kepada di Radio 68H, Jakarta. Berikut adalah petikan wawancaranya.

 

Keberagamaan umat Islam saat ini sering dikaitkan dengan radikalisme dan kekerasan. Apa yang salah menurut Gus Dur?

Saya rasa persoalannya adalah ketidakmengertian. Mereka yang melakukan kekerasan itu tidak mengerti bahwa Islam tidaklah terkait dengan kekerasan. Itu yang penting. Ajaran Islam yang sebenar-benarnya—saya tidak memihak paham mana pun, baik Ahlus Sunnah, Syi’ah, atau apapun—adalah tidak menyerang orang lain, tidak melakukan kekerasan, kecuali bila kita diusir dari rumah kita. Ini yang pokok. Kalau seseorang diusir dari rumahnya, berarti dia sudah kehilangan kehormatan dirinya, kehilangan keamanan dirinya, kehilangan keselamatan dirinya. Hanya dengan alasan itu kita boleh melakukan pembelaan.

Bagaimana cara menanggulangi radikalisme itu, Gus?

Ya, kita tidak boleh berhenti menekankan bahwa Islam itu agama damai. Dalam Alquran, ajaran tentang itu sudah penuh. Jadi, kita tidak usah mengulang-ulang (pernyataan) lagi bahwa Islam itu damai dan rasional. Hanya saja, memang ada sisi-sisi lain dari Islam yang kurang rasional. Tapi kalau dipikir-pikir lagi secara mendalam, jangan-jangan itu rasional juga. Jadi dengan begitu, kita tidak boleh serta-merta memberikan judgement, pertimbangan, penilaian. Jangan! Kita harus benar-benar tahu latar belakang mengapa seseorang melakukan kekerasan. Tapi biasanya, yang pura-pura (Islam) itulah yang paling keras.

Menentang pemerintahan yang zalim, yang menyengsarakan rakyat, apakah bisa disebut jihad, Gus?

Sekarang kita tetapkan dulu: pengertian jihad itu apa? Jihad adalah berperang di jalan Allah. Kalau tidak begitu, ya, berarti jihad dalam pengertian lain. Ada banyak macam jihad, yaitu jihad ashghar (terkecil), shâghîr (kecil), kabîr (besar), dan akbar (terbesar). Ayatullah Khomaini pernah mengatakan bahwa jihad ashghar, atau jihad yang terkecil adalah menegakkan keadilan. Tapi itu tergantung niat Anda juga.

Kalau niat Anda berjihad kecil hanya untuk merobohkan pemerintahan, hasilnya ya, merobohkan pemerintahan saja. Di sini kita bisa kiaskan dengan ungkapan Alquran yang menyebutkan itu tergantung pada orangnya. Kalau seseorang mau hijrah karena Allah dan utusan-Nya, maka hijrahnya akan sampai kepada Allah dan utusan-Nya. Tapi kalau hijrahnya demi harta benda atau perempuan yang akan dinikahi, ya, hijrahnya akan sampai pada apa yang akan dia hijrai itu.

Sama saja dengan cara kita dalam menilai jihad. Luarnya bisa saja seperti jihad; tapi dalamnya kita nggak tahu. Makanya jangan gegabah dalam soal ini. Nggak gampang (menilainya, Red).

Bagaimana menentukan sikap Islam yang benar dalam kompleksitas kehidupan dunia ini?

Sikap Islam yang benar adalah sikap yang sesuai dengan ajaran pokok Islam. Ajaran pokok Islam ialah: Tuhan itu satu. Jadi kita dituntut untuk mematuhi ajaran Tuhan, saling kasih mengasihi, dan sebagainya. Kita harus saling kasih mengasihi antarmanusia. Kalau mau lebih disempurnakan, ya silahkan. Itu kan urusan masing-masing. Tapi kalau ada orang yang berpendirian lain, ya nggak apa-apa juga.

Mana yang lebih baik antara undang-undang buatan manusia dengan apa yang sering disebut ”hukum Tuhan” oleh sebagian aktivis Islam selama ini?

Yang perlu dilihat itu segi pemakaiannya, jangan bikinannya. Quran itu memang bikinan Tuhan, dan kita pakai pada saatnya. Sedangkan undang-undang dasar itu buatan manusia, dan kita pakai juga pada tempatnya. Dalam kehidupan bernegara, kita pakai undang-undang dasar. Dalam kehidupan bermasyarakat kita menggunakan undang-undang Alqur’an. Begitu saja kok nggak tahu?!

Nah, merupakan kewajiban pemimpin Islam untuk menjelaskan itu supaya jangan ada kekeliruan. Undang-undang dasar itu memang buatan manusia; jadi kapan saja mau diubah, ya bisa saja. Kalau Alquran, penafsirannyalah yang dari waktu ke waktu berubah; dan itu juga diakui oleh Alquran sendiri.

Bagaimana Gus Dur menafsirkan ungkapan Alquran innaddîna ‘indalLâhil islâm?

Artinya begini: sesungguhnya agama yang benar di sisi Allah adalah Islam. Tapi itu kan katanya orang Islam, toh?! Ya sudah, selesai! Itu kan juga kata kitab sucinya orang Islam. Makanya, kalau orang Islam bilang begitu, ya pantas-pantas saja. Sama saja ketika agama lain mengatakan “Ikutilah aku!” Itu kata Yesus. Nah, soalnya tinggal kita ikuti atau tidak. Itu saja.

Islam seperti apa yang paling utama bagi Gus Dur?

Yang paling utama bukan Islam golongan, tapi orang Islam. Ingat loh, antara institusi agama dengan manusianya itu berbeda. Perbedaannya sangat jauh; ada yang ikhlas, ada yang cari pangkat, cari kedudukan, cari kekayaan, dan lain sebagainya. Jadi, sangat susah menilai dan mengatakan Islam mana yang paling baik. Saya saja nggak berani ngakui kalau Islam saya yang paling benar. Sebisa-bisanya saya jalani saja.

Lalu bagaimana Gus Dur mendefenisikan istilah kafir?

Mengenai pengertian kafir, muballigh kayak Yusril Ihza Mahendra saja–menteri kita itu—nggak tahu. Dulu dia pernah bilang, “Saya kecewa pada Gus Dur yang terlalu dekat dengan orang kristen dan Yahudi. Padahal, Alquran mengatakan, tandanya muslim yang baik adalah asyiddâ’u`‘alal kuffâr (tegas terhadap orang-orang kafir, Red).” Terus saya balik tanya, “Yang kafir itu siapa?”

Menurut Alquran, orang Kristen dan Yahudi itu bukan kafir, tapi digolongkan sebagai ahlul kitab. Yang dibilang kafir oleh Alquran adalah ”orang-orang musyrik Mekkah, orang yang syirik, politeis Mekkah”. Sementara di dalam fikih, orang yang tidak beragama Islam itu juga disebut kafir. Itu kan beda lagi. Jadi, kita jelaskan dulu, istilah mana yang kita pakai.

Banyak sekali soal khilafiah di dalam masyarakat dalam menafsirkan agama yang satu sekalipun. Apa kriteria perbedaan yang membawa rahmat itu, Gus?

Dulu, ada perbedaan antara Muhammadiyah dengan NU soal tarawih dua puluh tiga rekaat atau sebelas. Kan begitu?! Semua itu sama-sama boleh. Jadi, jangan ribut hanya karena masalah seperti itu. Yang harus kita selesaikan adalah masalah-masalah pokok seperti kemiskinan, kebodohan, korupsi, dan sebagainya. Tapi itu malah yang nggak pernah diurusi. Malah yang diributkan tentang shalatnya bagaimana; sebelas rekaat atau berapa. Itu kan bukan masalah yang serius?!

Bagaimana membuat Islam sebagai rahmat, bukan malah mendatangkan laknat?

Agama akan menjadi rahmat jika ia datang kepada manusia untuk kepentingan kemanusiaan. Tapi kalau untuk kepentingan manusianya sendiri, dan bukan untuk memenuhi kepentingan kemanusiaan, itu bukan agama namanya. Itu penggunaan agama yang salah. Contohnya, perlunya agama terlibat langsung dalam isu lingkungan hidup. Itu sangat jelas, karena lingkungan hidup sangat dibutuhkan manusia untuk mengatur kehidupan.

Isu itu merupakan kebaikan yang menyangkut langsung tentang kemaslahatan hidup. Makanya, di sini kita rumuskan dengan nama keyakinan. Kalau keyakinan itu untuk kemaslahatan semua, berarti itu agama. Tapi kalau tidak, ya namanya kepentingan kelompok. Jadi harus dibedakan antara kepentingan agama secara umum dengan kepentingan kelompok.

Sekarang ini agama tampaknya hadir kembali ke ruang publik dalam bentuk partai-partai dan kelompok-kelompok sektarian. Itu makin memperkental identitas kelompok. Bagaimana tanggapan Gus Dur?

Ya, nggak apa-apa. Disebut atau tidak agamanya, sama saja. Yang penting agendanya untuk kepentingan kemanusiaan secara umum. Yang menjadi pokok, untuk kepentingan siapa dia bekerja? Kalau untuk kepentingan kelompok yang bersangkutan, itu namanya bukan agama. Bagi saya, agama itu harus hadir untuk semua golongan.

Di Alquran juga ada pengertian mengenai hal ini. Tanda-tanda atau bukti-bukti kehadiran Tuhan, adalah jika yang bersangkutan mengharapkan kerelaan Tuhan, bukan untuk dirinya sendiri. Kalau begitu, ya bukan juga demi mengharap masuk surga. Tapi karena kerelaan. Kemudian untuk kebahagiaan akhirat nanti.

Tanda-tanda kebesaran Allah itu ada dimana-mana; ada yang secara lafzi atau kata-kata, dan ada yang secara keadaan. Laqad kâna lakum fî rasûlilLâhi uswatun hasanah, liman kâna yarjulLâha wa yaumil âkhir wa dzakaralLâha katsîra (Rasulullah telah dijadikan panutan yang baik bagi orang-orang yang berharap (keridaan) Allah dan hari akhir dan mereka yang banyak-banyak mengingat Allah, Red). Itu kata Alquran.

Mengapa ada kelompok Islam yang ingin ajaran-ajaran spesifik Islam diatur dalam hukum negara, seperti kewajiban berjilbab dan lain-lain?

Pemikiran seperti itu sebetulnya bersifat defensif. Artinya, mereka takut kalau Islam hilang dari muka bumi. Itu namanya defensif; pake takut-takutan. Sebenarnya, nggak perlu ada rasa ketakutan seperti itu. Mestinya, hanya urusan-urusan kemanusiaan yang perlu kita pegang. Adapun soal caranya, terserah masing-masing saja. Jadi orang Islam nggak perlu takut (Islam lenyap, Red).

Coba saja bayangkan: dulu Islam berasal dari komunitas yang sangat kecil. Tapi sekarang, Islam jadi agama dunia. Agama Buddha dulu juga demikian, Kristen juga demikian. Orang Kristen dulu dimakan macan; nggak bisa apa-apa. Sama rajanya diadu dengan tangan kosong, bahkan diadu dengan singa. Toh sekarang agama Kristen jadi agama yang merdeka di mana-mana.

Begitu juga dengan Islam. Jadi, tidak usah diambil pusing. Di negara Republik Rakyat Cina (RRC) yang katanya tak bertuhan, agama Konghucu atau Buddha, dalam kenyataannya tetap ada dan berkembang walau secara sembunyi-sembunyi.

Mengapa sering terjadi benturan klaim kebenaran antar agama-agama, bahkan dalam satu rumpun agama yang sama?

Karena kita berani-beraninya mengambil alih jabatan Tuhan, fungsinya Tuhan, kerjaannya Tuhan. Emangnya kita siapa, kok berani-beraninya?! Nggak ada yang lebih tinggi dari pada yang lain. Yang lebih tinggi dan lebih besar dari segalanya hanya Tuhan

Bagaimana Gus Dur memaknai ajakan berislam secara kâffah atau total?

Islam kâffah itu maksudnya adalah Islam yang memperlakukan manusia sebagai manusia yang utuh. Jadi kalimat udkhulû fis silmi kâffah itu bukan menyangkut ajaran Islamnya, tapi soal masuknya yang kâffah. Artinya, masuk ke sana dalam perdamaian yang total. Kalau dengan kebencian atau apalah, itu nggak total namanya.

Ada yang bilang, yang tidak sudi menjalankan hukum-hukum Islam pada level negara, tidak kâffah Islamnya. Mereka dianggap kafir. Pandangan Gus Dur?

Ada hal-hal yang prinsipil dalam Islam, dan tidak semuanya lantas pantas dikafirkan. Alquran juga menyatakan bahwa “pada hari ini telah Kusempurnakan agama kalian, dan telah Kusempurnakan pemberian nikmat-Ku kepada kalian, dan Kujadikan Islam sebagai agama kalian”. Nah, kesempurnaan di situ menyangkut hal-hal yang prinsipil. Begitulah pemahamannya. Jangan kita salah paham terus.

Ada cerita tentang orang yang suka salah paham, persis seperti jemaah haji Indonesia yang bingung ketika di Mekkah. Soalnya, setiap nyegat bis, kernetnya selalu teriak-teriak: “Haram…! Haram..!” Akhirnya, dia tak mau naik, karena takut dibilang haram. Lalu dia nungguin bis sampai sore sampai mendengar yang bilang “halal…! halal…!” Kan susah menghadapi orang yang suka salah paham gitu?! Kata ”Haram” itu dia pahami sebagai sesuatu yang dilarang agama. Padahal, maksudnya adalah jurusan Masjidil Haram, hehe.

Ada kesan umat Islam memusuhi seni rupa. Jangankan menggambar sosok nabi, menggambar makhluk bernyawa saja dikecam. Bagaiman Islam memandang seni rupa, Gus?

Dulu ada KH. Ahmad Mutamakkin dari Pati. Dia dituduh para ulama fikih di daerahnya telah mengamalkan sesuatu yang bertentangan dengan hukum Islam. Kenapa? Dia membiarkan adanya gambar gajah dan ular di tembok masjid. Lalu tuduhan bertambah: dia anti Islam, karena suka menonton wayang kulit lakon Dewa Ruci. Kata yang menuduhnya: orang Islam kok percaya dewa-dewi?!

Memangnya kenapa; untuk nonton saja nggak boleh?! Dari sana dia kan bisa mengambil teori-teori yang dia tidak cocok. Untuk itu, kita ini jangan gampang-gampang bereaksi, apalagi menganggap orang lain itu kafir.

Bagaimana hubungan Islam dengan kebudayaan lokal Indonesia selama ini, Gus?

Antara agama Buddha dan Islam di Nusantara, banyak sekali persamaan-persamaannya. Di antaranya ketika Islam (di Indonesia, dan yang lebih khusus Islam tradisional), disebarkan lewat tradisi. Di antaranya tradisi syair yang ditempuh Sunan Kalijaga. Tembangnya sampai sekarang masih terkenal, yaitu tembang Lir Ilir. Persamaan lainnya adalah dalam hal penjagaan tradisi. Agama Islam dan Buddha sama-sama mengagungkan tradisi unggah-ungguh antara yang muda dengan yang lebih tua. Dalam hal ini, budaya-budaya timur sangat sinkron dengan kedua agama itu.

Tapi permasalahnnya, di level nasional banyak permasalahan yang tidak sepadan antara budaya-budaya timur—dalam artian budaya kerakyatan—dengan budaya Indonesia di tingkat nasional yang tampak kebarat-baratan. Misalanya masalah aurat. Bagi masyarakat pedasaan, jika berpakaian sudah rapi dengan kerudung, walau menggunakan kerudung yang transparan, itu dianggap sudah menutup aurat. Tetapi di level nasional, ada yang mengatakan itu masih belum mencapai batas maksimal penutupan aurat. Di sini timbul masalah.

Sama seperti kasus ciuman. Bagi orang-orang di level nasional, cium pipi itu sudah merupakan hal yang wajar. Tapi bagi masyarakat pedesaan, itu hal yang tidak wajar, karena salaman dengan lawan jenis saja sudah dianggap fitnah. Lalu bagaimana agama menjembatani tradisi-tradisi yang berbeda antara tradisi yang di atas dengan tradisi yang di bawah ini?

Caranya adalah dengan menjamin hak-hak orang untuk melakukan penafsiran. Jangan asal berbeda sedikit dimarahi. Gendeng, apa?! Ya, memang kita nggak bisa memaksakan hal yang lampau dengan yang sekarang, bukan hanya soal yang bawah dengan yang atas. Zamannya mbah saya dulu, pakai sarung adalah harus. Dulu, kaidah NU adalah: man tasyabbaha bi qaumin fahuwa minhum (siapa yang menyerupai sebuah kaum, dia termasuk kaum itu). Kalau pakai celana, berarti orang Barat, dong! Begitu, toh?! Tapi, sekarang kan sudah lain. Semua itu perlu peran agama untuk terus-menerus mendialogkan; mempersoalkan terus tanpa mengganggu undang-undang.

Apa kuncinya agar usaha dan doa kita terkabul, Gus?

Kuncinya, ya ikhlas. Kalau nggak terkabul, artinya Anda nggak ikhlas. Simpel saja. Makanya Ibnu Atha’ al-Iskandari penulis al- Hikam berkata, idfin wujûdaka fî ’ardlil khumûl (kuburkan dirimu dalam bumi kekosongan, Red). Maksudnya, kita harus benar-benar kosong supaya tak punya keinginan apa-apa. Susahnya, orang berdoa itu kan banyak pengennya. Ini celakanya. Makanya, kalau kita berdoa, jangan minta apa-apa; terserah Tuhan sajalah. Pokoknya yang terbaik menurut Tuhan saja.

Apa gunanya kehendak dan doa jika segalanya sudah ditentukan Tuhan?

Dalam pandangan Islam, manusia boleh menghendaki apa saja, tetapi yang menentukan jawaban ”ya” atau ”tidak”, ya Tuhan. Ungkapan yang dikenal yaitu, “AlLâhu yurîd, wan nâs yurîd, walLâhu fa`âllun limâ yurîd” (Allah berkehendak, manusia juga berkehendak, tetapi hanya Allah yang mewujudkan apa yang Ia kehendaki). Jadi, prinsip berdoa adalah meminta kepada Tuhan supaya Dia mengabulkan.

28 September 2012

Tiga Macam Penghias Langit dan Bumi

oleh alifbraja

Bila kita perhatikan langit biru. Terdapat banyak sekali benda benda-benda angkasa: Matahari, bulan dan bintang. Satu dengan lainnya begitu rapih tertata. Sehingga menjadi indahlah langit itu. Demikian juga ada tiga hiasan memperindah bumi. Keharmonisan akan terjaga jika terus menerus memperhatikan keindahan hiasan itu. Apa saja hiasan langit dan bumi itu?  Sepenggal informasi hasil renungan ulama dalam kitab klasik.

 

Salah satu kitab ulama menulis :

زين الله السماء بثلاثة: الشمس والقمر والنجوم. وزين الله الاض بثلاثة: العالم والمطر وسلطان العادل.

Artinya: “Allah menghiasi langit dengan tiga hal: matahari bulan dan bintang. Demikian pula bumi dihiasi tiga hal: ilmu, hujan dan pemerintah yang adil. “

Ketiga macam hiasan di langit seperti matahari, bulan dan bintang banyak sekali ayat alquran menyebutkannya.

Salah satunya adalah matahari sebagai sumber energi kehidupan. Dengan sinarnya yang kuat, siklus oksigen dan makanan yang berada di bumi ini tidak terlepas dari peran sinar matahari.

Dalam alqur’an Allah berfirman:

 

الذي جعل لكم من الشجر الأخضر نارا فإذا أنتم منه توقدون

“yaitu Tuhan yang menjadikan untukmu api dari kayu yang hijau, maka tiba-tiba kamu nyalakan (api) dari kayu itu.” (Yasin: 80)

Dalam penafsiran modern, Qurasy Shihab menerangkan bahwa kayu hijau yang dinyalakan itu adalah zat hijau daun. Klorofil ini semacam alat memasak tanaman berdaun. Dengan bantuan sinar matahari dan air dari dalam tanah, proses pertumbuhan menghasilkan buah dan oksigen yang dilepaskan di udara. Maka hasil tumbuhan baik buah dan oksigen, dinikmati oleh segenap makhluk (biologi) di hamparan bumi.

Hiasan Bumi

Sebagaimana hadits di atas, bumi pun dihiasi oleh tiga hal: ilmu, hujan dan pemerintah yang adil. Bagaimana penjelas ketiga hal ini?

1. Ilmu

Bagaimana ilmu bisa menjadi hiasan bumi sehingga bumi menjadi indah dipandang mata hati dan mata lahir. Hal ini karena seni (hiasan) lahir dari ilmu. Artinya memperindah sesuatu harus berdasarkan ilmuwan. Karena­nya keindahan di bumi tidak terlepas dari bi­dang seni.

Misalnya, seni tata kota akan diatur oleh para arsitek yang membuat bangunan berdasarkan planing dan analisa dampak lingkungan. Kein­dahan hasil produksi diproses oleh pra ilmuwan ang ahli dibidang­nya. Misalnya bagaimana mem­buat desain kendaraan mobil yang nyaman dan aman saat dikendarai. Dibuatlah desain dan tekniknya oleh ahli rancang bangun bidang teknik mesin dan design mobil. Begitu pula hasil produksi lainnya seperti mesin-mesin, perlengkapan rumah dan lain-lain.

2. Hujan

Bagaimana hujan bisa menjadi hiasan bumi?. Fungsi air hujan memberikan kehidupan semua makhluq. Bah­kan asal kehdupan berasal dari air. Firman Allah: “Wajalna minal maa-i kulla syain hay” Kujadikan dari air itu segala sesutu menjadi hidup. “

Seorang ilmuwan yang akan mempercantik bumi mesti cerdas. Kecerdasan membutuhkan gizi dan vitamin. Nutrisi ini tidak bisa didapat kalau tidak ada air. Sebab vitamin, mineral, dan zat makanan lainnya didapat dari tumbuhan yang dihujani.

Dengan adanya hujan maka tumbuhan menghasilkan buah yang bisa dinikmati oleh manusia dan hewan. Hewanpun juga dikonsumsi ilmuwan. Maka jika tidak ada hujan, tidak ada ilmuwan. Sebab mereka memperoleh bahan tumbuh dan bahan kecerdasannya.

3. Sultonul Adil

Sulton yang adil artinya pemerintah yang adil. Menata dan mengatur kehidupan rakyat sesuai porsinya masing-masing. Kemmapuan meng­atur ini hanya dimiliki oleh pemerintah dan segenap komponennya. Lalu bagaimana sultonul adil berkontribusi sebagai hisasan bumi?

Keharmonisan sultonul adil maksud­nya adalah untuk mengatur ilmuwan. Misalnya, seorang ilmuan ahli melebur baja, besi dan plastik. Maka mesti diatur oleh oleh sulton agar baja, besi dan plastik ini menjadi indah.

Demikian pula perintah dengan sega­la kebijakannya, pelaksanaan di lapangan dijalankan oleh ilmuwan. Misalnya pemerintah ingin mem­produksi pesawat dan mobil sendiri. Maka ilmuwan teknolog itu yang menjalankannya. Mereka hanya mendesain sesuai dengan pesanan. Sedangkan bagaimana menjual dan bagaimana mengatur distrubusinya, maka pemerintah yang mengarnya kemudian. Karena itu pemerintah perlu adil dan bijaksana. Di sinilah maka, ilmuwan harus bekerja sebagu smunkgin, dan pemerintah harus konsisten dan mampu mengaturnya.

Puncaknya, pemerintah bisa mengatur benda dan mengatur manusia. Jika peran ini tidak diambil, maka para ilmuwan akan berjalan sendiri-sen­diri dan merasa sok pinter sendiri. Maka teknologi tidak menjadi sesuatu karya yang diakui dan ber­kem­bang luas karena kurang dukungan peme­rintah. Akhirnya, negara yang mam­pu mengatur ilmuwan biasanya berjaya. Sebaliknya, negara yang tak mampu mengatur ilmuwan manjadi terpuruk.

Akirnya, jikalau keindahan itu tidak ada. Teknologi tidak mampu berkembang. Maka boro-boro memikirkan perhiasan memikirkan makanan saja susah sekali. Adanya perhiasan (keindahan) karena adanya fadlam minallahi wanikmah, wamaghfira­taw­arahmah, ya wasial maghfirah. Maksudnya, adanya hiasan karena ada fadlan. Suatu ketika fadlan (karunia) diambil Allah, maka tinggal rakhmat saja. Tinggal satu benteng rakhmat. Manusia sudah putus asa tinggal rakhmat Allah yang ada.

28 September 2012

RAHASIA al-Qur’an 8

oleh alifbraja

Langkah Pertama yang Tidak Dapat Diatasi:

Asal-usul Kehidupan

 

Teori evolusi berpendirian bahwa semua spesies hidup berasal dari satu sel hidup tunggal yang muncul di bumi 3.8 milyar tahun yang lalu. Bagaimanakah sebuah sel tunggal dapat menghasilkan jutaan spesies hidup yang kompleks, dan jika evolusi semacam itu benar-benar terjadi, mengapa jejak-jejaknya tidak dapat dilihat pada catatan fosil, itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh teori evolusi. Namun, yang pertama dan utama, dari langkah pertama yang dinyatakan oleh proses evolusioner tersebut muncul pertanyaan: Bagaimanakah asal mula terjadinya “sel pertama” tersebut?

Karena teori evolusi menolak penciptaan dan tidak menerima campur tangan superna­tural dalam bentuk apa pun, maka ia berpen­dirian bahwa “sel pertama” muncul secara kebetulan berdasarkan hukum alam, tanpa ada rancangan atau perencanaan. Menurut teori ini, materi tak bernyawa menghasilkan sel bernyawa sebagai akibat dari munculnya sel pertama secara kebetulan tersebut. Namun, pernyataan ini bahkan tidak sesuai dengan hukum biologi yang paling tidak terban­tah­kan.

 

 

Kehidupan Berasal dari Kehidupan

 

Dalam bukunya, Darwin tidak pernah me­nye­but asal-usul kehidupan. Pemahaman kuno tentang ilmu pengetahuan pada zaman­nya berangkat dari asumsi bahwa makhluk hidup memiliki struktur yang sangat seder­hana. Semenjak zaman pertengahan, generasi spontan, yakni teori yang menyatakan bahwa materi tak bernyawa muncul untuk mem­bentuk organisme hidup diterima secara luas. Pada umumnya diyakini bahwa serangga terjadi dari sisa-sisa makanan, dan tikus ber­asal dari gandum. Berbagai eksperimen yang menarik dilakukan untuk membuktikan teori ini. Beberapa gandum diletakkan pada sebi­dang kain kotor, kemudian diyakini bahwa setelah beberapa saat tikus akan muncul dari­nya.

Demikian pula, ulat yang muncul dalam daging dianggap sebagai bukti dari teori tentang generasi spontan. Namun, tidak lama kemudian diketahuilah bahwa ulat tidak muncul dari daging secara spontan, tetapi dibawa oleh lalat dalam bentuk larva, yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.

Bahkan pada periode ketika Darwin menu­lis The Origin of Species, keyakinan bahwa bakteri dapat terwujud dari materi tak ber­nyawa diterima secara luas dalam dunia ilmu pengetahuan.

Namun, lima tahun setelah buku Darwin diterbitkan, penemuan Louis Pasteur mema­tah­kan keyakinan ini, yang merupakan landasan evolusi. Setelah melakukan peneli­tian dan eksperimen yang melelahkan, Pas­teur menyimpulkan secara ringkas, “Pernya­taan bahwa materi tak bernyawa dapat memun­culkan kehidupan telah dikubur dalam sejarah untuk selamanya.”2

Para pendukung teori evolusi menolak penemuan Pasteur dalam waktu yang lama. Namun, ketika perkembangan ilmu penge­tahuan berhasil menjelaskan tentang struktur sel dari makhluk hidup yang kompleks, gagasan bahwa kehidupan dapat muncul secara kebetulan bahkan semakin mengha­dapi kebuntuan yang lebih besar.

 

 

Usaha-usaha yang Tidak Pernah Meng­hasilkan

Kesimpulan pada Abad Ke-20

 

Ahli evolusi pertama yang menggeluti masalah asal-usul kehidupan pada abad ke-20 adalah ahli biologi Rusia terkenal, Alexan­der Oparin. Dengan berbagai tesisnya yang ia ajukan pada tahun 1930-an, ia berusaha membuktikan bahwa sel dari sebuah makhluk hidup dapat terjadi secara kebetulan. Namun, penelitian ini ternyata mengalami kegagalan, dan Oparin harus membuat pengakuan seba­gai berikut:

Sayang, asal-usul sel tetap menjadi tanda tanya, yang sesungguhnya merupakan titik paling gelap dari seluruh teori evolusi.3

Para penganut teori evolusi Oparin berusa­ha untuk meneruskan eksperimen untuk meme­cahkan masalah asal-usul kehidupan. Yang paling terkenal di antara eksperimen-eksperimen ini dilakukan oleh ahli kimia Amerika, Stanley Miller pada tahun 1953. Dalam permulaan eksperimennya, ia me­nyata­kan bahwa gabungan gas telah ada pada atmosfer bumi pada zaman kuno, dan dengan menambahkan energi pada campurannya, Miller mensitesakan beberapa molekul orga­nik (asam amino) yang ada dalam struktur protein.

Beberapa tahun berlalu, eksperimen terse­but tidak berhasil mengungkapkan apa pun, yang pada saat itu dilakukan sebagai langkah penting atas nama evolusi, terbukti tidak valid, sedangkan atmosfer yang digunakan dalam eksperimen tersebut sangat berbeda dengan kondisi bumi yang sesungguhnya.4

Setelah diam dalam jangka waktu yang lama, Miller mengakui bahwa medium atmosfer yang ia gunakan tidaklah realistik.5

Semua usaha ahli evolusi yang dilakukan pada abad ke-20 untuk menjelaskan asal-usul kehidupan berakhir dengan kegagalan. Ahli geokimia Jeffrey Bada dari San Diego Scripps Institute, mengakui kenyataan ini dalam sebuah artikel yang dipublikasikan dalam majalah Earth pada tahun 1998:

Dewasa ini, ketika kita meninggalkan abad kedua puluh, kita masih menghadapi perso­alan sangat besar yang belum terpecahkan yang harus kita hadapi ketika kita memasuki abad kedua puluh: Bagaimanakah asal-usul kehidupan di Bumi ini?6

 

 

Struktur Kehidupan yang Kompleks

 

Alasan utama mengapa teori evolusi berakhir dalam kebuntuan besar tentang asal-usul kehidupan adalah bahwa organisme hidup yang dianggap sangat sederhana ter­nyata memiliki struktur yang sangat kom­pleks. Sel dari makhluk hidup lebih kompleks dibandingkan dengan semua produk tekno­logi yang dihasilkan oleh manusia. Dewasa ini, bahkan dalam laboratorium yang paling maju di seluruh dunia sekalipun, sebuah sel hidup tidak dapat dihasilkan dari materi inorganik.

Persyaratan yang diperlukan bagi terben­tuk­nya sebuah sel terlalu besar kuantitasnya untuk diabaikan dengan berpegang pada landasan bahwa terbentuknya sel tersebut terjadi secara kebetulan. Probabilitas tentang protein, perkembangan blok dalam sel, disentesakan secara kebetulan adalah 1 dalam 10950 untuk rata-rata protein yang terdiri dari 500 asam amino. Dalam matematika, suatu probabilitas yang lebih kecil dari 1 dibanding 1050 dengan sendirinya dianggap tidak mung­kin.

Molekul DNA yang terletak di inti sel dan yang menyimpan informasi genetik merupa­kan bank data yang luar biasa. Jika informasi yang ada dalam DNA ditulis, maka ia akan merupakan perpustakaan raksasa yang terdiri dari 900 jilid ensiklopedi yang masing-masing terdiri dari 500 halaman.

Dalam masalah ini muncul dilema yang sangat menarik: DNA hanya dapat direplikasi dengan bantuan protein-protein khusus (enzim). Namun, sintesa dari enzim-enzim ini hanya dapat diwujudkan melalui informasi yang tercatat dalam DNA. Karena keduanya saling tergantung, mereka harus ada pada waktu yang bersamaan untuk replikasi. Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan yang menyatakan bahwa kehidupan itu berasal dari dirinya sendiri mengalami kebuntuan. Prof. Leslie Orgel, seorang ahli evolusi ternama dari Universitas San Diego, Kalifornia, mengakui fakta ini di majalah Scientific American yang diterbitkan pada September 1994:

Sangat mustahil bahwa protein dan asam, yang keduanya sama-sama memiliki struktur yang kompleks, muncul dengan sendirinya pada waktu dan tempat yang sama. Namun juga mustahil jika yang satu ada tanpa adanya yang lain. Demikian pula, secara sekilas orang dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya kehidupan tidak mungkin berasal dari sarana kimiawi.7

 

 

Mekanisme Evolusi Imajiner

 

Persoalan penting kedua yang menafikan teori Darwin adalah bahwa kedua konsep yang dikemukakan oleh teori tersebut sebagai “mekanisme evolusioner” pada dasarnya tidak memiliki kekuatan evolusioner.

Darwin mendasarkan pernyataan evolusi­nya sepenuhnya pada mekanisme “seleksi alam”. Pernyataan yang ia tekankan tentang mekanisme ini dapat dilihat dalam bukunya: The Origin of Species, By Means of Natural Selection…

Seleksi alam berpendirian bahwa makhluk-makhluk hidup yang lebih kuat dan lebih cocok bagi kondisi alam pada habitat mereka akan dapat bertahan dalam bergulat untuk mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh, pada kawanan rusa yang menghadapi ancam­an serangan binatang buas, maka rusa-rusa yang berlarinya lebih cepat dapat memper­ta­hankan kehidupannya. Dengan demikian, kawanan rusa itu terdiri dari individu-indivi­du yang lebih cepat dan lebih kuat. Namun tak dapat disangkal bahwa mekanisme ini tidak menyebabkan rusa tersebut muncul dan berubah menjadi spesies hidup yang lain, misalnya menjadi kuda.

Dengan demikian, mekanisme seleksi alam tidak memiliki kekuatan evolusioner. Darwin juga menyadari fakta ini sehingga ia harus menyatakan dalam bukunya The Origin of Species:

Seleksi alam tidak dapat berbuat apa pun hingga terjadi peluang variasi yang sesuai.8

 

 

Pengaruh Lamarck

 

Lalu, bagaimanakah “variasi yang sesuai” ini terjadi? Darwin berusaha untuk menjawab pertanyaan ini dari sudut pandang pema­haman ilmu pengetahuan kuno pada zaman­nya. Menurut ahli biologi Prancis, Lamarck, yang hidup sebelum Darwin, makhluk hidup memiliki karakter yang dibutuhkan selama jangka hidupnya hingga generasi selanjutnya, dan karakter ini berakumulasi dari satu gene­rasi ke generasi seterusnya sehingga menye­babkan terbentuknya spesies baru. Misalnya, menurut Lamarck, jerapah terjadi dari kijang, karena kijang-kijang itu berjuang untuk makan daun dari pohon yang tinggi, sehingga lehernya memanjang dari generasi ke gene­rasi.

Darwin juga memberikan contoh serupa dalam bukunya, The Origin of Species,misal­nya, ia berkata bahwa sebagian beruang ada yang menyelam ke air untuk mencari makan­an sehingga berubah menjadi ikan paus sete­lah beberapa lama.9

Namun, hukum genetika yang ditemukan oleh Mendel dan dibuktikan oleh ilmu gene­tika yang berkembang pada abad ke-20, meno­lak mentah-mentah anggapan yang mengata­kan bahwa karakter itu diteruskan kepada generasi selanjutnya. Dengan demikian, seleksi alam bertentangan dengan kenyataan seperti halnya mekanisme evolusioner.

 

 

Neo-Darwinisme dan Mutasi

 

Agar dapat menemukan pemecahan, para pengikut Darwin mengajukan “Teori Sintesa Modern” atau lebih dikenal sebagai Neo-Darwinisme, pada akhir tahun 1930an. Neo-Darwinisme menambahkan mutasi, yakni penyimpangan yang dimunculkan oleh gen-gen makhluk hidup karena adanya faktor-faktor eksternal seperti radiasi atau kesalahan replikasi, sebagai “penyebab variasi yang sesuai” di samping mutasi alam.

Dewasa ini, model yang mewakili evolusi di dunia adalah Neo-Darwinisme. Teori ter­sebut berpendirian bahwa berjuta-juta makh­luk hidup yang ada di bumi ini terjadi sebagai akibat dari suatu proses di mana ber­bagai organ-organ kompleks dari beberapa organ­isme seperti telinga, mata, paru-paru, sayap, mengalami “mutasi”, yakni penyim­pang­an genetis. Namun terdapat fakta ilmiah yang sama sekali bertentangan dengan teori ini: Mutasi tidak menyebabkan makhluk hidup berkembang, sebaliknya mutasi menye­babkan kerusakan.

Adapun alasannya sangat sederhana: DNA memiliki struktur yang sangat kompleks, dan efek kebetulan hanya dapat menyebabkan kerusakan baginya. Ahli genetika Amerika, B.G. Ranganathan, menjelaskan hal ini seba­gai berikut:

Mutasi itu kemungkinannya sangat kecil, kebetulan, dan merusak. Mutasi hampir-hampir tidak terjadi dan kemungkinan besar tidak membawa pengaruh. Empat karakteris­tik mutasi ini menunjukkan bahwa mutasi tidak menyebabkan terjadinya pekembangan evolusioner. Perubahan yang terjadi secara kebetulan pada organisme yang sangat khusus tidak ada pengaruhnya dan tidak merusak. Perubahan yang terjadi secara kebetulan pada sebuah arloji tidak dapat memperbaiki arloji tersebut. Bahkan dapat merusak atau paling-paling tidak berpengaruh. Sebuah gempa bumi tidak mungkin memperbaiki kota, tetapi ia menyebabkan kerusakan10

Dengan demikian tidak ada contoh mutasi yang bermanfaat, yakni yang dapat mengem­bangkan aturan genetika yang pernah dilihat buktinya hingga saat ini. Semua mutasi ter­bukti bersifat merusak. Maka perlu dipahami bahwa mutasi yang dinyatakan sebagai “meka­nisme evolusioner” sesungguhnya me­ru­­pakan peristiwa genetik yang merusak makhluk hidup dan menimbulkan gangguan. (Pengaruh mutasi yang sangat umum pada manusia adalah kanker). Tidak diragukan lagi bahwa suatu mekanisme destruktif tidak dapat menjadi “mekanisme evolusioner”. Dalam pada itu, seleksi alam “tidak dapat melakukan apa pun bagi dirinya sendiri,” sebagaimana juga diakui oleh Darwin. Fakta ini menunjukkan pada kita bahwa tidak ada “meka­nisme evolusioner” di alam. Karena meka­nisme evolusioner itu tidak ada, maka juga tidak terjadi proses imajiner yang disebut sebagai evolusi itu.

 

 

Catatan Fosil: Tidak Ada Bukti-bukti

tentang Bentuk-bentuk Antara

 

Bukti yang sangat jelas bahwa pernyataan sebagaimana yang disebutkan dalam teori evolusi itu tidak pernah terjadi adalah berda­sarkan catatan fosil.

Menurut teori evolusi, setiap spesies hidup muncul dari yang mendahuluinya. Suatu spesies yang dahulu pernah ada, lambat laun berubah kepada bentuk lainnya dan semua spesies muncul dengan cara seperti ini. Menu­rut teori ini, transformasi ini berjalan dengan pelan-pelan selama jutaan tahun.

Seandainya hal ini benar, maka banyak sekali spesies antara yang ada dan hidup dalam periode transformasi yang panjang.

Misalnya, binatang-binatang yang separuh berben­tuk ikan dan separuhnya lagi berben­tuk reptil tentu pernah hidup pada masa lampau sehingga memiliki karakter reptil di samping juga memiliki karakter ikan. Atau pernah ada burung-reptil, yang memiliki karakter burung di samping karakter reptil. Karena semua ini berada dalam fase transisi, makhluk-makhluk hidup tersebut tentu akan lumpuh, cacat, atau pincang. Para ahli evolusi menyebut makhluk-makhluk imajiner ini, yang mereka yakini pernah hidup pada masa lampau, sebagai “bentuk-bentuk transisi”.

Jika binatang seperti itu benar-benar ada, tentunya terdapat jutaan, bahkan milyaran jumlahnya dan variasinya. Dan yang lebih penting, sisa-sisa dari makhluk-makhluk aneh seperti itu tentu ada dalam jejak fosil. Dalam The Origin of Species, Darwin menjelaskan:

Jika teori saya benar, maka tentu terdapat sangat banyak varietas perantara yang saling menghubungkan antara spesies-spesies dari kelompok yang sama. …Dengan demikian, bukti tentang keberadaannya pada masa lalu hanya dapat ditemukan di antara pening­galan-peninggalan fosil.11

 

 

Harapan Darwin yang Kandas

 

Bagaimanapun, sekalipun ahli-ahli evolusi telah bekerja keras untuk menemukan fosil sejak pertengahan abad ke-19 di seluruh dunia, tidak ada bentuk-bentuk transisi yang mereka temukan. Semua fosil yang digali menunjukkan, berlawanan dengan harapan ahli-ahli evolusi, kehidupan muncul di muka bumi secara tiba-tiba dan telah berbentuk sempurna.

Seorang ahli paleontologi ternama dari Inggris, Derek V. Ager, mengakui fakta ini, sekalipun ia seorang penganut evolusi:

Persoalan pun menjadi jelas ketika saya meneliti bukti-bukti fosil secara detail, entah itu pada tingkatan ordo atau spesies, berulang kali kami menemukan bahwa bukannya evolusi yang terjadi secara lambat laun, tetapi yang terjadi adalah satu kelompok muncul secara tiba-tiba, demikian pula kelompok lainnya.12

Ini artinya bahwa bukti fosil menunjukkan bahwa semua spesies hidup tiba-tiba muncul dalam bentuk yang telah sempurna, tanpa melalui bentuk perantara. Hal ini berlawanan dengan asumsi Darwin. Demikian pula, ter­dapat bukti yang sangat kuat bahwa makhluk hidup itu ada karena diciptakan. Satu-satunya penjelasan yang dapat diberikan adalah bahwa spesies hidup itu muncul dengan tiba-tiba dan telah sempurna setiap detail tanpa melalui nenek moyang yang berevolusi, dengan demi­kian spesies tersebut adalah diciptakan. Fakta ini juga diakui oleh sebagian besar ahli biologi evolusi, Douglas Futuyma:

Penciptaan dan evolusi, di antara keduanya memerlukan penjelasan tentang asal-usulnya dari benda-benda hidup. Organisme muncul di bumi dalam keadaan telah berkembang secara sempurna atau tidak berkembang. Jika organisme tidak berkembang, organisme itu pasti telah berkembang dari spesies yang pernah ada melalui proses-proses modifikasi. Jika organisme itu muncul dalam keadaan yang telah berkembang secara sempurna, organisme tersebut tentu telah diciptakan oleh sesuatu yang luar biasa cerdasnya.13

Berbagai fosil menunjukkan bahwa makh­luk hidup muncul dalam keadaan yang sem­purna di bumi. Ini artinya bahwa “asal-usus spesies”, bertentangan dengan asumsi Dar­win, bukan merupakan evolusi tetapi merupa­kan penciptaan.

 

 

Dongeng tentang Evolusi Manusia

 

Persoalan yang seringkali dikemukakan oleh para pendukung teori evolusi adalah persoalan tentang asal-usul manusia. Para pengikut Darwin menyatakan pendiriannya bahwa manusia modern dewasa ini merupa­kan hasil evolusi dari makhluk yang menye­rupai kera. Menurut mereka, selama proses evolusi ini, yang diperkirakan telah dimulai 4-5 juta tahun yang lalu, konon terdapat beberapa “bentuk transisi” antara manusia modern dengan nenek moyang mereka. Dalam pernyataan yang sepenuhnya bersifat khayalan ini, disebutkan tentang empat “kategori” dasar:

1.            Australopithecus

2.            Homo habilis

3.            Homo erectus

4.            Homo sapiens

Para ahli evolusi menyebut apa yang dina­makan sebagai nenek moyang manusia per­tama yang menyerupai monyet sebagai “Austra­­lopithecus” yang artinya “Monyet Afrika Selatan”. Makhluk hidup ini sesung­guhnya tidak lain adalah spesies monyet kuno yang telah punah. Riset yang mendalam yang dilakukan pada berbagai sampel Australo­pithecus oleh dua orang ahli anatomi ternama dunia dari Inggris dan Amerika Serikat, yakni Lord Solly Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, telah menunjukkan bahwa Australo­pithecus tersebut merupakan spesies monyet biasa yang telah punah dan terbukti tidak memiliki kemiripan dengan manusia.14

Para ahli evolusi mengklasifikasikan tahap selanjutnya dari evolusi manusia sebagai “homo”, yakni “manusia”. Menurut pernya­taan ahli evolusi, makhluk hidup pada sejum­lah Homo lebih berkembang dibandingkan Australopithecus. Para ahli evolusi telah me­ngem­bangkan skema evolusi khayalan dengan menyusun berbagai fosil dari makhluk-makhluk ini dalam urutan tertentu. Skema ini bersifat khayalan karena tidak pernah terbukti bahwa terdapat hubungan evolusioner antara beberapa kelas ini. Ernst Mayr, salah seorang pembela teori evolusi yang terkemuka pada abad ke-20 mengakui fakta ini dengan menga­takan bahwa “mata rantai yang sampai kepada Homo sapiens sesungguhnya terputus”.15

Dengan membuat pembagian mata rantai seperti “Australopithecus — Homo habilis — Homo erectus — Homo sapiens”, para ahli evolusi memaksudkan bahwa masing-masing spesies ini merupakan nenek moyang bagi yang lain. Namun, penemuan terkini dari ahli paleoantrhropologi telah mengungkapkan bahwa Australopithecus, Homo habilis dan Homo erectus hidup di bagian yang berlainan di dunia pada saat yang sama.16

Di samping itu, segmen manusia tertentu yang diklasifikasikan sebagai Homo erectus telah hidup hingga zaman modern. Homo sapiens neandarthalensis dan Homo sapiens sapiens (manusia modern) hidup bersama-sama di kawasan yang sama.17

Situasi ini seolah-olah menunjukkan keab­sahan klaim tersebut yang menyatakan bahwa mereka adalah nenek moyang bagi lainnya. Seorang ahli paleontologi dari Univer­sitas Harvard, Stephen Jay Gould, menjelas­kan ke­bun­tuan teori evolusi meskipun ia sendiri seorang penganut evolusi:

Apa yang menjadi tangga bagi kita jika ada tiga garis silsilah hominid (A. africanus, australo­pi­thecines yang tegap, dan H. habilis), tak satu pun yang jelas-jelas berasal dari yang lain. Lagi pula, tak satu pun dari ketiganya yang menun­jukkan kecenderungan berevolusi selama mereka mendiami bumi.18

Pendek kata, pandangan tentang evolusi manusia, yang berusaha mencari dukungan dengan bantuan berbagai gambaran makhluk “separuh manusia, separuh kera” yang mun­cul di media dan buku pelajaran, dan dengan bantuan propaganda, terus terang saja hanya­lah dongeng yang tidak memiliki landasan ilmiah.

Lord Solly Zuckerman, salah seorang ilmu­wan yang terkenal dan dihormati di Inggris, yang melakukan riset tentang persoalan ini selama beberapa tahun, dan secara khusus meneliti fosil-fosil Australopithecus selama 15 tahun, pada akhirnya berkesimpulan bahwa meskipun ia sendiri seorang penganut evolusi, namun sesungguhnya tidak ada tiga cabang famili seperti itu antara makhluk yang menye­rupai kera dengan manusia.

Zuckerman juga membuat sebuah “spek­trum ilmu pengetahuan” yang menarik. Ia membentuk sebuah spektrum ilmu pengeta­huan dari pernyataan yang dianggap ilmiah hingga pernyataan yang dianggap tidak ilmiah. Menurut spektrum Zuckerman, yang paling “ilmiah”, yakni yang tergantung pada medan data kongkret dalam ilmu pengeta­huan adalah kimia dan fisika. Setelah kedua­nya, muncullah ilmu biologi, kemudian ilmu sosial. Pada akhir dari spektrum tersebut, sebagai bagian yang dianggap paling “tidak ilmiah” adalah konsep “persepsi di luar panca indera” seperti telepati dan indera keenam, dan akhirnya “evolusi manusia”. Zuckerman menjelaskan alasannya:

Kemudian kami segera beralih untuk mencatat kebenaran objektif dalam bidang-bidang yang dianggap sebagai ilmu biologi, seperti persepsi di luar panca indera atau interpretasi tentang sejarah fosil manusia, di mana bagi orang-orang yang mempercayainya (penganut evolusi) apa saja mungkin — dan bagi orang yang sangat memper­cayainya (dalam evolusi) kadang-kadang dapat memper­cayai beberapa hal yang bertentangan pada waktu yang bersamaan.19

Dongeng tentang evolusi manusia semakin tidak berarti, tetapi interpretasi tentang fosil-fosil yang digali oleh orang-orang tertentu tetap dipercayai oleh orang-orang yang meng­anut teori ini dengan membabi buta.

 

 

Teknologi Mata dan Telinga

 

Persoalan lainnya yang tetap tak terjawab oleh teori evolusi adalah kemampuan panca indera yang luar biasa pada mata dan telinga.

Sebelum melanjutkan pembicaraan ten­tang mata, marilah kita jawab secara sepintas tentang pertanyaan “bagaimanakah kita me­lihat”. Cahaya yang masuk dari sebuah benda jatuh secara berlawanan pada retina mata. Di sini, cahaya ditransmisikan menjadi sinyal-sinyal elektris oleh sel, dan cahaya tersebut sam­pai ke titik kecil di belakang otak yang disebut sebagai pusat penglihatan. Sinyal-sinyal elektris ini di pusat otak terlihat sebagai bayangan setelah melewati serangkaian pro­ses. Dengan latar belakang teknis ini, marilah kita berpikir sejenak.

Otak terlindung dari cahaya. Ini artinya bahwa di bagian dalam otak sama sekali gelap, dan cahaya tidak sampai ke lokasi otak. Tempat yang disebut sebagai pusat pengli­hatan benar-benar gelap, dan cahaya tidak pernah mencapainya. Bahkan mungkin meru­pakan tempat yang paling gelap yang pernah anda ketahui. Namun, anda melihat dunia yang cemerlang dan terang benderang dari tempat yang sangat gelap.

Gambar yang terbentuk di mata sangat tajam dan sangat jelas, bahkan teknologi abad ke-20 tidak mampu menyamainya. Misalnya, perhatikanlah buku yang anda baca, tangan yang dengannya anda memegang, kemudian angkatlah kepala anda dan lihatlah sekitar anda. Pernahkah anda melihat bayangan yang sangat tajam dan sangat jelas seperti ini di tempat lain? Bahkan layar televisi yang paling unggul yang diproduksi oleh pabrik televisi dunia yang paling canggih sekalipun tidak akan mampu menyajikan gambar yang sangat tajam kepada anda. Gambar di mata ini ber­bentuk tiga dimensi, berwarna, dan sangat tajam. Selama lebih dari seratus tahun, ribuan insinyur telah berusaha untuk menghasilkan ketajaman ini. Pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan raksasa pun didirikan, berbagai riset dilakukan, berbagai rencana dan desain dilakukan untuk mencapai tujuan ini. Sekali lagi, lihatlah ke layar TV dan buku yang anda pegang. Anda akan melihat bahwa terdapat perbedaan besar dalam ketajaman dan kejelas­an. Di samping itu, layar TV menunjukkan gambar dua dimensi, sedangkan dengan mata anda, anda melihat gambar tiga dimensi yang memiliki ketajaman.

Selama beberapa tahun, sepuluh dari seribu insinyur telah berusaha untuk membuat TV tiga dimensi yang dapat menyamai kualitas pandangan seperti mata. Ya, mereka telah membuat sistem televisi tiga dimensi, tetapi mustahil untuk melihatnya tanpa mengena­kan kaca mata, lagi pula, gambar itu merupa­kan gambar tiga dimensi yang artifisial. Latar belakang tampak kabur, latar depan tampak seperti setting kertas. Sampai kapan pun mustahil untuk menghasilkan pandangan yang tajam dan jelas seperti pandangan pada mata. Baik kamera maupun televisi tidak memiliki kualitas gambar yang tajam dan jelas.

Para ahli evolusi menyatakan bahwa meka­nisme yang menghasilkan gambar yang tajam dan jelas ini terjadi secara kebetulan. Seka­rang, jika seseorang mengatakan kepada anda bahwa televisi yang ada di kamar anda terjadi secara kebetulan, semua atomnya datang secara kebetulan lalu membentuk peralatan yang dapat menghasilkan gambar, maka bagaimanakah pendapat anda? Bagaimana mungkin atom-atom dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh ribuan orang?

Jika suatu peralatan yang menghasilkan gambar yang lebih primitif daripada mata tidak dapat terjadi secara kebetulan, maka jelaslah bahwa mata dan gambar yang terlihat oleh mata tidak dapat terjadi secara kebetulan. Keadaan yang sama juga berlaku pada telinga. Telinga bagian luar menangkap suara yang ada melalui daun telinga lalu megarahkan suara itu ke bagian tengah telinga, dan bagian tengah telinga mengirimkan getaran suara ke otak dengan mengubah suara itu menjadi sinyal-sinyal elektrik. Sebagaimana mata, proses mendengar berakhir di pusat pende­ngaran di otak.

Situasi pada mata juga berlaku pada telinga. Yakni, otak terlindung dari suara sebagaimana ia terlindung dari cahaya: ia tidak membiarkan suara apa pun mema­suki­nya. Dengan demikian, betapapun berisiknya suara di luar, bagian dalam otak sepenuhnya sunyi senyap. Namun demikian, otak dapat menangkap suara dengan sangat jelas. Di otak anda, yang terlindung dari suara, anda men­dengar simponi dari sebuah orkestra, dan anda mendengar semua bunyi di keramaian. Namun demikian, jika tingkat suara di otak anda diukur dengan peralatan yang akurat pada saat itu, maka akan diketahui bahwa yang terjadi dalam otak adalah kesunyian.

Sebagaimana pada kasus alat perekam gambar, selama puluhan tahun telah dilaku­kan usaha untuk menghasilkan suara sebagai­mana dalam bentuk aslinya. Hasil dari usaha tersebut adalah perekam suara “high fidelity system”, dan sistem untuk merekam suara. Meskipun teknologi ini telah digali dan ribu­an insinyur dan ahli telah bekerja keras, tetapi tidak ada suara yang diperoleh, yang memiliki ketajaman dan kejelasan seperti suara yang ditangkap oleh telinga. Perhati­kanlah HI-FI sistem dengan kualitas sangat tinggi yang dihasilkan oleh perusahaan terbesar dalam industri musik. Bahkan dalam peralatan ini, ketika suara direkam, sebagian suara ada yang hilang; atau ketika anda meng­hidupkan HI-FI, anda selalu mendengar suara yang men­desis sebelum musik dimulai. Namun, suara-suara yang merupakan produk dari teknologi tubuh manusia sangat tajam dan jelas. Telinga manusia tidak pernah menang­kap suara yang disertai dengan bunyi men­desis sebagaimana pada HI-FI; telinga me­nang­kap suara seperti apa adanya, tajam dan jelas. Keadaan ini ber­laku semenjak manusia pertama kali dicip­takan.

Sejauh ini, tidak ada peralatan visual atau perekam suara yang dihasilkan oleh manusia yang sangat peka dan berhasil menangkap data indera sebagaimana mata dan telinga.

Namun, sepanjang yang berkaitan dengan penglihatan dan pendengaran, terdapat fakta yang lebih besar di balik semua itu.

 

 

Siapakah yang Memberi Kemampuan

Otak untuk Melihat dan Mendengar?

 

Siapakah yang memberi kemampuan pada otak sehingga ia dapat melihat gemerlapnya dunia, mendengar simponi kicau burung, dan mencium bunga mawar?

Rangsang yang datang dari mata, telinga, dan hidung manusia diteruskan ke otak sebagai impuls syaraf elektro-kimia. Dalam buku-buku biologi, fisiologi, dan biokimia, anda dapat menemukan penjelasan bagaima­nakah gambar tersebut terbentuk di otak. Namun, anda tidak akan pernah menemukan fakta yang paling penting tentang persoalan ini: Siapakah yang mengatur terjadinya impuls syaraf elektro-kimia tersebut sebagai gambar, suara, bau, dan penginderaan di otak? Terdapat suatu kesadaran di otak yang mampu menangkap semuanya tanpa harus memer­lukan mata, telinga, dan hidung. Siapakah yang memberi kemampuan ini? Tidak diragu­kan lagi bahwa kemampuan ini tidak dimiliki oleh syaraf, lapisan lemak, dan syaraf-syaraf yang terdapat di otak. Itulah sebabnya peng­ikut Darwin dan kaum materialis tidak mem­percayai bahwa segala sesuatu terdiri dari materi, tidak dapat memberikan jawaban apa pun terhadap pertanyaan ini.

Kemampuan ini adalah ruhani yang dicip­takan oleh Allah. Ruhani tidak memer­lukan mata untuk melihat gambar, atau telinga untuk mendengar suara. Di samping itu, ia juga tidak memerlukan otak untuk berpikir.

Setiap orang yang membaca fakta yang jelas dan ilmiah ini harus berfikir tentang Tuhan Yang Mahakuasa, takut kepada-Nya, dan berlin­dung kepada-Nya, Dialah Yang mengu­asai seluruh alam semesta dan sebuah bidang yang gelap yang luasnya beberapa sentimeter kubik dalam bentuk tiga dimensi, berwarna, teduh, dan terang benderang.

 

 

Keyakinan Kaum Materialis

 

Informasi yang kami ketengahkan hingga kini menunjukkan kepada kita bahwa teori evolusi adalah pernyataan yang sangat ber­beda dengan temuan ilmiah. Pernyataan yang diberikan oleh teori tersebut tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, dan mekanisme evolusioner yang diajukannya tidak memiliki pengaruh evolusioner, dan fosil-fosil yang ditunjukkan tentang bentuk-bentuk transisi untuk mendukung teori tersebut tidak pernah ada. Dengan demikian, tentu saja teori evolusi harus dienyahkan karena ia adalah gagasan yang tidak ilmiah, sebagaimana gagasan yang menyatakan bahwa alam semesta ini berpusat pada bumi telah dienyahkan dari agenda ilmu pengetahuan di sepanjang sejarah.

Namun, teori evolusi tetap dimasukkan dalam agenda ilmu pengetahuan. Bahkan sebagian orang berusaha untuk mengajukan kritik terhadap orang-orang yang membantah teori tersebut sebagai “serangan terhadap ilmu pengetahuan”. Mengapa?

Alasannya adalah, bahwa teori evolusi me­ru­pakan keyakinan dogmatis yang tidak boleh dibantah bagi beberapa kalangan. Kalangan ini dengan membabi buta mengab­di kepada filsafat materialis dan menerapkan Darwin­isme, karena ia merupakan satu-satunya pen­jelasan ilmiah yang dapat dikemu­kakan tentang bekerjanya alam.

Yang cukup menarik, kadang-kadang mereka juga mengakui fakta ini. Seorang ahli genetik dan seorang penganut evolusi yang jujur, Richard C. Lewontin dari Universitas Harvard mengakui bahwa dialah yang “mula-mula dan terutama sebagai seorang materialis, kemudian menjadi seorang limuwan”:

Bagaimanapun, bukannya metode dan institusi ilmu pengetahuan yang memaksa kita untuk menerima penjelasan material tentang dunia fenomenal, tetapi sebaliknya, kita dipaksa oleh kesetiaan kita yang a priori terhadap penyebab material untuk menciptakan peralatan penelitian dan seperangkat konsep yang menghasilkan penjelasan material, meskipun ia bertentangan dengan intuisi, dan meskipun ia menyesatkan bagi orang-orang awam. Di samping itu, bahwa materialisme itu absolut sehingga kami tidak dapat membiarkan Kaki Tuhan memasuki pintu.20

Itulah pernyataan terus terang yang menya­takan bahwa Darwinisme adalah sebuah dogma yang tetap dipertahankan demi kesetiaannya kepada filsafat materialis. Dogma ini berpendirian bahwa tidak ada being (yang ada) kecuali materi. Dengan demikian ia berpendapat bahwa pencipta kehidupan adalah materi tak bernyawa dan tidak memi­liki kesadaran. Ia berpendapat bahwa jutaan spesies hidup yang berbeda-beda; misalnya burung, ikan, jerapah, harimau, serangga, pohon, bunga, ikan paus, dan manusia itu terwujud sebagai hasil dari interaksi antara materi seperti hujan yang turun, kilat yang menyambar, dan sebagainya, dari materi tak bernyawa. Pandangan ini bertentangan dengan akal maupun ilmu pengetahuan. Namun, Darwinisme tetap memper­tahan­kan­nya hanya agar “jangan sampai Kaki Tuhan masuk di pintu”.

Siapa pun yang tidak memperhatikan asal-usul makhluk hidup dengan pandangan mate­rialis akan melihat kebenaran yang nyata ini: Semua makhluk hidup adalah karya dari Sang Pencipta, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana, dan Maha Mengetahui. Sang Pencipta ini adalah Allah, Yang menciptakan seluruh alam semesta dan semua makhluk dari tidak ada, dan merancangnya dalam bentuk yang sangat sempurna.

 

“Mereka berkata, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Me­nge­tahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.s. al-Baqarah: 32).

 

Allah menjelaskan berbagai rahasia kepada manusia melalui al-Qur’an, doa, perintah, larangan, dan akhlak yang mulia. Semua ini merupakan rahasia yang sangat penting, dan orang yang berpikir dapat menyaksikan rahasia-rahasia ini dalam hidupnya. Tidak ada sumber lain kecuali al-Qur’an yang menje­laskan rahasia ini. al-Qur’an merupakan satu-satunya sumber rahasia sehingga orang-orang yang sangat cerdas dan sangat pandai sekali­pun tidak akan menemukan rahasia ini di mana pun juga.

Jika sebagian orang dapat memahami sedangkan orang lain tidak dapat memahami pesan-pesan yang tersembunyi dalam al-Qur’an, ini merupakan rahasia lain yang diciptakan Allah. Orang-orang yang tidak memahami rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an ini hidup dalam penderitaan dan kesulitan. Anehnya, mereka tidak pernah mengetahui penyebab penderitaannya. Dalam pada itu, orang-orang yang mengkaji rahasia-rahasia dalam al-Qur’an menjalani hidupnya dengan mudah dan gembira.

Buku ini membicarakan tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ayat-ayat yang diungkapkan oleh Allah kepada manusia sebagai sebuah rahasia. Manakala orang membaca ayat-ayat ini, dan perhatiannya didtumpukan kepada rahasia-rahasia dalam ayat-ayat ini, apa yang harus ia lakukan adalah berusaha mengetahui tujuan Allah yang tersembunyi dalam setiap peristiwa kemudian mengkaji segala sesuatunya berdasarkan al-Qur’an. Kemudian, orang pun akan menya­dari dengan kegembiraan tentang rahasia-rahasia ini, bahwa al-Qur’an mengendalikan kehidupannya dan kehidupan orang lain.

Wassalamu Alaikum……………….

28 September 2012

RAHASIA al-Qur’an 7

oleh alifbraja

Mengikuti Nasihat yang Diberikan

 

Perintah Allah lainnya kepada hamba-hamba-Nya yang menginginkan petunjuk kepada jalan yang lurus adalah sebagai ber­ikut:

 

“Dan sesungguhnya kalau mereka melak­sanakan pelajaran yang diberikan kepada mereka, tentulah hal yang demikian itu lebih baik bagi mereka dan lebih mengu­atkan mere­ka. Dan kalau demikian, pasti Kami berikan kepada mereka pahala yang besar dari sisi Kami, dan pasti Kami tunjukkan mereka ke jalan yang lurus.” (Q.s. an-Nisa’: 66-8).

 

Orang-orang beriman yang bertakwa kepada Allah berusaha untuk membersihkan diri mereka dari kesalahan dan berusaha untuk memperoleh kesempurnaan akhlak yang menjadikan Allah ridha kepadanya. Namun, orang perlu bersikap rendah hati agar kesalahan-kesalahannya diampuni dan agar memperoleh petunjuk kepada jalan yang lurus. Orang yang rendah hati yang berusaha untuk membersihkan dirinya, pertama-tama akan bersungguh-sungguh mengikuti perin­tah-perintah Allah. Di samping itu, orang-orang beriman yang ikhlas saling menjadi teman dan pelindung bagi orang lain. Mereka memerintahkan yang benar dan melarang yang mungkar. Dengan demikian, karena mengetahui bahwa peringatan seorang yang beriman itu sangat penting bagi penghisaban seseorang di akhirat, maka orang-orang yang beriman juga harus saling mau menerima nasihat. Orang yang mau mengikuti nasihat yang baik akan memperoleh petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah memberikan kabar gembira kepada hamba-hamba-Nya yang men­­jauhi bujukan setan dan menaati orang-orang yang menyeru kepada al-Qur’an dan perintah-perintah-Nya:

 

“Dan orang-orang yang menjauhi thaghut tidak menyembahnya dan kembali kepada Allah, bagi mereka berita gembira; sebab itu sampaikanlah berita itu kepada hamba-hamba-Ku, yang mendengarkan perkataan lalu mengikuti apa yang paling baik di antaranya. Mereka itulah orang-orang yang telah diberi Allah petunjuk dan mereka itulah orang-orang yang mempunyai akal.” (Q.s. az-Zumar: 17-8).

 


NAFSU MANUSIA MEMERINTAHKAN

PERBUATAN FASIK

 

 

Nafsu manusia merupakan kekuatan dari dalam yang mendorong dan mengetahui kefasikan dan cara menjauhinya. Dengan kata lain, ia merupakan nafsu yang mengilhamkan kefasikan dan kejahatan. Allah menceritakan dua sifat nafsu ini dalam al-Qur’an, sebagai berikut:

 

“Dan nafsu serta penyempurnaannya, maka Allah mengilhamkan kepada nafsu itu kefasikan dan ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan nafsu itu.” (Q.s. asy-Syams: 7-9).

 

Nafsu disebutkan dalam ayat tersebut sebagai sumber semua keburukan dan kesa­lah­an bagi manusia. Karena memiliki sifat seperti itu, nafsu merupakan salah satu di antara musuh manusia yang sangat berbahaya. Nafsu itu bersifat sombong dan memen­ting­kan diri sendiri; ia selalu ingin memuas­kan kehendaknya dan kesombongannya. Ia hanya memperhatikan kebutuhannya sendiri, ke­pen­­­tingannya sendiri, dan hanya mencari kesenangan. Ia berusaha melakukan apa saja untuk memperdayakan manusia, karena nafsu selalu tidak mungkin dapat memenuhi ke­ingin­annya melalui cara yang benar. Ucapan Nabi Yusuf menjelaskan keadaan ini dalam al-Qur’an, sebagai berikut:

 

“Dan aku tidak membebaskan diriku dari kesalahan, karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.s. Yusuf: 53).

 

Bahwa nafsu seseorang dengan kuat meng­ilhamkan perbuatan fasik dan jahat merupa­kan rahasia penting yang diungkapkan kepa­da orang-orang beriman, dan takut kepada Allah. Dengan diungkapkannya rahasia ini, mereka dapat mengetahui bahwa nafsu tidak pernah berhenti bekerja, sekalipun hanya sede­tik. Melalui godaan, ia selalu berusaha menjerumuskan manusia dari jalan Allah. Berdasarkan rahasia ini, nafsu tidak akan per­nah diam; ia akan selalu membenarkan perbu­atannya dalam keadaan apa saja, ia akan selalu mencintai dirinya sendiri melebihi yang lain, ia semakin sombong, meng­ingin­kan benda apa saja dan menginginkan kenik­matan. Pen­dek kata, ia berusaha dengan cara apa saja agar seseorang melakukan perbu­atan yang berten­tangan dengan hal-hal yang diridhai Allah.

Sesungguhnya, perilaku dan perbuatan orang-orang kafir yang tidak sesuai dengan ajar­an al-Qur’an sepenuhnya dibentuk oleh nafsu mereka. Karena tidak takut kepada Allah, orang-orang kafir tidak memiliki ke­hen­­­dak untuk mengikuti hati nurani mereka, tetapi lebih cenderung untuk meng­ikuti nafsu mereka. Percekcokan, konflik kepen­tingan, dan ketidakbahagiaan yang melanda masyara­kat dan agama diabaikan, berakar dari indi­vidu-individu yang terjerat oleh nafsu mereka dan kepentingan diri mere­ka, sehingga akibatnya, mereka kehilangan sifat-sifat ma­nu­­sia seperti kasih sayang, saling menghor­mati, dan pengorbanan.

Itulah sebabnya mengapa rahasia yang diungkapkan oleh Allah ini sangat penting. Jika seseorang mencamkan rahasia ini dalam hatinya, ia dapat mewaspadai nafsu dan mela­kukan perbuatan yang benar. Nafsu dapat ditun­dukkan dengan melakukan hal-hal yang bertentangan dengan apa yang diperin­tahkan. Misalnya, ketika nafsu memerin­tahkan untuk bermalas-malas, kita harus bekerja lebih keras. Ketika nafsu memerin­tahkan untuk memen­ting­kan diri sendiri, kita harus lebih banyak berkorban. Ketika nafsu memerintahkan untuk berbuat kikir, kita harus menjadi lebih dermawan.

Di samping sisi nafsu yang jahat, dari surat asy-Syams kita mengetahui bahwa Allah juga mengilhamkan kepada nafsu hati nurani yang menjadikan seseorang dapat mengendalikan nafsunya agar tidak memuaskan keinginan­nya yang rendah. Yaitu, di samping nafsu itu mendordong kepada kefasikan, ia juga men­dorong kepada kebajikan. Setiap orang me­nge­tahui akan bisikan ini dan dapat menge­nali perbuatan fasik dan perbuatan baik. Namun, hanya orang-orang yang takut kepa­da Allah yang dapat mengikuti hati nurani mereka.

 


RAHASIA KEMAKMURAN DAN KEKAYAAN YANG DIBERIKAN KEPADA MANUSIA

 

 

Seluruh alam raya ini adalah milik Allah, dan Dia memberikan apa saja yang Dia kehendaki kepada siapa saja yang Dia kehen­daki. Allahlah yang memberi rezeki kepada manusia, Dialah yang menjadikan mereka kaya, dan Dialah yang memberi panen yang berlimpah kepada mereka. Sebagaimana Allah menyatakan dalam sebuah ayat, Allah meluas­kan rezeki kepada hamba-hamba-Nya menu­rut kehendak-Nya, dan Dialah juga yang menyempitkan rezeki tersebut. Dia melaku­kan ini untuk alasan tertentu dan karena hikmah tertentu. Baik orang-orang yang reze­ki­nya diluaskan maupun yang rezekinya disempitkan, pada hakikatnya merupakan ujian dari Allah. Orang-orang yang tidak menjadi sombong dan boros karena apa yang telah diberikan kepada mereka, tetapi bersyu­kur kepada Allah atas segala sesuatu yang di­karuniakan kepada mereka, orang-orang yang bertawakal kepada Allah dan tetap bersabar ketika harta mereka disempitkan, mereka adalah hamba-hamba yang diridhai Allah. Ucapan Nabi Sulaiman yang diketengahkan dalam al-Qur’an menjelaskan bahwa nikmat dari Allah yang dikaruniakan kepada manusia pada hakikatnya merupakan bagian dari ujian:

 

“Seorang yang mempunyai ilmu dari al-Kitab berkata, ‘Aku akan membawa singga­sana itu kepadamu sebelum matamu berke­dip.’ Maka ketika Sulaiman melihat singga­sana itu terletak di hadapannya, ia pun ber­kata, ‘Ini termasuk karunia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau ingkar. Dan barangsiapa yang bersyu­kur, maka sesungguhnya dia bersyukur untuk dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Mahakaya lagi Mahamulia’.” (Q.s. an-Naml: 40).

 

Ucapan Nabi Sulaiman yang menyatakan, “Ini termasuk karunia Tuhanku untuk men­coba aku apakah aku bersyukur atau ingkar,” menjelaskan salah satu alasan mengapa orang-orang diberi harta.

Apa yang Allah nyatakan sebagai “kese­nang­an dunia” dalam al-Qur’an — termasuk harta benda, anak-anak, istri, sanak keluarga, kedudukan, kehormatan, kecerdasan, kecan­tikan atau ketampanan, kesehatan, perdagang­an yang menguntungkan, keberhasilan, pendek kata segala sesuatu yang diberikan tersebut merupakan ujian bagi manusia.

 

 

Rahasia Kemakmuran yang Diberikan

kepada Orang-orang Kafir

 

Banyak manusia di dunia ini, meskipun tidak beriman kepada Allah, mereka menik­mati umur yang panjang, memiliki kekayaan yang tak terhitung banyaknya, memiliki kebun yang berbuah dan anak-anak yang sehat. Orang-orang seperti ini bukannya men­cari keridhaan Allah, tetapi semua karunia yang dinikmatinya tersebut justru menjauh­kan dirinya dari Allah. Orang-orang seperti ini, yang menjalani kehidupannya yang panjang dengan mendurhakai Allah dan yang melakukan dosa semakin banyak hari demi hari, menganggap bahwa apa yang mereka miliki itu merupakan kebaikan bagi mereka. Namun, al-Qur’an mengingatkan kita tentang rahasia lain dan tujuan Allah di balik nikmat dan waktu yang diberikan kepada mereka:

 

“Dan janganlah harta benda dan anak-anak mereka menarik hatimu. Sesungguhnya Allah menghendaki akan mengazab mereka di dunia dengan harta dan anak-anak itu dan agar melayang nyawa mereka, dalam keada­an kafir.” (Q.s. at-Taubah: 85).

 

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa Kami menang­guhkan mereka itu lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami menang­guhkan mereka hanyalah supaya bertam­bah dosa mereka, dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (Q.s. Ali Imran: 178).

 

“Maka biarkanlah mereka dalam kesesat­annya sampai suatu waktu. Apakah mereka mengira bahwa harta dan anak-anak yang Kami berikan kepada mereka itu Kami ber­segera memberikan kebaikan-kebaikan kepada mereka? Tidak, sebenarnya mereka tidak sadar.” (Q.s. al-Mu’minun: 54-6).

 

Sebagaimana dijelaskan dalam ayat terse­but, apa yang dimiliki orang-orang tersebut sesungguhnya bukanlah merupakan kebaikan bagi mereka. Waktu yang diberikan kepada mereka hanyalah untuk menambah dosa mereka. Ketika waktu yang diberikan kepada mereka sudah habis; kekayaan mereka, anak-anak mereka, atau kedudukan mereka, tidak dapat menyelamatkan mereka dari siksa yang pedih. Sesungguhnya, Allah telah menceri­takan keadaan umat-umat terdahulu yang hidup dengan kekayaannya dan harta yang melimpah, namun mereka ditimpa azab yang pedih:

 

“Berapa banyak umat yang telah Kami binasa­kan sebelum mereka , sedang mereka lebih bagus alat rumah tangganya dan lebih sedap dipandang mata.” (Q.s. Maryam: 74).

 

Ayat berikut ini menjelaskan alasan me­nga­pa orang-orang tersebut diberi perpan­jangan waktu:

 

“Katakanlah, ‘Barangsiapa yang berada di dalam kesesatan, maka biarlah Tuhan Yang Maha Pemurah memperpanjang tempo bagi­nya; sehingga apabila mereka telah me­lihat apa yang diancamkan kepadanya, baik siksa maupun Kiamat, maka mereka akan menge­tahui siapa yang lebih jelek keduduk­annya dan lebih lemah penolong-penolong­nya?” (Q.s. Maryam: 75).

 

Allah adalah Mahaadil dan Maha Penya­yang. Dia menciptakan segala sesuatu dengan kebijaksanaan dan kebaikan, dan setiap orang akan dibalas sepenuhnya atas apa yang mereka kerjakan. Menyadari hal ini, orang-orang yang beriman melihat berbagai peristiwa dengan maksud untuk melihat kebijaksanaan dan kebaikan yang diciptakan Allah dalam setiap peristiwa. Jika tidak, orang-orang akan menjalani hidupnya dengan tertipu dan jauh dari kenyataan.

 

RAHASIA MENGAPA ALLAH TIDAK SEGERA MENYIKSA ORANG-ORANG KAFIR

 

 

Salah satu rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an adalah bahwa manusia tidak segera dibalas atas perbuatan buruk yang mereka lakukan, tetapi siksa tersebut ditang­guhkan hingga waktu tertentu. Hal ini dike­mukakan dalam ayat-ayat sebagai berikut:

 

“Dan kalau sekiranya Allah menyiksa manusia dise­babkan usahanya, niscaya Dia tidak akan meninggalkan di atas permukaan bumi suatu makhluk yang melata pun akan tetapi Allah menangguhkan mereka, sampai waktu tertentu; maka apabila datang ajal mereka, maka sesungguhnya Allah adalah Maha Melihat hamba-hamba-Nya.” (Q.s. Fathir: 45).

 

“Dan Tuhanmulah Yang Maha Peng­am­pun lagi mempunyai rahmat. Jika Dia mengazab mereka karena perbuatan mereka, tentu Dia akan menyegerakan azab bagi mereka. Tetapi bagi mereka ada waktu yang tertentu yang mereka sekali-kali tidak akan menemukan tempat berlindung daripada­nya.” (Q.s. al-Kahfi: 58).

 

Bahwa banyak orang yang tidak segera dibalas atas perbuatan buruk mereka menye­babkan mereka beranggapan bahwa mereka tidak akan pernah diminta tanggung jawab atas perbuatan jahat mereka. Anggapan ini menyebabkan mereka tidak mau bertobat, merasa menyesal, dan memperbaiki kesalahan mereka. Di samping itu, hal tersebut semakin menambah keangkuhan mereka. Karena ter­jauh dari hikmah, mereka tidak dapat melihat bahwa apa yang mereka lakukan itu akan menyebabkan datangnya azab, bahkan azab ter­sebut semakin berat di akhirat kelak. Da­lam al-Qur’an, Allah menyatakan sebagai ber­ikut:

 

“Dan janganlah sekali-kali orang-orang kafir menyangka bahwa pemberian tangguh Kami kepada mereka adalah lebih baik bagi mereka. Sesungguhnya Kami memberi tang­guh kepada mereka hanyalah supaya bertam­bah-tambah dosa mereka, dan bagi mereka azab yang menghinakan.” (Q.s. Ali Imran: 178).

 

Inilah penangguhan yang diberikan Allah untuk menguji manusia. Namun, tentu saja ada waktu yang telah ditetapkan Allah sehing­ga setiap orang akan dibalas atas apa yang mere­ka perbuat. Ketika waktu yang ditetap­kan ini tiba, maka waktu tersebut tidak dapat ditunda atau dipercepat, meskipun hanya sesaat. Allah memberi tahu kita bahwa setiap orang pasti akan memperoleh balasan:

 

“Dan sekiranya tidak ada suatu ketetapan dari Allah yang telah terdahulu atau tidak ada ajal yang telah ditentukan, pasti (azab itu) menimpa mereka.” (Q.s. Thaha: 129).

 

“Dan Aku tangguhkan mereka. Sesung­guh­nya rencana-Ku amat teguh.” (Q.s. al-A‘raf: 183).

 


KESIMPULAN

 

 

Setiap orang yang membaca al-Qur’an kemudian dicamkan dalam hati dan jiwanya, yang memikirkan tentang kehidupan, ber­bagai peristiwa, dan orang-orang di sekitarnya dengan sikap seorang yang beriman, dan yang menganggap Allah sebagai satu-satunya penolong dapat melihat rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an. Tidak ada satu peristiwa pun, yang penting dan yang remeh, terjadi begitu saja; tak ada sesuatu pun yang terjadi secara kebetulan. Di balik sebuah rahasia terdapat tujuan yang baik, dan hikmah yang diciptakan oleh Allah. Jika manusia berbuat dengan ikhlas dan selalu berpaling kepada Allah, maka mereka dapat mengetahui rahasia-rahasia ini dan hikmah di balik rahasia-rahasia tersebut.

Orang yang dapat memahami rahasia-raha­sia al-Qur’an dan memperhatikan rahasia-rahasia dalam kehidupan ini semakin dekat kepada Allah dan hubungan dengan-Nya akan semakin kokoh. Orang-orang seperti ini sema­kin mengenal Rabbnya, Pencipta langit dan bumi dan akan semakin memahami keku­asaan-Nya, hikmah-Nya, dan ilmu-Nya. Mereka menyadari bahwa tidak ada penolong atau pelindung selain Allah. Mereka merasa bergembira ketika melihat dan memahami hikmah dan rahasia yang diciptakan Allah setiap saat. Allah menyingkapkan lebih banyak rahasia-rahasia ciptaan-Nya kepada orang-orang seperti itu. Sekalipun kehidupan orang seperti itu tampaknya biasa-biasa saja bagi orang lain, namun sesungguhnya Allah menciptakan sesuatu yang luar biasa kepada orang tersebut setiap saat. Allah akan menun­jukkan hal ini kepada setiap orang yang dengan ikhlas ingin memahami hikmah dan rahasia dalam ciptaan-Nya.

Allah menyatakan dalam al-Qur’an:

 

“Sesungguhnya (dalam al-Qur’an) terda­pat peringatan yang jelas bagi orang-orang yang menyembah.” (Q.s. al-Anbiya’: 106).

 


KEPALSUAN TEORI EVOLUSI

 

 

Setiap bagian di alam semesta ini menun­jukkan adanya penciptaan yang luar biasa. Sebaliknya, faham materialisme, yang ber­usaha menolak fakta tentang penciptaan alam semesta, tidak lain hanyalah merupakan faham palsu yang tidak ilmiah.

Jika faham materialisme telah tumbang, maka semua faham lainnya yang berdasarkan pada filsafat ini juga tidak memiliki landasan. Hampir semua penganut faham ini adalah penganut Darwinisme, yakni teori evolusi. Teori ini, yang berpendirian bahwa kehidupan berasal dari benda mati, yang terjadi secara kebetul­an, telah ditumbangkan oleh kenya­taan bahwa alam semesta ini diciptakan oleh Allah. Ahli astrofisika Amerika, Hugh Ross, menya­ta­kan sebagai berikut:

Atheisme, Darwinisme, dan pada dasarnya semua “isme” yang muncul dari filsafat abad kedelapan belas hingga abad kedua puluh, yang dibangun berdasarkan asumsi, yakni asumsi yang tidak benar, bahwa alam semesta ini tak terbatas. Keajaiban alam semesta telah membawa kita berhadapan dengan sebab atau penyebab utama di balik/ di belakang/ di hadapan alam semesta dan semua isinya, termasuk kehidupan itu sendiri.1

Allah-lah yang menciptakan alam semesta dan Yang merancangnya hingga ke bagian-bagiannya yang terkecil. Dengan demikian teori evolusi yang menyatakan bahwa makh­luk hidup itu tidak diciptakan oleh Allah, tetapi terjadi secara kebetulan, adalah teori yang sama sekali tidak benar.

Tidak heran jika kita memperhatikan teori evolusi, maka kita akan melihat bahwa teori ini dikecam oleh penemuan ilmiah. Rancang­an kehidupan ini sangatlah kompleks dan menakjubkan. Di dunia makhluk tak bernya­wa misalnya, kita dapat melihat betapa luar biasanya keseimbangan pada atom-atom. Belum lagi pada dunia makhluk bernyawa, kita dapat melihat betapa kompleksnya ran­cang­an dari kumpulan atom, dan betapa luar biasanya cara kerja dan struktur seperti pro­tein, enzim, dan sel, yang diciptakan di dalam­nya.

Rancangan yang luar biasa dalam kehidup­an ini menumbangkan Darwinisme pada akhir abad kedua puluh.

Kita telah membicarakan dengan sangat detail masalah ini dalam beberapa kajian kami lainnya, dan kami akan terus melakukannya. Namun mengingat pentingnya persoalan ini, tentunya akan bermanfaat jika pada kesem­patan ini diketengahkan ringkasannya.

 

 

Ilmu Pengetahuan Menumbangkan Darwinisme

 

Meskipun doktrin ini berasal dari zaman Yunani kuno, teori evolusi dikembangkan secara luas pada abad ke-19. Perkembangan terpenting yang menjadikan teori ini menjadi topik terbesar dalam dunia sains adalah buku karya Charles Darwin yang berjudul The Origin of Species, yang diterbitkan pada tahun 1859. Dalam buku ini, Darwin menolak bahwa berbagai spesies yang hidup di bumi, masing-masing diciptakan oleh Tuhan. Menurut Darwin, semua makhluk hidup me­mi­liki nenek moyang yang sama dan makh­luk-makhluk tersebut kemudian men­jadi beraneka ragam dengan berjalannya waktu melalui perubahan-perubahan kecil.

Teori Darwin tidak berdasarkan pada pembuktian ilmiah yang kongkret; sebagai­mana yang diakuinya sendiri, tetapi hanya berupa “asumsi”. Tambahan pula, sebagai­mana pengakuan Darwin dalam bab panjang dari bukunya yang berudul Difficulties of the Theory, teori tersebut tidak mampu meng­hadapi berbagai pertanyaan penting.

Darwin menumpukan semua harapannya pada penemuan-penemuan ilmiah baru, yang ia harapkan dapat memberikan pemecahan atas Difficulties of the Theory. Namun, ber­lawanan dengan harapannya, pembuktian ilmiah justru semakin memperluas dimensi dari kesulitan-kesulitan ini.

Kekalahan Darwinisme atas ilmu penge­tahuan dapat disimpulkan menjadi tiga topik dasar:

1) Teori tersebut sama sekali tidak men­je­las­kan tentang bagaimana asal mula kehidup­an di bumi.

2) Tidak ada pembuktian ilmiah yang me­nunjukkan bahwa “mekanisme evolusi­oner” yang diajukan dalam teori tersebut memiliki kekuatan untuk berkembang.

3) Apa yang dikemukakan dalam teori evolusi tersebut sama sekali bertolak belakang dengan Catatan fosil.

Dalam bagian ini, kita akan mengkaji tiga poin dasar tersebut secara garis besar: