Imam Abu Hanifah adala salah seorang imam yang pendapat dan pemikirannya diperhitungkan dalam dunia Islam.
Mungkin saja sebagian kita tidak memahami sebagian dari pemikiran dan pendapat beliau. Namun usahlah kita mencari perbedaan yang terjadi di antara para ulama, sebagaimana pula perbedaan itu terjadi di kalangan para shahabat ra.
At Taj As subki berkata :
Hendaklah kalian :
– bersama orang yang sedang mencari ilmu, mengikuti jalan budi pekerti bersama para imam
– janganlah kalian memedulikan kabar miring tentang mereka yang sengaja disebarkan tanpa bukti yang nyata
– Jika kalian bisa berbaik sangka padanya, maka lakukanlah
– Kalian tidak diciptakan untuk hal ini ( menggunjing orang)
– Perhatikanlah saja tugas kalian ( belajar) dan tinggalkan perkara yang bukan urusan kalian.
– Janganlah kalian terusik dengan apa yang terlah menjadi kesepakatan anatara abu hanifah dengan Sufyan Ats Tsauri, atau antara Imam Malik dan Ibnu Abi Dza’b..dst…Karena jika kalian menyibukkan diri dengan hal-hal seperti itu, aku khawatir kalian akan mengalami kegagalan dalam mencai ilmu.
Kita tentu tidak sepakat dengan pendukung fanatic beliau yang mendewakan sang imam diatas semua ulama. Dan sama tidak sepakatnya dengan orang yang mencela, mencemarkan nama baiknya, dan menuduhnya dengan perkataan yang tak pernah dikatakannya.
Dialah salam seorang mujtahid yang selalu diberi p ahala ; terkadang 2 pahala jika pendapatnya benar dan terkadang 1 jika pendapatnya salah.
*BEBERAPA PANDANGAN TERHADAP BELIAU*
- “….Jika aku memandangnya, aku tahu bahwa wajahnya itu adalah orang yang takut kepada Allah ( Yahya Bin Ma’in)
- “Tidak ada seorang pun yang dating ke Mekkah sampai saat ini yang paling banyak shalatnya dari Imam Abu Hanifah..” ( Sufyan bin Uyainah)
*BIOGRAFI SINGKAT*
Nama asli beliau adalah :
al-Nu’man bin TSabit bin Zauthi At tamimi Al Kufi
Namun beliau digelari Abu Hanifah. Kemasyhuran nama tersebut menurut para ahli sejarah ada beberapa sebab:
1. Ada yang mengatakan karena ia mempunyai seorang anak laki-laki yang bernama Hanifah, maka ia diberi julukan dengan Abu Hanifah.
2. Karena semenjak kecilnya sangat tekun belajar dan menghayati setiap yang dipelajarinya, maka ia dianggap seorang yang hanif (kecenderungan/condong) pada agama. Itulah sebabnya ia masyhur dengan gelar Abu Hanifah.
3. Menurut bahasa Persia, Hanifah bererti tinta. Imam Hanafi sangat rajin menulis hadith-hadith, ke mana, ia pergi selalu membawa tinta. Kerana itu ia dinamakan Abu Hanifah.
Imam Abu Hanifah adalah seorang imam Mazhab yang besar dalam dunia Islam. Sekaligus merupakan imam pertama sebelum Malik bin Anas, Imam Syafi’i, dan Imam Ahmad bin Hanbal.
Dalam empat mazhab yang terkenal tersebut hanya Imam Hanafi yang bukan orang Arab.
Beliau keturunan Persia atau disebut juga dengan bangsa Ajam.
Pendirian beliau sama dengan pendirian imam yang lain, iaitu sama-sama menegakkan Al-Quran dan sunnah Nabi SAW.
KELAHIRANNYA
Beliau dilahirkan di Kufah , Irak
Pada tahun 80 H/699 M pada masa pemerintahan Abdul Malik bin Marwan
Orang tuanya berasal dari keturunan Persia dan ketika ia masih dalam kandungan di bawa pindah ke Kufah dan menetap disina hingga Abu Hanifah lahir.
Imam Abu Hanifah hidup dalam keluarga pedagang di Kufah. Yaitu pedagang kain Khozz (salah satu jenis sutera). keluarga Imam Abu Hanifah juga telah menyerukan agama islam setelah bapaknya (Tsabit) bertemu dengan Ali r.a.
Belia kemudian meneruskan warisan ayahnya dalam berbisnis hingga beliau bertemu dengan seorang ulama, yang beliau ceritakan dalam kisah berikut :
Dalam salah satu riwayat dari Imam, beliau berkata: “Suatu hari aku berjalan melintasi depan as Sya’bi, Dia duduk lalu memanggil dan berkata kepadaku :”mau pergi kepada siapa?” Aku menjawab :” saya mau pergi ke pasar”. Dia berkata :”maksud saya bukan pergi ke pasar, melainkan mau pergi kepada ulama’ “. Maka saya berkata :” saya sedikit sekali berbaur dengan para ulama’”. Dia berkata kepadaku lagi:” jangan lupa bahwa kewajibanmu adalah belajar ilmu dan mendatangi majlis para ulama’. Sesungguhnya aku melihat semangat kewaspadaan dan keterampilan ada dalam dirimu”.Imam Abu Hanifah berkata:” perkatannya telah masuk di dalam hatiku. Maka aku menangguhkan pergi ke pasar dan berpaling kepada ilmu. Maka Allah SWT memberikan manfaat kepadaku melalui perkataan itu”.
Sejak itu, beliau hanya menekuni dunia thalabul ilmi. Belajar kepada berbagai guru.
GURU-GURU BELIAU
1. HAMMAD BIN SULAIMAN
Hamad bin Abi Sulaiman merupakan guru Imam Abu Hanifah yang pertama di dalam ilmu fiqih.
Imam Abu Hanifah belajar darinya tentang segala macam ilmu fiqih dan metodenya selama kurang lebih 18 tahun sehingga pada suatu hari Hamad bin Abi Sulaiman pun bertanya kepada Imam Abu Hanifah :”apakah kamu ingin melampauiku wahai Abu Hanifah?”. Ini merupakan sindiran bagi Abu Hanifah yang begitu lama mengambil ilmu darinya.
Sedangkan Hamad bin Abi Sulaiman berguru kepada Ibrahim an Nakh’i. Dan Ibrahim an Nakh’i berguru kepada ‘Alqomah an Nakh’i yang berguru kepada Abdulloh bin Mas’ud seorang sahabat yang terkenal dengan ilmu fiqih dan pendapatnya yang banyak.
2. Beliau juga belajar dari beberapa ulama’ tabi’in antara lain :
a. Atho’ bin Abi Rabah
b. Nafi’ Maula Abdulloh bin Umar.
c. Ashim bin Abi An Najwad
d. Alqamah bin Martsad
e. Al Hakam bin Utaibah, dan masih banyak lagi
Imam Abu Hanifah juga berusaha keras dalam mendalami ilmu fiqih khususnya pada empat macam fiqih yaitu : fiqihnya ‘Umar bin Khottob yang terangkum dalam kemashlahatan, fiqihnya Ali bin Abi Tholib yang terangkum dalam masalah istimbath dan hakikat dari syari’ah, ilmu Abdullah bin Mas’ud yang terangkum dalam Takhrij, dan ilmu Abdullah bin Abbas yaitu ilmu al qur’an dan pemahamannya.
ABU HANIFAH TERMASUK TABI’IN
Beliau termasuk Tabi’in karena semoat melihat Shahabat Anas bin Malik ketika beliau dating ke kufah
SIFAT-SIFATNYA:
– Perawakan sedang / tinggi
– Berpostur tubuh ideal
– Paling bagus logat bicaranya
– Berkulit sawo matang ( Hammad, puteranya)
– Tampan dan berwibawa ( Hammad, puteranya)
– Tidak banyak bicara kecuali menjawab pertanyaan yang dilontarkan ( Hammad, puteranya)
– Tidak mau mencampuri persoalan yang bukan urusannya( Hammad, puteranya)
– Berpakaian rapih ( Ibnul Mubarak)
– Memakai kopiah panjang berwarna hitam
PENDAPA PARA ULAMA TERHADAP BELIAU
- AL FUDHAIL BIN IYADH
– “ seorang ahli fikih yang terkenal dengan keilmuannya
– Terkenal denga sifat wara’nya
– Banyak harta
– Sangat sabar dalam menuntut ilmu siang dan malam
– Sangat menghormati dan memuliakan orang di sekitarnya
– Banak bangun malam
– Tidak banyak bicara selain untuk menjelaskan halal haramnya sesuatu kepada masyarakat
– Sangat piawai dalam menjelaskan kebenaran hokum
– Tidak suka dengan harta penguasa
2. Ibnu Ash-Shabah :
– “Jika ada masalah yang ditanyakan kepadanya, dia berusaha menjawabnya dengan hadits shahih dan menggunakannya sebagai dalil walaupun berasal dan sahabat dan tabi’in. Jika tidak ada, maka dia akan menggunakan qiyas, dan dia adalah orang yang piawai dalam menggunakan qiyas.”
3. Abdullah bin Al-Mubarak berkata :
Aku telah melihat orang yang paling ahli dalam ibadahnya, aku telah melihat orang yang paling wira’i, aku telah melihat orang yang paling banyak ilmunya dan aku telah melihat orang yang paling ahli dalam bidang fikih.
Adapun orang yang paling banyak ibadahnya adalah Abdul Aziz bin Abi Ruwwad,
orang yang paling wira’i adalah Al-Fudhail bin Iyadh
orang yang banyak ilmunya adalah Sufyan atsTsauri.
Sedangkan, orang yang paling ahli dalam bidang fikih adalah Imam Abu Hanifah”.
Kemudian dia berkata, “Aku belum pernah melihat orang yang ahli dalam fikih seperti dia.”
“Kalaulah Allah tidak menolongku melalui Imam Abu Hanifah dan Sufyan Ats-Tsauri, niscaya aku akan seperti orang kebanyakan (tidak berilmu).”
4. Yahya bin Mu’in :
“Abu Hanifah adalah orang yang dapat dipercaya, dia tidak meriwayatkan hadits kecuali yang telah dia hafal, dan dia tidak juga berbicara tentang hadits kecuali yang telah dia hafal.”
5. Dari Qais bin Ar-Rabi’:
“Abu Hanifah adalah orang yang wirai dan takut kepada Allah ‘. Di samping dia adalah seorang yang sangat menonjol dan dan disenangi saudara-saudaranya.”
Dari Syarik, dia berkata, “Imam Abu Hanifah lebih banyak diam dan banyak akalnya (cerdas).”
6. Yazid bin Harun berkata :
“Aku belum pernah melihat seorang pun lebih sabar dan mampu menahan amarah dari Abu Hanifah.”
7. Dan Abu Mu’awiyah Adh-Dharir :
“Abu Hanifah sangat komitmen dengan Sunnah Rasulullah”.
8. Imam Asy-Syaf’i :
“Dalam ilmu fikih, orang-orang (para ulama) adalah satu keluarga dengan Imam Abu Hanifah.”
9. Adz-Dzahabi berkata, “Dia adalah orang yang paling cerdas di antara Anak Adam, mampu menguasai ilmu fikih, seorang yang ahli ibadah, wira’i dan dermawan. Di samping itu dia juga tidak mau menerima hadiah dan para pejabat pemerintahan.”
*IBADAHNYA*
1. Dari asad bin amr dia berkata:
sesungguhnya imam abu hanifah melakukan sholat isya dan shubuh dengan satu wudhu slama 40 tahun.
2. Al Mutsanna bin raja’ :
Abu hanifah bernah bersumpah kepada Allah untuk slalu bersedekah dengan dinar, dan setiap beliau belanja untuk keluarganya maka dia akan bershodaqoh sbesar yang dia belanjakan untuk keluarganya
3.Abu ‘Ashim An Nabil berkata :
Abu Hanifah disebut juga al watid ( orang yang kuat) karena banyaknya shalat yang dilakukannya
4. Yahya bin abdul hamid Al Himmani :
“Aku berlum pernah melihatnya shalat subuh kecuali dengan wudhu shalat isya.Dia selalu menyudahi shalat malamnya menjelang waktu sahur” (Dikatakan setelah beliau menemani Imam Abu Hanifah selama 6 bulan)
5. Ibnu Abi Ruwwad :
Aku belum pernah melihat yang lebih sabar darinya untuk berthawaf dan beribadah di Makkah. Dia selalu berdoa kepada Allah agar mendapat keselamatan di akhirat nanti. Aku juga tidak pernah menyaksikannya tidur selama 10 malam dan tidak pernah aku melihatnya mau istirahat pada siang hari. Dia selalu shalat, thawaf dan belajar”
6. Sufyan bin Uyainah
“Tidak seorang pun yang dating ke Makkah yang lebih banyak shalatnya pada masa kami dari Abu Hanifah.”
*SIFAT WARA’NYA*
1. Abdullah bin Mubarak :
“ Aku dating ke kufah, lalu aku bertanya tentang orang yang paling wira’I di daerah tersebut, mereka berkata. Abu hanifah”
2. Ali bin Hafsh Al Bazzar mengatakan :
Pada suatu kerika Abu Hanifah memberikan barang dagangan kepada temannya. Didalam barang dagangan itu ada sehelai kain yang cacat. Abu Hanifah mensyaratkan kepada temannya tersebut supaya menerangkan cacat kain itu jika menjualnya. Tetapi temannya lupa memberitahukan cacat tersebut kepada pembeli. Dan ia tidak mengetahui kepada siapa barang itu dijualnya. Ketika Abu Hanifah mengetahui hal itu maka ia segera bersedekah sebanyak 30.000 dirham.
*TOLERANSI DAN KEMULIAANNYA*
1. Qais bin Ar Rabi’ :
“Dia adalah seorang wira’I dan ahli fikih. Namun banyak pula yang mendengkinya. Dia banyak melakukan kebaikan kepada setiap orang yang ditemuinya serta menghormati teman-temannya.”
2. Hafs bin Hamzah :
“Abu hanifah adalah orang yang paling bisa memuliakan lawan bicaranya”
*KOMITMEN BELIAU TERHADAP SUNNAH”
1. Fudhail bin iyadh:
“ Jika dalam suatu permasalahan terdapat jawaban yang berdasar pada hadits yang shahih, maka dia mengikutinya, walaupun hadits itu berasal dari para shahabat atau tabi’in. Jika tidak ada, maka ia melakukan qiyas dengan qiyas yang terbaik.”
2. Ibnul Mubarak dari Abu hanifah:
“Tidak berhak bagi seorang pun untuk memberikan fatwa dengan pendapatnya sendiri padahal ada kitabullah, sunnah Rasulullah dan pendapat para shahabat yang disepakati. Adapun pendapat mereka yang diperselisihkan, maka dipilih pendapat mereka yang paling dekat dengan Al Qur’an dan As sunnah, kemudian kami berijtihad dan tidak lebih dari itu.”
PEMIKIRAN BELIAU DIBUKUKAN OLEH MURID-MURIDNYA
Tidak ada buku fiqih karya abu Hanifah. Meskipun demikian tulisan murid-muridnya telah merekam secara lengkap semua pandangan fiqih Abu Hanifah hingga menjadi panutan kaum muslimin.
Muridnya antara lain :
- Putranya, Hammad
- Abu Yusuf bin Ibrahim Al-Auza’I
- Zafr bin Al – Ajil bin Qois
- Muhammad bin Hasan bin Farqad al-syaibani
- al-Hasan bin Ziyad al-lu’lu’I
Murid-murid inilah yang merekam dan menulis pemikiran Abu Hanifah, baik bidang akidah maupun bidang hukum.
Di antara murid beliau yang terkenal adalah Muhammad bin Al-Hassan Al-Shaibani, yang merupakan guru dari Imam Syafi’iy.
Pemikiran-pemikiran beliau yang sampai kepada kita adalah kitab al-Fiqul Akbar, Kitab Al-Risalah, kitab Al- ‘Alim wal Mutallim dan kitab Al-washiyah.
* KECERDASAN BELIAU *
1. Ali bin Ghasim :
“ kalaulah ilmu Abu Hanifah ditimbang dengan ilmu orang-orang pada masanya, pastilah ilmunya lebih banyak dari mereka”
2. Jarir berkata, Mughirah berkata kepadaku :
“ Duduklah bersama Abu Hanifah, niscaya anda akan faham, karena sesungguhnya jika Ibrahim An nakha’I masih hidup ( sezaman dengannya), pasti dia akan duduk beresamanya.”
3. Adz Dzahabi :
“ Kepemimpinan dalam masalah fikih dan seluk beluknya yang rumit diserahkan kepada imam ini. Ini sudah menjadi rahasia umum.
BEBERAPA GAMBARAN TENTANG KECERDASAN BELIAU :
1. Dialog dengan ahli fitnah
Suatu ketika ada seorang laki-laki dari Kufah yang berpandangan sesat. Dia termasuk orang terpandang dan didengar omongannya. Laki-laki itu menuduh di hadapan orang-orang bahwa Utsman bin Affan asalnya adalah Yahudi, lalu menganut Yahudi lagi setelah Islamnya.
Karena ingin mendengar langsung berita tersebut, Abu Hanifah bergegas menjumpainya dan berkata: “Aku datang kepadamu untuk meminang putrimu yang bernama fulanah untuk seorang sahabatku.” Dia berkata: “Selamat atas kedatangan anda. Orang seperti anda tidak layak ditolak keperluannya wahai Abu Hanifah. Akan tetapi, siapakah peminang itu?” Beliau menjawab: “Seorang yang terkemuka dan terhitung kaya di tengah kaumnya, dermawan dan ringan tangan, hafal Kitabullah ‘Azza wa jalla, menghabiskan malam dengan satu rukuk dan sering menangis karena takwa dan takutnya kepada Allah Subhanahu wa ta’ala.”
sontak saja Laki-laki itu berkata, “Wah .. wah .. , cukup wahai Abu Hanifah, sebagian saja dari yang anda sebutkan itu sudah cukup baginya untuk meminang seorang puteri Amirul Mukminin.”
kemudian Abu Hanifah berkata: “Hanya saja ada satu hal yang perlu anda pertimbangkan.” Dia bertanya: “Apakah itu?” Abu Hanifah berkata; “Dia seorang Yahudi.” Mendengar hal itu, orang itu terperanjat dan bertanya-tanya: “Yahudi?! Apakah anda ingin saya menikahkan putri saya dengan seorang Yahudi wahai Abu Hanifah? Demi Allah aku tidak akan menikahkan putriku dengannya, walaupun dia memiliki segalanya dari yang awal sampai yang akhir.”
Lalu Abu Hanifah berkata: “Engkau menolak menikahkan puterimu dengan seorang Yahudi dan engkau mengingkarinya dengan kerasnya, tapi kau sebarkan berita kepada orang-orang bahwa Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam telah menikahkan kedua puterinya dengan Yahudi (yakni Utsman bin affan )
Seketika orang itu langsung gemetaran tubuhnya lalu berkata: “Astaghfirullah, Aku memohon ampun kepada Allah atas kata-kata buruk yang aku ucapkan. Aku bertaubat dari tuduhan busuk yang saya lontarkan.”
2. Dialog dengan orang khawarij
Suatu ketika seorang Khawarij bernama Adh-Dhahak AsySyari pernah datang menemui Abu Hanifah dan berkata:
Adh-Dhahak : “Wahai Abu Hanifah, bertaubatlah Anda.”
Abu Hanifah : “Bertaubat dari apa?”
Adh-Dhahak : “Dari pendapat Anda yang membenarkan diadakannya tahkim antara Ali dan Mu’awiyah.
Abu Hanifah : “Maukah anda berdiskusi dengan saya dalam persoalan ini?”
Adh-Dhahak : “Baiklah, saya bersedia.”
Abu Hanifah: “Bila kita nanti berselisih paham, siapa yang akan menjadi hakim di antara kita?”
Adh-Dhahak : “Pilihlah sesuka anda.”
Abu Hanifah menoleh kepada seorang Khawarij lain yang menyertai orang itu lalu berkata:
Abu Hanifah : “Engkau menjadi hakim di antara kami.” (dan kepada orang pertama beliau bertanya:) “Saya rela kawanmu menjadi hakim, apakah engkau juga rela?”
Adh-Dhahak : “Ya saya rela.”
Abu Hanifah : “Bagaimana ini, engkau menerima tahkim atas apa yang terjadi di antara saya dan kamu, tapi menolak dua sahabat Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam yang bertahkim?”
Maka orang itu pun mati kutu dan tak sanggup berbicara sepatah katapun.
3. Dialog dengan orang atheis
Kasus yang lain, sewaktu Abu Hanifah berjumpa dengan orang-orang atheis yang mengingkari eksistensi Al- Khaliq Subhanahu wa ta’ala.
Beliau bercerita kepada mereka: “Bagaimana pendapat kalian, jika ada sebuah kapal diberi muatan barang-barang, penuh dengan barang-barang dan beban. Kapal tersebut mengarungi samudera. Gelombangnya kecil, anginnya tenang. Akan tetapi setelah kapal sampai di tengah tiba-tiba terjadi badai besar. Anehnya kapal terus berlayar dengan tenang sehingga tiba di tujuan sesuai rencana tanpa goncangan dan berbelok arah, padahal tak ada nahkoda yang mengemudikan dan mengendalikan jalannya kapal. Masuk akalkah cerita ini?”
Mereka berkata: “Tidak mungkin. Itu adalah sesuatu yang tidak bisa diterima oleh akal, bahkan oleh khayal sekalipun, wahai syeikh.” Lalu Abu Hanifah berkata: “Subhanallah, kalian mengingkari adanya kapal yang berlayar sendiri tanpa pengemudi, namun kalian mengakui bahwa alam semesta yang terdiri dari lautan yang membentang, langit yang penuh bintang dan benda-benda langit serta burung yang beterbangan tanpa adanya Pencipta yang sempurna penciptaan-Nya dan mengaturnya dengan cermat?! Celakalah kalian, lantas apa yang membuat kalian ingkar kepada Allah?”
4. Dialog dengan pemimpin Jahmiyah
Contoh yang lain lagi, bahwa Jahm bin Sofwan, pentholan kelompok Jahmiyah yang sesat, penyebar bid’ah dan ajaran sesat , pernah mendatangi Abu Hanifah seraya berkata,
Jahm : “Saya datang untuk membicarakan beberapa hal yang sudah saya persiapkan.”
Abu Hanifah: “Berdialog denganmu adalah cela dan larut dengan apa yang engkau bicarakan berarti neraka yang menyala-nyala”
Jahm: “Bagaimana bisa anda memvonis saya demikian, padahal Anda belum pernah bertemu denganku sebelumnya dan belum mendengar pendapat-pendapat saya?”
Abu Hanifah: “Telah sampai kepada saya berita-berita tentangmu yang telah berpendapat dengan pendapat yang tidak layak keluar dari mulut ahli kiblat (muslim).
Jahm: “Anda menghakimi saya secara sepihak?”
Abu Hanifah: “Orang-orang umum dan khusus sudah mengetahui perihal Anda, sehingga boleh bagiku menghukumi dengan sesuatu yang telah mutawatir kabarnya tentang Anda.
Jahm: “Saya tidak ingin membicarakan atau menanyakan apa-apa kecuali tentang keimanan.”
Abu Hanifah: “Apakah hingga saat ini kamu belum tahu juga tentang masalah itu hingga perlu menanyakannya kepada saya?”
Jahm : “Saya memang sudah paham, namun saya meragukan salah satubagiannya.”
Abu Hanifah : “Keraguan dalam keimanan adalah kufur.”
Jahm: “Anda tidak boleh menuduh saya kufur sebelum mendengar tentang apa yang menyebabkan saya kufur.”
Abu Hanifah : “Silakan bertanya!”
Jahm: “Telah sampai kepadaku tentang seseorang yang mengenal dan mengakui Allah dalam hatinya bahwa Dia tak punya sekutu, tak ada yang menyamai-Nya dan mengetahui sifat-sifat-Nya, lalu orang itu mati tanpa menyatakan dengan lisannya, orang ini dihukurni mukmin atau kafir?”
Abu Hanifah: “Dia mati dalam keadaan kafir dan menjadi penghuni neraka bila tidak menyatakan dengan lidahnya apa yang diketahui oleh hatinya, selagi tidak ada penghalang baginya untuk mengatakannya.”
Jahm: ”Mengapa tidak dianggap sebagai mukmin padahal dia mengenal Allah Subhanahu wa ta’ala dengan sebenar-benarnya?”
Abu Hanifah: “Bila anda beriman kepada Al-Qur’an dan mau menjadikannya sebagai hujjah, maka saya akan meneruskan bicara. Tapi jika engkau tidak beriman kepada Al-Qur’an dan tidak memakainya sebagai hujjah, maka berarti saya sedang berbicara dengan orang yang menentang Islam.”
Jahm: “Bahkan saya mengimani Al-Qur’ an dan menjadikannya sebagai hujjah.”
Abu Hanifah: “Sesungguhnya Allah Subhanahu wa ta’ala menjadikan iman atas dua sendi, yaitu dengan hati dan lisan, bukan dengan salah satu saja darinya. Kitabullah dan hadits Rasulullah jelas-jelas menyatakan hal itu:
“Dan apabila mereka mendengarkan apa yang diturunkan kepada Rasul (Muhammad), kamu melihat mata mereka mencucurkan air mata disebabkan kebenaran (Al-Qur’an) yang telah mereka ketahui (dari kitab-kitab mereka sendiri); seraya berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah beriman, maka catatlah kami bersama orang-orang yang menjadi saksi (atas kebenaran Al-Qur’an dan kenabian Muhammad Shalallahu ‘alaihi wasallam). Mengapa kami tidak akan beriman kepada Allah dan kepada kebenaran yang datang kepada kami, padahal kami sangat ingin agar Tuhan kami memasukkan kami ke daIam golongan orang-orang yang saIeh?” Maka Allah memberi mereka pahala terhadap perkataan yang mereka ucapkan, (yaitu) surga yang mengalir sungai-sungai di daIamnya, sedang mereka kekal di dalamnya. Dan ituIah balasan (bagi) orang-orang yang berbuat kebaikan (yang ikhlas keimanannya).” (QS Al Maidah: 83-85)
Karena mereka mengetahui kebenaran dalam hati lalu menyatakannya dengan lisan, maka Allah Subhanahu wa ta’ala memasukkannya ke dalam jannah yang di dalamnya terdapat sungai-sungai yang mengalir karena pernyataan keimanannya itu. Allah juga berfirman: “Katakanlah (hai orang-orang mu’min): “Kami beriman kepada Allah dan apa yang diturunkan kepada kami,
FITNAH YANG MENIMPA BELIAU
Adanya fitnah seringkali menjadi sarana Allah untuk menilai kualitas iman seseorang. Hal ini juga tak luput dari perikehidupan seorang Imam Abu Hanifah. Berbagai riwayat menceritakan tentang fitnah yang menimpa beliau yang menampakkan kegigihan beliau dalam menetapi sesuatu yang diyakininya benar.
Terdapat berbagai versi tentang hal tersebut :
1. Dikatakan dari Ubidillah bin Amir bahwa :
Sesungguhnya Ibnu Hubairah (Pejabat pemerinntahan di masa Khalifah Marwan) telah mencambuk Abu hanifah sebanyak 110 cambukan dengan cemeti agar dia mau memegang jabatan sebagai hakim. Namun beliau lebih memilih untuk menolaknya.
Kisahnya :
Gubernur di Iraq pada waktu itu berada di tangan Yazid bin Hurairah Al-Fazzari.
Pernah pada suatu ketika Abu Hanifah akan diangkat menjadi ketua Baitul mal, tetapi pengangkatan itu ditolaknya. Sampai berulang kali Gabenor Yazid menawarkan pangkat itu kepadanya, namun tetap ditolaknya.
Pada waktu yang lain Gubernur Yazid menawarkan pangkat Qadi (hakim) tetapi juga ditolaknya.
Oleh kerana itu ia diselidiki dan diancam akan dihukum dengan hukum dera.
Ketika Imam Hanafi mendengar kata ancaman hukum dera itu Imam Hanafi menjawab: “Demi Allah, aku tidak akan mengerjakan jabatan yang ditawarkan kepadaku, sekalipun aku akan dibunuh oleh pihak kerajaan.” Demikian beraninya Imam Hanafi dalam menegakkan pendirian hidupnya.
Pada suatu hari Yazid memanggil para alim ulama ahli fiqih yang terkemuka di Iraq, dikumpulkan di muka istananya. Di antara mereka yang datang ketika itu adalah Ibnu Abi Laila. Ibnu Syblamah, Daud bin Abi Hind dan lain-lain. Kepada mereka, masing-masing diberi jabatan oleh Gubernur.
Gubernur dalam memutuskan jabatan itu disertai dengan sumpah, “Jika Abu Hanifah tidak menerima pangkat itu niscaya ia akan dihukum dengan pukulan.”
Walaupun ada ancaman seperti itu, Imam Abu Hanifah tetap menolak jawatan itu, bahkan ia tetap tegas tidak mau menjadi pejabat kerajaan dan tidak mau campur tangan dalam urusan negara.
Kerana sikapnya itu, akhirnya ditangkap oleh gubernur. Kemudian dimasukkan ke dalam penjara selama dua minggu, dengan tidak dipukul.
Lima belas hari kemudian baru dipukul sebanyak 14 kali pukulan, setelah itu baru dibebaskan.
Beberapa hari sesudah itu gubernur menawarkan menjadi Qadi, juga ditolaknya. Kemudian ditangkap lagi dan dijatuhi hukuman dera sebanyak 110 kali. Setiap hari didera sebanyak sepuluh kali pukulan. Namun demikian Imam Hanafi tetap dengan pendiriannya. Sampai ia dilepaskan kembali setelah cukup 110 kali cambukan.
2. Basyar bin Al Walid mengatakan :
Abu Ja’far Al Manshur meminta Abu Hanifah untuk menjadi hakim dalam pemerintahannya, namun beliau menolaknya dan hal itulah yang menyebabkan beliau dijebloskan ke dalam penjara. Sampai waktu tertentu.
Kisahnya :
Pada masa pemerintahan Abu Ja’far Al Manshur, Imam Abu Hanifah mendapat panggilan dari Baginda di Bagdad. Sesampai di istana, beliau di tunjuk dan diangkat menjadi hakim (qadhi) kerajaan di Baghdad. Baginda bersumpah keras bahwa beliau harus menerima jabatan itu. Tawaran jabatan setinggi itu beliau tolak dan bersumpah tidak akan sanggup mengerjakannya.
Di tengah pertemuan ada seorang yang pernah menjadi santrinya dan sekarang menjadi pegawai kerajaan, tiba-tiba memberanikan diri berkata kepada beliau: “Apakah guru akan tetap menolak kehendak Baginda, padahal Baginda telah bersumpah akan memberikan kedudukan tinggi kepada guru.
Abu Hanifah dengan tegas menjawab: “Amirul mu’minin lebih kuat membayar kafarat sumpahnya dari pada saya membayar kafarat sumpah saya.”
Oleh karena tetap menolak pengangkatan itu, maka sebagai ganjarannya Baginda merintahlan agar Imam Abu HAniafah ditangkap dan dijebloskan ke dalam penjara Baghdad. Ada yang mengatakan beliau di penjara sampai batas waktu tertentu.
* Kisah yang lain
Mughits bin udail menagatakan :
Abu Ja’far Al Manshur memanggil Abu Hanifah untuk menjabat sebagai hakim, tetapi dia menolaknya. Dan itulah yang menyebabkan beliau dipenjara.
Suatu hari, ada perintah menghadap dari istana, kemudian bertanya kepada beliau: “Adakah engkau telah suka dalam keadaan seperti ini?”
Jawabnya tenang, “Semoga Allah memperbaiki Amirul Mu’minin! Wahai Amirul Mu’minin takutlah engkau kepada Allah, dan janganlah engkau bersekutu dalam kepercayaan engkau dengan orang yang tidak takut kepada Allah! Demi Allah, saya bukanlah orang yang boleh dipercaya di waktu tenang. Maka bagaimana mungkin saya menjadi orang yang boleh dipercaya diwaktu marah? Sungguh saya tidak sepatutnya diberi jabatan yang sedemikian itu!”
Baginda berkata: “Kamu berdusta, karena kamu patut memegang jabatan itu!”
“Ya Amirul Mu’minin! Sesungguhnya baginda telah menetapkan sendiri (bahwa saya seorang pendusta). Jika saya benar, saya telah menyatakan bahwa saya tidak patut menjabat itu, dan jika saya berdusta, maka bagaimana Baginda akan mengangkat seorang hakim yang berdusta?
- Ada yang mengatakan bahwa Abu Hanifah menerima jabatan sebagai hakim, kemudian ia memutuskan oerkara hingga dua hari, lalu ia sakit selama 6 hari dan akhirnya meniggal dunia
- Al Faqih Abu Abdullah As Shumairi mengatakan :
Dia tidak mau menjalankan sumpah sebagai hakim kemudian ia dipukuli dan ditahan hingga meninggal dunia di tahanan.
* AKHIR HIDUP BELIAU *
Mengenai akhir hidup beliau, terdapat beberapa versi.
- Imam Adz Dzahabi mengatakan :
Khalifah Abu Ja’far al Manshur memberi minuman beracun kepada Imam Abu Hanifah dan ia pun meninggal sebagai syahid.
- Al haitsami berkata :
Beberapa perawi meriwayatkan bahwa ia diberi semangkuk minuman beracun agar diminumnya, kemudian minuman itu disiramkan paksa ke dalam mulutnya, hingga akhirnya beliau meninggal dunia.
- Dikatakan juga bahwa :
Ketika merasa kematiannya telah dekat, Imam Abu hanifah bersujud hingga ruhnya keluar dalam keadaan ia sedang bersujud.
- Diriwayatkan juga bahwa :
Sesungguhnya kematian beliau bukan disebabkan oleh penolakannya menjadi hakim.
Melainkan adanya beberapa orang yang memusuhi al imam dan menfitnah beliau sebagai orang yang memperngaruhi Ibrahim bin Abdullah bin Al hasan bin Al Husain bin Ali bin Abi thalib untuk memeranginya di Basrah.
Al Manshur sangat khawatir jika membunuh Al imam tanpa sebab. Karena itulah beliau memintanya sebagai hakim, karena ia tahu bahwa Al imam tidak mungkin menerimanya sehingga ia memiliki alasan untuk membunuhnya.
Para ahli sejarah sepakat bahwa beliau meninggal dunia pada tahun 150 H/ 769 M pada usia 70 tahun.
Ada yang mengatakan beliau wafat pada bulan rajab, ada yang mengatakan bulan sya’ban dan ada yang mengatakan bulan syawal.
Demikianlah biografi singkat Al Imam Abu Hanifah. Kehidupan yang penuh makna, yang membuat nama beliau masih kita kenal hingga abad ini. Semoga dapat dijadikan pelajaran oleh siapapun yang memilih untuk hidup dan mati fi sabilillah..
Wallahu a’lam bis shawab.
0.000000
0.000000