Posts tagged ‘ilmu pengetahuan’

8 Oktober 2012

TASAWUF DALAM HUBUNGAN SYARI’AT

oleh alifbraja

Agama dan ilmu pengetahuan memiliki kebenaran dan karakteristiknya sendiri yang sangat jelas, sehingga bisa menjadi “alat ukur” untuk mengungkap berbagai kebohongan dan kebatilan yang telah dilontarkan oleh para pendusta. Begitu juga dengan tasawuf.
Kami kemukakan hal di atas, karena berkaitan dengan apa yang pernah kami dengar berkaitan dengan adanya bid’ah dlalalah (bid’ah yang sesat) yang telah meresap dalam sebagian hati orang-orang yang belum mendalami agama secara khusus dan tasawuf secara umum.

Bid’ah ini memandang bahwa seseorang yang telah sampai pada tingkatan ma’rifat tertentu, ia dibebaskan dari kewajiban syari’at, sehingga ia boleh meninggalkan shalat, zakat, haji dan lain-lain yang telah menjadi kewajiban seorang muslim.
Ironisnya, pandangan tersebut pertama kali dimunculkan oleh mereka yang menggeluti bidang hukum dan syari’at. Mereka mengaku bahwa dirinya telah sampai pada tingkat ma’rifat tasawuf yang tertinggi dan sampai pada satu kondisi yang menurut anggapan mereka sudah tidak diwajibkan lagi menjalankan kewajiban-kewajiban syari’at.

Ketika saya melacak sumber “ma’rifat” mereka, maka anda pasti akan sangat heran, karena sumber pengetahuan mereka tidak lain adalah ruh-ruh yang sengaja mereka hadirkan – yang menurut mereka – melalui perantaraan tubuh seseorang. Ruh-ruh tersebut memberikan informasi kepada mereka mengenai berbagai persoalan ghaib dan lain-lain.

Perbuatan bid’ah yang berupa “menghadirkan ruh” telah bgitu tersebar dan populer di kalangan mereka. Kegiatan tersebut telah menjadi “agama” mereka. Dalam pandangan mereka, informasi yang diberikan ruh tersebut mengalahkan kedudukan al-Qur’an dan Sunnah.

Lebih ironis lagi, mereka justeru mengaku sebagai pengamal ajaran tasawuf. Mereka menganggap diri mereka sebagai tokoh sufi, orang ‘arif dan orang yang memperoleh ilham. Bahkan ada yang sudah keterlaluan karena mengaku sebagai seorang wali. Ada juga yang mengaku sebagai seorang rasul. Bahkan ada yang berani mengaku bahwa dirinya adalah Isa (‘alaihi salam), kemudian ada juga yang mengaku sebagai Nabi Muhammad Saw.

Yang lebih keterlaluan lagi, ada yang bahwa “kemanusiaan” yang ada dalam dirinya telah lenyap dalam sekejap, kemudian mengaku kepada para pengikutnya bahwa “Tuhan telah menyatu dengan dirinya”. Semua pengakuan orang tersebut selalu diperkuat dan didukung oleh ruh yang dihadirkannya. Ruh tersebut selalu membenarkan apa yang dikatakan orang tersebut. Maha benar Allah Swt, karena Dia memberikan perumpamaan tentang orang yang berhubungan dengan jin dan berpaling dari jalan kebenaran.
“Dan ada beberapa orang laki-laki di antara manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki di antara jin, maka jin-jin itu menambah bagi mereka dosa dan kesalahan” Qs. Al-Jin; 6).

Mungkin anda akan bertanya: “Apakah ada hubungan antara menghadirkan ruh dengan tasawuf?” Jawaban ahli tasawuf tentang hal itu sangat jelas, bahwa antara menghadirkan ruh dengan tasawuf sama sekali tidak memiliki keterkaitan, justeru sebaliknya, keduanya saling bertentangan. Para ahli tasawuf menganggap bahwa menghadirkan ruh termasuk perbuatan pembodohan, karena hal itu sama saja dengan bekerja sama dengan jin dan syaitan. Allah Swt berfirman tentang hal itu.

“Apakah akan Aku beritakan kepadamu, kepada siapa syaitan-syaitan itu turun? Mereka turun kepada tiap-tiap pendusta lagi yang banyak dosa, mereka menghadapkan pendengaran (kepada syaitan) itu, dan kebanyakan mereka adalah orang-orang pendusta” (Qs. Al-Syu’ara; 221-223).

Allah Swt juga berfirman: “Barangsiapa yang berpaling dari pengajaran Tuhan Yang Maha Pemurah (Al Qur’an), Kami adakan baginya syaitan (yang menyesatkan) maka syaitan itulah yang menjadi teman yang selalu menyertainya. Dan sesungguhnya syaitan-syaitan itu benar-benar menghalangi mereka dari jalan yang benar dan mereka menyangka bahwa mereka mendapat petunjuk” (Qs. Al-Zuhruf; 36-37).

Tujuan tulisan kami di sini hanyalah untuk menjelaskan pandangan tasawuf tentang “gugurnya kewajiban-kewajiban syari’at”. Persoalan ini sering dianggap bukan sebagai sesuatu yang bid’ah (mengada-ada) oleh mereka yang mengaku sebagai orang sufi di era modern ini. Sesungguhnya, persoalan tersebut merupakan kesesatan yang telah ada sejak lama dan telah muncul di tengah-tengah masyarakat, kemudian dianggap sebagai salah satu dasar ajaran tasawuf. Suatu anggapan yang sangat keliru dan ditentang oleh tokoh-tokoh sufi yang sejati kapanpun dan di manapun mereka berada.

Yang pasti, jika ada beberapa problem atau permasalahan, maka yang menjadi rujukan dalam penyelesaiannya adalah mereka yang benar-benar menguasai bidang permasalahan tersebut. Oleh karena itu, ketika kami merujuk pada tokoh-tokoh tasawuf yang tidak lagi diragukan kredibilitasnya, baik mereka yang hidup di masa lalu maupun di era modern sekarang ini, semuanya sangat mengingkari dan menentang pendapat di atas. Mereka menganggap bahwa gagasan tentang “gugurnya kewajiban syari’at” merupakan gagasan atau pendapat yang menyesatkan, penuh kebohongan dan tidak sejalan dengan ajaran agama secara umum.Kami akan membicarakan tentang pendapat sebagian ahli tasawuf klasik mengenai persoalan tersebut.

Abu Yazid al-Busthami pernah berkata kepada salah seorang temannya: “Marilah kita sama-sama melihat seorang lelaki yang mengaku dirinya sebagai seorang wali” – dan dia memang dikenal ke-zuhud-annya. Kemudian, ketika laki-laki tadi keluar dari rumahnya dan memasuki masjid, dia membuang ludahnya ke arah kiblat. Melihat kejadian tersebut, Abu Yazid langsung bergegas meninggalkannya dan tidak memberi salam kepadanya, lalu beliau berkata: “Laki-laki tadi tidak bisa mengamalkan akhlaq Rasulullah Saw, bagaimana mungkin pengakuannya (sebagai seorang wali) bisa dipercaya?”

Abu Yazid al-Busthami juga pernah berkata: “Kalian jangan tertipu, jika kalian melihat seseorang yang memiliki karamah -meski dia bisa terbang di udara-, sampai kalian melihat bagaimana orang tersebut melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan Allah Swt, menjaga dirinya dari hudud (hukum pidana Allah Swt) dan bagaimana dia melaksanakan syari’at Allah Swt.”

Sahl al-Tusturi mengatakan tentang pinsip-prinsip dasar tasawuf: “Dasar-dasar tasawuf itu adalah tujuh, yaitu berpegang teguh pada al-Qur’an; meneladani Sunnah Nabi Muhammad Saw; memakan makanan yang halal; menahan diri dari menyakiti (orang lain); menjauhi maksiyat; senantiasa bertaubat; dan memenuhi segala yang telah menjadi kewajibannya”.

Al-Junaid, seorang tokoh dan Imam para sufi, berkata – sebagaimana dikutip oleh al-Qusyairi: “Barang siapa yang tidak menghafal al-Qur’an dan tidak menulis hadits, maka janganlah ia mengikuti jalan tasawuf ini, karena ilmu kami ini berasal dari dalil-dalil al-Qur’an dan sunnah.” Beliau menambahkan: “Ilmu kami ini selalu diperkuat dengan hadits Rasulullah Saw”. Beliau juga berkata: “Pada dasarnya jalan tasawuf itu tertutup bagi semua orang, kecuali bagi mereka yang memilih jalan yang ditempuh Rasulullah Saw, mengikuti sunnahnya dan terus tetap berada di jalannya.”

Pernah ada seorang laki-laki yang menuturkan tentang ma’rifat di hadapan al-Junaid dengan berkata: “Ahli ma’rifat kepada Allah Swt akan sampai pada satu kondisi dimana ia bisa meninggalkan perbuatan baik apapun dan ber-taqarrub¬ kepada Allah Swt”. Mendengar perkataan orang tersebut, al-Junaid berkata: “Itulah pendapat sekelompok orang yang menyatakan tentang ‘gugurnya amal perbuatan’, dan hal ini, menurutku, merupakan suatu kesalahan atau dosa yang sangat besar. Bahkan orang yang mencuri dan bezina masih lebih baik keadaannya daripada orang yang mengatakan pendapat tersebut”.

Jika kita menengok pada Imam al-Ghazali, maka kita akan melihat bahwa beliau menyatakan pendapatnya dengan tegas, jelas dan kuat argumentasinya. “Ketahuilah, bahwa orang yang menempuh perjalanan menuju Allah Swt itu sangat sedikit jumlahnya, namun mereka yang mengaku-aku sangat banyak jumlahnya. Kami ingin anda mengetahui seorang salik yang sebenarnya, antara lain; semua amal perbuatannya yang bersifat ikhtiyari selalu selaras dengan aturan-aturan syari’at, baik keinginannya, aktualisasinya maupun performansinya. Karena tidak mungkin bisa menmpuh jalan tasawuf, kecuali setelah ia benar-benar menjalankan syari’at. Tidak ada orang yang akan sampai (pada tujuan tasawuf), kecuali mereka yang selalu mengamalkan amalan-amalan sunah. Oleh karena itu, bagaimana mungkin seseorang yang meremehkan kewajiban-kewajiban syari’at bisa sampai (pada tujuan tasawuf tersebut)?”

Jika anda bertanya: “Apakah kedudukan salik akan sampai pada suatu tingkatan di mana ia boleh meninggalkan sebagian yang menjadi kewajiban syari’atnya dan atau melakukan sebagian perbuatan yang dilarang oleh syari’at, sebagaimana pendapat sebagian syeikh yang menggampangkan persoalan tersebut?”

Jawabanku: “Ketahuilah, bahwa pendapat tersebut merupakan bentuk tipuan dan kebohongan yang nyata, karena orang-orang sufi sejati mengatakan: ‘Jika engkau melihat seseorang yang dapat terbang di atas udara dan berjalan di atas air tetapi dia melakukan satu hal yang bertentangan dengan syari’at, maka ketahuilah bahwa dia adalah syaitan’.”

Selanjutnya, kita sampai pada pendapat Abi Hasan al-Syadzali yang mengatakan: “Jika kasyf-mu bertentangan dengan al-Qur’an dan Sunnah, maka berpeganglah kepada al-Qur’an dan Sunnah dan abaikanlah kasyf-mu itu, lalu katakan pada dirimu sendiri; sesungguhnya Allah Swt telah memberikan jaminan tentang kebenaran al-Qur’an dan Sunnah kepadaku, tetapi Allah Swt tidak memberikan jaminan kepadaku tentang kebenaran kasyf, ilham dan musyahadah kecuali setelah dikonfirmasikan dengan al-Qur’an dan Sunnah”.

Orang-orang sufi mengikuti semua petunjuk yang berupa nash al-Qur’an dan Sunnah, baik Sunnah qauliyah (perkataan Nabi) maupun Sunnah ‘amaliyah (perbuatan Nabi). Mereka pasti sangat menyadari akan kebenaran sejarah bahwa Rasulullah Saw adalah contoh ideal dalam segala hal hingga akhir hayatnya.

Itulah beberapa pendapat dari kalangan sufi klasik. Sebagai penutup, kami kutipkan sebuah hadits Nabi Muhammad Saw. Beliau pernah ditanya tentang sekelompok orang yang meninggalkan amal perbuatan atau kewajiban agama, tetapi mereka ber-husnu al-dzan (berprasangka baik) kepada Allah Swt. Rasulullah Saw menjawab: “Mereka itu bohong, kalau mereka itu berprasangka baik, tentu baik pula amal perbuatan mereka”.

8 Oktober 2012

MU’JIZAT RASULULLAH

oleh alifbraja
Kejadian-kejadian luar biasa yang ditampilkan Allah s.w.t di dalam peristiwa Isro’ Mi’roj Nabi Besar Muhammad s.a.w yang sekaligus menjadi tanda-tanda kebesaran-Nya yang wajib diimani oleh setiap pribadi muslim, di antaranya ada tiga kejadian:
 
1. Dengan Ilmu dan urusan Allah Seorang hamba berpotensi berdialog langsung dengan Tuhannya.
 
Itulah kejadian yang paling besar dan paling luar biasa dari apa yang terjadi di dalam peristiwa Isro’ Mi’roj Nabi Besar Muhammad s.a.w. Bahwa Baginda Nabi s.a.w adalah satu-satunya manusia sepanjang sejarah kehidupan manusia yang ada, di waktu masih hidup Beliau pernah berdialog langsung dengan Allah s.w.t di suatu dimensi yang lain dari dimensi yang ada di dunia ini dengan tanpa hijab dan tanpa perantara. Setelah pertemuan itu Beliau dapat kembali lagi ke dimensi dunia ini dalam keadaan selamat dan sehat walafiat, bahkan dengan membawa ilmu pengetahuan yang luar biasa. Demikian itu sesuai dengan apa yang diisyaratkan Allah s.w.t dengan firman-Nya:
وَمَا كَانَ لِبَشَرٍ أَنْ يُكَلِّمَهُ اللَّهُ إِلَّا وَحْيًا أَوْ مِنْ وَرَاءِ حِجَابٍ أَوْ يُرْسِلَ رَسُولًا فَيُوحِيَ بِإِذْنِهِ مَا يَشَاءُ إِنَّهُ عَلِيٌّ حَكِيمٌ
 
“Dan tidak ada bagi seorang manusiapun bahwa Allah berkata-kata dengan dia kecuali dengan perantaraan wahyu atau di belakang tabir atau dengan mengutus seorang utusan (malaikat) lalu diwahyukan kepadanya dengan seizin-Nya apa yang Dia kehendaki. Sesungguhnya Dia Maha Tinggi lagi Maha Bijaksana”. (QS. asy-Syuraa; 42/51)
 
Peristiwa itu adalah peristiwa yang sangat luar biasa. Karena sepulang dari perjalanan itu, beliau membawa pengalaman pribadi dan ilmu pengetahuan yang sangat luar biasa pula. Ilmu pengetahuan yang telah mampu membuka tabir rahasia kehidupan yang sebelumnya belum pernah diketahui oleh siapapun. Dengan peristiwa itu kebesaran Allah s.w.t dengan segala ciptaan-Nya yang ada di dimensi lain dari dimensi dunia telah terkuak dengan nyata.
 
Keadaan yang ada di alam barzah dan alam akherat telah dipertontonkan kepada manusia yang paling dapat dipercaya itu, sehingga ketika peristiwa tersebut harus diceritakan kembali kepada manusia, cerita-cerita itu tidak akan disertai dengan kebohongan-kebohongan manusia, baik yang disengaja maupun tidak. Dalam kaitan itu, seharusnya manusia yang hidup di zaman sesudahnya wajib bersyukur, lebih-lebih bagi umatnya yang beriman. Karena dengan peristiwa itu mereka menjadi tahu serta mengenal jalan-jalan yang harus ditempuh di dalam hidupnya. Yaitu bahwa tujuan akhir dari pengabdian yang dijalani adalah; Manakala seorang hamba telah sampai kepada Tuhannya. Mereka dapat wushul kepada-Nya sehingga dapat mengenal (ma’rifat) kepada-Nya.
 
Perjalanan Isra’ dan Mi’raj itu merupakan mu’jizat Nabi s.a.w yang terbesar selain mu’jizat besar lainnya. Perjalanan yang tidak dapat masuk di akal manusia. Betapa seorang manusia dengan dimensi manusiawinya mampu memasuki relung dimensi lain sehingga dapat mengetahui dan melihat dengan mata kepala keadaan-keadaan yang ada di dalam dimensi itu. Adapun nilai terbesar dari peristiwa itu adalah; Setelah seorang hamba terlebih dahulu diperlihatkan kepada keajaiban-keajaiban yang ada di dalamnya, di akhir perjalanan itu dia dipertemukan kepada Sang Pencipta Yang Maha perkasa yang telah memperjalankannya.
 
Mu’jizat besar Nabi akhir zaman itu ternyata bukan dengan memiliki kesaktian yang luar biasa sehingga Beliau selalu dapat mengalahkan musuh-musuh utamanya—seperti mu’jizat Nabi Musa a.s yang dengan kekuatan dari Allah s.w.t, dapat mengalahkan Fir’aun dengan seluruh kekuatannya. Mu’jizat besar itu ialah; Dengan ilmu pengetahuan yang sudah di dapat dari pengalaman hidup yang dijalani, menjadikan seorang hamba mengenal (ma’rifat) kepada Tuhannya. Dengan ma’rifat itu menjadikannya mampu melaksanakan pengabdian yang hakiki kepada-Nya.
 
Inilah gambaran ‘tujuan akhir’ dari sebuah perjalanan ibadah. Jalan thoriqoh yang ditempuh para salik dalam kehidupan beragama. Tujuan akhir itu bukan supaya manusia menjadi kaya raya, bukan supaya manusia menjadi pimpinan partai politik sebagai jenjang awal kemudian bisa menjadi seorang penguasa Negara atau Daerah, bukan supaya manusia mempunyai karomah-karomah sehingga menjadi orang khowas atau waliyullah, bukan untuk mendapatkan harta karun yang diyakini oleh sebagian orang tersimpan di kuburan-kuburan kuno, bukan supaya orang mendapatkan khodam-khodam dari bacaan yang diwiridkan supaya orang bisa menolong kesulitan orang lain, bukan untuk menjadi tabib-tabib supaya manusia bisa mengobati orang yang sedang sakit, bukan supaya menjadi orang kuat agar bisa menanggulangi orang yang kesurupan. Akan tetapi, dengan perjalanan ibadah itu supaya seorang hamba dapat berbakti kepada Tuhannya dengan pengabdian yang sempurna.
 
2. Seorang hamba yang masih hidup dengan Ilmu dan Kehendak Allah s.w.t berpotensi untuk bersama-sama melaksanakan satu pekerjaan dalam waktu yang sama dengan orang lain yang sudah mati.
 
Di dalam peristiwa Isro’, Baginda Nabi s.a.w melaksanakan shalat berjama’ah bersama-sama para Nabi yang sudah meninggal dunia dan ketika bermi’roj Beliau s.a.w juga bertemu dan berdialog dengan mereka, untuk bersama-sama membahas masalah-masalah yang berhubungan dengan kehidupan umat manusia di masa mendatang.
 
Itulah pertemuan antara dua manusia yang sudah berada pada dimensi yang berbeda, yang satu manusia dengan dimensi basyariah dan yang satunya segolongan manusia dengan dimensi barzahiah atau yang hidup pada dimensi alam barzah. Dengan peristiwa ini menujukkan bahwa manusia yang masih hidup, dengan ilmu Allah s.w.t dan izin-Nya dapat bertemu dan bersama-sama dalam satu pekerjaan dengan orang-orang yang sudah meninggal dunia.
 
Untuk memahami rahasia yang terkandung di dalam peristiwa tersebut, ada satu pertanyaan; “Manusia yang masih hidup di dunia memasuki dimensi alam barzah ataukah manusia yang sudah meninggal dunia kembali memasuki dimensi alam dunia…?” Kalau kita sudah sepakat bahwa orang mati tidak dapat hidup lagi, maka berarti, di dalam peristiwa isro’ mi’roj itu orang yang masih hidup di dunia dengan dimensi dunianya, berhasil menembus lapisan alam sehingga dapat memasuki dimensi alam barzah.
 
Sungguh peristiwa ini telah membuka tabir teka-teki dan sekaligus menjadi bukti bahwa orang yang sudah meninggal dunia masih dapat saling memberi kemanfaatan kepada saudaranya yang masih hidup di dunia, dan Rasulullah s.a.w adalah pelopor perjalanan itu. Dengan syafa’at beliau yang sudah ada di tangan serta ilmu Allah dan izinnya, semestinya umat penerus perjuangan Beliau atau Ulama’ pewarisnya dapat mengikuti perjalanan itu walau tentunya di dalam keadaan dan kondisi yang berbeda.
 
Dalam keadaan sadar mereka mengadakan perjalanan ruhaniah untuk menembus dimensi alam barzah dengan melaksanakan interaksi ruhaniah atau tawasul kepada guru-guru ruhani, yaitu para Nabi, ash-Shiddiq, asy-Syuhada’ dan ash-sholihin yang telah mendahului menghadap kepada Allah s.w.t. Dengan itu seorang hamba mampu merasakan keberadaan mereka di saat bersama-sama dalam pengembaraan tersebut untuk sampai atau wushul kepada Tuhannya.
Allah s.w.t telah mengisyaratkan peristiwa itu dengan firman-Nya:
إِذْ يَغْشَى السِّدْرَةَ مَا يَغْشَى (16) مَا زَاغَ الْبَصَرُ وَمَا طَغَى (17) لَقَدْ رَأَى مِنْ آَيَاتِ رَبِّهِ الْكُبْرَى
 
“Ketika “Sidrah” diliputi oleh sesuatu yang meliputinya . Penglihatan (manusia) tidak berpaling dari yang dilihatnya itu dan tidak (pula) melampauinya . Sesungguhnya dia telah melihat sebahagian tanda-tanda (kekuasaan) Tuhannya yang paling besar”. QS.an-Najm; 53/16-18
 
Dengan uraian di atas menyimpulkan; Bahwa orang yang tidak percaya dengan kemanfaatan pelaksanaan tawasul secara ruhaniah berarti telah menafikan arti yang terkandung di dalam hikmah perjalanan Isro’-Mi’roj nabi besar Muhammad s.a.w. Peristiwa besar sepanjang sejarah manusia yang semestinya dapat dipergunakan sebagai acuan serta dasar pijakan bagi perjalanan ruhaniah yang dilaksanakan oleh orang-orang yang mengaku umat Muhammad s.a.w.
 
3. Seorang hamba dengan Ilmu dan Kehendak Allah s.w.t berpotensi dapat melihat dan mengetahui alam gaib.
 
Ketika Nabi s.a.w bermi’roj dengan dikawal malaikat Jibril, Beliau dipertontonkan oleh Allah s.w.t kepada alam gaib. Yakni keadaan di surga, di neraka dan keadaan-keadaan yang akan menimpa umatnya di masa yang akan datang. Dengan ini menunjukkan bahwa yang dimaksud alam gaib itu bukan alam Jin atau alam Malaikat dan bahkan alam Ruh (ruhaniah), semua itu sesungguhnya merupakan alam yang masih berada di dalam dimensi alam Syahadah walau berada pada dimensi yang berbeda dari bagian dimensi yang ada di dunia. Yang dimaksud dengan alam gaib adalah masa yang belum terjadi atau alam yang akan datang.
 
Surga dan Neraka dikatakan gaib karena keberadaannya setelah hari kiamat. Mati dikatakan gaib karena datangnya pada waktu yang akan datang. Jadi, hikmah terbesar dari perjalanan ruhani manusia dengan mengadakan pengembaraan ruhaniah (bertawasul) untuk berisro’ mi’roj kepada Allah s.w.t dengan ruhaninya, adalah terbukanya hijab-hijab basyariah sehingga dengan matahatinya atau firasatnya yang tajam manusia dapat mengetahui alam gaib atau apa-apa yang akan terjadi pada dirinya.
 
Kejadian-kejadian yang terjadi pada masa dahulu dan yang akan datang dikatakan gaib. Alam barzah dan alam akherat, tentang neraka, tentang shiroth, semuanya dikatakan gaib karena kejadiannya pada masa yang akan datang. Demikian pula sejarah-sejarah para Nabi terdahulu dikatakan gaib, karena terjadi pada masa lampau. Allah s.w.t telah menyatakan dengan firman-Nya:
ذَلِكَ مِنْ أَنْبَاءِ الْغَيْبِ نُوحِيهِ إِلَيْكَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ
 
“Yang demikian itu adalah sebagian dari berita-berita gaib yang kami wahyukan kepada kamu (Ya Muhammad) padahal kamu tidak hadir beserta mereka” . (QS. Ali Imran; 3/44)
 
Tidak ada yang mengetahui hal yang gaib kecuali hanya Allah s.w.t. Kalau ada seseorang ingin mengetahuinya, maka jalannya hanya satu yaitu dengan mengimani apa-apa yang sudah disampaikan oleh Wahyu Allah s.w.t, kemudian ditindaklanjuti dengan amal ibadah (mujahadah dan riyadhah). Selanjutnya, apabila Allah s.w.t menghendaki, maka orang tersebut akan dibukakan matahatinya. Allah s.w.t telah mengisyaratkan demikian dengan firman-Nya:
وَعِنْدَهُ مَفَاتِحُ الْغَيْبِ لَا يَعْلَمُهَا إِلَّا هُوَ
 
“Dan pada sisi Allahlah Kunci-kunci semua yang gaib, tidak ada yang mengetahuinya kecuali Allah”. (QS. al-An’am; 6/59)
 
Apa yang akan terjadi dalam waktu satu jam mendatang dikatakan gaib. Karena tidak ada yang dapat mengetahuinya kecuali hanya Allah s.w.t. Kalau ada seseorang yang mempunyai firasat tajam kemudian dia seakan-akan mengetahui apa-apa yang akan terjadi, hal itu bisa terjadi, karena yang demikian itu dia melihat dengan “Nur Allah”. Demikianlah yang disebutkan di dalam sabda Rasulullah s.a.w, yang artinya:”Takutlah kamu akan firasatnya orang-orang yang beriman, karena sesungguhnya dia melihat dengan Nur Allah”.
 
Kadang-kadang hanya dengan kekuatan cinta, firasat seseorang bisa menjadi tajam kepada orang yang dicintainya. Seorang ibu misalnya, yang sedang jauh dengan anaknya, kadang-kadang tanpa sebab, ibu itu mengalami perasaan yang gundah-gulana, ketika dia mencoba menghubungi anaknya, ternyata anaknya sedang sakit. Kalau kekuatan cinta antara sesama makhluk saja—bahkan kadang terjadi dalam kondisi yang masih haram misalnya, mampu menjadikan tajamnya firasat, apalagi cinta seorang hamba terhadap Tuhannya.
 
Seorang hamba yang selalu bertafakkur, memikirkan Kekuasaan dan Kebesaran Allah s.w.t hal tersebut semata-mata terbit dari dorongan rasa cinta dan rindunya, hatinya akan menjadi bersih dari kotoran-kotoran yang menempel, bersih dari hijab-hijab yang menutupi dinding penyekat alam batinnya sehingga pada gilirannya matahatinya akan menjadi cemerlang dan tembus pandang. Demikian itu telah ditegaskan Allah s.w.t dengan firman-Nya:
وَالَّذِينَ جَاهَدُوا فِينَا لَنَهْدِيَنَّهُمْ سُبُلَنَا وَإِنَّ اللَّهَ لَمَعَ الْمُحْسِنِينَ
 
“Orang-orang yang bermujahadah di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjuki kepada mereka jalan-jalan Kami”. (QS. al-Ankabut; 29/69)
 
Apa saja yang terjadi di waktu yang akan datang, dari urusan rizki, urusan jodoh, urusan mati dan sebagainya, baik penderitaan ataupun kebahagiaan, yang terjadi di dalam kehidupan dunia maupun kehidupan akherat, semua itu dikatakan hal yang gaib, karena tidak ada yang mengetahuinya kecuali hanya Allah. Adapun Jin dan Malaikat dan bahkan Ruh atau ruhaniah tidaklah termasuk dari golongan Alam Gaib dalam arti yang disebut Metafisika akan tetapi termasuk dari golongan Alam Syahadah atau yang disebut Alam Fisika, hanya saja fisiknya berbeda dengan fisik manusia. Bau harum misalnya, walau tidak tampak fisiknya, tidak termasuk Alam Gaib tapi Alam Syahadah, atau alam yang bisa dirasakan, hanya saja untuk merasakannya membutuhkan alat, dan alat itu ialah indera penciuman.
 
Seandainya ada seseorang yang tidak mempunyai indera penciuman atau indera penciumannya sedang rusak misalnya. Walaupun orang lain dapat merasakan bau harum, dia tidak, yang demikian itu bukan karena bau harum itu tidak ada, tapi karena indera penciuman orang tersebut sedang tidak berfungsi. Demikian juga terhadap suara, akan tetapi untuk merasakan suara membutuhkan alat yang berbeda. Kalau merasakan bebauan dengan alat hidung, maka merasakan suara dengan alat telinga. Orang tidak bisa merasakan bau harum dengan telinga dan suara dengan hidung, masing-masing harus dirasakan dengan alat yang sudah dipersiapkan Allah s.w.t menurut kebutuhan kejadiannya. Seperti itu pulalah keadaan yang ada pada dimensi yang lain, dimensi jin, dimensi malaikat dan bahkan dimensi ruhaniah.
 
Jin dan malaikat misalnya, sebenarnya mereka juga adalah makhluk fisik, bukan metafisika. Asal kejadian fisik jin diciptakan dari api, sedang fisik malaikat diciptakan dari cahaya. Sebagaimana manusia yang asal kejadiannya diciptakan dari tanah, bentuk kejadian selanjutnya tidaklah tanah lagi, melainkan terdiri dari tulang dan daging, maka demikian juga yang terjadi terhadap makhluk jin dan malaikat.
 
Meskipun fisik jin diciptakan dari api dan malaikat diciptakan dari cahaya, kejadian selanjutnya tidaklah api dan cahaya lagi, tapi dalam bentuk fisik tertentu yang oleh Allah s.w.t telah ditetapkan tidak bisa dirasakan dengan indera mata manusia. Namun demikian, bentuk fisik jin dan malaikat itu boleh jadi bisa dirasakan oleh manusia dengan indera yang lain selain indera mata. Indera tersebut bisa disebut dengan nama atau istilah apa saja, indera keenam misalnya, atau dengan istilah-istilah atau nama – nama yang lain.
 
Semisal suara telah ditetapkan oleh Allah s.w.t tidak bisa dirasakan oleh hidung, tapi harus didengar oleh telinga, maka telinga atau hidung hanyalah istilah-istilah yang ditetapkan bagi alat perasa yang dimaksud supaya manusia dapat dengan mudah memahami atau mengenal terhadap alat perasa tersebut. Allah s.w.t berfirman:
إِنَّهُ يَرَاكُمْ هُوَ وَقَبِيلُهُ مِنْ حَيْثُ لَا تَرَوْنَهُمْ
 
“Sesungguhnya ia (setan jin) dan pengikut-pengikutnya melihat kamu, dari dimensi yang kamu tidak bisa melihatnya “. (QS. 7; 27)
 
Bukan berarti manusia tidak dapat mengobservasi atau berinteraksi dengan jin karena jin berada pada dimensi yang di atasnya, akan tetapi hanya saja untuk mengobserfasi atau berinteraksi dengan jin itu manusia tidak bisa dengan mempergunakan indera mata. Sebagaimana berinteraksi dengan suara tidak bisa mempergunakan indera hidung, akan tetapi harus mempergunakan alat perasa yang lain yang sesuai menurut kebutuhannya.
 
Allah s.w.t menghendaki manusia tidak dapat melihat jin, karena sesungguhnya matanya sedang tertutup oleh hijab-hijab basyariah. Ketika penutup mata itu dibuka, maka penglihatan manusia akan menjadi tajam. Artinya mempunyai kekuatan untuk tembus pandang sehingga saat itu manusia dapat merasakan alam-alam yang ada di sekitarnya. Allah s.w.t telah menegaskan hal itu dengan firman-Nya:
فَكَشَفْنَا عَنْكَ غِطَاءَكَ فَبَصَرُكَ الْيَوْمَ حَدِيدٌ
 
“Maka Kami singkapkan dari padamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu menjadi amat tajam “. (QS.Qaaf.; 50/22).
 
Istilah yang dipergunakan Allah s.w.t untuk membuka penutup penglihatan manusia di dalam ayat di atas adalah firman-Nya: فكشفنا عنك غطاءك “Fakasyafnaa ‘anka ghithooaka” Kami singkapkan darimu penutup matamu, atau penutupnya dihilangi, atau hijabnya dibuka. Ketika manusia tidak dapat berinteraksi dengan dimensi yang lain berarti karena penglihatannya sedang ada penutupnya. Oleh karena itu ketika penutup itu dibuka, maka penglihatannya menjadi tajam atau tembus pandang. Ini adalah rahasia besar yang telah menguak sebuah misteri tentang alam-alam yang ada di sekitar alam manusia.
 
Bahwa jalan untuk menjadikan mata manusia menjadi tembus pandang supaya kemudian manusia mampu berinteraksi dengan dimensi yang lain,—dengan istilah melihat jin misalnya, adalah hanya dengan mengikuti tata cara yang berkaitan dengan istilah di atas. Tata cara itu ialah dengan jalan melaksanakan mujahadah di jalan Allah. Sebagaimana yang telah disampaikan Allah s.w.t dalam firman-Nya di atas, QS. 29/69 yang artinya: “Dan orang-orang yang bermujahadah di jalan Kami, benar-benar akan Kami tunjuki kepada mereka jalan-jalan Kami”.( QS. 29; 69)
 
Allah s.w.t yang menciptakan Hukum Alam secara keseluruhan. Maka hanya Allah s.w.t pula yang mampu merubahnya. Seandainya seorang hamba menginginkan terjadi perubahan terhadap hukum-hukum tersebut, maka tidak ada cara lain, dia harus tunduk dan mengikuti hukum-hukum yang sudah ditetapkan pula, meskipun perubahan yang dimaksud tersebut, juga merupakan sunnah yang sudah ditetapkan.
 
“Mujahadah di jalan Allah”, adalah suatu istilah untuk menyebutkan sesuatu yang dimaksud. Atau nama dari suatu tata cara bentuk sarana untuk mendapatkan petunjuk dari Allah s.w.t. Supaya dengan itu penutup mata manusia dibuka sehingga penglihatannya menjadi tajam. Sedangkan hakekat mujahadah sebagaimana yang dikehendaki oleh Allah s.w.t, hanya Allah s.w.t yang mengetahuinya. Oleh karena itu, kewajiban seorang hamba yang menginginkan terjadinya perubahan-perubahan atas dirinya supaya usahanya dapat berhasil dengan baik, yang harus dikerjakan ialah, terlebih dahulu dia harus mengetahui dan mengenal dengan benar terhadap apa yang dimaksud dengan istilah mujahadah itu.
 
Oleh karena yang dinamakan mujahadah tersebut tidak hanya berkaitan dengan aspek ilmu pengetahuan saja, melainkan juga amal atau pekerjaan, bahkan mujahadah adalah ibarat kendaraan yang akan dikendarai manusia untuk menyampaikannya kepada tujuan, maka cara mengenalnya, lebih-lebih cara mengendarainya, seseorang harus melalui tahapan praktek dan latihan. Untuk kebutuhan ini—seorang hamba yang akan melaksanakan mujahadah harus dibimbing seorang guru ahlinya. Allohu A’lam.
 
MENEMBUS GUGUSAN LANGIT DAN GUGUSAN BUMI
 
Allah s.w.t menantang masyarakat jin dan manusia supaya mereka mau dan mampu bergerak maju dan berkarya. Mereka tidak boleh tinggal diam hanya berpangku tangan tetapi mengharapkan keberuntungan. Mereka bahkan ditantang untuk menembus gugusan langit dan gugusan bumi. Diundang untuk datang ke Istana-Nya, dipersilahkan memasuki haribaan-Nya, menikmati hidangan yang tersedia, namun itu dengan syarat, terlebih dahulu mereka harus mampu menguasai ilmu dan teknologi yang berkaitan dengannya atau dengan istilah Qur’ani disebut “sulthon”. Allah s.w.t berfirman:
يَا مَعْشَرَ الْجِنِّ وَالْإِنْسِ إِنِ اسْتَطَعْتُمْ أَنْ تَنْفُذُوا مِنْ أَقْطَارِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ فَانْفُذُوا لَا تَنْفُذُونَ إِلَّا بِسُلْطَانٍ
 
“Hai masyarakat jin dan manusia, jika kalian sanggup menembus gugusan langit dan gugusan bumi, maka tembuslah, kalian tidak akan mampu menembusnya kecuali dengan “Sulthon” (QS. ar-Rahman; 55/33)
 
“Sulthon” dari kata sallatho artinya menguasai, kalau dikaitkan dengan ayat di atas berarti penguasaan. Kadang-kadang Sulthon juga berarti Penguasa atau Raja. Maka maksud ayat ialah: “Kalian tidak akan mampu menembus gugusan langit dan gugusan bumi, sebelum kalian terlebih dahulu mampu menguasai Ilmu pengetahuan dan teknologinya”. Sedangkan lafad “aqthor” adalah kata jamak dari lafad qithrun, artinya gugusan. Jadi “aqthor”, artinya beberapa gugusan. Sedangkan tantangan yang dimaksud adalah menembus gugusan langit dan gugusan bumi yang ada di alam semesta.
 
Kalau orang mencari makna ‘gugusan langit’ dalam ayat di atas, barangkali mereka masih berpikir untuk menafsirkan ayat tersebut dengan langit bumi yang ada di atas kepala. Langit yang bisa dilihat dengan mata, yang ada mataharinya, ada bulan dan bintangnya. Coba kalau ayat tersebut dikaji lebih luas dan lebih dalam lagi. Di manakah letak gugusan bumi itu? Padahal bumi yang kita pijak hanya satu dan terdiri dari tanah dan batu. Kalau demikian: Bagaimana cara orang bisa menembusnya? Dengan alat apa orang mampu menggali lubang tembus itu? Siapa pula yang pernah berhasil melakukannya?
 
Padahal Allah s.w.t juga berfirman di dalam QS. ath-Thalaq Ayat 12, bahwa Allah s.w.t menciptakan tujuh langit dan bumi sepertinya. Oleh karena itu, pasti yang dimaksud gugusan langit dan gugusan bumi di dalam ayat tersebut bukan langit dan bumi yang lahir saja, akan tetapi juga gugusan-gugusan langit dan bumi batin yang terletak di dalam keajaiban-keajaiban ciptaan Tuhan yang ada dalam jiwa manusia. Allah s.w.t berfirman:
وَفِي الْأَرْضِ آَيَاتٌ لِلْمُوقِنِينَ (20) وَفِي أَنْفُسِكُمْ أَفَلَا تُبْصِرُونَ
 
“Dan di bumi terdapat tanda-tanda (Kekuasaan Allah) bagi orang yang telah yakin -Dan juga pada jiwamu, apakah kamu tidak melihat?”.
(QS. Adz-Dzariyaat; 51/20-21)
 
Jika orang sudah memaklumi bahwa penguasaan ilmu dan teknologi menjadikan syarat utama bagi terwujudnya kemudahan-kemudahan hidup di dunia, maka demikian pula untuk kehidupan manusia di alam ruhaniah. Tidak bisa tidak, seorang hamba harus menguasainya pula untuk memenuhi tantangan Tuhannya bagi pengembaraan ruhaniahnya. Dalam arti menembus belenggu hawa nafsu, mendobrak barak-barak setan yang ada di dalam hati, mencuci hati dan menyepuh ruhani dengan jalan melaksanakan ibadah dan pengabdian di jalan Allah.
 
Ilmu pengetahuannya adalah mutiara-mutiara wahyu yang teruntai di dalam al-Qur’an maupun al-Hadits Nabi sedangkan teknologinya adalah sunnatullah yang sudah tersedia dalam jiwa manusia itu sendiri. Manusia tinggal menghidupkan kembali teknologi itu dengan melaksanakan pengembaraan ruhaniah yang terbimbing. Pertama adalah usaha yang kuat dan tepat dari seorang hamba untuk menolong di jalan Allah, selanjutnya adalah datangnya pertolongan Allah s.w.t —sebagai buah ibadah yang dijalani itu, guna terpenuhi segala maksud dan segala kebutuhan yang diharapkan.
 
Yang di luar adalah alam besar dan yang di dalam jiwa manusia adalah alam kecil. Masing-masing alam tersebut penuh dengan rahasia dan misteri. Manakala seorang hamba bermaksud mencari Tuhannya, mengadakan pengembaraan ruhaniah untuk wushul dengan Allah s.w.t. Pencarian itu tidaklah harus dilakukan di alam yang luar, tapi di alam yang dalam. Yaitu dengan melaksanakan mujahadah dan riyadhoh di jalan Allah s.w.t. Merontokkan hijab-hijab basyariah yang menyelimuti hati dengan dzikir dan fikir kepada Tuhannya. Mengekang kendali hawa nafsu dengan kendali ibadah supaya setan tidak mampu memanfaatkannya untuk membelokkan arah perjalanan.
 
Adapun pelaksanaan tawasul secara ruhaniah di dalam pelaksanaan ibadah tersebut berfungsi untuk mencari penerang jalan yang dilalui. Seperti ketika purnama sedang menampakkan mukanya yang rupawan, ke mana saja sang musafir melangkahkan kaki, dengan senang hati bulan dan bintang selalu mengiringi perjalanan. Seperti itulah gambaran orang bertawasul kepada guru ruhaniah, rahasia ‘nur tawasul’ itu akan setia mengiringi perjalanan sehingga seorang musafir selalu mendapat bimbingan. Sang salik akan selamat sampai tujuan meski setan selalu menghadang dengan segala jebakan di tengah jalan.
 
MENEMBUS ALAM RUHANIAH
 
Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani R.A di dalam kitabnya al-Ghunyah; 1/101, menyebutkan: “Di dalam hati manusia terdapat dua ajakan: Pertama ajakan malaikat. Ajakan malaikat itu mengajak kepada kebaikan dan membenarkan kepada yang benar (haq); dan kedua, ajakan musuh. Ajakan musuh itu mengajak kepada kejahatan, mengingkari kebenaran dan melarang kepada kebajikan”. Yang demikian telah diriwayatkan oleh Abdullah bin Mas’ud R.A.
 
Al-Hasan al-Bashri R.A berkata: “Sesungguhnya kedua ajakan itu adalah kemauan yang selalu mengitari hati manusia, kemauan dari Allah dan dari musuh, hanya dengan sebab Rahmat Allah, seorang hamba mampu mengontrol kemauan-kemauannya tersebut. Oleh karena itu, apa-apa yang datang dari Allah hendaknya dipegang oleh manusia dengan erat-erat dan apa yang datang dari musuh, dilawannya kuat-kuat “.
 
Mujahid R.A berkata; Firman Allah s.w.t:
مِنْ شَرِّ الْوَسْوَاسِ الْخَنَّاسِ
 
“Dari kejahatan bisikan setan yang biasa bersembunyi”. (QS. an-Nas; 114/4)
 
Bisikan itu mencengkram hati manusia, apabila manusia berdzikir kepada Allah, maka setan itu akan melepaskan cengkramannya namun apabila manusia kembali lupa, maka setan itu akan kembali mencengkram hatinya. Muqotil R.A berkata: “Dia adalah setan yang berbentuk babi hutan yang mulutnya selalu menempel di hati manusia, dia masuk melalui jalan darah untuk menguasai manusia lewat hatinya. Apabila manusia melupakan Allah Ta’ala, dia menguasai hatinya dan apabila manusia sedang berdzikir kepada Allah dia melepaskan dan keluar dari jasad manusia itu“.
 
Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani R.A berkata, bahwa di dalam hati ada enam bisikan (khotir): (1) Bisikan nafsu syahwat; (2) Bisikan setan; (3) Bisikan ruh; (4) Bisikan malaikat; (5) Bisikan akal; dan (6) Bisikan keyakinan.
 
1. Bisikan Nafsu Syahwat
Bisikan nafsu syahwat adalah bisikan yang secara qudroti tercipta untuk memerintah manusia mengerjakan kejelekan dan memperturutkan hawa nafsu.
 
2. Bisikan Setan
Bisikan setan itu adalah perintah agar manusia menjadi kafir dan musyrik (menyekutukan Allah), berkeluh-kesah, ragu terhadap janji Allah s.w.t cenderung berbuat maksiat, menunda-nunda taubat dan apa saja yang menyebabkan kehidupan manusia menjadi hancur baik di dunia maupun di akherat. Ajakan setan ini adalah ajakan paling tercela dari jenis ajakan jelek tersebut.
 
3. Bisikan Ruh
Bisikan ruh adalah bisikan yang mengajak manusia mengikuti kebenaran dan ketaatan kepada Allah s.w.t dan juga kepada apa saja yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan sehingga menyebabkan keselamatan dan kemuliaan manusia, baik di dunia maupun di akherat. Ajakan ini adalah dari jenis ajakan yang baik dan terpuji.
 
4. Bisikan Malaikat
Bisikan malaikat sama seperti bisikan ruh, mengajak manusia mengikuti kebenaran dan ketaatan kepada Allah s.w.t dan segala yang bersesuaian dengan ilmu pengetahuan dan juga kepada apa saja yang menyebabkan keselamatan dan kemuliaan.
 
5. Bisikan Akal
 
Bisikan akal adalah bisikan yang cenderung mengarahkan pada ajakan bisikan ruh dan malaikat. Dengan bisikan akal tersebut sekali waktu manusia mengikuti nafsu dan setan, maka manusia terjerumus kepada perbuatan maksiat dan mendapatkan dosa. Sekali waktu manusia mengikuti bisikan ruh dan malaikat, maka manusia beramal sholeh dan mendapatkan pahala. Itulah hikmah yang dikehendaki Allah s.w.t terhadap kehidupan manusia. Dengan akalnya, supaya manusia mempunyai kebebasan untuk memilih jalan hidup yang dikehendaki namun kemudian manusia juga harus mampu mempertanggungjawabkan atas kesalahan dan kejahatan dengan siksa dan neraka dan menerima balasan dari amal sholeh dengan pahala dan surga.
 
6. Bisikan Keyakinan
Bisikan yakin adalah Nur Iman dan buah ilmu dan amal yang datangnya dari Allah s.w.t dan dipilihkan oleh Allah s.w.t. Ia diberikan khusus hanya kepada para kekasih-Nya dari para Nabi, ash-Shiddiq, asy-Shuhada’ dan para Wali-wali-Nya. Bisikan yakin itu berupa ajakan yang selalu terbit dari dalam hati untuk mengikuti kebenaran walau seorang hamba itu sedang dalam lemah wiridnya. Bisikan yakin itu tidak akan sampai kepada siapapun, kecuali terlebih dahulu manusia menguasai tiga hal; (1) Ilmu Laduni; (2) Ahbārul Ghuyūb (khabar dari yang gaib); (3) Asrōrul Umur (rahasia segala urusan).
 
Bisikan yakin itu hanya diberikan oleh Allah Ta’ala kepada orang-orang yang dicintai-Nya, dikehendaki-Nya dan dipilih-Nya. Yaitu orang-orang yang telah mampu fana di hadapan-Nya. Yang telah mampu gaib dari lahirnya. Yang telah berhasil memindahkan ibadah lahir menjadi ibadah batin, baik terhadap ibadah fardhu maupun ibadah sunnah. Orang-orang yang telah berhasil menjaga batinnya untuk selama-lamanya. Allah s.w.t yang mentarbiyah mereka. Sebagaimana yang telah dinyatakan dengan firman-Nya:
إِنَّ وَلِيِّيَ اللَّهُ الَّذِي نَزَّلَ الْكِتَابَ وَهُوَ يَتَوَلَّى الصَّالِحِي
 
“Sesungguhnya Waliku adalah Allah, dan Dia mentarbiyah (memberikan Walayah) kepada orang-orang yang sholeh”. (QS. al-A’raaf; 7/196)
 
Orang tersebut dipelihara dan dicukupi dengan sebab-sebab yang dapat menyampaikan kepada keridlaan-Nya dan dijaga serta dilindungi dari sebab-sebab yang dapat menjebak kepada kemurkaan-Nya. Orang yang setiap saat ilmunya selalu bertambah. Yaitu ketika terjadi pengosongan alam fikir, maka yang masuk ke dalam bilik akalnya hanya yang datangnya dari Allah s.w.t. Seorang hamba yang ma’rifatnya semakin hari semakin kuat. Nurnya semakin memancar. Orang yang selalu dekat dengan yang dicintainya dan yang disembahnya. Dia berada di dalam kenikmatan yang tiada henti. Di dalam kesenangan yang tiada putus dan kebahagiaan tiada habis. Surga baginya adalah apa yang ada di dalam hatinya.
 
Ketika ketetapan ajal kematiaannya tiba, disebabkan karena masa baktinya di dunia fana telah purna, maka untuk dipindahkan ke dunia baqo’, mereka akan diberangkatkan dengan sebaik-baik perjalanan. Seperti perjalanan seorang pengantin dari kamar yang sempit ke rumah yang luas. Dari kehinaan kepada kemuliaan. Dunia baginya adalah surga dan akherat adalah cita-cita. Selama-lamanya mereka akan memandang wajah-Nya yang Mulia, secara langsung tanpa penghalang yang merintangi. Allah s.w.t menegaskan hal tersebut dengan firman-Nya:
إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَنَهَرٍ (54) فِي مَقْعَدِ صِدْقٍ عِنْدَ مَلِيكٍ مُقْتَدِرٍ
 
“Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa itu, berada di taman-taman dan sungai-sungai – Di tempat yang disenangi di sisi Tuhannya yangMaha Kuasa” .
(QS. al-Qomar; 54/54)
 
Dan firman Allah s.w.t:
لِلَّذِينَ أَحْسَنُوا الْحُسْنَى وَزِيَادَةٌ
 
“Bagi orang-orang yang berbuat baik, ada pahala yang terbaik dan tambahan “. (QS. Yunus; 10/26)
 
Firman Allah s.w.t di atas: “Ahsanuu”, artinya berbuat baik dengan menta’ati Allah s.w.t dan Rasul-Nya, serta selalu mensucikan hatinya dengan meninggalkan amal ibadah yang selain untuk-Nya. Allah s.w.t akan membalasnya di akherat dengan surga dan kemuliaan. Diberi kenikmatan dan keselamatan. Ditambahi dengan pemberian yang abadi. Yaitu selama-lamanya memandang kepada wajah-Nya yang Mulia.
 
“Nafsu dan Ruh” adalah dua tempat bagi setan dan malaikat. Keadaannya seperti pesawat penerima yang setiap saat siap menerima signal yang dipancarkan oleh dua makhluk tersebut. Malaikat menyampaikan dorongan ketakwaan di dalam ruh dan setan menyampaikan ajakan kefujuran di dalam nafsu. Oleh karena itu, nafsu selalu mengajak hati manusia untuk melaksanakan perbuatan-perbuatan fujur.
 
Di antara keduanya ada Akal dan Hawa. Dengan keduanya supaya terjadi proses hikmah dari rahasia kehendak dan keputusan Allah yang azaliah. Yaitu supaya ada pertolongan bagi manusia untuk berbuat kebaikan dan dorongan untuk berbuat kejelekan. Kemudian akal menjalankan fungsinya, memilih menindaklanjuti pertolongan dan menghindari ajakan kejelekan, dengan itu supaya tidak terbuka peluang bagi hawa untuk menindaklanjuti kehendak nafsu dan setan. Sedangkan di dalam hati ada dua pancaran Nur, “Nur Ilmu dan Nur Iman”. itulah yang dinamakan yakin. Kesemuanya indera tersebut merupakan alat-alat atau anggota masyarakat hati. Hati bagaikan seorang raja terhadap bala tentaranya, maka hati harus selalu mampu mengaturnya dengan aturan yang sebaik-baiknya. (Asy-Syekh Abdul Qodir al-Jailani, “Al-Ghunyah”; 1/101)
 
Walhasil, yang dimaksud alam ruhaniah itu bukan alam jin atau alam ghaib, tetapi alam-alam batin yang ada dalam jiwa manusia. Alam batin yang menyertai alam lahir manusia secara manusiawi. Dengan alam batin, manakala indera-indera yang ada di dalam alam batin itu hidup, maka manusia bisa mengadakan interaksi dengan makhluk batin dengan segala rahasia kehidupan yang ada di dalamnya sebagaimana dengan alam lahir manusia dapat mengadakan komunikasi dengan makhluk lahir dengan segala urusannya.
 
Untuk menghidupkan indera-indera yang ada di alam batin tersebut, manusia harus mampu mencapainya dengan jalan melaksanakan mujahadah dan riyadhoh di jalan Allah. Mengharapkan terbukanya matahati (futuh) dengan menempuh jalan ibadah (thoriqoh) dengan bimbingan seorang guru mursyid sejati. Perjalanan tersebut bukan menuju suatu tempat yang tersembunyi, melainkan menembus pembatas dua alam yang di dalamnya penuh mesteri. Dengan itu supaya ia mencapai suatu keadaan yang ada dalam jiwa yang dilindungi, supaya dengan keadaan itu ia dapat menemukan rahasia jati diri yang terkadang orang harus mencari setengah mati. Itulah perjalanan tahap awal yang harus dicapai seorang salik dengan sungguh hati. Lalu, dengan mengenal jati diri itu, dengan izin Allah selanjutnya sang pengembara sejati dapat menemukan tujuan akhir yang hakiki, yakni menuju keridhoan Ilahai Rabbi. @@@


NUR MUHAMMAD DILIHAT OLEH MALAIKAT KETIKA MAU BERSUJUD KEPADA ADAM

Nabi Adam alaihisallam bertanya : “Ya,Allah mengapa para malaikat ini berdiri berbaris bershaf-shaf dibelakangku?”Allah subhana Wata’ala berfirman kepada Nabi Adam: Wahai Adam para malaikat itu berdiri dibelakangmu, karena tengah memperhatikan Nur kekasihku Muhammad

Dijelaskan bahwa Allah Subhana Wata’ala membagi Nur Muhammad menjadi empat bagian.Bagian pertama dari Nur muhammad, dijadikan Lauhih Mahfuz dan bagian kedua dari Nur Muhammad. Allah Subhana wata’ala menjadikan Qolam atau pena. Selanjutnnya, Bagian ketiga dari Nur muhammad, dengan Nur tersebut Allah subhana wata’ala menjadikan Arsyi.Arsyi adalah Mahkluk Allah subhana Wata’ala yang terbesar seperti digambarkan dalam firmannya yaitu “wahuwa Robbul Arsyil”adzhim Dia-lah Allah Subhana Wata’ala pemelihara Arsyi yang besar Makhluk terbesar ini pun berasal Nur Muhammad.

Bagian keempat dari Nur Muhammad tersebut Allah Subhana Wata’ala menjadi empat bagian pula dengan rincian sebagai berikut :

1. Bagian pertama dari Nur Muhammad yang keempat dengan nur itu Allah subhana Wata’ala menjadikan akal bagi manusia.

2. Bagian kedua dari Nur Muhammad yang keempat dengan Nur tersebut Allah Subhana Wata’ala menjadikan Ilmu pengetahuan.

3. Bagian ketiga dari Nur muhammad yang keempat dengan Nur itu, Allah Subhana Wata’ala menjadikan cahaya hati,cahaya siang dan cahaya Arsyi

4. Bagian keempat dari Nur Muhammad yang keempat, bagian Nur inilah yang kelak akan menjadikan fisik nabi kita, Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dan lahir lahir ke dunia ini.Nur yang kelak menjadi Fisik nabi kita itu disimpan oleh Allah Subhana Wata’ala dibawah Arsyi selama 2000 tahun sebelum Allah menciptakan Nabi Adam ‘Alaihissalam

Ketika Allah Subhana Wata’ala menciptakan Nabi Adam ‘Alaihissalam, Nur yang tersimpan di bawah Arsyi yang kelak akan lahir menjadi fisik Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam dipindahkan oleh Allah subhana Wata’ala ke dalam tulang sulbi Nabi Adam Alaihissalam selesai diciptakan ba’da ashar hari Jumat, langsung ditempatkan di dalam sorga. Allah subhana Wata’ala memerintahkan malaikat untuk sujud menghormat terhadap Nabi Adam ‘Alaihissalam .

Saat para malaikat diperintahkan oleh Allah subhana Wata’ala untuk sujud menghormati Nabi Adam ‘Alaihissalam, Para malaikat pun segera berdiri dibelakang nabi Adam ‘Alaihissalam berbaris bershaf-shaf memnajang ke belakang nabi Adam ‘Alaihissalam. Secara rasio, nampak ada sesuatu yang janggal,yakni menghormati seseorang namun dari arah belakang, karena hal ini tidak pernah terjadi, itulah sebabnya Nabi Adam ‘Alaihissalam akhirnya bertanya kepada Allah subhana Wata’ala. Ya Allah mengapa para malaikat ini berdiri berbaris bershaf-shaf dibelakangku?”Lalu Allah subhana Wata’ala berfirman kepada Nabi Adam: Wahai Adam para malaikat itu berdiri dibelakangmu, karena tengah memperhatikan Nur kekasihku Muhammad, penutup para rasul dan nabi,karena Nur kekasihku akan ku keluarkan dari tulang rusukmu.

Berdasar keterangan ini banyak para ulama yang berpendapat bahwa secara zhohir para malaikat menghormat kepada Nabi Adam ‘Alaihissalam, namun pada hakikatnnya, para malaikat itu menghormat dengan ta’zim kepada nabi muhammad, Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.

Setelah Nabi Adam “Alaihissalam mengetahui para malaikat berdiri di belakang mereka karenamelihat Nur Muhammad yang tersimpan di tulang sulbinya, maka Nabi Adam ‘Alaihissalam pun meminta pada Allah subhana Wata’ala agar Nur muhammad tersebut dipindahkan ke bagian depan dirinya. Maka dipindahkan Nur tersebut dari tulang sulbi ke kening Nabi Adam ‘Alaihissalam, Ketika Nur tersebut pindah, maka serentak malaikat pun pindah menghadap ke kening Nabi Adam “Alaihissalam. Lalu Nabi Adam ‘Alaihissalam meminta lagi kepada Allah subhana Wata’ala agar Nur tersebut dipindah ke bagian tubuhnya yang ia bisa melihat Nur tersebut. Lalu dipindahkan Nur Muhammad tersebut ke telunjuk Nabi Adam ‘Alaihissalam, sesaat kemudian nabi Adam ‘Alaihissalam melihat Nur tersebut sangat indah dan menakjubkan. Nabi Adam “Alaihissalam semakin takjub dengan Nur tersebut mana kala ia mendengar Nur tersebut mengucap tasbih kepada Allah subhana Wata’ala dengan tasbih yang sangat agung dan mulia.

Di kemudian hari setelah Allah subhana Wata’ala hawa, Nur Muhammad tersebut dipindahkan ke wajah hawa. Nabi Adam ‘Alaihissalam melihat Nur tersebut laksana matahari yang tengah memancarkan cahayanya dengan gemerlapan. Inilah makhluk pertama yang menjadi tempat persinggahan Nur Muhammad tersebut. Setelah Nabi Adam “Alaihissalam mempunyai anak, Nur tersebut pindah lagi ke salah satu anak Nabi Adam “Alaihissalam yang bernama Syits. Saat Nur Muhammad berada di tulang rusuk Syits, saat itulah Nabi Adam “Alaihissalam memohon perjajian kepada Allah subhana Wata’ala agar Nur Muhammad selalu berada di tulang rusuk-tulang rusuk laki-laki mulia dan suci bersih serta perempuan-perempuan mulia dan suci bersih. Sejak saat itulah nur muhammad selalu berpindah dari satu tulang sulbi laki-laki mulia dan suci bersih ke tulang sulbi laki-laki lain yg mulia dan suci bersih ke perempuan lain yg mulia dan suci bersih ke perempuan yg mulia dan suci bersih sampai ke tulang sulbi laki-laki mulia bersama Sayyydina Abdullah bin Abdul Tholib dan wanita mulia bernama Sayyidatina Aminah binti Wahab. Beliau lahir menjelang subuh, senin 12 Rabiul Awal sebagai pemimpin Para rasul dan penutup para Nabi, sebagai sumber rahmat bagi seluruh makhluk.***

Sumber kitab :
Madarijussu, Imam Nawawi hal.2-3

4 Oktober 2012

TERJAMAH AL-QURAN DAN HUKUMNYA

oleh alifbraja

Pada umumnya terjamahan tidak memerlukan kehadiran nas sumber aslinya. Bahkan pada bagian-bagian tertentu, terjamahan  teks apapun dapat menggantikan posisi teks asli dalam berbagai kebutuhan pembaca. Karena itu, tidak lagi dikenal mana nas sumber dan mana teks terjamahan. Ada otonomi tersendiri yang dimiliki oleh tulisan terjamah, meskipun pada waktu-waktu khusus sumber asli masih ditelusuri dengan berbagai alasan. Tetapi secara garis besar, terjamahan sudah terpisah dari nas sumber.

 

Kaidah demikian ini tidak dapat dibenarkan ketika terjamahan itu adalah al-Quran yang memuat firman-firman Tuhan yang dikuduskan. Ada banyak alasan tentang hal itu, diantaranya:

Pertama, karena Allah swt., memberikan penegasan sebagaimana dalam surah al-Fathir ayat 29 bahwa orang yang membaca al-Quran akan mendapat pahala (ta’abbudi). Senada dengan Tuhan, Nabi Muhammad saw., juga mengemukakan bahwa setiap huruf al-Quran yang dibaca oleh sesorang memiliki satu kebaikan. Sementara satu kebaikan dari bacaan tersebut dilipat menjadi sepuluh kali. Bahkan ditegaskan oleh Nabi, bahwa aliif laam miim tidak dihitung satu huruf, tetapi aliif satu huruf, laam satu huruf dan miim satu huruf.

Jika terjamahan al-Quran dapat menggantikan teks aslinya, maka tentulah membaca tulisan terjamahan akan memperoleh pahala sebagamana sumbernya. Pandangan demikian agak kurang tepat. Karena dalam hal al-Quran, teks apapun tidak dapat menggantikan posisi al-Quran yang dengan membacanya saja sudah bernilai pahala. Memang membaca terjamahan al-Quran dinilai sebuah perbuatan baik dan tentu saja berpahala, tetapi baik dan berpahala itu didapat karena niatan terkandung di dalam pembacaan tersebut, misalnya karena ingin menambah ilmu pengetahuan dan lain-lain. Bukan karena teks terjamahannya secara substansial.

Kedua, para ahli fiqh mengemukakan bahwa bacaan terjamahan tidak bisa menggantikan posisi bacaan teks al-Quran, baik saat shalat maupun di luar shalat. Berangkat dari sini larangan terjamah al-Quran memiliki otonomi dari teks asli patut di junjung tinggi.

Al-Zarqani menyimpulkan bahwa metode harafiyah (literal) dan metode maknawiyah haram digunakan untuk menterjamahkan al-Quran. Pendapat ini di dukung oleh sebagian besar ulama.

Fatwa al-Azhar tentang Terjamah al-Quran

Universitas al-Azhar Mesir telah lama menaruh perhatian khusus terhadap masalah yang terkait terjamah al-Quran. Sudah banyak diskusi, dialog, dan seminar yang mengangkat topik tentang penerjamahan al-Quran. Dari berbagai forum yang diselenggarakan oleh perguruan kuno Islam itu dipepoleh beberapa kesimpulan fatwa terkait dengan alih bahasa al-Quran ke bahasa asing, antara lain:

Pertama, dalam menafsirkan al-Quran sedapat mungkin dihindari istilah-istilah ilmiah, kecuali sebatas tuntutan pemahaman (upaya memperdekat pemahaman seseorang terhadap isi kalimat al-Quran).

Kedua, tidak boleh menyuguhkan pandangan-pandangan yang bersifat asumsi pribadi, meskipun hal itu memiliki bobot ilmiah. Misalnya, tatkala seseorang melakukan terjamah surah al-Ra’d, tidak boleh menyajikan pandangan siapapun, termasuk ahli astronomi, di dalam terjamahan surah tersebut. Alur alih bahasa mengekor kepada bahasa asli yang digunakan al-Quran tanpa ada interpretasi atau penafsiran-penafsiran terhadap teks aslinya.

Ketiga, jika ada beberapa masalah yang perlu diperdalam secara ilmiah, maka sebaiknya harus dalam bentuk kerja kolektif, misalnya melahirkan kelompok, komisi atau yang lainnya yang dapat mewadahi banyak orang untuk berfikir bersama tentang apa yang akan diperdalam dari teks al-Quran.

Keempat, kelompok atau komisi tersebut harus betul-betul tunduk kepada apa yang termaktub di dalam al-Quran. Oleh karenanya, penterjamahan yang dilakukan oleh kelompok itu tidak terikat dengan pengaruh pandangan-pandangan madzhab apapun, baik fiqh, tasawuf, maupun teologi.

3 Oktober 2012

Benarkah Al-Qur’an Berkata Matahari Tidak Menyebabkan Siang ?

oleh alifbraja

Benarkah Al-Qur’an Berkata Matahari Tidak Menyebabkan Siang ?

 
Membaca judul postingan ini mungkin sebagian akan berpikir, “bagaimana mungkin? Bukankah orang-orang dari jaman dahulu kala sampai sekarang tahu dan sadar bahwa siang itu ada karena matahari?” Percaya atau tidak, ternyata Al-Qur’an menyatakan hal itu, dan kebenarannya sudah dibuktikan dengan ilmu pengetahuan saat ini. Pernyataan yang dimaksud adalah pada surah Asy-Syams ayat 1-4 :

[91:1] Demi matahari dan cahayanya di pagi hari
[91:2] dan bulan apabila mengiringinya
[91:3] dan siang apabila menampakkannya
[91:4] dan malam apabila menutupinya

Pertama, pada ayat pertama Al-Qur’an menggunakan kata “dhuhaha” dengan asal kata “dhuha” yang berarti “cahaya pagi”. Jika di lain ayat Allah menggunakan kata “dhiyaan” untuk menyatakan sinar matahari, disini Allah menyatakan dengan kata “dhuha”. Kenapa “dhuha” ? karena “dhuha”-lah cahaya matahari yang tampak di bumi. Di ayat ketiga Allah menyatakan “dan siang apabila menampakkannya (jallāhā)”. “jallāhā” di sini di artikan menampakkan, akan tetapi kata “jalla” yang merupakan kata dasar dari “tajalla” dapat pula di artikan dengan berarti “memuliakan”, “mengagungkan” atau “membesarkan” (silakan menggunakan kamus bahasa arab, atau di Arabic-English Lane’s Lexicon, atau dapat pula dilihat di corpus.quran.com)

Ilmu pengetahuan saat ini menyatakan bahwa yang menyebabkan siang  menjadi terang benderang adalah dikarenakan atmosfir bumi memfilter cahaya matahari dan menguatkan dengan cara  menyebarkannya (scattering). Tanpa atmosfir bumi, cahaya matahari yang dirasakan di bumi tidak akan seterang saat ini dan akan jauh lebih berbahaya karena tidak adanya filter.

Kenyataannya, di luar angkasa, cahaya matahari tidak “tampak” seterang di bumi yang mampu menyinari seluruh permukaan suatu planet. Hal ini dikarenakan karena luar angkasa itu sangat gelap. Cahaya matahari nyaris “tertutup malam” seperti yang dikatakan di ayat ke 4 surah Asy-Syam di atas. Siang hari di bulan akan sangat berbeda dengan dibumi. Warna gelap akan tetap mendominasi langit bulan, tidak akan biru terang seperti siang hari di bumi. Ini disebabkan karena “siang” di bulan tidak “mengagungkan” cahaya matahari akibat atmosfer yang tidak memadai.

Di dalam ayat yang lain Allah menyatakan : 

[36:37] Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan.

Seperti yang pernah diuraikan pada postingan “Matahari dan bulan mengelilingi bumi” sebelumnya, penggunaan kata “tanggalkan” di sini mengandung arti bahwa malam (kegelapan) mendominasi alam semesta, seperti pigura yang ditanggalkan dari dinding yang berarti dinding yang mendominasi. Di bawah adalah gambar matahari yang diambil oleh NASA, dimana terlihat, walaupun terdapat sinar matahari, sekeliling luar angkasa tetaplah terdominasi oleh malam, sehingga tepatlah istilah siang ditempelkan pada malam, dan pada akhirnya siang ditanggalkan dari malam :
 

Mari kita perhatikan pernyataan pada ayat yang lainnya :

[15:14] Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya,
[15:15] tentulah mereka berkata: “Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan (sukkirat), bahkan kami adalah orang orang yang kena sihir”.

“Sukkirat” pada ayat 15 surah Al-Hijr sebagaimana di sebutkan diatas diartikan sebagai dikaburkan. “sukkirat” adalah bentuk pasif dari “sukara” yang artinya mabuk. Jadi “sukkirat” juga dapat diartikan sebagai “dikaburkan, disamarkan, atau dibutakan seperti dalam keadaan mabuk”. Allah memberitahukan bahwa apabila seseorang pergi ke luar angkasa, mereka akan mendapati pandangan mereka dikaburkan dan digelapkan, karena luar angkasa itu dalam keadaan hitam gelap, tidak berwarna biru terang seperti siang yang terlihat dari bumi, tidak seperti prasangka orang-orang sebagaimana yang teramati dari bumi. Di surah Al-Lail (91) ayat 1 pun disebutkan bahwa malam (gelap) itu meliputi dan menutupi, yang berarti malam mendominasi alam semesta :

[Q.S 92:1] Demi malam yang meliputi/menutupi

Jadi, Al-Qur’an menyatakan bahwa siang yang terjadi di bumi tidak dikarenakan karena adanya matahari itu sendiri, melainkan karena siang itu (dengan adanya atmosfir bumi), menguatkan,menyebarkan, dan memfilter cahaya matahari, yang terjadi ketika sebagian permukaan bumi menghadap ke arah matahari, Sesuatu yang dinyatakan 15 abad yang lalu dengan bahasa yang dapat diterima pada jamannya dan dapat dibuktikan kebenarannya dengan ilmu pengetahuan saat ini.

Tanpa matahari tentu saja tidak akan mungkin ada siang, akan tetapi adanya matahari saja tidak cukup untuk menjadikan siang di bumi seperti yang manusia rasakan. Perlu adanya elemen lain (baca : atmosfer) agar dapat menjadikan sinar matahari yang sampai ke bumi dapat menjadi siang seperti yang dirasakan oleh seluruh makhluk di bumi saat ini.

Bahasa arab yang sangat kaya akan makna, dimana satu kata dapat memiliki banyak makna merunut dari akar-akar katanya maupun dari penggunaan kata itu sendiri, dapat menjadi salah satu alasan mengapa Allah menjadikan bahasa arab sebagai bahasa Al-Qur’an, wallahu a’lam, seperti hadist yang disebutkan di akhir postingan ini.

Surah Asy-Syams menerangkan tentang Hidrogen dan Helium

Ilmu pengetahuan saat ini menjelaskan bahwa matahari terdiri dari kurang lebih 74% hidrogen (H), 24% helium (He) dan 2% unsur lain. Helium ini sendiri terbentuk dari hasil reaksi energi nuklir terhadap Hidrogen.

Tidak dapat dikatakan sebagai suatu kebetulan kalau surat Asy-Syams, yang berarti matahari, merupakan satu-satunya surah yang seluruh ayatnya di akhiri oleh hamzah (H) and alif (A dalam ejaan arab atau dapat menjadi E dalam ejaan ibrani). H yang berarti hidrogen yang ditambah dengan Energi menjadi HE (helium).

Dan juga sepertinya kurang tepat pula jika dikatakan sebagai kebetulan kalau ternyata Asy-Syams adalah surah ke-91 dalam Al-Quran, yang mana dikutip dari General, Organic, and Biological Chemistry Oleh H. Stephen Stoker, bahwa di alam semesta ini, 91% partikel dasar yang ada adalah Hidrogen dan hampir 9% sisanya adalah helium : 

“All other elemets are mere “imputities” when their abundances are compared with those of these two dominant elements. In this big picture, in which Earth is but a tiny microdot, 91% of all elemental particles (atoms) are Hydrogen, and nearly all of the remaining 9% are Helium”.

Jadi, lihatlah bagaimana 91% elemen yang terdapat di tata surya kita, terutama matahari, adalah hidrogen, yang sama dengan nomor urut surah Asy-Syams dalam Al-Qur’an. Tidak ada yang kebetulan mengenai ketepatan Al-Qur’an dengan ilmu pengetahuan, karena Allah telah menghitung segala sesuatunya dengan sangat cermat, dan Al-Qur’an diturunkan dengan ilmu Allah.

[72:28] … dan Dia menghitung segala sesuatu satu persatu.
[11:14] … maka ketahuilah, sesungguhnya Al Qur’an itu diturunkan dengan ilmu Allah …

 
 
Sekali lagi, betapa Allah telah memperingatkan manusia bahwa segala sesuatunya tidak harus disodorkan secara tersurat, karena tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah hanya dapat dirasakan oleh orang-orang yang berilmu.

[29:43] Dan perumpamaan-perumpamaan ini Kami buat untuk manusia; dan tiada yang memahaminya kecuali orang-orang yang berilmu.

Maha benar Allah dengan segala firman-Nya
 
(dari berbagai sumber)
 

Narrated Abu Huraira:
I heard Allah’s Apostle saying, “I have been sent with Jawami al-Kalim (i.e., the shortest expression carrying the widest meanings), and I was made victorious with awe (caste into the hearts of the enemy), and while I was sleeping, the keys of the treasures of the earth were brought to me and were put in my hand.” Muhammad said, Jawami’-al-Kalim means that Allah expresses in one or two statements or thereabouts the numerous matters that used to be written in the books revealed before (the coming of) the Prophet .
(Translation of Sahih Bukhari, Volume 9, Book 87, Number 141)

 

28 September 2012

RAHASIA al-Qur’an 8

oleh alifbraja

Langkah Pertama yang Tidak Dapat Diatasi:

Asal-usul Kehidupan

 

Teori evolusi berpendirian bahwa semua spesies hidup berasal dari satu sel hidup tunggal yang muncul di bumi 3.8 milyar tahun yang lalu. Bagaimanakah sebuah sel tunggal dapat menghasilkan jutaan spesies hidup yang kompleks, dan jika evolusi semacam itu benar-benar terjadi, mengapa jejak-jejaknya tidak dapat dilihat pada catatan fosil, itu merupakan pertanyaan-pertanyaan yang tidak dapat dijawab oleh teori evolusi. Namun, yang pertama dan utama, dari langkah pertama yang dinyatakan oleh proses evolusioner tersebut muncul pertanyaan: Bagaimanakah asal mula terjadinya “sel pertama” tersebut?

Karena teori evolusi menolak penciptaan dan tidak menerima campur tangan superna­tural dalam bentuk apa pun, maka ia berpen­dirian bahwa “sel pertama” muncul secara kebetulan berdasarkan hukum alam, tanpa ada rancangan atau perencanaan. Menurut teori ini, materi tak bernyawa menghasilkan sel bernyawa sebagai akibat dari munculnya sel pertama secara kebetulan tersebut. Namun, pernyataan ini bahkan tidak sesuai dengan hukum biologi yang paling tidak terban­tah­kan.

 

 

Kehidupan Berasal dari Kehidupan

 

Dalam bukunya, Darwin tidak pernah me­nye­but asal-usul kehidupan. Pemahaman kuno tentang ilmu pengetahuan pada zaman­nya berangkat dari asumsi bahwa makhluk hidup memiliki struktur yang sangat seder­hana. Semenjak zaman pertengahan, generasi spontan, yakni teori yang menyatakan bahwa materi tak bernyawa muncul untuk mem­bentuk organisme hidup diterima secara luas. Pada umumnya diyakini bahwa serangga terjadi dari sisa-sisa makanan, dan tikus ber­asal dari gandum. Berbagai eksperimen yang menarik dilakukan untuk membuktikan teori ini. Beberapa gandum diletakkan pada sebi­dang kain kotor, kemudian diyakini bahwa setelah beberapa saat tikus akan muncul dari­nya.

Demikian pula, ulat yang muncul dalam daging dianggap sebagai bukti dari teori tentang generasi spontan. Namun, tidak lama kemudian diketahuilah bahwa ulat tidak muncul dari daging secara spontan, tetapi dibawa oleh lalat dalam bentuk larva, yang tidak dapat dilihat dengan mata telanjang.

Bahkan pada periode ketika Darwin menu­lis The Origin of Species, keyakinan bahwa bakteri dapat terwujud dari materi tak ber­nyawa diterima secara luas dalam dunia ilmu pengetahuan.

Namun, lima tahun setelah buku Darwin diterbitkan, penemuan Louis Pasteur mema­tah­kan keyakinan ini, yang merupakan landasan evolusi. Setelah melakukan peneli­tian dan eksperimen yang melelahkan, Pas­teur menyimpulkan secara ringkas, “Pernya­taan bahwa materi tak bernyawa dapat memun­culkan kehidupan telah dikubur dalam sejarah untuk selamanya.”2

Para pendukung teori evolusi menolak penemuan Pasteur dalam waktu yang lama. Namun, ketika perkembangan ilmu penge­tahuan berhasil menjelaskan tentang struktur sel dari makhluk hidup yang kompleks, gagasan bahwa kehidupan dapat muncul secara kebetulan bahkan semakin mengha­dapi kebuntuan yang lebih besar.

 

 

Usaha-usaha yang Tidak Pernah Meng­hasilkan

Kesimpulan pada Abad Ke-20

 

Ahli evolusi pertama yang menggeluti masalah asal-usul kehidupan pada abad ke-20 adalah ahli biologi Rusia terkenal, Alexan­der Oparin. Dengan berbagai tesisnya yang ia ajukan pada tahun 1930-an, ia berusaha membuktikan bahwa sel dari sebuah makhluk hidup dapat terjadi secara kebetulan. Namun, penelitian ini ternyata mengalami kegagalan, dan Oparin harus membuat pengakuan seba­gai berikut:

Sayang, asal-usul sel tetap menjadi tanda tanya, yang sesungguhnya merupakan titik paling gelap dari seluruh teori evolusi.3

Para penganut teori evolusi Oparin berusa­ha untuk meneruskan eksperimen untuk meme­cahkan masalah asal-usul kehidupan. Yang paling terkenal di antara eksperimen-eksperimen ini dilakukan oleh ahli kimia Amerika, Stanley Miller pada tahun 1953. Dalam permulaan eksperimennya, ia me­nyata­kan bahwa gabungan gas telah ada pada atmosfer bumi pada zaman kuno, dan dengan menambahkan energi pada campurannya, Miller mensitesakan beberapa molekul orga­nik (asam amino) yang ada dalam struktur protein.

Beberapa tahun berlalu, eksperimen terse­but tidak berhasil mengungkapkan apa pun, yang pada saat itu dilakukan sebagai langkah penting atas nama evolusi, terbukti tidak valid, sedangkan atmosfer yang digunakan dalam eksperimen tersebut sangat berbeda dengan kondisi bumi yang sesungguhnya.4

Setelah diam dalam jangka waktu yang lama, Miller mengakui bahwa medium atmosfer yang ia gunakan tidaklah realistik.5

Semua usaha ahli evolusi yang dilakukan pada abad ke-20 untuk menjelaskan asal-usul kehidupan berakhir dengan kegagalan. Ahli geokimia Jeffrey Bada dari San Diego Scripps Institute, mengakui kenyataan ini dalam sebuah artikel yang dipublikasikan dalam majalah Earth pada tahun 1998:

Dewasa ini, ketika kita meninggalkan abad kedua puluh, kita masih menghadapi perso­alan sangat besar yang belum terpecahkan yang harus kita hadapi ketika kita memasuki abad kedua puluh: Bagaimanakah asal-usul kehidupan di Bumi ini?6

 

 

Struktur Kehidupan yang Kompleks

 

Alasan utama mengapa teori evolusi berakhir dalam kebuntuan besar tentang asal-usul kehidupan adalah bahwa organisme hidup yang dianggap sangat sederhana ter­nyata memiliki struktur yang sangat kom­pleks. Sel dari makhluk hidup lebih kompleks dibandingkan dengan semua produk tekno­logi yang dihasilkan oleh manusia. Dewasa ini, bahkan dalam laboratorium yang paling maju di seluruh dunia sekalipun, sebuah sel hidup tidak dapat dihasilkan dari materi inorganik.

Persyaratan yang diperlukan bagi terben­tuk­nya sebuah sel terlalu besar kuantitasnya untuk diabaikan dengan berpegang pada landasan bahwa terbentuknya sel tersebut terjadi secara kebetulan. Probabilitas tentang protein, perkembangan blok dalam sel, disentesakan secara kebetulan adalah 1 dalam 10950 untuk rata-rata protein yang terdiri dari 500 asam amino. Dalam matematika, suatu probabilitas yang lebih kecil dari 1 dibanding 1050 dengan sendirinya dianggap tidak mung­kin.

Molekul DNA yang terletak di inti sel dan yang menyimpan informasi genetik merupa­kan bank data yang luar biasa. Jika informasi yang ada dalam DNA ditulis, maka ia akan merupakan perpustakaan raksasa yang terdiri dari 900 jilid ensiklopedi yang masing-masing terdiri dari 500 halaman.

Dalam masalah ini muncul dilema yang sangat menarik: DNA hanya dapat direplikasi dengan bantuan protein-protein khusus (enzim). Namun, sintesa dari enzim-enzim ini hanya dapat diwujudkan melalui informasi yang tercatat dalam DNA. Karena keduanya saling tergantung, mereka harus ada pada waktu yang bersamaan untuk replikasi. Hal ini menunjukkan bahwa pernyataan yang menyatakan bahwa kehidupan itu berasal dari dirinya sendiri mengalami kebuntuan. Prof. Leslie Orgel, seorang ahli evolusi ternama dari Universitas San Diego, Kalifornia, mengakui fakta ini di majalah Scientific American yang diterbitkan pada September 1994:

Sangat mustahil bahwa protein dan asam, yang keduanya sama-sama memiliki struktur yang kompleks, muncul dengan sendirinya pada waktu dan tempat yang sama. Namun juga mustahil jika yang satu ada tanpa adanya yang lain. Demikian pula, secara sekilas orang dapat menyimpulkan bahwa sesungguhnya kehidupan tidak mungkin berasal dari sarana kimiawi.7

 

 

Mekanisme Evolusi Imajiner

 

Persoalan penting kedua yang menafikan teori Darwin adalah bahwa kedua konsep yang dikemukakan oleh teori tersebut sebagai “mekanisme evolusioner” pada dasarnya tidak memiliki kekuatan evolusioner.

Darwin mendasarkan pernyataan evolusi­nya sepenuhnya pada mekanisme “seleksi alam”. Pernyataan yang ia tekankan tentang mekanisme ini dapat dilihat dalam bukunya: The Origin of Species, By Means of Natural Selection…

Seleksi alam berpendirian bahwa makhluk-makhluk hidup yang lebih kuat dan lebih cocok bagi kondisi alam pada habitat mereka akan dapat bertahan dalam bergulat untuk mempertahankan kehidupan. Sebagai contoh, pada kawanan rusa yang menghadapi ancam­an serangan binatang buas, maka rusa-rusa yang berlarinya lebih cepat dapat memper­ta­hankan kehidupannya. Dengan demikian, kawanan rusa itu terdiri dari individu-indivi­du yang lebih cepat dan lebih kuat. Namun tak dapat disangkal bahwa mekanisme ini tidak menyebabkan rusa tersebut muncul dan berubah menjadi spesies hidup yang lain, misalnya menjadi kuda.

Dengan demikian, mekanisme seleksi alam tidak memiliki kekuatan evolusioner. Darwin juga menyadari fakta ini sehingga ia harus menyatakan dalam bukunya The Origin of Species:

Seleksi alam tidak dapat berbuat apa pun hingga terjadi peluang variasi yang sesuai.8

 

 

Pengaruh Lamarck

 

Lalu, bagaimanakah “variasi yang sesuai” ini terjadi? Darwin berusaha untuk menjawab pertanyaan ini dari sudut pandang pema­haman ilmu pengetahuan kuno pada zaman­nya. Menurut ahli biologi Prancis, Lamarck, yang hidup sebelum Darwin, makhluk hidup memiliki karakter yang dibutuhkan selama jangka hidupnya hingga generasi selanjutnya, dan karakter ini berakumulasi dari satu gene­rasi ke generasi seterusnya sehingga menye­babkan terbentuknya spesies baru. Misalnya, menurut Lamarck, jerapah terjadi dari kijang, karena kijang-kijang itu berjuang untuk makan daun dari pohon yang tinggi, sehingga lehernya memanjang dari generasi ke gene­rasi.

Darwin juga memberikan contoh serupa dalam bukunya, The Origin of Species,misal­nya, ia berkata bahwa sebagian beruang ada yang menyelam ke air untuk mencari makan­an sehingga berubah menjadi ikan paus sete­lah beberapa lama.9

Namun, hukum genetika yang ditemukan oleh Mendel dan dibuktikan oleh ilmu gene­tika yang berkembang pada abad ke-20, meno­lak mentah-mentah anggapan yang mengata­kan bahwa karakter itu diteruskan kepada generasi selanjutnya. Dengan demikian, seleksi alam bertentangan dengan kenyataan seperti halnya mekanisme evolusioner.

 

 

Neo-Darwinisme dan Mutasi

 

Agar dapat menemukan pemecahan, para pengikut Darwin mengajukan “Teori Sintesa Modern” atau lebih dikenal sebagai Neo-Darwinisme, pada akhir tahun 1930an. Neo-Darwinisme menambahkan mutasi, yakni penyimpangan yang dimunculkan oleh gen-gen makhluk hidup karena adanya faktor-faktor eksternal seperti radiasi atau kesalahan replikasi, sebagai “penyebab variasi yang sesuai” di samping mutasi alam.

Dewasa ini, model yang mewakili evolusi di dunia adalah Neo-Darwinisme. Teori ter­sebut berpendirian bahwa berjuta-juta makh­luk hidup yang ada di bumi ini terjadi sebagai akibat dari suatu proses di mana ber­bagai organ-organ kompleks dari beberapa organ­isme seperti telinga, mata, paru-paru, sayap, mengalami “mutasi”, yakni penyim­pang­an genetis. Namun terdapat fakta ilmiah yang sama sekali bertentangan dengan teori ini: Mutasi tidak menyebabkan makhluk hidup berkembang, sebaliknya mutasi menye­babkan kerusakan.

Adapun alasannya sangat sederhana: DNA memiliki struktur yang sangat kompleks, dan efek kebetulan hanya dapat menyebabkan kerusakan baginya. Ahli genetika Amerika, B.G. Ranganathan, menjelaskan hal ini seba­gai berikut:

Mutasi itu kemungkinannya sangat kecil, kebetulan, dan merusak. Mutasi hampir-hampir tidak terjadi dan kemungkinan besar tidak membawa pengaruh. Empat karakteris­tik mutasi ini menunjukkan bahwa mutasi tidak menyebabkan terjadinya pekembangan evolusioner. Perubahan yang terjadi secara kebetulan pada organisme yang sangat khusus tidak ada pengaruhnya dan tidak merusak. Perubahan yang terjadi secara kebetulan pada sebuah arloji tidak dapat memperbaiki arloji tersebut. Bahkan dapat merusak atau paling-paling tidak berpengaruh. Sebuah gempa bumi tidak mungkin memperbaiki kota, tetapi ia menyebabkan kerusakan10

Dengan demikian tidak ada contoh mutasi yang bermanfaat, yakni yang dapat mengem­bangkan aturan genetika yang pernah dilihat buktinya hingga saat ini. Semua mutasi ter­bukti bersifat merusak. Maka perlu dipahami bahwa mutasi yang dinyatakan sebagai “meka­nisme evolusioner” sesungguhnya me­ru­­pakan peristiwa genetik yang merusak makhluk hidup dan menimbulkan gangguan. (Pengaruh mutasi yang sangat umum pada manusia adalah kanker). Tidak diragukan lagi bahwa suatu mekanisme destruktif tidak dapat menjadi “mekanisme evolusioner”. Dalam pada itu, seleksi alam “tidak dapat melakukan apa pun bagi dirinya sendiri,” sebagaimana juga diakui oleh Darwin. Fakta ini menunjukkan pada kita bahwa tidak ada “meka­nisme evolusioner” di alam. Karena meka­nisme evolusioner itu tidak ada, maka juga tidak terjadi proses imajiner yang disebut sebagai evolusi itu.

 

 

Catatan Fosil: Tidak Ada Bukti-bukti

tentang Bentuk-bentuk Antara

 

Bukti yang sangat jelas bahwa pernyataan sebagaimana yang disebutkan dalam teori evolusi itu tidak pernah terjadi adalah berda­sarkan catatan fosil.

Menurut teori evolusi, setiap spesies hidup muncul dari yang mendahuluinya. Suatu spesies yang dahulu pernah ada, lambat laun berubah kepada bentuk lainnya dan semua spesies muncul dengan cara seperti ini. Menu­rut teori ini, transformasi ini berjalan dengan pelan-pelan selama jutaan tahun.

Seandainya hal ini benar, maka banyak sekali spesies antara yang ada dan hidup dalam periode transformasi yang panjang.

Misalnya, binatang-binatang yang separuh berben­tuk ikan dan separuhnya lagi berben­tuk reptil tentu pernah hidup pada masa lampau sehingga memiliki karakter reptil di samping juga memiliki karakter ikan. Atau pernah ada burung-reptil, yang memiliki karakter burung di samping karakter reptil. Karena semua ini berada dalam fase transisi, makhluk-makhluk hidup tersebut tentu akan lumpuh, cacat, atau pincang. Para ahli evolusi menyebut makhluk-makhluk imajiner ini, yang mereka yakini pernah hidup pada masa lampau, sebagai “bentuk-bentuk transisi”.

Jika binatang seperti itu benar-benar ada, tentunya terdapat jutaan, bahkan milyaran jumlahnya dan variasinya. Dan yang lebih penting, sisa-sisa dari makhluk-makhluk aneh seperti itu tentu ada dalam jejak fosil. Dalam The Origin of Species, Darwin menjelaskan:

Jika teori saya benar, maka tentu terdapat sangat banyak varietas perantara yang saling menghubungkan antara spesies-spesies dari kelompok yang sama. …Dengan demikian, bukti tentang keberadaannya pada masa lalu hanya dapat ditemukan di antara pening­galan-peninggalan fosil.11

 

 

Harapan Darwin yang Kandas

 

Bagaimanapun, sekalipun ahli-ahli evolusi telah bekerja keras untuk menemukan fosil sejak pertengahan abad ke-19 di seluruh dunia, tidak ada bentuk-bentuk transisi yang mereka temukan. Semua fosil yang digali menunjukkan, berlawanan dengan harapan ahli-ahli evolusi, kehidupan muncul di muka bumi secara tiba-tiba dan telah berbentuk sempurna.

Seorang ahli paleontologi ternama dari Inggris, Derek V. Ager, mengakui fakta ini, sekalipun ia seorang penganut evolusi:

Persoalan pun menjadi jelas ketika saya meneliti bukti-bukti fosil secara detail, entah itu pada tingkatan ordo atau spesies, berulang kali kami menemukan bahwa bukannya evolusi yang terjadi secara lambat laun, tetapi yang terjadi adalah satu kelompok muncul secara tiba-tiba, demikian pula kelompok lainnya.12

Ini artinya bahwa bukti fosil menunjukkan bahwa semua spesies hidup tiba-tiba muncul dalam bentuk yang telah sempurna, tanpa melalui bentuk perantara. Hal ini berlawanan dengan asumsi Darwin. Demikian pula, ter­dapat bukti yang sangat kuat bahwa makhluk hidup itu ada karena diciptakan. Satu-satunya penjelasan yang dapat diberikan adalah bahwa spesies hidup itu muncul dengan tiba-tiba dan telah sempurna setiap detail tanpa melalui nenek moyang yang berevolusi, dengan demi­kian spesies tersebut adalah diciptakan. Fakta ini juga diakui oleh sebagian besar ahli biologi evolusi, Douglas Futuyma:

Penciptaan dan evolusi, di antara keduanya memerlukan penjelasan tentang asal-usulnya dari benda-benda hidup. Organisme muncul di bumi dalam keadaan telah berkembang secara sempurna atau tidak berkembang. Jika organisme tidak berkembang, organisme itu pasti telah berkembang dari spesies yang pernah ada melalui proses-proses modifikasi. Jika organisme itu muncul dalam keadaan yang telah berkembang secara sempurna, organisme tersebut tentu telah diciptakan oleh sesuatu yang luar biasa cerdasnya.13

Berbagai fosil menunjukkan bahwa makh­luk hidup muncul dalam keadaan yang sem­purna di bumi. Ini artinya bahwa “asal-usus spesies”, bertentangan dengan asumsi Dar­win, bukan merupakan evolusi tetapi merupa­kan penciptaan.

 

 

Dongeng tentang Evolusi Manusia

 

Persoalan yang seringkali dikemukakan oleh para pendukung teori evolusi adalah persoalan tentang asal-usul manusia. Para pengikut Darwin menyatakan pendiriannya bahwa manusia modern dewasa ini merupa­kan hasil evolusi dari makhluk yang menye­rupai kera. Menurut mereka, selama proses evolusi ini, yang diperkirakan telah dimulai 4-5 juta tahun yang lalu, konon terdapat beberapa “bentuk transisi” antara manusia modern dengan nenek moyang mereka. Dalam pernyataan yang sepenuhnya bersifat khayalan ini, disebutkan tentang empat “kategori” dasar:

1.            Australopithecus

2.            Homo habilis

3.            Homo erectus

4.            Homo sapiens

Para ahli evolusi menyebut apa yang dina­makan sebagai nenek moyang manusia per­tama yang menyerupai monyet sebagai “Austra­­lopithecus” yang artinya “Monyet Afrika Selatan”. Makhluk hidup ini sesung­guhnya tidak lain adalah spesies monyet kuno yang telah punah. Riset yang mendalam yang dilakukan pada berbagai sampel Australo­pithecus oleh dua orang ahli anatomi ternama dunia dari Inggris dan Amerika Serikat, yakni Lord Solly Zuckerman dan Prof. Charles Oxnard, telah menunjukkan bahwa Australo­pithecus tersebut merupakan spesies monyet biasa yang telah punah dan terbukti tidak memiliki kemiripan dengan manusia.14

Para ahli evolusi mengklasifikasikan tahap selanjutnya dari evolusi manusia sebagai “homo”, yakni “manusia”. Menurut pernya­taan ahli evolusi, makhluk hidup pada sejum­lah Homo lebih berkembang dibandingkan Australopithecus. Para ahli evolusi telah me­ngem­bangkan skema evolusi khayalan dengan menyusun berbagai fosil dari makhluk-makhluk ini dalam urutan tertentu. Skema ini bersifat khayalan karena tidak pernah terbukti bahwa terdapat hubungan evolusioner antara beberapa kelas ini. Ernst Mayr, salah seorang pembela teori evolusi yang terkemuka pada abad ke-20 mengakui fakta ini dengan menga­takan bahwa “mata rantai yang sampai kepada Homo sapiens sesungguhnya terputus”.15

Dengan membuat pembagian mata rantai seperti “Australopithecus — Homo habilis — Homo erectus — Homo sapiens”, para ahli evolusi memaksudkan bahwa masing-masing spesies ini merupakan nenek moyang bagi yang lain. Namun, penemuan terkini dari ahli paleoantrhropologi telah mengungkapkan bahwa Australopithecus, Homo habilis dan Homo erectus hidup di bagian yang berlainan di dunia pada saat yang sama.16

Di samping itu, segmen manusia tertentu yang diklasifikasikan sebagai Homo erectus telah hidup hingga zaman modern. Homo sapiens neandarthalensis dan Homo sapiens sapiens (manusia modern) hidup bersama-sama di kawasan yang sama.17

Situasi ini seolah-olah menunjukkan keab­sahan klaim tersebut yang menyatakan bahwa mereka adalah nenek moyang bagi lainnya. Seorang ahli paleontologi dari Univer­sitas Harvard, Stephen Jay Gould, menjelas­kan ke­bun­tuan teori evolusi meskipun ia sendiri seorang penganut evolusi:

Apa yang menjadi tangga bagi kita jika ada tiga garis silsilah hominid (A. africanus, australo­pi­thecines yang tegap, dan H. habilis), tak satu pun yang jelas-jelas berasal dari yang lain. Lagi pula, tak satu pun dari ketiganya yang menun­jukkan kecenderungan berevolusi selama mereka mendiami bumi.18

Pendek kata, pandangan tentang evolusi manusia, yang berusaha mencari dukungan dengan bantuan berbagai gambaran makhluk “separuh manusia, separuh kera” yang mun­cul di media dan buku pelajaran, dan dengan bantuan propaganda, terus terang saja hanya­lah dongeng yang tidak memiliki landasan ilmiah.

Lord Solly Zuckerman, salah seorang ilmu­wan yang terkenal dan dihormati di Inggris, yang melakukan riset tentang persoalan ini selama beberapa tahun, dan secara khusus meneliti fosil-fosil Australopithecus selama 15 tahun, pada akhirnya berkesimpulan bahwa meskipun ia sendiri seorang penganut evolusi, namun sesungguhnya tidak ada tiga cabang famili seperti itu antara makhluk yang menye­rupai kera dengan manusia.

Zuckerman juga membuat sebuah “spek­trum ilmu pengetahuan” yang menarik. Ia membentuk sebuah spektrum ilmu pengeta­huan dari pernyataan yang dianggap ilmiah hingga pernyataan yang dianggap tidak ilmiah. Menurut spektrum Zuckerman, yang paling “ilmiah”, yakni yang tergantung pada medan data kongkret dalam ilmu pengeta­huan adalah kimia dan fisika. Setelah kedua­nya, muncullah ilmu biologi, kemudian ilmu sosial. Pada akhir dari spektrum tersebut, sebagai bagian yang dianggap paling “tidak ilmiah” adalah konsep “persepsi di luar panca indera” seperti telepati dan indera keenam, dan akhirnya “evolusi manusia”. Zuckerman menjelaskan alasannya:

Kemudian kami segera beralih untuk mencatat kebenaran objektif dalam bidang-bidang yang dianggap sebagai ilmu biologi, seperti persepsi di luar panca indera atau interpretasi tentang sejarah fosil manusia, di mana bagi orang-orang yang mempercayainya (penganut evolusi) apa saja mungkin — dan bagi orang yang sangat memper­cayainya (dalam evolusi) kadang-kadang dapat memper­cayai beberapa hal yang bertentangan pada waktu yang bersamaan.19

Dongeng tentang evolusi manusia semakin tidak berarti, tetapi interpretasi tentang fosil-fosil yang digali oleh orang-orang tertentu tetap dipercayai oleh orang-orang yang meng­anut teori ini dengan membabi buta.

 

 

Teknologi Mata dan Telinga

 

Persoalan lainnya yang tetap tak terjawab oleh teori evolusi adalah kemampuan panca indera yang luar biasa pada mata dan telinga.

Sebelum melanjutkan pembicaraan ten­tang mata, marilah kita jawab secara sepintas tentang pertanyaan “bagaimanakah kita me­lihat”. Cahaya yang masuk dari sebuah benda jatuh secara berlawanan pada retina mata. Di sini, cahaya ditransmisikan menjadi sinyal-sinyal elektris oleh sel, dan cahaya tersebut sam­pai ke titik kecil di belakang otak yang disebut sebagai pusat penglihatan. Sinyal-sinyal elektris ini di pusat otak terlihat sebagai bayangan setelah melewati serangkaian pro­ses. Dengan latar belakang teknis ini, marilah kita berpikir sejenak.

Otak terlindung dari cahaya. Ini artinya bahwa di bagian dalam otak sama sekali gelap, dan cahaya tidak sampai ke lokasi otak. Tempat yang disebut sebagai pusat pengli­hatan benar-benar gelap, dan cahaya tidak pernah mencapainya. Bahkan mungkin meru­pakan tempat yang paling gelap yang pernah anda ketahui. Namun, anda melihat dunia yang cemerlang dan terang benderang dari tempat yang sangat gelap.

Gambar yang terbentuk di mata sangat tajam dan sangat jelas, bahkan teknologi abad ke-20 tidak mampu menyamainya. Misalnya, perhatikanlah buku yang anda baca, tangan yang dengannya anda memegang, kemudian angkatlah kepala anda dan lihatlah sekitar anda. Pernahkah anda melihat bayangan yang sangat tajam dan sangat jelas seperti ini di tempat lain? Bahkan layar televisi yang paling unggul yang diproduksi oleh pabrik televisi dunia yang paling canggih sekalipun tidak akan mampu menyajikan gambar yang sangat tajam kepada anda. Gambar di mata ini ber­bentuk tiga dimensi, berwarna, dan sangat tajam. Selama lebih dari seratus tahun, ribuan insinyur telah berusaha untuk menghasilkan ketajaman ini. Pabrik-pabrik dan perusahaan-perusahaan raksasa pun didirikan, berbagai riset dilakukan, berbagai rencana dan desain dilakukan untuk mencapai tujuan ini. Sekali lagi, lihatlah ke layar TV dan buku yang anda pegang. Anda akan melihat bahwa terdapat perbedaan besar dalam ketajaman dan kejelas­an. Di samping itu, layar TV menunjukkan gambar dua dimensi, sedangkan dengan mata anda, anda melihat gambar tiga dimensi yang memiliki ketajaman.

Selama beberapa tahun, sepuluh dari seribu insinyur telah berusaha untuk membuat TV tiga dimensi yang dapat menyamai kualitas pandangan seperti mata. Ya, mereka telah membuat sistem televisi tiga dimensi, tetapi mustahil untuk melihatnya tanpa mengena­kan kaca mata, lagi pula, gambar itu merupa­kan gambar tiga dimensi yang artifisial. Latar belakang tampak kabur, latar depan tampak seperti setting kertas. Sampai kapan pun mustahil untuk menghasilkan pandangan yang tajam dan jelas seperti pandangan pada mata. Baik kamera maupun televisi tidak memiliki kualitas gambar yang tajam dan jelas.

Para ahli evolusi menyatakan bahwa meka­nisme yang menghasilkan gambar yang tajam dan jelas ini terjadi secara kebetulan. Seka­rang, jika seseorang mengatakan kepada anda bahwa televisi yang ada di kamar anda terjadi secara kebetulan, semua atomnya datang secara kebetulan lalu membentuk peralatan yang dapat menghasilkan gambar, maka bagaimanakah pendapat anda? Bagaimana mungkin atom-atom dapat melakukan hal-hal yang tidak dapat dilakukan oleh ribuan orang?

Jika suatu peralatan yang menghasilkan gambar yang lebih primitif daripada mata tidak dapat terjadi secara kebetulan, maka jelaslah bahwa mata dan gambar yang terlihat oleh mata tidak dapat terjadi secara kebetulan. Keadaan yang sama juga berlaku pada telinga. Telinga bagian luar menangkap suara yang ada melalui daun telinga lalu megarahkan suara itu ke bagian tengah telinga, dan bagian tengah telinga mengirimkan getaran suara ke otak dengan mengubah suara itu menjadi sinyal-sinyal elektrik. Sebagaimana mata, proses mendengar berakhir di pusat pende­ngaran di otak.

Situasi pada mata juga berlaku pada telinga. Yakni, otak terlindung dari suara sebagaimana ia terlindung dari cahaya: ia tidak membiarkan suara apa pun mema­suki­nya. Dengan demikian, betapapun berisiknya suara di luar, bagian dalam otak sepenuhnya sunyi senyap. Namun demikian, otak dapat menangkap suara dengan sangat jelas. Di otak anda, yang terlindung dari suara, anda men­dengar simponi dari sebuah orkestra, dan anda mendengar semua bunyi di keramaian. Namun demikian, jika tingkat suara di otak anda diukur dengan peralatan yang akurat pada saat itu, maka akan diketahui bahwa yang terjadi dalam otak adalah kesunyian.

Sebagaimana pada kasus alat perekam gambar, selama puluhan tahun telah dilaku­kan usaha untuk menghasilkan suara sebagai­mana dalam bentuk aslinya. Hasil dari usaha tersebut adalah perekam suara “high fidelity system”, dan sistem untuk merekam suara. Meskipun teknologi ini telah digali dan ribu­an insinyur dan ahli telah bekerja keras, tetapi tidak ada suara yang diperoleh, yang memiliki ketajaman dan kejelasan seperti suara yang ditangkap oleh telinga. Perhati­kanlah HI-FI sistem dengan kualitas sangat tinggi yang dihasilkan oleh perusahaan terbesar dalam industri musik. Bahkan dalam peralatan ini, ketika suara direkam, sebagian suara ada yang hilang; atau ketika anda meng­hidupkan HI-FI, anda selalu mendengar suara yang men­desis sebelum musik dimulai. Namun, suara-suara yang merupakan produk dari teknologi tubuh manusia sangat tajam dan jelas. Telinga manusia tidak pernah menang­kap suara yang disertai dengan bunyi men­desis sebagaimana pada HI-FI; telinga me­nang­kap suara seperti apa adanya, tajam dan jelas. Keadaan ini ber­laku semenjak manusia pertama kali dicip­takan.

Sejauh ini, tidak ada peralatan visual atau perekam suara yang dihasilkan oleh manusia yang sangat peka dan berhasil menangkap data indera sebagaimana mata dan telinga.

Namun, sepanjang yang berkaitan dengan penglihatan dan pendengaran, terdapat fakta yang lebih besar di balik semua itu.

 

 

Siapakah yang Memberi Kemampuan

Otak untuk Melihat dan Mendengar?

 

Siapakah yang memberi kemampuan pada otak sehingga ia dapat melihat gemerlapnya dunia, mendengar simponi kicau burung, dan mencium bunga mawar?

Rangsang yang datang dari mata, telinga, dan hidung manusia diteruskan ke otak sebagai impuls syaraf elektro-kimia. Dalam buku-buku biologi, fisiologi, dan biokimia, anda dapat menemukan penjelasan bagaima­nakah gambar tersebut terbentuk di otak. Namun, anda tidak akan pernah menemukan fakta yang paling penting tentang persoalan ini: Siapakah yang mengatur terjadinya impuls syaraf elektro-kimia tersebut sebagai gambar, suara, bau, dan penginderaan di otak? Terdapat suatu kesadaran di otak yang mampu menangkap semuanya tanpa harus memer­lukan mata, telinga, dan hidung. Siapakah yang memberi kemampuan ini? Tidak diragu­kan lagi bahwa kemampuan ini tidak dimiliki oleh syaraf, lapisan lemak, dan syaraf-syaraf yang terdapat di otak. Itulah sebabnya peng­ikut Darwin dan kaum materialis tidak mem­percayai bahwa segala sesuatu terdiri dari materi, tidak dapat memberikan jawaban apa pun terhadap pertanyaan ini.

Kemampuan ini adalah ruhani yang dicip­takan oleh Allah. Ruhani tidak memer­lukan mata untuk melihat gambar, atau telinga untuk mendengar suara. Di samping itu, ia juga tidak memerlukan otak untuk berpikir.

Setiap orang yang membaca fakta yang jelas dan ilmiah ini harus berfikir tentang Tuhan Yang Mahakuasa, takut kepada-Nya, dan berlin­dung kepada-Nya, Dialah Yang mengu­asai seluruh alam semesta dan sebuah bidang yang gelap yang luasnya beberapa sentimeter kubik dalam bentuk tiga dimensi, berwarna, teduh, dan terang benderang.

 

 

Keyakinan Kaum Materialis

 

Informasi yang kami ketengahkan hingga kini menunjukkan kepada kita bahwa teori evolusi adalah pernyataan yang sangat ber­beda dengan temuan ilmiah. Pernyataan yang diberikan oleh teori tersebut tidak sesuai dengan ilmu pengetahuan, dan mekanisme evolusioner yang diajukannya tidak memiliki pengaruh evolusioner, dan fosil-fosil yang ditunjukkan tentang bentuk-bentuk transisi untuk mendukung teori tersebut tidak pernah ada. Dengan demikian, tentu saja teori evolusi harus dienyahkan karena ia adalah gagasan yang tidak ilmiah, sebagaimana gagasan yang menyatakan bahwa alam semesta ini berpusat pada bumi telah dienyahkan dari agenda ilmu pengetahuan di sepanjang sejarah.

Namun, teori evolusi tetap dimasukkan dalam agenda ilmu pengetahuan. Bahkan sebagian orang berusaha untuk mengajukan kritik terhadap orang-orang yang membantah teori tersebut sebagai “serangan terhadap ilmu pengetahuan”. Mengapa?

Alasannya adalah, bahwa teori evolusi me­ru­pakan keyakinan dogmatis yang tidak boleh dibantah bagi beberapa kalangan. Kalangan ini dengan membabi buta mengab­di kepada filsafat materialis dan menerapkan Darwin­isme, karena ia merupakan satu-satunya pen­jelasan ilmiah yang dapat dikemu­kakan tentang bekerjanya alam.

Yang cukup menarik, kadang-kadang mereka juga mengakui fakta ini. Seorang ahli genetik dan seorang penganut evolusi yang jujur, Richard C. Lewontin dari Universitas Harvard mengakui bahwa dialah yang “mula-mula dan terutama sebagai seorang materialis, kemudian menjadi seorang limuwan”:

Bagaimanapun, bukannya metode dan institusi ilmu pengetahuan yang memaksa kita untuk menerima penjelasan material tentang dunia fenomenal, tetapi sebaliknya, kita dipaksa oleh kesetiaan kita yang a priori terhadap penyebab material untuk menciptakan peralatan penelitian dan seperangkat konsep yang menghasilkan penjelasan material, meskipun ia bertentangan dengan intuisi, dan meskipun ia menyesatkan bagi orang-orang awam. Di samping itu, bahwa materialisme itu absolut sehingga kami tidak dapat membiarkan Kaki Tuhan memasuki pintu.20

Itulah pernyataan terus terang yang menya­takan bahwa Darwinisme adalah sebuah dogma yang tetap dipertahankan demi kesetiaannya kepada filsafat materialis. Dogma ini berpendirian bahwa tidak ada being (yang ada) kecuali materi. Dengan demikian ia berpendapat bahwa pencipta kehidupan adalah materi tak bernyawa dan tidak memi­liki kesadaran. Ia berpendapat bahwa jutaan spesies hidup yang berbeda-beda; misalnya burung, ikan, jerapah, harimau, serangga, pohon, bunga, ikan paus, dan manusia itu terwujud sebagai hasil dari interaksi antara materi seperti hujan yang turun, kilat yang menyambar, dan sebagainya, dari materi tak bernyawa. Pandangan ini bertentangan dengan akal maupun ilmu pengetahuan. Namun, Darwinisme tetap memper­tahan­kan­nya hanya agar “jangan sampai Kaki Tuhan masuk di pintu”.

Siapa pun yang tidak memperhatikan asal-usul makhluk hidup dengan pandangan mate­rialis akan melihat kebenaran yang nyata ini: Semua makhluk hidup adalah karya dari Sang Pencipta, Yang Mahaperkasa, Mahabijaksana, dan Maha Mengetahui. Sang Pencipta ini adalah Allah, Yang menciptakan seluruh alam semesta dan semua makhluk dari tidak ada, dan merancangnya dalam bentuk yang sangat sempurna.

 

“Mereka berkata, “Mahasuci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami, sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Me­nge­tahui lagi Maha Bijaksana.” (Q.s. al-Baqarah: 32).

 

Allah menjelaskan berbagai rahasia kepada manusia melalui al-Qur’an, doa, perintah, larangan, dan akhlak yang mulia. Semua ini merupakan rahasia yang sangat penting, dan orang yang berpikir dapat menyaksikan rahasia-rahasia ini dalam hidupnya. Tidak ada sumber lain kecuali al-Qur’an yang menje­laskan rahasia ini. al-Qur’an merupakan satu-satunya sumber rahasia sehingga orang-orang yang sangat cerdas dan sangat pandai sekali­pun tidak akan menemukan rahasia ini di mana pun juga.

Jika sebagian orang dapat memahami sedangkan orang lain tidak dapat memahami pesan-pesan yang tersembunyi dalam al-Qur’an, ini merupakan rahasia lain yang diciptakan Allah. Orang-orang yang tidak memahami rahasia-rahasia yang diungkapkan dalam al-Qur’an ini hidup dalam penderitaan dan kesulitan. Anehnya, mereka tidak pernah mengetahui penyebab penderitaannya. Dalam pada itu, orang-orang yang mengkaji rahasia-rahasia dalam al-Qur’an menjalani hidupnya dengan mudah dan gembira.

Buku ini membicarakan tentang persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ayat-ayat yang diungkapkan oleh Allah kepada manusia sebagai sebuah rahasia. Manakala orang membaca ayat-ayat ini, dan perhatiannya didtumpukan kepada rahasia-rahasia dalam ayat-ayat ini, apa yang harus ia lakukan adalah berusaha mengetahui tujuan Allah yang tersembunyi dalam setiap peristiwa kemudian mengkaji segala sesuatunya berdasarkan al-Qur’an. Kemudian, orang pun akan menya­dari dengan kegembiraan tentang rahasia-rahasia ini, bahwa al-Qur’an mengendalikan kehidupannya dan kehidupan orang lain.

Wassalamu Alaikum……………….

18 September 2012

MACAM ROH DAN KEJADIAN NYA

oleh alifbraja

BAB1

MACAM ROH

 

 

1. ROH ROBANI
Yaitu Roh yang mengikat antara jasad dan Diri Bathin manusia ( Nafsani ) , sehingga dapat mendatangkan kekuasaan manusia atau dalam kata lain ikatan rasa antara Alloh dengan Hambanya. Roh robani adalah sebuah alat atau sarana dan juga kendaraan bagi Diri bathin didunia ini, agar alat tersebut dapat digunakan dengan sebaik-baiknya untuk kembali kepada Alloh.

2. ROH NURANI
Yaitu Pancaran sinar / cahaya Roh Robani yang menerangi bangsa ruhani, sehingga ia akan dilimpahi sebuah ilmu pengetahuan semisal ilmu ladunni.

3. ROH ROHANI
Yaitu Nyawa atau jiwanya manusia. Roh inilah yang harus punya baju / kendaraan bila baju kemanusiaan telah fana. Maka peranan Talqin dzikir yang ditanam oleh seorang Mursyid adalah sebagai pengganti kendaraan / baju bagi Roh Rohani agar ia bisa dihantarkan menuju ke Ilahi Robbi. Baju/kendaraan kita adalah ” Laa Ilaaha illalloh ” itulah kendaraan kita, tidak ada yang lain kecuali Laa ilaaha illalloh.

4. ROH ROHMANI ( Sifat Sosial )
Yaitu Roh yang menghasilkan rasa pada jiwa manusia, Roh ini selalu bergetar bila mendapatkan sesuatu diluar tubuhnya, misal bila si A mendapatkan musibah maka Roh Rohmani-lah yang bergetar sehingga Si A akan merasakan sedih. Tanda Roh Rohmani telah mati adalah bila kita tidak merasakan apa-apa disekitar kita bila ada musibah. Tanda matinya Roh Rohmani bisa kita lihat pada diri Sang pembunuh sadis, ibu yang membunuh anaknya yg baru ahir dan lain-lainnya.

5. ROH JASMANI
Yaitu rasa jiwa yang melekat pada panca indra jasmani, sehingga kita bisa merasakan apa-apa yang ada disekitar kita.

6. ROH HEWANI
Yaitu Rasa jiwa dari sifat bangsa binatang

7. ROH NABATI
Yaitu bangsa Roh yang tidak mempunyai gerak rasa (HIDUPNYA ke-ADAM-an) misal : rambut, kuku

 

 

BAB 2

WUJUD DAN TABIAT BANGSA ROH

 

7. ROH NABATI

Yaitu pada waktu pertama lahir si Jabang bayi kedunia ini, si Jabang bayi tidak mempunyai sifat kemauan apa-apa dan tidak berdaya. Itulah bentuk dan wujud bangsa Roh Nabati

 

6. ROH HEWANI

Ketika si Bayi ini sudah mulai sedikit besar, maka ia mulai belajar membrangkang (merangkak), tetapi belum mempunyai sifat kepandaian (kepinteran). Itulah bentuk dan wujudnya bangsa roh Hewani

 

5. ROH JASMANI

Yaitu Si Bayi ini sudah mulai mempunyai kekuatan diseluruh tubuhnya. Itulah bentuk dan wujud bangsa Jasmani

 

4. ROH ROHMANI
Yaitu Si Anak sudah mulai membangun nafsu / sudah akil baligh tandanya dia sudah mulai menyukai lawan jenisnya.

 

3. ROH ROHANI

Yaitu mulai lengkap ( sempurna ) Akal dan Pikiranya atau disebut juga lsempurnanya sifat kemanusiaan. Itulah bentuk dan wujud bangsa Roh Ruhani

 

2. ROH NURANI

Yaitu mulai memahami pelajaran segala ilmu. Itulah bentuk dan wujud bangsa Ruhani

 

1. ROH ROBANI

Yaitu mulai didalam dirinya bergejolak ingin mencari ketenangan didalam qolbunya / mencari ilmu kesempurnaan hidup untuk bekal didunia dan diakherat. Dari sinilah awal manusia mulai mencari sesuatu yang dapat menghantarkannya kedalam sebuah ketenangan baik dzohir maupun bathinya. Itulah bentuk dan wujud Bangsa Roh Robani

 

 

 

 

BAB 3 

ASAL USUL KEJADIAN ROH JASMANI & ROH ROHANI

Ada empat unsur jasmaniyah yang berubah menjadi unsur halus, ia berkumpul menjadi unsur darah:

  1. Darah Hijau
  2. Darah Merah
  3. Darah Kuning
  4. Darah Putih

Darah hijau itu kejadiannya dari darah yang sudah habis masa kerjanya didalam tubuh kita.Darah kuning berasal dari bercampurnya darah putih dan darah merah.

Dari keempat unsur warna darah tersebut menjadi alat PERASA PANCA INDRA yaitu:    

  1. Rasa Penglihatan
  2. Rasa Hidung
  3. Rasa Lidah
  4. Rasa Dibadan

Keempat unsur Perasa inilah menjadi sari penemunya rasa. Rasa ini menjadi Budi ( Pekerjaannya Rasa ), Budi menjadi Angan-angan ( Pesuruh Rasa ).

Berkumpulnya rasa diatas menjadi senyawa didalam badan manusia yang disebut Rasa roh. Dari rasa Roh lahirlah menjadi Rasa Rosul, Rasa Rosul menjadi utusan Alloh, dan Alloh itu adalah Dzat Yang Maha Esa.

 

 

 

 

 BAB 4

PUSAT RUH
Setiap bayi yang lahir memiliki tingkat kesucian, yang dapat diumpamakan sebuah kertas yang putih polos dan bersih.

Kesuciannya berada pada wahana ( tempat ) nafs ( jiwa ) atau hawa yang masih bersih dan belum tercemar oleh polusi keduniaan.

Nafs ( hawa/jiwa ) dipasang diantara dua kutub jasmaniyah dan kutub ruhaniyah yang berpusat pada ruh, sehingga nafs ini akan dibolak balikan.

Unsur ruhani yaitu ruh itu bersifat suci sebagai utusan Tuhan dlm diri manusia yang dapat membawa sebuah ketetapan atau pedoman hidup.

Sehingga ruh ini dapat berperan sebagai obor yang memancarkan cahaya kebenaran dari Alloh Swt.

Ruh yang membawa obor atau cahaya dari Tuhannya adalah Ruh Suci atau Ruh Kudus tidak lain adalah seorang Mursyid kamil mukamil ( Pangersa Abah Qs ).
Dialah ( Pangersa Abah ) sebagai juru selamat dan juga juru nasehat untuk hawa, jiwa atau nafs ( Kita )

Jika kita ( nafs, jiwa, hawa ) tunduk ( mau belajar dzikir ) kepada ruh suci ( Guru Mursyid ) maka akan menghasilkan hawa ( nafs ) yg positif ( Nafsu Mutmainah ). Sebaliknya jika ( nafs, jiwa, hawa ) tunduk pada keinginan jasad itu disebut sebagai nafsu negatif.

Nafsu negatif ada 3 macam :

  1. Nafsu lawamah ( Kepuasan biologis ; makan, minum, tidur dllnya )
  2. Nafsu Amarah Berbuat kejahatan atau Angkara Murka, suka marah, akuisme dllnya.
  3. Sawiyah (Mulhimah)

Yaitu suka mengejar kenikmatan psikis; seks, sombong, narsisme, gemar dipuji-puji. Sedangkan untuk hawa sendiri memiliki 2 kutub nafsu yang bertentangan bisa diibaratkan uang logam yang memiliki 2 sisi ( gambar dan angka ). Akan tetapi kedua sisi tidak dapat dipisahkan atau dilihat secara bersama-sama. Apabila kita ingin menampilkan gambar maka letakkan angka dibawah dan sebaliknya.

Apabila seseorang mengaku melihat kedua sisinya ( gambar dan angka ) dalam waktu yang sama, maka orang itu bisa dikatakan mempunyai jiwa yang munafik alias kekehidupan yang palsu dan hanya berdasarkan pengakuan belaka alias suka mengaku atau bohong Itulah contoh jika orang tidak mau mengambil talqin dzikir.
 

 

BAB 5
PENDIDIKAN NAFS (HAWA)

 

Gudang ilmu yang paling dekat dengan kita adalah diri kita sendiri.

Karena diri kita adalah sumber dari ilmu dan rumus Tuhan ( Qudratulloh ). Maka peranan semua agama yang ada dimuka bumi ini adalah pendidikan yang ditunjukan kepada hawa/ Nafs / jiwa manusia agar selalu berkiblat kepadaNya.

Tetapi pendidikan yang ditunjukan kepada hawa ( Talqin dziki ), dihilangkan dan disembunyikan oleh musuh Alloh.

Alhamdulillah Pangersa Abah Anom Qs telah mengembalikan dan memperkenalkannya kembali kepada kita yaitu masalah pendidikan hawa nafsu yaitu berupa talqin dzikir.  

 

 

 

BAB 6

PENGLIHATAN RUH

Unsur manusia ada dua tubuh dan Ruh. Kalau penglihan tubuh kita sudah biasa yaitu mata melihat benda, hati melihat rasa dan akal pikiran kitmelihat dengan akal nya. ada satu penglihatan kita yaitu Penglihatan RUH. Ruh ini melihat lebih tinggi yaitu sesuatu yang tidak dapat diliat oleh unsur tubuh kita

Penglihatan Ruh ini memiliki dimensi yang sangat berbeda, yang dilihat Ruh hanyalah eksistensi Allah.dan melihatnya Ruh sesuatu yang diatas tubuh baiki itu mata , pikiran ataupun rasa. jadi yang dilihat Ruh adalah sesuatu yang diatas mata, diatas panca iondera, di atas pikiran dan diataS rasa. kalau kita melihat Allah dengan pikiran kita masih “belum haqul yakin”, kalau kita masih melihat dengan rasa artinya masih ada rasa rasa seperti rasa tenang rasa cinta berarti kita masih belum berada pada wilayah penglihatan Ruh (haqqul yaqin).

Barang siapan mampu mengenal Ruhnya maka akan mampu mengenal Allah. Allah hanya bisa disaksikan dengan Ruh. selain itu tidak bisa. dimensi yang berbeda inilah yang menyebabkan kita harus menggunakan Ruh dan meninggalkan tubuh.

Apa yang dilihat Ruh . Ruh akan melihat Allah seperti di alam azali. Bahkan Ruh akan melihat semua kehendak Allah yang tersembunyi yaitu kehendak Allah yang belum terwujud di alam nyata atau yang tidak dapat dilihat oleh penglihatan tubuh. Bagaimana Allah mengasihi, Bagaimana kebenaran kebenaran Allah , bagaimana Allah memurkai hambanya…. dan bagaimana Allah menjalankan manusia ke arah yang Ia kehendaki.

 

 

 

BAB 7

RUH KUDUS

karena Ruh itu suci maka dia tidak masuk surga, ataupun masuk ke neraka, tugas Ruh hanyalah sampai jasda manusia mati. Ruh akan ditarik kembali oleh SWT sesuai dengan masa tugasnya yaitu selama jasad masih hidup. Ruh tidaklah menyebabkan jasad hidup yang menyebabkan jasad hidup adalah Allah swt. 

 

Dalam alam bazakh pun Ruh tidak akan merasakan apapapun karena sekali lagi bahwa Ruh sudah di tarik pulang kembali kepada Allah, sang pemilik Ruh (bukan pencipta Ruh), yang masuk surga dan masuk neraka adalah nafs yaitu diri manusia yang mempertanggungjawabkan ketika hidup. salah manusia jika masuk neraka karena tidak mau memanfaatkan Ruh yang sudah di pinjami Allah, manusia yang hanya menggunakan jasadnya saja ( baca ; memperturutkan hawa nafsunya), maka manusia akan merasakan siksa neraka.
Ruh berada di suatu ketinggian yaitu diatasnya “rasa” apapun rasa itu. Ruh berada diatas ketenangan sejati, bukan rekayasa lagi tapi benar benar murni. kenikkmatan Ruh inilah yang banyak dicari para sufi bukan lagi kenikmatan nafsiah yang berupa surga ataupun ketakutan nafsiah yang berupa neraka, meski mereka tetap meyakini adanya surga dan neraka, tapi sekali lagi mereka bisa menafikan itu semua, demi mencapai kebahagiaan Ruh yang sejati.
Inilah hakikat diri kita yang sebenarnya yaitu Ruh, kita bukan lah nafs apalagi jasad. barang siapa mengenal Ruh maka akan mengenal Tuhannya. ingat Ruh dikenal bukan wujudnya tapi eksistensinya.

 

 

 

BAB 8 

KARUHUN ( PARA LELUHUR )

Banyak pemahaman menyimpang atas nama Islam. Pemahaman KA-RUH-UN yang diidentikan dengan para leluhur zaman dulu. Yang seolah-olah para leluhur adalah biangnya Ruh. Sehingga masih banyakn diantara kita yang masih mengandalkan dan meminta sesuatu semisal kekuatan atau masalah kehidupan ini kepada para karuhun,

 

Maka dari itu Kembalilah kepada Biangnya Ruh yaitu Ruh Sayyidina wa Nabiyyina Muhammad Saw, dialah bapak segala Ruh *Ana Babul Arwah*

 

Bagaimana caranya? segeralah ambil Talqin-Dzikir dari seorang Mursyid Kamil Mukamil yang mempunyai tali washilahNya, bukan kepada para normal atau pun dukun untuk memecahkan problem kehidupan ini.

 

 

 

 

BAB 9

WEJANGAN PARA LELUHUR

” Urip sing sejati yaiku sing tan keno pati “.
( Hidup yang sejati itu adalah hidup yang tidak bisa terkena Mati ). Kita semua bakal hidup sejati, tapi permasalahan yang muncul adalah…Siapkah kita menghadapi hidup yang sejati, jika kita senantiasa berpegang teguh pada kehidupan didunia ini yang serba fana dan baru?

Para Leluhur juga menjelaskan:

” Tangeh lamun siro bisa ngerti sampurnaning pati, yen siro ora ngerti sampurnaning urip “.

( Mustahil kamu bisa mengerti kematian yang sempurna, jika kamu tidak mengerti hidup yang sempurna ).

Oleh karena itu carilah ilmu yg dapat menyempurnakan lahir bathin.

14 September 2012

DOA DARI ASMAUL HUSNA

oleh alifbraja

 


1. Yaa Allaahu anta robbunaa laa ilaaha illaa anta
* Ya Allah, Engkau Tuhan kami, tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau

2. Yaa Rahmaanu narjuu rohmatak
* Ya Tuhan Yang Maha Pengasih, kami mengharap kasih sayang-Mu.

3. Yaa Rahiimu irhamnaa
* Ya Tuhan yang Maha Penyayang, kasih dan sayangilah kami.

4. Yaa Maaliku A’thinaa min mulkika
* Ya Tuhan yang Maha Raja (mempunyai kekuasaan), berikanlah kepada kami dari kekuasaan-Mu.

5. Yaa Qudduusu Qaddis Fithratanaa
* Ya Tuhan yang Maha Suci, sucikanlah fitrah kejadian kami

6. Yaa salaamu sallima min aafaatid dunyaa wa’adzaabil aakhirah
* Ya Tuhan Pemberi selamat, selamatkanlah kami dari fitnah bencana dunia dan siksa di akherat.

7. Yaa mukminu aaminaa wa-aamin ahlanaa wabaladanaa
* Ya Tuhan yang memberi keamanan, berikanlah kami keamanan, keluarga kami dan negeri kami.

8. Ya Muhaiminu haimin auraatinaa wa-ajsaadanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Melindungi, lindungilah cacat dan jasad kami.

9. Yaa Aziizu Azziznaa bil’ilmi walkaroomah
* Ya Tuhan Yang Maha Mulia, muliakanlah kami dengan ilmu pengetahuan dan kemuliaan.

10. Yaa Jabbaaru hab lanaa min jabaruutika
* Ya Tuhan Yang Maha Perkasa, berikanlah kepada kami dari keperkasaan-Mu.

11. Yaa Mutakabbiru bifadhlika ij’alnaa kubaraa
* Ya Tuhan Yang Maha Megah, dengan anugerah-Mu jadikanlah kami orang yang megah.

12. Yaa Khooliqu hassin kholqonaa wahassin khuluqonaa
* Ya Tuhan Yang Maha Menciptakan/Menjadikan, baguskanlah kejadian kami dan baguskanlah akhlak kami.

13. Yaa Baari’u abri’naa minasy syirki walmaradhi walfitnati
* Ya Tuhan yang Maha Membebaskan, bebaskan kami dari syirik, penyakit, dan fitnah.

14. Yaa Mushawwiruu shawirnaa ilaa ahsanil kholqi walhaali
* Ya Tuhan yang Maha Membentuk, bentuklah kami menjadi sebaik-baiknya makhluk dan sebaik-baik keadaan.

15. Ya Ghoffaaru ighfir lanaa dzunuubanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Pengampun , ampunilah dosa-dosa kami.

16. Yaa Qohhaaru iqhar aduwwanaa ilal istislami
* Ya Tuhan Yang Maha Memaksa, paksalah musuh kami untuk tunduk/menyerah

17. Ya Wahhaabu Hab lanaa dzurriyatan thayyibah
* Ya Tuhan Yang Maha Memberi, berikanlah kepada kami anak keturunan yang baik

18. Ya Rozzaaqu urzuqnaa halaalan thoyyiban waasi’aa
* Ya Tuhan Yang Maha Memberi rezeki, berikanlah rezki yang halal, bergizi dan banyak

19. Yaa Fattaahu iftah lanaa abwaabal khoiri
* Ya Tuhan yang Maha Membuka, bukakanlah buat kami semua pintu kebaikan.

20. Yaa aliimu a’limnaa maa laa na’lam
* Ya Tuhan Yang Maha Mengetahui, beritahukanlah kepada kami apa yang kami tidak mengetahuinya.

21. Yaa Qoobidhu idzaa jaa’a ajalunaa faqbidh ruuhanaa fii husnil khotimah
* Ya Tuhan Yang Maha Mencabut, jika telah sampai ajal kami, cabutlah ruh kami dalam keadaan khusnul khotimah.

22. Yaa baasithu ubsuth yadaaka alainaa bil athiyyah
* Ya Tuhan Yang Maha Meluaskan, luaskan kekuasaan-Mu kepada kami dengan penuh pemberian.

23. Ya khoofidhu ihkfidh man zholamanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Menjatuhkan, jatuhkanlah orang yang menzalimi kami.

24. Ya roofi’u irfa darojaatinaa.
* Ya Tuhan Yang Maha Mengangkat, angkatlah derajat kami.

25. Ya Mu’izzu aatinaa izzataka.
* Ya Tuhan Yang Maha Memberi kemuliaan, limpahkanlah kemulaiaan-Mu kepada kami.

26. Yaa mudzillu dzallilman adzallanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Menghinakan, hinakanlah orang yang menghina kami.

27. Yaa samii’u isma syakwatanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Mendengar. dengarkanlah pengaduan kami.

28. Yaa bashiiru abshir hasanaatinaa
* Ya Tuhan Yang Maha Melihat, lihatlah semua amal kebaikan kami.

29. Yaa hakamu uhkum manhasada alainaa wa ghosysyanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Menetapkan hukum, hukumlah orang-orang yang dengki dan curang kepada kami.

30. Yaa adlu i’dil man rahimanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Menetapkan keadilan, berikan keadilan kepada orang yang sayang kepada kami.
31. Yaa khobiiru ihyinaa hayaatal khubaroo
* Ya Tuhan Yang Maha Waspada, jadikanlah hidup kami seperti kehidupan orang-orang yang selalu waspada (ahli peneliti).

32. Yaa haliimu bilhilmi zayyinnaa
* Ya Tuhan Yang Maha Penyantun, hiasilah hidup kami dengan sikap penyantun.

33. Yaa lathiifu ulthuf binaa
* Ya Tuhan Yang Maha Halus, bersikaplah halus kepada kami.

34. Yaa azhiimu ahyinaa hayaatal uzhomaa
* Ya Tuhan Yang Maha Agung, hidupkanlah kami sebagaimana kehidupan orang-orang yang agung.

35. Yaa ghofuuru ighfir lanaa waisrofanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Pengampun, ampunilah dosa kami dan keteledoran kami.

36. Ya syakuruu a’innaa ‘alaa syukrika
* Ya Tuhan Yang Maha Menerima syukur, berikanlah kami kemampuan untuk selalu bersyukur kepada-Mu.

37. Ya aliyyu uluwwaka nastaghiitsu
* Ya Tuhan Yang Maha Tinggi, kami mengharap ketinggian dari-Mu

38. Yaa kabiiru ij’alnaa kubarooa
* Ya Tuhan Yang Maha Besar, jadikanlah kami orang yang besar.

39. Yaa hafiizhuu ihfazhnaa min fitnatid dunya wasuuihaa
* Ya Allah Yang Maha memelihara, peliharalah kami dari fitnah dunia dan kejahatannya

40. Yaa muqiitu a’thinaa quwwataka laa haula walaa quwaata illabika
* Ya Allah Tuhan Yang Maha Memberi kekuatan, berikanlah kami kekuatan, tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Engkau.

41. Yaa Hasiibu haasibnaa hisaaban yasiiroo
* Ya Tuhan Yang Maha Menghisab, hisablah kami nanti dengan hisaban yang ringan.

42. Yaa jaliilu ahyinaa hayaatal ajillaal.
* Ya Tuhan Yang Maha Luhur, hidupkanlah kami seperti orang-orang yang mempunyai keluhuran

43. Ya kariimu akrimnaa bittaqwaa
*Ya Tuhan Yang Maha Mulia, muliakanlah kami dengan ketaqwaan

44. Ya roqiibu ahyinna tahta riqoobatik
* Ya Tuhan Yang Maha Mengamati geark-gerik, hidupkanlah kami selalu dalam pengamatan-Mu

45. Ya mujiibu ajib da’watanaa waqdhi hawaaijanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Mengabulkan, kabulkanlah do’a dan ajakan kami, luluskanlah semua keperluan kami

46. Yaa waasi’u urzuqnaa rizqon waasi’aa wawassi shuduuronaa
* Ya Tuhan Yang Maha Meluaskan, berikanlah kami rizki yang luas dan luaskanlah dada kami.

47. Yaa hakiimu ahyinaa hayaatal hukamaai
* Ya Tuhan Yang Maha Bijaksana, hidupkanlah kami sebagaimana kehidupan orang-orang yang bijaksana.

48. Yaa waduudu wuddaka ista’tsarnaa wa alhimma mawaddatan warohmah
* Ya Tuhan Yang Maha Mencintai, hanya cintamu kami mementingkan, dan ilhamkanlah kepada kami rasa cinta dan kasih sayang.

49. Ya majiidu a’thinaa majdaka
* Ya Tuhan Yang Maha Mulia, berikanlah kepada kami kemuliaan-Mu

50. Yaa baa’itsu ib’atsnaa ma’asysyuhadaai washshoolihiin
* Ya Tuhan Yang maha Membangkitkan, bangkitkanlah kami bersama orang-orang yang syahid dan orang yang shaleh.

51. Yaa Syaahiidu isyhad bi annaa muslimuun
* Ya Tuhan Yang Maha Menyaksikan, saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang menyerahkan diri kepada-Mu (Muslimin)

52. Yaa Haqqu dullanaa haqqon wa’thi kulla dzii haqqin haqqoo
* Ya Allah Tuhan Yang Maha Haq, tunjukilah kami kepada yang haq dan berikanlah hak pada setiap orang yang mempunyai haq

53. Yaa wakiilu alaika tawakkalnaa
* Ya Tuhan Yang Maha Memelihara penyerahan, kepada-Mu kami serahkan urusan kami

54. Yaa Qowiyyu biquwwatika fanshurnaa
* Ya Tuhan Yang Maha Kuat, dengan kekuatan-Mu tolonglah kami.

55. Yaa matiinu umtun imaananaa watsabbit aqdaamanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Kokoh, kokohkanlah iman kami dan mantapkan pendirian kami.

56. Yaa Waliyyu ahyinaa hayaatal auliyaa
* Ya Tuhan Yang Maha Melindungi, hidupkanlah kami seperti hamba-hamba-Mu yang mendapat perlindungan (para wali)

57. Yaa haniidu urzuqnaa isyatan hamiidah
* Ya Tuhan Yang Maha Terpuji, limpahkan kepada kami kehidupan yang terpuji.

58. Yaa muhshii ahshinaamin zumrotil muwahhidiin
* Ya Tuhan Yang Maha Menghitung, hitunglah kami termasuk orang-orang yang meng-Esakan Engkau

59. Yaa mubdi’u bismika ibtada’naa
* Ya Tuhan Yang Maha Memulai, dengan nama-Mu kami memulai.

60. Yaa mu’iidu a’id maa ghooba annaa
* Ya Tuhan Yang Maha Mengembalikan, kembalikanlah semua yang hilang dari kami

61. Yaa muhyii laka nuhyii fahayyina bissalaam
* Ya Tuhan Yang Maha Menghidupkan, karena Engkau kami hidup, hidupkanlah kami dengan penuh keselamatan

62. Yaa mumiitu amitna alaa diinil Islaam
* Ya Tuhan Yang Maha Mematikan, matikanlah kami tetap dalam keadaan Islam

63. Yaa Hayyu ahyi wanammi sa’yanaa wasyarikatana waziro’atana..
* Ya Tuhan Yang Maha Hidup , hidupkanlah dan kembangkanlah usaha kami, perusahaan kami dan tanaman kami

64. Ya Qoyyuumu aqimnaa bil istiqoomah
* Ya Tuhan Yang Maha Tegak, tegakkanlah kami dengan konsisten

65. Yaa waajidu aujid maadhoo’a annaa
* Ya Tuhan Yang Maha Mewujudkan / Menemukan, ketemukanlah semua yang hilang dari kami.

66. Yaa maajidu aatinaa majdaka
* Ya Tuhan Yang Maha Mulia, berikanlah kepada kami kemuliaan-Mu

67. Yaa waahidu wahhid tafarruqonaa wajma’syamlanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Esa/Menyatukan, persatukanlah perpecahan kami dan kumpulkanlah keberantakan kami.

68. Yaa shomadu ilaika shomadnaa
* Ya Tuhan yang tergantung kepada-Nya segala sesuatu, hanya kepada-Mu kami bergantung.

69. Yaa qodiiru biqudrotika anjib min zhahrina zhurriyyatan thoyyibah
* Ya Tuhan Yang Maha Kuasa, dengan kekuasaan-Mu lahirkanlah dari tulnag pungung kami anak keturunan yang baik.

70. Yaa muqtadiru iqtadirlana zaujan wakhoiron kullahu
* Ya Tuhan Yang Maha Menentukan, tentukanlah untuk kami istri dan semua kebaikannya.

71. Ya mukoddimu qoddim hawaaijanaa fiddun-ya wal aakhiroh
* Ya Tuhan Yang Maha Mendahulukan, dahulukan keperluan kami di dunia dan di akherat.

72. Yaa muakhkhiru akhkhirhayaatana bishusnil khootimah.
* Ya Tuhan Yang Maha Mengakhirkan, akhirkanlah hidup kami dengan
husnul khotimah.

73. Yaa awwalu adkhilnal jannta ma’al awwalin
* Ya Tuhan Yang Maha Pertama, masukkanlah kami ke dalam syurga bersama orang-orang yang pertama masuk syurga

74. Yaa aakhiru ij’al aakhiro ‘umrinaa khoirohu.
* Ya Tuhan Yang Maha Akhir, jadikanlah kebaikan pada akhir umur kami.

75. Ya zhoohiru azhhiril haqqo ‘alainaa warzuqnattibaa’ah
* Ya Tuhan Yang Maha Nyata, tampakkanlah kepada kebenaran , berikan kami kesanggupan untuk mengikutinya.

76. Yaa baathinu abthin ‘uyuubanaa wastur ‘aurootinaa.
* Ya Tuhan Yang Maha Menyembunyikan, sembunyikanlah cacat kami dan tutuplah rahasia kami.

77. Yaa waali anta waali amrinaa faasri’ nushrotaka lanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Menguasai, Engkau adalah Penguasa urusan kami, maka segerakanlah pertolongan-Mu kepada kami.

78. Yaa muta’aali a’li kalimataka wakhdzul man khodzalanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Terpelihara dari semua kekurangan (Maha Luhur), luhurkan/peliharalah kalimat-Mu dan hinakan orang yang merendahkan kami.

79. Yaa barru ashib barroka alainaa waahyinaa ma’al barorotil kiroom.
* Ya Tuhan Yang Maha Dermawan, limpahkan kedermawanan-Mu kepada kami dan hidupkanlah kami bersama orang-orang yang dermawan lagi mulia.

80. Yaa tawwaabu taqobbal taubatanaa wataqobbal ma’dzi-rotanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Menerima taubat, terimalah taubat kami dan uzur kami.

81. Yaa afuwwu fa’fu annaa khothooyaanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Memaafkan , maafkanlah semua kesalahan kami

82. Ya rouufu anzil alainaa ro’fataka
* Ya Tuhan Yang Maha Pengasih, turunkanlah kepada kami kasih/kelembutan-Mu

83. Yaa Maalikal mulki aati mulkaka man tasyaa-u minnaa
* Ya Tuhan Yang Memiliki Kerajaan/Kekuasaan, berikan
kerajaan/kekuasaan-Mu kepada siapa yang Engkau kehendaki dari kami.

84. Yaa Muntaqimu laa tantaqim ‘alaina bidzunuubinaa
* Ya Tuhan Yang Maha Menyiksa, janganlah kami disiksa lantaran dosa-dosa kami.

85. Yaa dzal jalaali wal ikroom akrimnaa bil ijlaali wattaqwaa
* Ya Tuhan Yang Mempunyai Keagungan dan Kemuliaan, muliakanlah kami dengan keagungan dan ketaqwaan.

86. Yaa Muqsithu tsabbit lanaa qisthon wazil ‘anna zhulman
* Ya Tuhan Yang Maha Mengadili, tetapkanlah kepada kami keadilan dan hilangkan dari kami kezaliman.

87. Yaa Jaami’u ijma’naa ma’ash shoolihiin.
* Ya Tuhan Yang Maha Mengumpulkan, kumpulkanlah kami bersama orang-orang yang sholeh.

88. Yaa Ghoniyyu aghninaa bihalaalika ‘an haroomik
* Ya Tuhan Yang Maha Kaya, berikanlah kepada kami kekayaan yang halal dan jauh dari keharaman.

89. Yaa Munghnii bini’matika aghninaa
* Ya Tuhan Yang Maha Memberi Kekayaan, dengan nikmat-Mu berikanlah kami kekayaan.

90. Yaa Maani’u imna’ daairotas suu-i taduuru ‘alainaa.
* Ya Tuhan Yang Maha Menolak, tolaklah putaran kejahatan yang mengancam kami.

91. Yaa Dhoorru la tushib dhorroka wadhorro man yadhurru ‘alainaa
* Ya Tuhan Yang Maha Memberi Bahaya, jangan timpakan kepada kami bahaya-Mu dan bahaya orang yang akan membahayakan kami.

92. Yaa Naafi’u infa’ lanaa maa ‘allamtanaa wamaa rozaqtanaa
* Ya Tuhan Yang Maha Membri Manfaat, berikan kemanfaatan atas apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami dan kemanfaatan rizki yang Engkau berikan kepada kami.

93. Yaa Nuuru nawwir quluubanaa bihidaayatika
* Ya Tuhan Yang Maha Bercahaya, sinarilah kami dengan petunjukmu.

94. Yaa Haadii ihdinash shirothol mustaqim.
* Ya Tuhan Yang Maha Memberi Petunjuk, tunjukkanlah kepada kami jalan yang lurus.

95. Yaa Badii’u ibda’ lanaa hayatan badii’ah
* Ya Tuhan Yang Maha Pencipta Keindahan, ciptakanlah kepada kami kehidupan yang indah.

96. Yaa Baaqii abqi ni’matakal latii an’amta ‘alainaa.
* Ya Tuhan Yang Maha Kekal, kekalkanlah nikmat yang telah Engkau berikan kepada kami.

97. Yaa Waaritsu ij’alnaa min waratsati jannatin na’iim.
* Ya Tuhan Yang Maha Pewaris, jadikanlah kami orang yang akan mewarisi syurga kenikmatan.

98. Yaa Rasyiidu alhimna rusydaka waahyinaa raasyidiin.
* Ya Tuhan Yang Maha Cendekiawan, limpahkanlah kecendekiawaan-Mu dan hidupkanlah kami sebagai orang-orang cendekia.

99. Yaa Shabuuru ij’alnaa shaabiriina
* Ya Tuhan Yang Maha Penyabar, jadikanlah kami orang-orang yang selalu bersabar.

25 Agustus 2012

KERANCUAN PARA FILOSOF

oleh alifbraja

Study Naskah : Tahafut Falasifah Karya Al Ghazali

Paling tidak dua pertanyaan dapat diajukan untuk memulai kajian kitab Tahafut al-Falasifah (Kekacauan Para Filosof) karya Imam al-Ghazali; 1. Apakah benar serangan al-Ghazali, seperti tertera dalam kitab Tahafut al-Falasifah, telah membuat filsafat dan pemikiran rasional serta ilmu pengetahuan kemudian tidak berkembang di dunia Islam? 2. Bagaimana sebenarnya sikap al-Ghazali terhadap filsafat?
Untuk mencari jawaban dua masalah tersebut terlebih dahulu dikaji apa sesungguhnya yang mendorong al-Ghazali mempelajari filsafat dan kemudian menulis bukunya: Maqashid al-Falasifah dan Tahafut al-Falasifah. Juga dari kitab-kitabnya, terutama Tahafut al-Falasifah yang sedang dikaji ini, dapat diketahui inti kritik al-Ghazali terhadap para filosof. Dari situ selanjutnya dapat diketahui secara induktif apakah betul bahwa filsafat tidak berkembang lagi di dunia Islam setelah ada kritik keras al-Ghazali terhadap para filosof itu?

Seperti diketahui, sebelum melakukan kritiknya terhadap filsafat, al-Ghazali terlebih dahulu mempelajari filsafat (baca: filsafat Yunani) secara khusus. Hasilnya, dia mengelompokkan filsafat Yunani menjadi tiga aliran, yaitu: 1) Dahriyyun (mirip aliran materialisme), 2) Thabi’iyyun (mirip aliran naturalis), 3) Ilahiyyun (nirip aliran Deisme). Menurut al-Ghazali, yang pertama, Dahriyyun, mengingkari keterciptaan alam. Alam senantiasa ada dengan dirinya sendiri, tak ada yang menciptakan. Binatang tercipta dari sperma (nutfah) dan nutfah tercipta dari bintang, begitu seterusnya. Aliran ini disebut oleh al-Ghazali sebagai kaum Zindik (Zanadiqah).

Aliran yang kedua, yaitu Thabi’iyyun, aliran yang banyak meneliti dan mengagumi ciptaan Tuhan, mengakui adanya Tuhan tetapi justru mereka berkesimpulan “tidak mungkin yang telah tiada kembali”. Menurutnya, jiwa itu akan mati dan tidak akan kembali. Karena itu aliran ini mengingkari adanya akhirat, pahala-surga, siksa-neraka, kiamat dan hisab. Menurut al-Ghazali, meskipun aliran ini meng-imani Tuhan dan sifat-sifat-Nya, tetapi juga temasuk Zanadiqah karena mengingkari hari akhir yang juga menjadi pangkal iman.

Aliran yang ketiga, Ilahiyyun, ialah kelompok yang datang paling kemudian diantara para filosof Yunani. Tokoh-tokohnya adalah Socrates, Plato (murid Socrates) dan Aristoteles (murid Plato). Menurut al-Ghazali, Aristoteles-lah yang berhasil menyusuan logika (manthiq) dan ilmu pengetahuan. Tetapi masih terdapat beberapa hal dari produk pemikirannya yang wajib dikafirkan sebagaimana wajib mengkafirkan pemikiran bid’ah dari para filosof Islam pengikutnya seperti Ibnu Sina dan al-Farabi.

Menurut al-Ghazali, pemikiran filsafat Yunani seperti filsafat Socrates, Plato, dan Aristoteles, bahkan juga filsafat Ibnu Sina dan al-Farabi tidak sesuai dengan yang dicarinya, bahkan kacau (tahafut). Malahan ada yang bertentangan dengan ajaran agama, hal yang membuat al-Ghazali mengkafirkan sebagian pemikiran mereka itu.

Seperti tertulis dalam kitab Tahafut al-Falasifah, kritik al-Ghazali terhadap para filosof itu terdapat dalam dua puluh (20) masalah yaitu: kelompok Pendapat para Filosof berisi tentang: 1. Alam qadim (tidak bermula); 2. Alama kekal (tidak berakhir); 3. Tuhan tidak mempunyai sifat; 4. Tuhan tidak diberi sifat al-jins (jenis) dan al-fashl (diferensia); 5. Tuhan tidak punya mahiyah (hakekat); 6. Tuhan tidak mengetahui juz`iyyat (perincian yang ada di alam); 7. Planet-planet adalah binatang yang bergerak dengan kemauan; 8. Jiwa-jiwa planet mengetahui juz`iyyat; 9. Hukum alam tak berubah; 10. Jiwa manusia adalah substansi yang berdiri sendiri, bukan tubuh dan bukan ‘ardh (accident); 11. Mustahilnya kehancuran jiwa manusia; 12. Tidak adanya pembangkitan jasmani; 13. Gerak planet-planet punya tujuan.

Kelompok kedua adalah kelompok Ketidaksanggupan Para Filosof membuktikan hal-hal berikut: 14. Bahwa Tuhan adalah pencipta alam dan alam adalah ciptaan Tuhan; 15. Adanya Tuhan; 16. Mustahilnya ada dua Tuhan; 17. Bahwa Tuhan bukanlah tubuh; 18. Bahwa Tuhan mengetahui wujud lain; 19. Bahwa Tuhan mengetahui esensinya; 20. Alam yang qadim mempunyai pencipta.

Menurut al-Ghazali, dari dua puluh masalah tersebut, tiga di antaranya membawa kekufuran, sedang yang lain dekat dengan pendapat Muktazilah. (lihat: al-Munqidz min adh-Dhalal, hal. 15-16). Dan Muktazilah, kata al-Ghazali di tempat lain, karena mempunyai pendapat demikian tidak mesti dikafirkan.

Al-Ghazali dan Kebenaran
Secara naluri, semenjak muda usia al-Ghazali telah terbiasa melakukan refleksi untuk mencari dan menemukan kebenaran. Ia tidak begitu saja bertaklid kepada pendapat-pendapat yang dikatakan orang benar. Ada empat kelompok aliran dalam Islam yang menjadikan sasaran kritik al-Ghazali dalam upayanya mencari dan menemukan kebenaran, yaitu, pertama, kelompok teolog Islam, yang dikatakan sebagai kelompok intelektual dan pemikir. Kedua, kelompok Bathiniyyah atau Ta’limiyyah, sebuah aliran dalam Syi’ah Isma’iliyyah yang selalu bergantung kepada Imam al-Muntazhar dan mendapat pengajaran dari padanya secara ghaib. Ketiga, kelompok filosof, yang dikatakan sebagai ahli logika dan mengutamakan akal. Keempat, kelompok ahli tasawuf, yang dikatakan sebagai kalangan elitis Tuhan (khawwash al-hadrah).

Melihat bahwa semuanya sama-sama sedang menempuh jalan mencari kebenaran hakiki dan belum menemukannya, al-Ghazali pernah selama dua bulan mengalami penyakit syak (keraguan). Tetapi dia tetap meneruskan pencariannya setelah sembuh dari penyakitnya.

Sementara ahli menyatakan bahwa syak yang dialami al-Ghazali adalah syak dalam pengertian skeptik-metodik. Hampir sama dengan teori Francis Bacon (1561-1626) yang menyatakan; ada dua syarat untuk memperoleh kebenaran obyektif. Pertama; selalu menggunakan induksi, dan kedua; selalu menghindari “idola’ (ide yang berprasangka) sebelum mengambil kesimpulan, yaitu dengan menguji teori yang berkembang sebelumnya dengan menaruh keraguan. Maka, al-Ghazali menyelidiki secara mendalam keempat aliran tersebut sampai secara induktif dapat menyimpulkan kebenaran hakiki.

Menurut al-Ghazali, kebenaran hakiki ialah pengetahuan yang diyakini betul kebenarannya tanpa sedikit pun keraguan. Kata-nya: “Jika ku ketahui sepuluh adalah lebih banyak dari tiga dan orang yang mengatakan sebaliknya dengan bukti seajaib tongkat yang dapat dirubah menjadi ular dan itu memang terjadi dan kusaksikan sendiri, hal itu tak akan membuat aku ragu terhadap pengetahuan bahwa sepuluh lebih banyak dari tiga; aku hanya akan merasa kagum terhadap kemampuan orang tersebut. Sekali-kali hal itu tidak akan membuat aku ragu tehadap pengetahuanku” (al-Ghazali, al-Munqidz min adh-Dhalal, hal. 4-5). Dengan kata lain, di samping mengandung pengertian tentang keyakinan, al-Ghazali di pihak lain, membenarkan pengetahuan yang tidak empirik, yaitu pengetahuan yang didasarkan pada intuisi, yang dimulai dengan kekaguman dan keraguan (skeptik-metodik).

Pokok Perdebatan al-GhazaliDasar pengetahuan terakhir inilah yang senantiasa mendorong al-Ghazali tidak dapat menerima kebenaran yang dibawa akal, karena akal hanyalah alat bantu untuk mencari kebenaran hakiki. Meski pun al-Ghazali sendiri juga berdalil dengan akal ketika menilai kekacauan pemikiran filosof, termasuk filosof muslim. Banyak cacatan menarik dari doktor Suliaman Dunya dalam mengedit kitab Tahafut al-Falasifah atau pun dalam mengedit kitab Tahafut al-Tahafut karya Ibnu Rusyd. (Baca pengantar-pengantar dua kitab tersebut dalam beberapa edisinya, terutama edisi keempat untuk “Tahafut al-Falasifah”).

Berikut ini percikan filsafat al-Ghazali dalam menolak pendapat filosof tentang bebarapa masalah. Pertama; masalah qadim-nya alam, bahwa tercipta dengan tidak bermula, tidak pernah tidak ada di masa lampau. Bagi al-Ghazali yang qadim hanyalah Tuhan. Selain Tuhan haruslah hadits (baru). Karena bila ada yang qadim selain Tuhan, dapat menimbulkan paham:
1.    Banyaknya yang qadim atau banyaknya Tuhan; ini syirik dan dosa besar yang tidak diampuni Tuhan; atau
2.    Ateisme; alam yang qadim tidak perlu kepada pencipta.

Memang, antara kaum teolog dan filosof terdapat perbedaan tentang arti al-ihdats dan qadim. Bagi kaum teolog al-ihdats mengandung arti menciptakan dari “tiada” (creatio ex nihilo), sedang bagi kaum filosof berarti menciptakan dari “ada”. Kata Ibnu Rusyd, ‘adam (tiada) tidak akan bisa berubah menjadi wujud (ada). Yang terjadi adalah “wujud’ berubah menjadi “wujud” dalam bentuk lain. Oleh karena itu, materi asal, yang dari padanya alam disusun, mesti qadim. Dan materi pertama yang qadim ini berasal dari Tuhan melalui al-faidh (pancaran). Tetapi menurut al-Ghazali, penciptaan dari tiadalah yang memastikan adanya Pencipta. Oleh sebeb itu, alam pasti “baru” (hadits) dan diciptakan dari “tiada”. (al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, hal. 9 dan seterusnya).

Dalam pemikiran al-Ghazali, sewaktu Tuhan menciptakan alam, yang ada hanyalah Tuhan. Disinilah Sulaiman Dunya mencacat al-Ghazali sebagai baina al-falasifah wa al-mutakallimin, karena secara substansial al-Ghazali berfikir sebagai teolog, tetapi secara instrumental berfikir sebagai filosof. Tetapi, karena itu juga, di lain pihak justru al-Ghazali dinilai “kacau” cara berfikirnya oleh Ibn Rusyd (Tahafut al-Tahafut). Apalagi tampak jelas kekacauan al-Ghazali itu, kata Ibnu Rusyd, ketika berbicara tentang kebangkitan jasmani yang terlihat paradoksal antara al-Ghazali sebagai teolog dan filosof dan sebagai sufi.

Kedua, mengenai Tuhan tidak mengetahui juz`iyyat. Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa pertentangan antara al-Ghazali dan para filosof tentang hal ini timbul dari penyamaan pengetahuan Tuhan dengan pengetahuan manusia. Jelas bahwa kekhususan (juz`iyyat) diketahui manusia melalui panca indera, sedangkan keumuman (kulliyah) melalui akal. (Baca Ibnu Rusyd, Tahafut al-Tahafut, ed. Sulaiman Dunya, Cairo, Dar al-Maarif, 1964, hal. 711). Penjelasan Ibnu Rusyd selanjutnya: Tuhan bersifat immateri yang karenanya tidak terdapat panca indera bagi Tuhan untuk pengetahuan juz`iyyat. Selanjutnya, pengetahuan Tuhan bersifat qadim, sedang pengetahuan manusia bersifat baru. Pengetahuan Tuhan adalah sebab, sedang pengetahuan manusia tentang kekhususan adalah akibat. Kaum filosof, kata Ibnu Rusyd, tidak mengatakan bahwa pengetahuan Tuhan tentang alam bersifat juz`i atau pun kulli. (Ibnu Rusyd, Tahafut al-Tahafut, hal. 702-703). Begitulah tanggapan Ibnu Rusyd untuk menanggapi pendapat al-Ghazali dalam Tahafut al-Falasifah itu.

Ketiga, tentang kebangkitan jasmani. Kritik al-Ghazali bahwa para filosof tidak percaya adanya kebangkitan jasmani, menurut Ibnu Rusyd salah sasaran. Yang benar, kata Ibnu Rusyd, bahwa para filosof tidak menyebut-nyebut hal itu. Ada tulisan mereka yang menjelaskan tidak adanya kebangkitan jasmani dan ada pula yang sebaliknya. (Ibnu Rusyd, Tahafut al-Tahafut, hal. 873-874).

Di pihak lain, Ibnu Rusyd menuduh bahwa apa yang ditulis al-Ghazali dalam Tahafut al-Falasifah bertentangan dengan apa yang ditulisnya mengenai tasawwuf. Dalam buku pertama (hal. 28, dst) semua orang Islam menyakini kebangkitan jasmani. Sedang dalam buku kedua ia mengatakan, pendapat kaum sufi yang ada nanti ialah kebangkitan rohani dan bukan kebangkitan jasmani tidak dapat dikafirkan (Baca Ibnu Rusyd, Fash al-Maqal, hal. 16-17). Padahal al-Ghazali mendasarkan pengkafirannya kepada ijma’ ulama.

Tiga pemikiran itulah yang menjadi bahasan utama al-Ghazali dalam kitabnya Tahfut al-Falasifah, dan selanjutnya ia mengkafirkan para filosof lantaran pendapat mereka tentang tiga hal tersebut berbeda dengan pemikirannya. Tindakan pengkafiran inilah yang dianggap mempengaruhi dan membuat orang Islam enggan bahkan takut mempelajari filsafat, dus menjadi biang kemunduran pemikiran di kalangan umat Islam.

Catatan Penting
Tentu tidak bisa begitu saja membenarkan tuduhan demikian. Dengan menyimak secara seksama Tahafut al-Falasifah akan dapat terlihat bahwa tidak ada pertentangan yang mendasar atau prinsipil antara al-Ghazali dan para filosof, melainkan hanyalah beda interprestasi tentang ajaran-ajaran dasar Islam, bukan karena diterima atau ditolaknya ajaran-ajaran dasar itu sendiri. Jadi hanyalah perbedaan ijtihad yang tidak membawa kekafiran. Karena itu Ibnu Rusyd sendiri menyatakan, pengkafiran al-Ghazali terhadap Ibnu Sina dan al-Farabi bukan pengkafiran absolut karena dalam al-Tafriqah, al-Ghazali menegaskan bahwa pengkafiran atas dasar ijma’ tidak bersifat mutlak.

Begitu pula sejarah membuktikan bahwa memang di kalangan Islam Sunni bagian Timur yang berpusat di Baghdad, filsafat sesudah al-Ghazali tidak berkembang. Tetapi di dunia Islam bagian Barat yang berpusat di Cordova, filsafat justru berkembang baik dan melahirkan tokoh-tokoh seperti Ibnu Bajah, Ibnu Tufail, dan Ibnu Rusyd.

Jadi, jelaslah sudah tidak berkembangnya filsafat di abad ke-XIII bukan tanggung jawab kitab Tahafut al-Falasifah. Apalagi menurut komentar Sulaiman Dunya dalam mengedit Tahafut al-Falasifah, kitab itu lebih filosofis dan rasional dari pada pemikiran para filosof yang diserangnya. Artinya, kitab itu justru menghidupkan filsafat di dunia Islam.

Kalau begitu, andaikata benar bahwa filsafat tidak berkembang di dunia Islam khususnya di dunia Islam Sunni, maka sebabnya harus dicari di luar kitab Tahafut al-Falasifah. Lebih-lebih kitab ini hampir tak terbaca oleh mayoritas umat Islam Sunni, termasuk Indonesia, misalnya. Mungkin sebab itu terletak pada tasawwuf  yang menurut pemikiran al-Ghazali adalah jalan yang sebetulnya untuk mencari kebenaran hakiki dengan mengutamakan daya rasa (intuisi) dan meremehkan akal. Kitab tasawwuf al-Ghazali Ihya` Ulumuddin yang sangat populer justru sangat besar pengaruhnya terutama di dunia Islam Sunni.

Hal yang juga “membebaskan” kitab Tahafut al-Falasifah adalah karena kitab ini, seperti dikatakan DR. Sulaiman Dunya—dengan mengutip pendapat Aristoteles bahwa orang yang mengingkari metafisika adalah berfilsafat metafisis—adalah kitab filsafat juga, setidaknya falsafi al-maudhu’i (bertema filsafat) kalau bukan falsafi al-ghayah (bertujuan filsafat). Di samping itu al-Ghazali dalam kitab itu bersikap sangat hati-hati untuk menggambarkan pemikiran para filossof yang hendak dikritiknya (Al-Ghazali, Tahafut al-Falasifah, hal. 24-25). Bila kitab itu dibaca dan dipelajari, justru dapat membangkitkan gairah untuk mempelajari filsafat dan berfilsafat (berfikir logis, filosofis dan kritis) dalam memahami agama. Maka, sudah saatnya kitab itu dibaca dan dipelajari dengan baik di lembaga pendidikan-pendidikan Islam, seperti pesantren sehingga menghasilkan intelektual yang produktif dan tidak konsumtif, di samping untuk mengimbangi pemahaman tasawwuf al-Ghazali, sehingga melahirkan pemahaman yang utuh terhadap pemikiran dan karya-karya al-Ghazali. Semoga. (nia)

Tentang Kitab;
Judul  :  Tahafut al-Falasifah
 Penulis  :  Imam al-Ghazali
 Editor  :  DR. Sulaiman Dunya
 Penerbit  :  Mesir – Dar al-Ma’arif
 Cetakan  :  IV
 Tebal  :  345 halaman
25 Agustus 2012

ISLAM ADALAH PERATURAN HIDUP YANG SEMPURNA

oleh alifbraja
1.Islam  mengatur berbagai aspek kehidupan manusia baik di bidang ekonomi, politik, kebudayaan, sosial dan lain-lain. Juga menggariskan metode yang benar dan tepat untuk memecahkan kesulitan dalam bidang-bidang tersebut.
 
2.Islam berusaha mengatur kehidupan  manusia. Unsur pokok dalam hal ini adalah mengatur waktu. Islam merupakan satu-satunya ajaran yang paling kuat untuk dapat membahagiakan manusia di dunia dan akhirat.
 
3.Islam sebelum menjadi syari’at (peraturan Allah) adalah sebagai kepercayaan atau keyakinan (bahwa Allah adalah sembahan yang hak). Karena Rasul Allah memusatkan upayanya di Makkah terhadap hal tauhid, baru setelah hijrah ke Madinah, mendirikan negara dan menerapkan/mempraktekkan syari’at Islam.
 
4.Islam menganjurkan untuk mencari ilmu pengetahuan dan kemajuan ilmu yang bermanfaat. Pada abad pertengahan muncul tokoh-tokoh ilmu modern dan ilmu agama dari kalangan Islam seperti Al-Haitami, Al-Bairuni dan lain-lain.
 
5.Islam menghalkan harta yang diperoleh dengan cara yang halal yaitu yang tidak ada penindasan, penipuan serta mengutamakan harta yang halal itu hendaknya dimiliki oleh orang-orang shaleh, yang mau memberikan hartanya kepada orang kafir dan untuk perjuangan agar terealisir keadilan sosial di kalangan umat Islam.
Rasululloh Shallallahu’alaihi wasallam bersabda :
نعم المال الصالح للمرء الصالح . صحيح رواه أحمد.
“sebaik-baik harta ialah harta yang halal ntuk orang yang shaleh.” (riwayat Ahmad).
Ada orang yang mengatakan bahwa tidak mungkin harta itu dicari dengan cara  yang halal saja. Pendapat ini tidak benar dan tidak mempunyai dasar sama sekali.
 
6.Islam agama perjuangan dan mencari ketenangan hidup. Karenanya ia mewajibkan seorang muslim untuk mengorbankan harta dan jiwa untuk menegakkannya. Ia menghendaki agar manusia hidup tenang dalam naungan Islam dan lebih mementingkan urusan akhirat daripada dunia.
 
7.menghidupkan fikiran Islam yang bebas dalam batas-batas yang tidak bertentangan dengan norma-norma Islam seperti menghilangkan kebekuan berfikir dan membuang sisipan fikiran yang  menodai fikiran Islam yang murni dan menghalangi kemajuan umat Islam seperti masalah-masalah bid’ah, takhayul dan  hadits palsu.
21 Agustus 2012

77 CABANG IMAN

oleh alifbraja

77  CABANG IMAN
77  CABANG IMAN

 1. Beriman kepada Allah

2. Beriman kepada para rasul

3. Beriman kepada malaikat

4.Berimankepada kitab-kitab

5.Beriman kepada Hari Kemudian

6.Beriman kepada Takdir

   Beriman kepada :

7.Ba’ats (hidup yang kedua sesudah mati)

8.Hasyr (berkumpul semua makhluk sesudah bangun dari kubur)

9.Tempat orang mukmin di syurga dan tempat orang kafir di neraka

              ————-

10.Mahabbah (cinta) kepada Allah

11.Khauf (takut kepada Allah)

12.Roja (mempunyai harapan akan belas kasih dari Allah)

13.Tawakkal (menyerah kepada Allah)

14.Mahabbah (cinta) kepada junjungan  Nabi besar Muhammad Saw.

15.Ta’dzim ( memuliakan) kepada junjungan Nabi besar Muhammad Saw.

16.Yakin pada kebenaran Islam. Lebih baik masuk kedalam api dari pada menjadi kafir.

17.Menuntut ilmu pengetahuan

18.Mengajarkan Ilmunya

19.Ta’dzim (memuliakan) Al Qurân

20.Bersuci

21.Mendirikan shalat lima waktu

22.Membayar Zakat

23.Puasa bulan Ramadhan

24.I’tikaf (berhenti di dalam mesjid sementara waktu)

25.Haji (Ziarah ke Baitullah)

26.Jihad fi sabilillah (membela agama Allah)

27.Waspada (murobathoh menjaga musuh)

28.Waktu berperang, tetap dimuka musuh

29.Menyerahkan seperlima harta jarahan untuk imam

30.Memerdekakan hamba (budak)

31.Menjalankan kifarat ( tebusan) bagi yang berkewajiban

32.Menepati janji

33.Mengingat- ingat betapa banyaknya kemurahan dan kenikmatan Tuhan yang melimpah- limpah, dan bersyukur

34.Menjaga mulut dari yang tak ada faedah

35.Menjaga farji (kemaluan) jangan sampai mendatangi larangan agama

36.Menyampaikan amanat (titipan)

37.Menjaga jangan sampai melukai atau membunuh orang lain

38.Menjaga tangannya dari pada mengambil yang bukan haknya

39.Berhati- hati dari makanan dan minuman yang haram, pula harus menjauhi barang yang tidak halal

40.Menjaga jangan sampai memakai pakaian atau perhiasan serta memakai tempat- tempat yang haram.

41.Jangan sampai bermain-main yang tidak berguna sehingga melanggar larangan agama.

42.Harus hemat dan cermat atas harta bendanya, jangan sampai mubadzir.

43.Harus menjauhi rasa tak enak dalam hati serta dengki.

44.Menjaga keperwiraan (wira‘i)

45.Ikhlas dan meninggalkan laku congkak

46.Gembira di waktu menerima kebajikan, susah manakala menderita keburukan

47.Taubat dari segala dosa

48.Menjalankan qurban (udhiyah, aqiqah, dam, nadzar)

49.Ta’at kepada Ulul- Amri.

50.Percaya kepada perkara yang sudah dimufakati para alim ulama (ijma)

51.Berlaku adil

52.Amar ma’ruf nahi munkar

53.Tolong menolong pada laku ibadah berdasar taqwa (takut kepada Allah)

54.Hayâ(malu)

55.Ta’at kepada dua orang tua

56.Silaturrahim (menyambung persaudaraan)

57.Budi perangai yang utama

58.Berbuat baik terhadap budak belian

59.Menepati hak-hak budak belian

60.Menepati hak-hak anak istri.

61.Bersaudara kepada semua orang Islam, memberi salam jika bertemu dan bersalaman

62.Menjawab salam

63.Menengok orang sakit

64.Menyalatkan mayat orang Islam

65.Mendoakan orang bersin, bilamana ia memuji (tahmid) Tuhan

66.Menjauhkan diri berkawan atau bersahabat dengan orang kafir atau orang yang senang berbuat kerusakan dan supaya bersikap keras kepada mereka

67.Memuliakan tetangga

68.Memuliakan tamu

69.Menutup rahasia orang lain

70.Sabar dalam cobaan dan mengekang keinginan.

71.Zuhud (tidak menggantungkan  diri kepada  keduniaan) qoshrul- amal (menjauhi panjang angan- angan)

72.Ghirah

73.Berpaling dari barang sesuatu yang sia- sia

74.Bermurah hati

75.Belas kasih kepada anak-anak dan memuliakan orang tua

76.Merukunkan orang yang berselisih

77.Cinta kasih kepada saudaranya, cinta kasih kepada dirinya sendiri, termasuk cinta kasih bila menyingkirkan barang berbahaya yang ada di jalan