Posts tagged ‘Fianna Fáil’

3 Oktober 2012

Peringkat Khusus bagi Orang-orang Terpilih

oleh alifbraja

Barangsiapa yang tidak memperoleh ilmu di peringkat yang khusus, maka mereka tidak akan paham bagaimana orang yang di peringkat itu diizinkan melihat Ruh al-Quds, Nabi Muhammad SAW, dan ‘berbincang-bincang dengan Nabi Muhammad’. Mereka melihat dan berbincang-bincang tidak dengan mata dan mulut yang zahir, karena mata dan mulut yang zahir ini tidak mungkin mampu berbuat demikian. Perkara ini adalah perkara ruhaniah, perkara gaib, perkara yang berhubungan dengan ruh suci dan yang disucikan dengan zikrullah dan riyadah (latihan) para Awliya’ Allah.Barangsiapa yang tidak mendapat ilmu ini, maka tidak akan menjadi orang yang bijaksana dan arif, walaupun ia membaca sejuta kitab. Mungkin ganjaran yang diperoleh oleh mereka yang alim dalam ilmu zahir ialah surga di tempat dimana yang tampak adalah penzahiran sifat-sifat Ketuhanan dalam bentuk Nur (cahaya). Walau begitu tinggi dan sempurnanya ilmu zahir seseorang, ilmu itu tidak akan membantunya memasuki Majelis Ketuhanan atau Hazirah al-Quds, yaitu sebuah tempat ‘bersama’ Allah. Mereka perlu terbang ke Hazirah al-Quds.

Hamba Allah yang benar-benar berniat terbang ke peringkat itu sebenarnya memerlukan dua ‘sayap’, yaitu ilmu zahir dan ilmu batin (ilmu syariat dan ilmu hakikat). Kedua ‘sayap’ ini mereka kepakkan tanpa henti dalam perjalanannya. Mereka terbang tanpa peduli terhadap hal-hal yang menggoda mereka selama dalam perjalanan. Tujuan akhir yang mereka tuju adalah Allah. Allah perlu dikenal dengan perkenalan yang penuh dengan kesungguhan.

Allah berfirman dalam sebuah Hadis Qudsi, “Wahai hamba-Ku! Jika kamu ingin memasuki Majelis-Ku, maka janganlah kamu tumpukan perhatianmu kepada dunia ini, kepada alam Malaikat, atau alam yang lebih tinggi dari itupun !”

Tegasnya, orang yang berma’rifah kepada Allah, cukuplah ma’rifah ditujukan semata-mata kepada Allah, tidak kepada selain Dia .

Dunia nyata ini dalam pandangan orang-orang yang berilmu adalah penggoda atau penipu, musuh atau setan. Di peringkat Alam Malaikat pun ditemui penggoda atau musuh bagi ahli ruhani, dan di peringkat sifat-sifat Allah muncul pula penggoda dan musuh bagi ahli hakikat. Barangsiapa yang tergoda dan dapat terkalahkan oleh penggoda-penggoda atau musuh-musuh itu, niscaya ia tidak akan mendapat nikmat ‘bersama’ atau ‘bersatu’ dengan Allah. Barangsiapa tergoda oleh rayuan penggoda dan dikalahkan oleh musuh, pasti langkahnya akan terhenti hanya sampai di situ dan tidak akan dapat maju lebih tinggi dan lebih jauh lagi dalam perjalanan menuju tujuan akhir, yaitu Zat Yang Maha Tinggi. Meskipun tujuannya ingin ‘bersatu’ dengan Zat itu namun ia tidak akan pernah sampai. Perjalanannya akan terhenti sampai di tempat itu. Mereka yang seperti ini adalah orang-orang yang terbang hanya dengan satu sayap, sedangkan sayapnya yang sebelah telah patah.

Orang-orang yang tidak menyimpang dari tuntunan jalan Allah dan tidak tergoda oleh penggoda dan musuh dalam perjalanannya menuju Allah, niscaya akan menerima hadiah dari Allah SWT yang tidak pernah terlihat oleh mata, tidak pernah terdengar oleh telinga, dan tidak pernah terlintas dalam pikiran. Di tempat itulah surga ‘bersama Allah’ berada. Di surga itu tidak ada intan permata, tidak ada bidadari, tidak ada mahligai, dan sebagainya. Di tempat itulah ia mengenal dirinya dan tidak menginginkan sesuatu yang bukan diperuntukkan baginya.

Sayyidina Ali pernah berkata, “Mudah-mudahan Allah SWT mencurahkan rahmat kepada siapa yang mengenal dirinya yang tidak melanggar batas, yang menjaga lidahnya, dan yang tidak menyia-nyiakan hidupnya di dunia ini.”

Dunia ini bukan negeri yang kekal dan mengharuskan manusia menumpukan segala perhatian kepadanya. Dunia adalah tempat ujian, tempat menanam kebajikan, sedangkan akhirat adalah tempat menuai hasilnya.

12 September 2012

Pintu Istana Raja

oleh alifbraja

Pada umumnya pintu-pintu istana Raja tertutup rapi, tidak sembarang orang dapat memasukinya. Orang yang boleh masuk hanyalah mereka yang sudah dikenal oleh Raja atau orang yang memiliki keperluan penting dengan Raja. Dan tidak semua orang yang memiliki keperluan penting dengan Raja akan dibukakan pintu oleh Raja. Ia harus membawa keperluan khusus yang sudah diketahui oleh Raja, dan Raja memang ingin mendengar langsung darinya. Itulah yang dilakukan Raja di dunia, yang bila engkau berurusan kepadanya maka engkau berurusan dengan dunia.

Tetapi jika engkau akan berurusan kepada Raja dari segala Raja, niscaya pintu akan selalu terbuka untukmu. Namun, terdapat beberapa syarat untuk bisa memasukinya, yaitu bila engkau telah berpaling dari pintu-pintu lain di dunia ini, dan kini engkau menuju kepada pintu Raja dari segala Raja itu dengan membelakangi semua pintu, selain pintu-Nya.

Kelak akan terbukalah sebuah pintu rahasia dari hatimu, yaitu pintu Sirr yang batin, yang sejak dahulu tertutup, dan saat ini terbuka tanpa upaya darimu. Kini masuklah engkau dan bersenang-senanglah di dalam taman kebahagiaannya, karena tiada taman yang lebih indah dari taman itu. Taman yang tidak sembarang orang yang dapat memasukinya. Engkau akan menikmati keadaan dan hakikat yang telah engkau cari dengan susah payah. Apabila engkau telah mengenal jalan ke sana, engkau tidak akan berbelok ke jalan yang lain. Engkau tidak ingin melupakan jalan itu. Bagaimana mungkin engkau akan melupakannya, sedangkan di dalamnya engkau mengecap segala kenikmatan yang belum pernah engkau kecap.

Orang Mu’min harus membuang semua jalan yang telah diikutinya sebelum bertemu dengan jalan yang penuh kenikmatan itu. Jalan yang dulu dilaluinya adalah jalan palsu, karena kenikmatannya hanya sementara. Ia mesti meniti jalan yang mampu membawanya kepada kenikmatan yang hakiki. Ia mesti menghadapkan wajahnya kepada Tuhan yang menciptakan semua kenikmatan itu, yaitu kenikmatan sementara di dunia dan kenikmatan yang hakiki yang ada di sisi-Nya. Tegasnya, ia mesti menuju ke jalan Allah, jalan setiap orang yang diberikan iman oleh Allah untuk mencari dari mana sumber iman itu datang. Bukankah iman merupakan suatu karunia yang utama, yang khusus diberikan kepada orang yang diutamakan Tuhan ? Maka sewajarnyalah ia berusaha keras mencari dan mengenal Tuhan yang telah memberinya iman. Dengan mengenal Tuhan, imannya kelak akan berkembang dan hidup subur, tidak akan digoncang badai dan topan, dan didekati oleh malapetaka serta bencana alam yang akan merusak pohon imannya yang hidup subur itu, karena pohon itu akan dijaga dan dipelihara oleh yang memberinya karena ia telah mengenal siapa pemberinya itu.

Dalam perjalanannya menuju Allah, Tuhan yang mencipta dan memberinya iman itu, ia harus menanggung berbagai ujian untuk membuktikan bahwa ia sungguh-sungguh ingin mencari dan mengenal-Nya dengan hakikat pengenalan. Orang yang sudah bulat niatnya untuk mencapai sesuatu, tidak boleh mundur karena ada sesuatu yang menghalanginya. Malah dia mesti bersikap teguh hati dan pantang mematahkan cita-citanya kepada apa yang ditujuinya. Bukankah dia sedang mencari dan menuju ke tempat yang akan memberinya kenikmatan dan kebahagiaan yang hakiki, yang tiada taranya ? Apakah ia akan mematahkan cita-citanya itu ? Bahkan dia akan terus menuju sehingga dia mencapai hakikat yang dicarinya, walaupun dirintangi seribu satu bencana dan malapetaka.

Karena itu, dia harus menerima dengan rela hati segala apa yang ditakdirkan oleh Allah baginya, serta menyerahkan sepenuhnya kepada takdir-Nya, agar dia diterima oleh Allah dan berhasil menempuh semua ujian-Nya. Dengan menanggung semua ujian itu barulah dapat dikatakan bahwa dia benar-benar dan sungguh-sungguh ingin berada di sisi Allah. Hanya dengan cara begitu barulah pintu Tuhannya dibukakan untuknya, sesuai dengan bunyi firman Allah :

“ Barangsiapa yang bertakwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar.” (Q.S. At-Thalaaq: 2)

Ujian ini pasti bertujuan untuk melihat siapa yang menyimpan niat yang benar, dan dapat keluar dari ujian itu dengan kemenangan untuk mencapai cita-citanya.

Firman-Nya lagi :

“Dan Kami coba mereka dengan (ni`mat) yang baik-baik dan (bencana) yang buruk-buruk, agar mereka kembali (kepada kebenaran).”( Q.S. Al-A’raaf: 168)

Tegasnya, hati anak Adam itu senantiasa mengembara ke jalan yang baik dan ke jalan yang buruk, selalu menempuh jalan yang mulia dan jalan yang hina, jalan kekayaan dan jalan kemiskinan, dan seterusnya, sehingga dia mengakui bahwa semua itu adalah dari Allah, dan ditetapkan oleh Allah. Dia harus bersyukur atas apa yang ditakdirkan Tuhannya, atas yang baik atau yang buruk, karena Dia lebih tahu apa yang mesti ditakdirkan. Maka apabila yang ditakdirkan itu ‘baik’, dia bersyukur sambil berterima kasih, bahwa dia telah diberikan yang ‘baik’ itu. Dan jika yang ditakdirkan itu ‘buruk’ dia harus bersyukur juga sambil bersabar, mudah-mudahan dengan takdir yang buruk itu akan muncul berbagai macam kebaikan yang tidak terduga datangnya. Kemudian dia tidak lupa memohon kepada Allah, agar yang buruk itu diangkat dan digantikan dengan yang baik. Dia harus sering bersabar dalam keadaan ini, karena apa yang dicita-citakannya itu mungkin terlambat datangnya atau mungkin tidak datang sama sekali. Malah seharusnya dia menyakinkan dirinya bahwa semua takdir Tuhan selalu baik, meskipun dia sulit menerimanya.

Begitulah sikap ‘Insan Kamil’, bila dia menginginkan agar pintu Tuhan dibuka untuknya. Dia telah mengakui bersyukur dan bersabar, sambil menerima takdir apa saja yang ditetapkan oleh Allah. Dan kini dia masih menunggu di pintu Tuhan yang mentakdirkan semua itu. Itulah taufik yang utama, yang diberikan kepada orang yang paling istimewa. Maka apabila pintu Raja dari segala Raja itu dibuka untuknya, di sana dia akan melihat apa yang tidak pernah dilihatnya, dia mendengar apa yang tidak pernah didengarnya, dan mengalami apa yang tidak pernah dialaminya, atau yang tidak pernah terlintas di dalam hatinya. Semua tindakan baik dan buruk berakhir di sini. Tidak ada lagi yang dikira ‘baik’ dan tidak ada lagi yang dikira ‘buruk’. Tidak ada waktu lagi. Dan kini yang ada hanya waktu untuk bermesra-mesraan dengan Tuhan Penciptanya, duduk bersama-sama dan berbincang-bincang dengan Tuhan yang dirindukannya.

Dia lupa dengan segala macam kenikmatan, karena terlalu asyik dengan Tuhan yang memberi nikmat. Dia tidak ingat lagi kepada segala macam bahaya dan bencana, karena dia sedang sibuk dengan Tuhan yang memberi bahaya dan bencana itu. Dia dekat dengan siapa yang dicarinya. Hati dan pikirannya kini sedang tertumpu kepada karunia-karunia khusus yang akan diberikan Tuhannya, sehingga jika dia menginginkan sesuatu maka terjadilah apa yang diinginkannya itu dengan sendirinya, wallahu-a’lam

7 Juli 2012

BENTENG TAQWA

oleh alifbraja
PERSOALAN TAQWA.
Dalam Alqur-an telah diterangkan bahwa manusia itu asalnya diciptakan dari tanah.
WALLOOHU KHOLAQOKUM MIN TUROOBIN.
Artinya : “Dan Alloh menciptakan kamu semua dari tanah “.
Meskipun manusia itu bahan penciptaannya dari tanah (jadi sama dengan bahannya cowek/cobek) tapi oleh Alloh Ta’ala manusia itu jadikan makhluk yang pa-ling mulya. Sehingga derajatnya manusia itu bisa lebih mulya dari tanah, lebih mulya dari tumbuh-tumbuhan, lebih mulya dari hayawan, lebih mulya dari jin, lebih mulya dari syaithon, bahkan lebih mulya dari Malaikat. Sebagaimana diterangkan dalam Alqur-an :
WALAQOD KARROMNAA BANII AADAM.
Artinya : “Dan sungguh-sungguh kami mulyakan Bani Adam”.
Akan tetapi (jadi ada tapinya) kemulyaan manusia yang melebihi semua makhluk itu ada yang tetap tersandang, ada yang tidak tetap, ada yang tambah meningkat, ada pula yang jatuh. Adapun yang jatuh itu :
Ada yang jatuh sampai ketingkat benda (jadi kembali ke tingkat bahannya), sebagaimana yang tersebut dalam Alqur-an :
KAL HIJAAROTI AU ASYADDU QOSWAH.
” Laksana batu bahkan lebih keras lagi “.
Ada yang jatuh ketingkat laba-laba.
KAMATSALIL ‘ANGKABUT.
“ Seperti laba-laba (kemlandingan) “
Ada yang jatuh ketingkat ternak.
ULAA-IKA KAL AN-’AAM.
” Mereka itu seperti hayawan ternak “.
Jadi bentuknya tetap bentuk manusia tapi martabatnya sudah jatuh ketingkat hayawan ternak, seperti kambing, sapi, kerbau dan seterusnya.
Ada yang jatuh ketingkat kera.
KUU-NUU QIRODATAN KHOOSYI-IIN
” Mereka itu seperti kera yang hina “.
Ada yang jatuh ketingkat babi.
WAL KHONAAZIIRI.
” Menjadi babi “.
Ada yang jatuh ketingkat anjing.
FAMATSALUHU KAMATSALIL KALBI.
Maka perumpamaannya itu seperti anjing.
Ada yang jatuh ketingkat syaithon.
SYAYAATHIINAL INSI WAL JINNI.
Syaithon berbentuk manusia dan berbentuk jin.
Jadi meskipun manusia itu asalnya mulya tapi bisa juga jatuh ketingkat yang rendah atau hina. Dan supaya manusia tidak jatuh ketingkat yang rendah maka Alloh Ta’ala membuat aturan. Jadi adanya aturan-aturan itu adalah untuk melindungi atau menjaga martabat manusia yang sangat tinggi itu agar tidak jatuh ketingkat yang rendah. Dan penjagaan atau perlindungan itu bahasa Arabnya adalah Taqwa. Makanya dalam Alqur-an diterangkan :
INNA AKROMAKUM ‘INDALLOOHI ATQOOKUM.
Artinya : “Sesungguhnya semulya-mulya diantara kamu bagi Alloh adalah yang paling taqwa diantara kamu”. (Al hujurot ayat 11)
Adapun TAQWA itu asalnya adalah dari kata WAQWA . WAQOO – YAQII – WIQOOYATAN.
Kemudian WAWU nya pada kalimat WAQWA dibuang, diganti dengan TA’, jadilah kalimat TAQWA. Dan WAQWA atau TAQWA itu artinya penjagaan atau perlindungan atau pembentengan. Jadi TAQWA itu adalah penjagaan atau perlindungan atau pembentengan martabat manusia (kedudukan manusia / kemulyaan manusia).
Adapun benteng TAQWA itu berlapis lapis (ada 4 lapis), yaitu :
  • Benteng lapis pertama berupa perintah-perintah Alloh yang bersifat dhohir.
  • Benteng lapis kedua berupa larangan-larangan Alloh yang bersifat dhohir.
  • Benteng lapis ketiga berupa perintah-perintah Alloh yang bersifat bathin.
    Seperti perintah shobar, perintah tawakkal, perintah dermawan, perintah ikhlas dan seterusnya.
  • Benteng lapis ke empat berupa larangan-larangan Alloh yang bersifat bathin.
    Seperti larangan takabbur (sombong), larangan riya’ (ingin dipuji), larangan nifak, larangan syirik dan lain sebagainya.
Dan kalau diri kita sudah bisa terbentengi dengan 4 lapis tembok taqwa itu, insya Alloh martabat kita akan tetap.