Archive for Oktober 24th, 2012

24 Oktober 2012

TEMPAT-TEMPAT YANG TERDAPAT DI ‘ALAM LANGIT

oleh alifbraja

TEMPAT  YANG TERDAPAT DI ‘ALAM LANGIT?…


JARAK ANTARA BUMI KE LANGIT DUNYA ADALAH LIMA RATUS TAHUN PERJALANAN; AND JARAK ANTARA LANGIT KE LANGIT YANG LAIN ADALAH LIMA RATUS TAHUN; AND JARAK ANTARA LAPISAN LANGIT YANG KETUJUH KE KURSIY ALLAH ADALAH LIMA RATUS TAHUN PERJALANAN; AND JARAK ANTARA KURSIY ALLAH KE AIR ADALAH LIMA RATUS TAHUN PERJALANAN; AND JARAK ANTARA AIR KE 'ARSY ALLAH ADALAH LIMA RATUS TAHUN PERJALANAN; AND ALLAH TA'ALA SANG TUHAN SEMESTA 'ALAM ADA DI ATAS 'ARSY!

ANTARIKSA!

Wahai para pembaca yang Budiman, sesungguhnya langit itu adalah tempat yang benar-benar luas dan bahkan selalu melebar dan meluas sesuai dengan firman-Nya!
Allah Ta’ala berfirman: “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami) dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya!”. (Qs Adz-Dzariyat: 47).
Namun ketahuilah!, di atas ke tujuh lapisan langit itu ternyata masih ada tempat-tempat lain and ‘alam-’alam lain selain ‘alam langit, yaitu: Mustawa; Sharirul Aqlam; Hadhratul Qudus; Hadhratul Rabbul Arbab; Sidratul Muntaha; Baitul Makmur; Lauhul Mahfudz; Ma’arij; Kursiy; Air; dan ‘Arsy.
.

KITAB SUCI AL-QUR'AN!

– Dalil-dalil seputar Kursiy; Air; dan ‘Arsy!
Allah Ta’ala berfirman: “(Yaitu) Tuhan Yang Maha Rahman, Yang bersemayam di atas ‘Arsy!”. (Qs Thaha: 5).
Allah Ta’ala berfirman: “Allah-lah yang menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada di antara keduanya dalam enam masa, kemudian Dia bersemayam di atas ‘arsy. Tidak ada bagi kamu selain daripada-Nya seorang penolong pun dan tidak (pula) seorang pemberi syafa’at. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?…”. (Qs As-Sajdah: 4).
Allah Ta’ala berfirman: “Dan Dia-lah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa, dan adalah ‘Arsy-Nya di atas air, agar Dia menguji siapakah di antara kamu yang lebih baik amalnya, dan jika kamu berkata (kepada penduduk Mekah): ‘Sesungguhnya kamu akan dibangkitkan sesudah mati’, niscaya orang-orang yang kafir itu akan berkata: ‘Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata’!”. (Qs Hud: 7).
Allah Ta’ala berfirman: “Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya. Allah mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya. Kursiy Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar!”. (Qs Al-Baqarah: 255).
Nabi Muhammad Rasulullah Saw bersabda: “Arsy itu di atas air, sedangkan Allah di atas ‘Arsy dan Dia mengetahui apa yang kamu di atasnya!”. (Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud).
“Jadi ‘Arsy adalah sebuah tempat persemayaman Allah yang berada di atas air. Maksudnya adalah langit yang sering Anda lihat ternyata bertingkat-tingkat hingga mencapai tingkat yang ke tujuh dan tiap tingkat langit mempunyai pintu kemudian diatas langit ke tujuh itu ada kursiy dan diatas kursiy itu ada air dan diatas air itu ada ‘Arsy Allah Azza Wajjalla (singgasana Allah). Sebuah hal yang sangat mengagumkan, bahwa jarak antara langit dengan langit yang lain; dan langit ke tujuh dengan kursiy, kursiy dengan air; dan air dengan ‘arsy-Nya adalah 500 tahun perjalanan!”. (Hadits Shahih Riwayat Ibnu Khuzaimah; Thabrani; dan Ibnu Mahdi).
Dari Jabir bin ‘Abdillah Ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Telah dizinkan kepadaku untuk bercerita tentang seorang dari Malaikat-Malaikat Allah azza wajalla yang bertugas sebagai pemikul ‘Arsy, bahwa jarak antara daun telinganya sampai ke bahunya adalah sejauh perjalanan 700 tahun. (Didalam riwayat lain: 700 tahun burung terbang dengan cepat)!”. (Hadits Shahih Riwayat Abu Dawud).
Dari Sa’id bin Jubair; Dari Ibnu Abbas Ra, dia menerangkan tentang ayaat tersebut: “Kursiy ialah tempat meletakkan kaki Allah…!”. (Hadits Shahih didalam Kitab Silsilah ahaadits ash-shahiihah dari shahabat Abu Dzar Al-Ghifari Ra).
Dan Kursiy adalah Makhluk Allah (ciptaan Allah). Kata “Kursiy” tidak boleh ditafsirkan sebagai “Ilmu Allah” sehingga maknanya menjadi “Ilmu-Nya meliputi langit dan bumi” dan ini adalah penafsiran yang salah sebagaimana yang telah dijelaskan secara ringkas oleh Syaikh Fauzan -semoga Allah menjaganya- (beliau adalah seorang ulama besar di Arab Saudi) didalam syarah beliau terhadap kitab Al-Aqidah Thahawiyah karya Abu Ja’far ath Thahawi -semoga Allah merahmatinya-.
Jadi, “Kursiy Allah” adalah tempat dimana Allah Swt meletakkan kaki-Nya. Dan ini menjadi dalil bahwa Allah Swt mempunyai kaki, akan tetapi kaki Allah Swt tidak sama dengan kaki Anda atau saya atau kaki-kaki makhluk lainnya. Karena Allah Ta’ala telah berfirman dalam surah Asy-Syura ayaat 11 yang artinya: “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia…!”.
.

LANGIT DUNYA!

– Dalil-dalil mengenai jarak antara bumi ke langit dan langit ke langit yang lain dan langit yang ketujuh ke ‘alam lain!

Dari Abbas bin Abdul Muththalib ra, “Rasulullah SAW bertanya,’Apakah kalian mengetahui berapa jarak antara langit dengan bumi?’ Kami menjawab: ‘Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui hal itu!’ Rasulullah Saw bersabda: ‘Jarak antara keduanya adalah lima ratus tahun perjalanan, dan antara langit yang satu dengan langit yang lainnya itu lima ratus tahun perjalanan, dan tebal setiap langit adalah lima ratus tahun perjalanan!”. (Hadits Riwayat Ahmad; Abu Dawud; dan Tirmidzi).
Didalam riwayat lainnya dari sanad yang lain: “Antara langit dan bumi adalah lima ratus tahun perjalanan dan tebal setiap langit itu lima ratus tahun perjalanan!”. (Hadits Riwayat Thabrani).
Dari Abdullah bin Mas’ud ra berkata: “Antara langit dengan langit di atasnya adalah lima ratus tahun perjalanan, dan jarak antara langit dengan bumi adalah lima ratus tahun perjalanan, antara langit yang ke tujuh dengan kursiy adalah lima ratus tahun perjalanan, antara Kursiy dengan air adalah lima ratus tahun perjalanan, dan ‘Arsy berada di atas air, dan Allah berada di atas ‘Arsy. Tidak ada satupun dari amal perbuatan kalian yang tersamar dihadapan-Nya!”. (Hadits Riwayat Darimi; Ibnu Khuzaimah; Thabrani; Baihaqi; dan Al-Khathib).
.

GALAKSI SPIRAL!

– Penjelasan mengenai adanya Sharirul Aqlam; Hadhratul Qudus; Hadhratul Rabbul Arbab; Mustawa; Baitul Makmur; dan Sidratul Muntaha!
“Setelah Abu Thalib dan Khadijah yang menjadi pelindung naiknya kedudukan Rasulullah Saw di Mekkah itu semakin terdesak dengan gangguan terus-menerus oleh kaum Kuraisy. Dalam kesedihan yang amat sangat, suatu malam pada tahun 621 Masehi ketika Rasulullah berada di rumah saudara sepupu nya, Hindun Abu Talib, Baginda telah didatangi oleh Malaikat Jibril dengan diiringi Israfil lalu diisra’kan menaiki Buraq dari Masjidil Haram ke Madinah, Bukit Tursina, Baitul Laham dan berakhir di Masjidil Aqsa. Dari Masjidil Aqsa, Rasulullah Saw dimikrajkan ke langit dengan menaiki tangga yang diturunkan daripada Jannah (Syurga) ke Baitul Makmur (betul-betul di atas Baitullah, Mekkah); Sidratul Muntaha; Mustawa; Sharirul Aqlam; Hadhratul Qudus; dan Hadhratul Rabbul Arbab, dan disanalah Beliau Saw bertemu dan berdailog dengan Allah Swt!”. (Sirah Rasulullah Saw).
Lantas apakah yang dimaksud dengan Baitul Makmur; Mustawa; Sidratul Muntaha; Sharirul Aqlam; Hadhratul Qudus; dan juga Hadhratul Rabbul Arbab?…
– Baitul Makmur = Secara bahasa artinya adalah rumah yang sering dikunjungi. Baitul Makmur adalah sebuah tempat yang terletak di atas langit yang ke tujuh, dan sesungguhnya Baitul Makmur adalah kiblat bagi para malaikat Allah. Di langit yang ke tujuh Nabi Ibrahim As pun bersandar ke suatu tempat, dan tempat yang disandari oleh Nabi Ibrahim As tersebut adalah Baitul Makmur. Di tempat inilah Rasulullah Saw melaksanakan sholat.
– Mustawa = Mustawa adalah suatu tempat yang mahatinggi lagi mahaluas dan sangat terang bercahaya. Di tempat itu, Rasulullah Saw mendengar suara Qalam, yang bergerak-gerak di atas Lauhul Mahfuzh.
– Sharirul Aqlam = Sharirul Aqlam artinya adalah Dencitan Qalam (Dencitan firman Allah). Sharirul Aqlam adalah sebuah tempat yang berada di atas langit yang ke tujuh, dan tempat ini pernah dilalui oleh Rasulullah Saw ketika Beliau Saw berMi’raj ke atas langit yang ketujuh.
– Hadhratul Qudus = Hadhratul Qudus artinya adalah Kepada kesucian. Hadhratul Qudus adalah sebuah tempat yang berada di atas langit yang ke tujuh, dan tempat ini pernah dilalui oleh Rasulullah Saw ketika Beliau Saw berMi’raj ke atas langit yang ketujuh.
– Hadhratul Rabbul Arbab = Hadrhrat Rabbul Arbab adalah Kepada Tuhan dari segala Tuhan. Hadhratul Rabbul Arbab adalah sebuah tempat yang berada di atas langit yang ke tujuh, dan tempat ini pernah dilalui oleh Rasulullah Saw ketika Beliau Saw berMi’raj ke atas langit yang ketujuh. Di lokasi inilah Rasulullah Saw berdialog dengan Allah Ta’ala sang Tuhan semesta ‘alam.
– Sidratul Muntaha = Secara bahasa artinya adalah pohon bidara. Sidratul Muntaha adalah sebuah pohon bidara yang menandai akhir dari langit yang ke tujuh, sebuah batas dimana makhluk tidak dapat melewatinya.
.

LANGIT AND BUMI!

– Dalil mengenai Lauhul Mahfudz!
Allah Ta’ala berfirman: “Tiada sesuatu pun yang ghaib di langit dan di bumi, melainkan (terdapat) didalam kitab yang nyata (Lauhul Mahfuzh)!”. (Qs An-Naml: 75).
Allah Ta’ala berfirman: “Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu didalam induk Al-Kitab (Lauhul Mahfudz) di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah!”. (Qs Az-Zukhruf: 4).
Allah Ta’ala berfirman: “Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang dihancurkan oleh bumi dari (tubuh-tubuh) mereka, dan pada sisi Kami pun ada kitab yang memelihara (mencatat) (Kitab Lauhul Mahfudz)!”. (Qaf: 4).
Lauhul Mahfudz adalah kitab Allah yang terdapat di atas langit yang ke tujuh. Kitab Lauhul Mahfudz adalah tempat Allah menuliskan segala seluruh skenario/catatan kejadian di alam semesta dan di kosmos ini dari dulu hingga seterusnya.
.

QS AL-MA'ARIJ!

– Dalil mengenai Ma’arij!
Allah Ta’ala berfirman: “(Yang datang) dari Allah, Yang mempunyai Ma’arij (tempat-tempat naik)!”. (Qs Al-Ma’arij: 3).
Ma’arij adalah tempat-tempat yang naik, dan tempat ini berada di langit.
.

.

KESIMPULAN!

.

GAMBARAN TUJUH LAPIS LANGIT AND PLANET BUMI ADALAH TEMPAT YANG TERLETAK DI BAGIAN YANG PALING BAWAH!

WORMHOL MA'ARIJ!

Wahai para pembaca yang Budiman, maka itulah tempat-tempat atau ‘alam-’alam yang berada di langit atau di atas langit yang ketujuh!
Ternyata dari ke tujuh lapisan langit yang sangat luas itu masih ada juga tempat-tempat lain yang berada di atas lapisan langit yang ke tujuh, sesuai dengan apa yang telah aku terangkan di atas.
Dan sesungguhnya seluruh benda-benda langit itu tidak lain hanyalah penghuni langit dunya, yakni penghuni lapisan langit yang ke satu!
Dan sesungguhnya Allah Ta’ala berada di atas tempat-tempat tersebut yang berada di atas lapisan langit yang ketujuh, karena Rasulullah Saw bersabda: “‘Arsy Allah berada di atas semua itu dan Allah berada di atas arsy!”. (Hadits Shahih, dan hadits shahih ini dishahihkan oleh Adz-Dzahabi dan Ibnul Qayyim).
Wallahu’alam!
Semoga bermanfa’at!
Wassalam!

 

24 Oktober 2012

MERASAKAN KEHADIRAN TUHAN dalam SHALAT

oleh alifbraja

Wahai Ahmad! Aku heran dengan tiga kelompok dari hambaku: hamba yang melakukan shalat dan dia tahu kepada siapa dia mengangkatkan tangannya serta di depan siapa dia berdiri, akan tetapi ngantuk dalam shalatnya dan aku heran dengan hamba yang memiliki kemampuan untuk bisa menyiapkan makanan hari ini akan tetapi dia hanya memikirkan untuk esok hari serta aku heran dengan hamba yang tidak tahu bahwa aku ridho atau kah marah kepadanya sementara dia tertawa”.

 

Dalam kelanjutan dari hadits mi’raj, Tuhan berfirman kepada Nabi Muhammad saw.:

Wahai Ahmad! Aku heran dengan tiga kelompok dari hambaku: Pertama: Aku heran dengan hamba yang melakukan shalat dan di tahu kepada siapa dia mengangkat tangan serta di depan siapa dia berdiri, akan tetapi dia ngantuk dalam shalatnya!…”

 

Kutipan dari hadits ini mengisyaratkan akan satu poin dimana kita semua atau kebanyakan dari kita terkena dengan ‘penyakit’ tersebut yaitu kita belum bisa menjalankan shalat yang sebenarnya; walaupun setiap orang yang memiliki kesadaran dan makrifat yang kuat maka dia akan lebih memiliki perhatian kepada shalat dan akan lebih memahami pentingnya shalat.

Kita semua tahu bahwa shalat kita dalam keutamaan dan kelayakannya tidak seperti shalat yang dilakukan oleh para para wali ilahi dan juga kita mengetahui bahwa efek dan buah dari shalat yang telah disebutkan dalam banyak ayat dan riwayat tidak dimiliki oleh shalat kita, akan tetapi banyak dari kita tidak mengetahui dengan betul kadar kekurangan dan kelemahan kita, oleh karenanya kita mesti berusaha untuk membenahi segala kekurangan dan kecacatan shalat kita. Kita harus menyadari kekurangan dan kecacatan shalat dengan ketidak hadiran hati dikarenakan kurangnya perhatian serta kita harus benar-benar tahu bahwa jika kita melakukan shalat dengan sempurna dan semestinya, betapa banyak faedah yang akan kita dapatkan dari kesempatan untuk menjalankan shalat dan betapa kita akan meraih hasil-hasil yang tinggi darinya dimana tanpa adanya kehadiran hati dan kesadaran untuk menjalankan shalat akan banyak hasil dan manfaat yang akan hilang dari kita serta dengan bahasa apa lagi supaya kita bisa sadar.

Sepantasnya kita disini menyinggung sedikit tentang shalatnya para wali Tuhan dan membandingkan shalat mereka dengan shalatnya kita sehingga kita bisa melihat kekurangan yang ada dalam shalat kita. Sebab dengan membandingkan yang lemah dengan yang kuat serta yang kurang dengan yang sempurna kita akan lebih mengetahui kekurangan dan kecacatan kita.

Alhasil, untuk membenahi kekurangan karena kurangnya perhatian kepada shalat, telah banyak disinggung oleh para tokoh agama dalam buku-buku mereka diantaranya buku “Asraar Al-Shalat” karya marhum Mirza Jawad Aqhae Tabrizi ra. juga buku “Asraar Al-Shalat” karya Imam Khumanei ra. Dan pada kesempatan ini kita akan menyinggung bagian dari poin-poin yang berkenaan dengan shalat:

 

 

Hakekat dan Essensi Shalat

Shalat artinya bahwa seorang hamba berdiri di depan Tuhan dan mengakui akan kehambaannya serta mengadukan seluruh permohonannya kepada Tuhan. Orang yang berdiri untuk melakukan shalat hendaklah dia merasakan kehadiran Tuhan hendaklah sadar didepan maqom apa dia berdiri dan ini akan membuat dia menjalankan tugas kehambaan dengan puncak ketundukan dan kekhusyuan.

Ketika kita berdiri untuk menjalankan shalat, sangat sedikit konsentrasi kita kepada shalat akan tetapi konsentrasi kita kepada masalah-masalah lain yang kita miliki, bahkan terkadang masalah tersebut berhubungan dengan puluhan tahun yang lalu yang masuk ke dalam benak kita. Malah ketika kita kita hendak mengucapkan salam baru kita sadar bahwa kita sedang menjalankan shalat! Betapa hal ini sangat buruk dan tidak sepantasnya karena kita sedang berdiri dihadapan Tuhan serta kita tidak sadar didepan siapa kita berdiri dan apa yang kita ucapkan! Tuhan memasukkan sifat-sifat ini tergolong kepada tanda-tanda orang munafik:

Ÿwurtbqè?ù’tƒno4qn=¢Á9$#žwÎ)öNèdur4’n<$|¡à2

dan mereka tidak mengerjakan sembahyang, melainkan dengan malas.[1]

 

Terdapat juga dalam sebauh riwayat bahwa barang siapa yang menjalankan shalat akan tetapi hatinya tidak terikat oleh shalat, apakah dia tidak takut kalau aku jadikan dia menjadi seperti keledai. Saking buruk dan tidak pantasnya seseorang tidak perhatian dan konsentrasi dalam shalatnya sehingga dia berhak dirubah menjadi seperti seekor keledai; pada hakekatnya dia bukanlah manusia. Bagaimana mungkin seseorang berdiri di depan seseorang pembesar, akan tetapi dia tidak perhatian kepadanya dan hatinya ditempat lain, apalagi dia berdiri di depan Tuhan alam semesta – Tuhan segenap wujud, seluruh kebaikan dan semua kenikmatan darinya – bahkan dia tidak perhatian kepadaNya melebihi ketidak perhatian dia kepada manusia biasa!.

Apakah ketika seseorang berdiri di depan yang lain dan berbicara dengannya, dia akan memalingkan mukanya? Jika berbuat demikian apakah secara akal dia tidak disebut gila? Alhasil, Tuhan tidaklah bersifat jisim sehingga kita mengarahkan muka kita ke arahnya, akan tetapi hubungan atau perhatan dengan Tuhan dilakukan lewat hati. Sebab dia melingkupi dan menguasai segala sesuatu dan hanya dengan hati kita bisa menghadapNya artinya jika kita hati kita berpaling dariNya dan tidak perhatian dalam shalat kita berarti kita berpaling dari Tuhan.

Apakah seseorang ketika Tuhan dengan karuniaNya memberikan izin dan kesempatan untuk berdiri di depanNya, berbicara denganNya dan menyampaikan segala isi hatinya serta bermunajat kepadaNya – bukannya memanfaatkan kesempatan ini dan bersyukur atas kenikmatan yang besar ini – malah dial alai dariNya? Orang-orang besar ( penting ) tidak sembarangan member izin dan kesempatan kepada sembarang orang untuk bisa menghadap kepadanya, akan tetapi Tuhan karena kecintaanNya yang tak terbatas dia membuka pintu rumahNya lebar-lebar untuk semua manusia dan mengizinkan mereka untuk menghadapNya. Maka kita mesti menggunakan kesempatan emas ini dan dengan segenap wujud kita menghadap kepadaNya dan perhatian kita hanya mengarah kepadaNya.

Jika seseorang tidak memiliki keyakinan kepada Tuhan dan tidak meyakini bahwa dia berada dihadapanNya, jelas dia tidak akan perhatian kepadaNya, akan tetapi orang yang meyakini akan Tuhan dan tahu bahwa kita berdiri di hadapanNya maka ketidak perhatian kita adalah sebuah kejelekan dan sesuatu yang tidak pantas dilakukan. Oleh karenanya dalam riwayat menggunakan kata “aku heran”:[2]Tuhan berfriman: aku heran kepada hambaku yang berdiri di depanku akan tetapi dia malas-malasan dan tidak perhatian.

 

Urgensi dan Nilai Shalat

Dikarenakan shalat memiliki urgensi yang cukup besar dan memberikan pengaruh yang sangat berarti bagi manusia, syetan pun dengan segala daya dan upaya berusaha mencegah manusia untuk bisa betul-betul memahami hakekat shalat serta menghalangi manusia untuk menjalankan shalat yang merupakan perbuatan baik disisi Tuhan. Oleh karenanya syetan berusaha memasukan kedalam fikiran manusia supaya dia mengingat apa-apa yang sudah terlupakannya sehingga hati manusia tidak lagi konsentrasi kepada shalat. Akan tetapi syetan hanya bisa menguasai orang-orang seperti kita yang mengizinkan dan memberikan dia tempat di hati kita serta tidak berusaha menjauhkannya dari diri kita akan tetapi malah melibatkannya, maka tentunya ketika menjalankan shalat kita disibukkan dengannya.

Jalan yang terbaik bagi manusia untuk meraih kesempurnaan dan dekat dengan Tuhan adalah shalat dan dalam rangka mencurahkan karuniaNya kepada manusia serta agar manusia bisa meraih kesempurnaan, Tuhan mewajibkan shalat dalam lima waktu. Bahkan sebagian dari fuqoha ( ahli fiqh ) berkata: barang siapa yang tenggelam di lautan maka dia tetap herus menjalankan shalat sesuai dengan keadaannya dan hendaklah hatinya konsentrasi kepada Tuhan walaupun syarat-syarat yang lain seperti menghadap kiblat bagi dia dimaafkan ( tidak disyaratkan ). Ini semua tidak lain melainkan karena shalat memiliki peran sangan mendasar dalam kesempurnaan dan kebahagiaan manusia, oleh karenanya Nabi saw. bersabda: “shalat adalah sebaik-baiknya perkara…”[3]serta imam Ridho as. berkata: “shalat adalah kurbannya setiap ketakwaan”.[4]

Syetan dengan jiwa permusuhan lamanya dengan manusia akan selalu berusaha untuk menghalangi manusia untuk mendapatkan apa yang paling baik dan yang paling penting baginya dia juga akan berusaha untuk membuat manusia lalai dari factor-faktor yang membuat mereka sempurna dan bahagia:

tA$s%y7Ï?¨“ÏèÎ6sùöNßg¨ZtƒÈqøî_{tûüÏèuHødr&

Iblis menjawab: “Demi kekuasaan Engkau Aku akan menyesatkan mereka semuanya,[5]

 

 

Terkadang dua raka’at shalat walau itu shalat sunnah yang dilakukan dengan penuh kesadaran dan kekhusu’an akan membuat dosa-dosa manusia terampuni, sebab tidak mungkin manusia yang melakukan shalat dengan penuh kesadaran dan kekhusu’an serta tahu di depan siapa dia berdiri akan tetapi dia tidak menyesali perbuatan-perbuatan buruk dan jahat yang telah dilakukannya serta tidak berniat untuk meninggalkan perbuatan tersebut.

Dalam sebuah riwayat Nabi Muhammad saw. bersabda: “Jika di depan rumah seseorang mengalir sungai dan lima kali dalam sehari dia melakukan mandi, apakah akan tersisa kotoran di badannya? Shalat pun demikian pula seperti sebuah sungai dan ketika manusia melakukan shalat maka semua dosa-dosanya akan diampuni”.[6]

Jika kita sudah sudah memahami essensi shalat dan betul-betul mengambil manfaat darinya maka tidak akan tersisa lagi dosa dalam diri kita. Akan tetapi sangat disayangkan kita tidak betul-betul memahami nilai-nilai yang ada dalam shalat dan kita menjalankannya dengan asal-asalan; oleh karenanya sama sekali kita tidak mendapat faedah darinya. Maka poin kedua adalah kita harus betul-betul memahami pentingnya serta pengaruh yang sangat berharga dari shalat sehingga kita sadar bahwa shalat yang dilakukan tanpa ada kesadaran, kekhusu’an dan kehadiran hati sama sekali tidak memiliki faedah serta keberkahan.

Jika dua raka’at shalat bisa membuat semua dosa-dosa manusia terampuni, konsekwen dalam menjalankan shalat-shalat yang berkualitas dan diterima oleh Tuhan, akan membuat manusia bisa meraih derajat yang paling tinggi yaitu “qurb ila Allah”. Maka dengan memperhatikan poin-poin tersebut, tidak akan tersisa bagi kita kecuali penyesalan dan kerugian diakibatkan karena kehilangan faedah serta manfaat yang besar tersebut.

Jika kita kehilangan uang sebesar seratus tuman ( mata uang Iran ) maka konsentrasi kita menjadi buyar dan jika kita kehilangan emas permata yang sangat berharga atau cincin yang bernilai seratus ribu tuman, selama beberapa hari akan selalu kepikiran dan tidak bisa tidur; sementara jika kita kehilangan dua raka’at shalat yang lebig berharga dari seluruh dunia dan kelezatannya, kita tidak merasakan penyesalan sama sekali.

Andai kita tahu bahwa bagaimana para wali Tuhan mengambil faedah dari shalat: sebagian para pembesar berkata – mungkin ini juga kandungan dari beberapa riwayat – jika para raja dunia mengetahui betapa lezatnya melakukan shalat maka dia akan menanggalkan tahtanya dan hanya akan melakukan shalat. ( Dari pernyataan dan ucapan mereka ini menunjukan akan tingginya derajat yang telah mereka raih ).

Betapa kita selalu berusaha siang dan malam untuk bisa meraih kelezatan-kelezatan dengan melengkapi diri dengan makanan dan pakaian serta dengan yang lainnya. Terkadang kita selama bertahun-tahun banting tulang dan mempersiapkan segala sesuatu untuk kita bisa merasakan kelezatan; seorang alim berkata: semua kelezatan yang dimiliki oleh para raja tidak ada apa-apanya dibanding dengan kelezatan yang dimiliki oleh seoarang mukmin dalam menjalankan shalat dua raka’at; akan tetapi mereka bahagia dengan kelezatan-kelezatan materi dan tidak mengetahui akan kelezatan-kelezatan bermunajat dengan Tuhan.

Untuk bisa memperbaiki semua kerugian-kerugian yang telah lalu dan betul-betul mengambil faedah dari shalat serta agar kita tidak kehilangan berkah-berkah dan faedah-faerah yang ada dalam munajat dengan Tuhan, kita harus betul-betul mengamalkan aturan-aturan yang ada dalam riwayat-riwayat atau ucapan-ucapan para ulama, para wali Tuhan dan nasehat-nasehat akhlaki dari para ulama akhlak dimana baik mereka sendiri sudah mengalami dan merasakan hal-hal tersebut atau mereka merujuk dari riwayat-riwayat. ( Nilai yang dimiliki oleh poin-poin ini sungguh tidak terbatas, akan tetapi karena ini kita bisa dapatkan dengan percuma dan dengan sangat murah, kita tidak bisa merasakannya. Setiap riwayat yang tertulis dalam buku-buku hadits lebih berharga dari semua harta benda dan semua kelezatan-kelezatan dunia ).

 

Merenungkan Tentang Shalat dan Kebesaran Tuhan

Termasuk kepada amalan-amalan yang bisa menghasilkan kehadiran hati dan konsentrasi adalah hendaklah seseorang beberapa saat sebelum menjalankan shalat dia duduk di mesjid atau di tempat shalat, berfikir dan mengkonsentrasikan diri hanya kepada Tuhan serta mengosongkan diri kita dari selainNya. Kosongkan hati kita dari pikiran-pikiran, khayalan-khayalan serta ingatan-ingatan dengan mengkonsentrasikan indra kita juga melupakan semua kecendrungan-kecendrungan duniawi dan berusahalah mengahdirkan hati. Alhasil, dengan tafakur dan penyesalan akibat kehilangan nilai-nilai maknawi dari shalat serta memperbaiki kerugian dan kekurangan yang telah lalu maka hal-hal di atas akan bisa diraihnya.

Sebelum melakukan shalat sebaiknya seseorang mengkontrol pikirannya dan sebisa mungkin konsentrasinya terpusat kepada shalat, tempat shalat dan tempat sujud. Atau jika dia melakukan shalat di tempat sepi dan tidak seorang pun yang melihatnya, hendaklah dia duduk santai sehingga tidak ada beban lagi dibadannya dan setelah mengkonsentrasikan indranya sebisa mungkin dia merasakan kehadiran Tuhan serta membawa dirinya berada dihadapan Tuhan yang maha tinggi.

Kita sering mengklaim bahwa berada di haribaan Tuhan begitu juga dengan alam ini, akan tetapi ini hanya di mutuk belaka sementara hati kita belum bisa meyakininya. Ketika kita sedang sendirian berada di kamar dan jauh dari pandangan orang lain, kita akan berbuat sesuatu perbuatan tertentu dan ketika kita sadar bahwa ada orang lain atau keluarga kita memperhatikan kita maka kita akan merubah perbuatan kita. Ketika manusia menjaga perbuatannya di hadapan orang lain serta kita akan selalu hati-hati dalam berbuat, maka jika dia betul-betuk meyakini bahwa kita berada di hadapan Tuhan serta tahu bahwa Dia melihat perbuatan kita maka tentu dia akan menjaga hatinya supaya tidak mengarah kepada sesana dan kemari. Jika manusia tahu bahwa dia berada di hadapan orang lain maka hatinya tidak akan merasa bebas untuk berbuat ini dan itu terutama ketika dia merasa bahwa dia berada di hadapan Tuhan serta merasakan kehadiranNya maka dia akan lebih mengkontrol hatinya serta akan betul-betul merasakan kehadirannya. Atau ketika dalam shalat dia mengucapkan “Allahu Akbar”dan dia meyakini bahwa Tuhan maha besar dari segala sesuatu dimana kebesarannya tidak terbatas maka sedetikpun dia tidak akan lalai akan kehadiranNya. Pada langkah pertama kita belum bisa merasakan kebesaran Tuhan, kita hanya melapalkan ucapan ini dan tidak bisa memenggambarkan kebesaran dan keagunganNya; apa itu kebesaran Tuhan? Atau sebesar apa kebesaran Tuhan sehingga Dia lebih besar dari manusia dan seluruh makhluk? Otak kita sama sekali tidak bisa menampung kebesaran Tuhan, walaupun dengan merenungi karya-karya Tuhan serta dengan usaha yang keras dalam rangka meniti tahapan-tahapan sampai akhirnya kita bisa merasakan kebesaran Tuhan.

Telah dinukil dari Imam Shadiq as. sebuah riwayat yang rinci bahwa seorang perempuan penjual minyak wangi bernama Zaenab datang ke rumah Nabi saw. dan menanyakan tentang kebesaran Tuhan, Rasul saw. menjawab pertanyaanya dengan memberikan perbandingan alam-alam, tujuh langit dan bintang-bintang dimana yang satu lebih kecil dibanding yang lain, diantaranya beliau bersabda: “bumi ini dengan apa yang ada di dalam serta yang ada di atasnya dibandingkan dengan langit pertama ibarat sebuah cincin yang berada di padang pasir yang luas”.[7]Perbanding ini juga berlaku antara satu alam dengan alam-alam yang ada di atasnya dan tidak ragu lagi bahwa perbandingan antara alam satu dengan alam yang lain serta perbandingan antara bintang-bintang di angkasa raya akan membawa manusia untuk bisa memahami keagungan Tuhan.

Bumi dengan segala kebesarannya sangat kecil dibandingkan dengan matahari begitu pula matahari tidak bisa dibandingkan dengan bintang-bintang yang lainnya dimana semuanya berputar di angkasa dan tidak terjadi benturan antara yang satu dengan yang lain. Ketika seseorang mengetahui ada susunan bintang baru, dia akan mengatahui bahwa sampainya cahaya dari satu bintang kepada bintang yang lain lamanya sampai berjuta-juta tahun. Cahaya yang memiliki kecepatan tiga ratus ribu kilo meter setiap detiknya, bayangkan jika selama setahun apalagi sampai satu juta tahun! Selain itu, dibelakang bintang-bintang ini terdapat alam-alam lain, sebab bintang-bintang yang bisa di lihat dengan mata lahir terletak di langit pertama. Tentang masalah ini Tuhan berfirman:

$¨Z­ƒy—uruä!$yJ¡¡9$#$u‹÷R‘‰9$#yxŠÎ6»|ÁyJÎ/

dan kami hiasi langit yang dekat dengan bintang-bintang yang cemerlang.[8]

 

( Dan tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang langit-langit yang lain serta tidak bisa memperkirakan luas dan besarnya langit tersebut ). Tidak ragu lagi bahwa ini semua menunjukan akan kebesaran serta keagungan tanpa batas Tuhan. Tuhan yang dengan ucapan “kun” ( jadilah ), Dia menciptakan semua wujud – pada hakekatnya inilah kita yang berkata begitu sementara Tuhan tidak butuh untuk menyucapkan kata “kun”dan kehendakNya cukup untuk menciptakan seluruh wujud – memiliki kebesaran dan keagungan yang maha tidak terbatas dimana alam semesta tercipta dengan kehendakNya dan akan tetap ada karenaNya pula serta jika Dia tidak berkehendak maka semuanya akan musnah.

Maka ketika manusia dengan memperhatikan kebesaran ciptaan, sampai batas tertentu dia mengetahui kebesaran Tuhan sepantasnya ketika dia melakukan shalat hendaklah sadar di depan siapa dia sedang berdiri. Apakah pantas ketika berdiri di depanNya pikiran kita kepada roti, air, pakaian, rumah atau peralatan yang lain? Seberapa nilai seluruh wujud, manusia, bumi, lautan dan gunung-gunung dibandingkan dengan wujud Tuhan sehingga manusia mau melepaskan Tuhan demi mencari isi perut, pakaian, wanita, anak-anak atau dunia? Apakah manusia yang berakal akan berbuat demikian?.

Oleh karenanya salah satu perkara yang mengakibatkan munculnya kehadiran hati dalam diri manusia adalah hendaklah dia sebelum shalat untuk merenungkan keagungan Tuhan serta betul-betul menyadari di depan siapa dia berdiri atau hendaklah dia membaca doa-doa baik sebelum ataupun sesudah shalat. Ketika shalat hendaklah berusaha untuk memahami makna dari kelimat-kalimat yang diucapkannya, berpikir dan merenungkan semuanya seperti apa yang ditekan oleh Marhum Mirza Jawad Oqo Tabrizi dalam bukunya “Asrar Al-Shalat”. Jelas ketika seseorang hendak berkata, langkah pertama dia akan menggambarkan dalam benaknya makna-makna dari lafadz yang hendak diucapkan kemudian baru dia berucap, akan tetapi sudah menjadi kebiasaan bagi kita untuk cepat-cepat melakukan shalat sehingga tidak ada kesempatan untuk memikirkan dan merenungkan makna-makna dari lafadz yang kita ucapkan.

Selayaknya manusia melakukan shalat dengan penuh konsentrasi dan jika sebelumnya dalam satu menit dia menyelesaikan satu raka’at hendaklah sekarang selesaikan dalam dua menit walaupun sebenarnya ini sangat sebentar bagi orang yang hendak pergi keharibaan ilahi. Lama kelamaan konsentrasi kepada makna-makna bacaan shalat akan menjadi ‘malakah’ baginya seperti hanya perhatian kepada lafadz shalat yang sudah menjadi ‘malakah’ baginya.

Imam Sajjad as. berkata:

“…dan ketika engkau menjalankan shalat, anggaplah bahwa ini adalah shalat terakhirmu!”.[9]

 

Ketika melakukan shalat kita tidak tahu apakah ini shalat terakhir bagi kita ataukah bukan, oleh karenanya Imam as. berkata hendaklah kita anggap bahwa ini adalah shalat terakhir bagi kita. Jika manusia mengetahui bahwa umurnya tidak tersisa kecuali sebanyak waktu dua raka’at shalat maka dia akan betul-betul mengkonsentrasikan dirinya dan berusaha untuk melakukan shalat sebaik mungkin dan sekhusu’ mungkin. Sementara ini kita tidak tahu kapan akan berakhir umur kita maka sebaiknya kita untuk selalu menganggap bahwa shalat yang kita lakukan adalah shalat terakhir. Anggapan ini akan membuat kita untuk selalu bertahan di hadapan syetan dan berusaha mengeluarkannya dari dalam diri kita serta betul-betul memanfaatkan kesempatan-kesempatan dan detik-detik dari shalat yang kita lakukan. Tidak diragukan bahwa keadaan seperti akan sangat berpengaruh kepada kita untuk bisa menghadirkan hati kita. Walau pun sebaiknya setelah selesai melakukan shalat manusia tidak lalai kepada Tuhan serta merasa diri tidak lagi berada dihadapan dan dilihat olehNya.

Apakah setelah beberapa tahun anda jauh dari teman dekat dan sekarang anda berhasil bertemu dengannya serta sangat menikmati pertemuan ini, akan tetapi setelah pertemuan tersebut anda langsung berdiri dan tanpa mengucapkan kata perpisahan pergi meninggalkannya begitu saja? Seseorang yang hanya sekedar mengucapkan “assalaamu ‘alaikum warahmatullahi wa barokaatuh” dia langsung berdiri dan melanjutkan kembali pekerjaannya seolah-olah dia merasa diri terpenjarakan ketika bersama Tuhan dan menunggu waktu dan secepat mungkin untuk lepas dari penjara dan kurungan tersebut sehingga dirinya menjadi bebas?.

Seharusnya setelah melakukan shalat hendaklah kita membaca doa yang panjang baik untuk diri sendiri ataupun untuk orang lain. Dalam sebuah riwayat Nabi saw. menukilkan bahwa Tuhan berfirman:

Barang siapa yang tertimpa hadas dan dia tidak melakukan wudlu sesungguhnya dia telah berpaling ( menjauh ) dariu, barang siapa yang terkena hadas lalu dia berwudlu akan tetapi tidak melakukan shalat dua raka’at sungguh dia telah berpaling dariku dan barang siapa yang terkena hadas lalu dia berwudlu setelah itu dia melakukan shalat dua rakaat dan berdoa, maka jika seandainya aku tidak menjawab permohonannya dariku tentang urusan agama dan dunianya sungguh aku telah menjauh darinya dan aku bukanlah tuhan yang menjauh (dari hambanya)”.[10]

 

Maka salah satu perkara yang menyebabkan perhatian kepada Tuhan dan menarik karuniaNya adalah kondisi yang selalu dalam keadaan wudlu. Terlebih lagi jika setelah melakukan wudhu dia menjalankan shalat dua raka’at lalu setelah itu dia berdoa dan memohon kepadaNya agar untuk beberapa saat dia bisa bersamaNya dan selalu mendapat taufik serta kebaikanNya.

Apakah untuk melakukan wudlu dan menjalankan dua raka’at shalat butuh waktu berapa lama? Serta apa susahnya untuk melakukan itu dimana Tuhan berfirman: jika doanya tidak aku kabulkan maka aku telah berbuat dhalim kepadanya, ini tidak lain kecuali karena karunia Tuhan dan jangan sampai dengan mudah karunia ini kita hilangkan.

Orang-orang yang selalu melakukan hal ini dan selalu dalam keadaan wudlu lalu setelah itu dia melakukan shalat dua raka’at dan diakhiri dengan berdoa, maka mereka telah mendapat banyak keuntungan karena pasti doa-doanya akan terkabulkan walaupun mungkin tidak secara langsung, karena hal itu sesuai dengan mashlahat yang ada di sisi Tuhan.

Kelanjutan dari hadits mi’raj tersebut, Tuhan berfirman:

dan aku heran dengan hamba yang memiliki kemampuan untuk bisa menyiapkan makanan hari ini akan tetapi dia hanya memikirkan untuk esok hari serta aku heran dengan hamba yang tidak tahu bahwa aku ridho atau kah marah kepadanya sementara dia tertawa”.


[1]Al-Taubah: ayat 54.

[2]Kondisi-kondisi seperti keheranan, takut, sedih dan sifat lain khusus bagi wujud material yang memiliki sifat materi. Tuhan terlindung dari keheranan karena seuatu atau sifat jiwa yang lain, ketika Dia menggunakan kata-kata tersebut, Dia ingin berbicara dengan bahasa kita.

[3]Jaami’ Ahadis Al-Syiah, jilid 4, hal. 6. Atau Al-Hikmah Al-Zaahirah, hal. 139.

[4]Kaafi, jilid 3, hal. 265.

[5]Shaad: ayat82.

[6]Wasaail Al-Syiah, jilid , hal. 7.

[7]Bihar Al-Anwar, jilid 60, hal. 83-85.

[8]Al-Fushilat: ayat 12.

[9]Bihar Al-Anwar, jilid 69, hal. 408.

[10]Bihar Al-Anwar, jilid 80, hal. 308.

24 Oktober 2012

KEDUDUKAN SHALAT DALAM ISLAM

oleh alifbraja

 

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيمِ
 

Para sahabat rahimakumullah,
Allah Subhannahu wa Ta’ala berfirman,

إِنَّ الصَّلاَةَ كَانَتْ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ كِتَاباً مَّوْقُوتاً
“Sesungguhnya shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya bagi orang-orang yang beriman.” (QS. An-Nisaa’: 103) “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat, dan ruku’lah bersama orang-orang yang ruku’.” (QS. Al-Baqarah:43)
Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda: “Islam dibangun atas 5 hal: Syahadat bahwa tidak ada ilah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah kemudian mendirikan shalat, menunai-kan zakat, melaksanakan hajji ke Tanah Haram (Makkah) dan shaum di Bulan Ramadhan.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Ayat-ayat dan hadits di atas menunjukkan tingginya posisi shalat dalam Islam dan sebagai salah satu rukunnya yang terpenting setelah syahadatain. Shalat juga merupakan amal yang paling afdhal setelah syahadatain, hal ini dikarenakan shalat adalah satu-satunya ibadah yang paling lengkap dan paling indah yang mengumpulkan berbagai macam bentuk ibadah. Shalat juga merupakan ibadah yang pertama kali diperintahkan oleh Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam kepada seorang muslim.

Shalat lima waktu hukumnya fardhu ‘ain berdasarkan al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’. Allah memfardhukan shalat di malam mi’raj dari langit ketujuh. Hal ini menunjukkan tingginya kedudukan dan kewajiban shalat.

Hadits-hadits yang menjelaskan tentang shalat 5 waktu beserta bilangan roka’atnya dan semua sifat gerakannya, telah mencapai derajat mutawatir ma’nawi. Dan segala sesuatu yang dinukil secara mutawatir itu harus diterima oleh setiap muslim dan siapa pun yang menentang atau menolaknya, maka ia kafir.
HUKUM ORANG MENINGGALKAN SHALAT DI TINJAU DARI PENYEBABNYA
A. Karena Udzur, seperti tertidur , pingsan dan lupa termasuk mabuk.
Para ulama sepakat tentang udzur-nya orang yang ketiduran, sehingga lupa tidak mengerjakan shalat, atau dalam keadaan sadar, namun lupa mengerja-kannya, maka dalam kedua keadaan tersebut, ia wajib mengqadha’nya bila ingat, berdasarkan hadits:
 
“Barangsiapa tertidur sehingga tidak mengerjakan shalat atau lupa, maka ia wajib mengqadha’nya ketika dia ingat. “ (H.R. Muslim)
Adapun orang yang pingsan para ulama berbeda pendapat tentang wajib tidaknya dia mengqadha’ shalat. Menurut madzhab Maliki dan Syafi’i tidak wajib mengqadha’, kecuali bila ia pingsan ketika shalat , sedangkan Imam Abu Hanifah mengatakan tidak wajib mengqadha, jika pingsannya lebih dari sehari semalam, sedangkan menurut madzhab Ahmad bin Hambal, ia wajib mengqadha’ nya secara mutlak karena orang pingsan biasanya tidak lama.
Secara singkat ada dua pendapat mengenai wajib tidaknya orang pingsan mengqadha’ shalat;

· Menurut jumhur ulama:
Tidak wajib mengqadha’ berdasarkan hadits Ibnu Umar bahwa beliau pernah pingsan selama sehari semalam dan tidak mengqadha’ shalat-shalat yang ditinggalkannya. (H.R. Malik)

· Menurut ulama mutaakhkhirin dari madzhab Hambali:
Wajib mengqadha’ berdasarkan hadits ‘Ammar bin Yasir bahwa beliau pernah pingsan selama 3 malam lalu setelah sehat beliau mengqadha’ shalat-shalat yang ditinggalkannya.
Menurut syaikh Muhammad Shalih al-Utsaimin rahimahullah bahwa pendapat yang benar adalah tidak perlu mengqadha’nya bagi orang yang pingsan, adapun orang yang hilang akalnya karena bius maka dia harus mengqadha’ shalat yang ditinggalkannya karena pembiusan itu atas pilihannya pribadi.

B. Karena sengaja, terbagi menjadi beberapa golongan yaitu;
· Orang yang meniggalkannya karena malas atau merasa berat tanpa meremehkannya dan dengan keyaki-nan bahwa shalat itu wajib atas dirinya, maka orang tersebut tidak dihukumi sebagai kafir yang keluar dari Islam kecuali setelah terpenuhinya dua syarat;
(a) Imam atau penguasa setempat telah memperingatkannya untuk shalat dan dia menolak.
(b) Dia tetap tidak mau shalat sampai waktu shalat berikutnya hampir habis.
Oleh karena itu seseorang yang meninggalkan shalat sekali saja tidak serta merta dihukumi sebagai kafir karena boleh jadi orang tesebut mengira bahwa dia boleh menjama’ shalatnya di waktu shalat berikutnya.
· Orang yang meninggalkannya karena tidak tahu bahwa shalat itu wajib atasnya. Orang tersebut tidak dihukumi sebagai kafir yang keluar dari Islam namun ia harus diberitahu tentang hukum meninggalkan shalat tersebut sampai menjadi jelas baginya.
· Orang yang menentang wajibnya shalat atas dirinya (yaitu shalat 5 waktu dan shalat jum’at), baik dia mengerjakan atau meninggalkannya, maka orang tersebut dihukumi sebagai kafir yang keluar dari Islam karena dia menentang sesuatu yang telah disepakati oleh al-Qur’an, as-Sunnah dan Ijma’ kaum muslimin.
Para ulama mengecualikan orang-orang yang baru masuk Islam yang menentang wajibnya shalat, namun orang itu harus diberitahu sejelas mungkin, sehingga apabila setelah itu dia masih menentang, selanjutnya dia dihukumi sebagai orang kafir yang keluar dari agama Islam.

Dalil-dalil yang dipergunakan oleh para ulama dalam hal ini adalah:
Firman Allah dalam surat at-Taubah : 11

فَإِن تَابُواْ وَأَقَامُواْ الصَّلاَةَ وَآتَوُاْ الزَّكَاةَ فَإِخْوَانُكُمْ فِي الدِّينِ وَنُفَصِّلُ الآيَاتِ لِقَوْمٍ يَعْلَمُونَ
“Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menuaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu seagama.” (Q.S.9:11)

Sabda Nabi Shallallaahu alaihi wa Salam; Dari Jabir bin Abdillah Radhiallaahu anhu Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda, “ Pemisah antara seseorang dengan kesyirikan dan kekafiran adalah dengan meninggalkan shalat” (H.R. Muslim)
“Perjanjian antara kita dengan mereka (orang kafir) adalah shalat, barangsiapa meninggalkannya sungguh dia telah kafir.” (H.R. Ahmad, At-Turmudzi, An-Nasa’i dan yang lainnya).
Allah mensyaratkan dalam ayat di atas bahwa taubatnya orang kafir yang ingin diterima oleh Allah harus disertai dengan mendirikan shalat dan menunai-kan zakat. Jika salah satunya tidak terpenuhi, maka orang tersebut tidak dianggap sebagai muslim.

Dan dalam hadits tersebut Rasu-lullah menyebut kata-kata kufur dengan lafadh ma’rifah yang menunjukkan, bahwa kufur tersebut adalah kufur yang hakiki dan bukannya kufur duuna kufrin (kufur kecil). Dengan demikian jelaslah, bahwa yang dimaksudkan oleh hadits di atas adalah kufur akbar yang mengeluarkan pelakunya dari millah (Islam). Demikianlah yang dijelaskan oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah.

Adapun dalil dari perkataan para shahabat adalah banyak sekali, bahkan diriwayatkan dari 16 sahabat, di antaranya Umar bin Khaththab Radhiallaahu anhu , bahwa beliau berkata: “Tidak ada bagian sedikit pun dalam Islam bagi orang yang meninggalkan shalat’

Salah seorang tabi’in bernama Abdullah bin Syaqiq meriwayatkan pendapat para shahabat Nabi secara umum tentang orang yang meninggalkan shalat, beliau berkata, “Para sahabat Nabi tidak pernah memandang suatu amalan pun yang bila ditinggalkan akan menyebabkan pelakunya menjadi kafir kecuali shalat.” (H.R. At-Turmudzi, 2624) Oleh karena itu, Imam Ishaq bin Rahawaih mengatakan, “Orang-orang di zaman sahabat senantiasa mengatakan bahwa orang yang meninggalkan shalat adalah kafir.”

Sedangkan dalil menurut akal pikiran, sesungguhnya setiap manusia yang berakal yang di hatinya masih tersisa iman meski sebesar atom, tidak akan mungkin terus menerus mening-galkan shalat, padahal dia tahu hukumnya dan tahu bahwa shalat tersebut diwajibkan di tempat yang paling mulia (sidratul muntaha) dan sudah diringankan dari 50 waktu menjadi 5 waktu sehari semalam, dan diharuskan untuk bersuci sebelumnya berbeda dengan ibadah-ibadah yang lainnya.

Demikian pula bagi orang yang akan shalat dianjurkan untuk mengenakan perhiasan (khusus laki-laki), maka bagaimana mungkin seseorang yang bersaksi bahwa tidak ada Ilah selain Allah terus menerus meninggalkan shalat? Sesungguhnya syahadat yang telah ia ikrarkan seharusnya mendorong dia untuk beribadah kepada Allah dengan ibadah yang paling utama. Karena tidak mungkin seseorang mengaku-aku sesuatu namun dia meninggalkannya, orang seperti itu adalah pendusta! Maka sangat beralasan apabila yang meninggalkan shalat di hukumi dengan kafir, karena nash-nash al-Qur’an dan hadits jelas-jelas menyatakan kafirnya orang tersebut.

Penutup
Demikianlah pembahasan sepintas mengenai hukum orang yang meninggakkan shalat. Oleh karena itu, hendaklah kita perhatikan betul-betul ibadah yang satu ini dan kita peringatkan orang -orang yang meremehkan atau bahkan meninggalkannya karena dalih apa pun, sebab perbuatannya tersebut akan dapat membawanya kepada kekafiran yang nyata. Wallaahu a’lamu bisshawaab.
Penyusun: Sufyan Baswaidan Maraji’
o Haasyiyah ar-raudhul murbi’ syarh zaadul mustaqni’ oleh Abdurrahman an-Najdi al Hambaly
o Syarhul mumti’ ala zaadil mustaqni’ oleh syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin.
o Mulakhkhos ahkam sujud sahwi.
o Jaami’ul uluum wal hikam oleh al-Imam Ibnu Rajab .
Kewajiban terpenting dlm Islam adalah SHALAT.<

Ia adalah pilar agama dan fondasinya yg kokoh.
PEMBEDA antara ke-IMAN-an dan ke-KUFUR-an.
Dan, seluruh amal perbuatan tidak akan diterima tanpa shalat. Sebab, semua ibadah itu tegak di atasnya.

Rasulullah SAW ber;
“Amal yg paling pertama di hisab di yaumil akhir kelak, adalah shalatnya. Bila shalatnya baik, maka baik pulalah semua amalnya, namun jika amalan shalatnya rusak, maka rusak pulalah segenap amalnya.” (HR At-Thabrani)

ALLAH ‘Azza wa Jalla menjanjikan bagi orang2 yg menjaga shalatnya memperoleh pahala yg besar.

Firman ALLAH SWT:

~ “Waalladziina hum ‘alaa shalawaatihim yuhaafizhuuna;ulaa-ika humu alwaaritsuuna;alladziina yaritsuuna alfirdawsa hum fiihaa khaaliduuna..”

(“Dan orang-orang yang memelihara shalatnya; Mereka itulah orang-orang yang akan mewarisi;yang akan mewarisi syurga Firdaus. Mereka kekal di dalamnya.)